Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Sebut Saja Bunga [2019]

Sebut aja bunga

Prolog​

Sudah lebih dari sejam aku terpaku dalam sebuah bak mandi dikamar ini, entah apa yang sedang menari-nari didalam otak seakan memaksa tubuh telanjang ini masih dalam posisi yang sama.

"Hhuuhhhff," desah lirih yang keluar dari sendi-sendi pernafasanku.

Dalam setiap helaan nafas ini tersirat beban yang sangat berat, beban yang selama ini aku pendam. Banyak hal yang tak mampu aku ungakapkan pada siapapun, bahkan untuk menulisnya dalam sebuah buku aku oun tak sanggup. Aku tak mau sampai orang lain membaca lalu iba akan nasib yang aku alami ini.

Perlahan aku beranjak dari tempat yang lebih dari sejam yang lalu mematriku. Ku basuh kembali tubuh polos ini. Setiap jengkal dari tubuh ini menahan beban kemaksiatan yang selama ini aku jalani. Ku remas dengab pelan gundukan yang ada di dadaku ini, meremas perlahan sembari menikmati sengatan birahi yang muncul. Tak dapat dipungkiri lagi jika sepasang buah dada ini lah yang menjadi aset berhargaku. Aset yang menjadi daya tarik para pemuja birahi. Sudah banyak lelaki yang sangat memuja payudaraku ini.

Tersenyum didepan cermin seukuran tubuh yang memang sengaja aku pasang di sudut ruangan ini. Dengan bangga aku mengagumi betapa sintalnya anugrah yang diberikan Tuhan pada diriku ini. Namun akankah aku harus bangga dan bersyukur atas nikmat ini. Tidak, untuk bersujud padaNya, aku tak sanggup. Derai air mata selalu menahan langkahku untuk bersujud. Aku tak mau jadi orang yang munafik, bangga memakai topeng untuk menutupi keburukan dirinya sendiri.

"Hhuuuuuhhhh....." kali ini helaan nafas terasa panjang, mengurai setiap beban yang ada.

Berbekal sehelai handuk yang tak cukup besar untuk menutupi tubuh telanjang ini, aku melangkah menuju pintu dimana dibaliknya sebuah adegan drama kehidupan sudah menyambutku.

Dan inilah aku yang sebenarnya...

 
* memori kelam sebuah cerita *​

"Mama...mama...mama...." teriak seorang lelaki kecil sambil berlarian di sudut taman.

Dengan senyum lebar sang mama pun menyambut buah hatinya yang kini berusia tiga tahun. Dengan penuh kasih sayang diusap kepala sang anak, seolah memberikan sebuah energi kehidupan yang dinamakan cinta. Sebuah pesan khusus yang dianugrahkan sang pemberi nafas kepada seorang wanita yang kelak menjadi ibu.

"Kok mama ndak dibelikan juga es krimnya, sayang ?"

"Mama maem ini aja," seru sang anak.

"Buat juna saja," sambil tersenyum sang mama memanggil nama anak tersebut.

Semua orang yang berada di taman tersebut pastilah merasakan juga kebahagiaan yang teroancar dari komunikasi ibu dan anak itu.


***​


Laksana benang yang kusut memori itu tak pernah hilang dalam ingatanku. Sebuat memori yang selalu muncul sesaat setelah aku terlelap dalam tidurku. Memori yang senantiasa berulang dan terus berulang hingga rasanya aku bosan untuk melihatnya. Sehingga aku sering terjaga atau lebih tepatnya memaksa mata ini selalu terjaga hingga dini hari. Semua memori itu seakan menjadi sebuah momok yang mengerikan buatku.

"Huuffftt...." sedikit dari beban didada ini kupaksa untuk keluar.

Baru pukul delapan pagi dan itu artinya baru tiga jam aku terlelap. Rasa capek dan ngantuk masih menyelubungiku pagi ini.

"Aku harus bergegas kalau tak ingin terlambat," gumamku.

Sudah menjadi kebiasaanku beberapa bulan belakangan ini, setiap pagi tepat jam sembilan pagi aku selalu mengunjungi sebuah taman kanak-kanak. Berada di pinggiran kota tak menyurutkan niatku untuk mengunjunginya. Hanya demi melihat sebuah senyuman, hanya demi sebuah tawa riang arjunaku. Terselip sebuah sesal yang menyelimuti hati ini tatkala aku hanya mampu melihatnya dari kejauhan tanpa mampu mendekatinya.

"Sudah datang kau nak ?" Sapa seorang wanita tua yang aku anggap layaknya ibuku sendiri.

Hanya sebuah senyuman dan derai air mata yang sanggup aku lakukan untuk menjawab pertanyaan wanita tersebut. Rasa sesak menyelimuti dada ini, sebuah sesal yang teramat dalam tersimpan dan memenuhi seluruh ruangan di hati ini.

"Dia baik-baik saja nak,dan selalu menanyakanmu. Kapan engkau akan menemuinya, sudah lama sekali semenjak saat itu kau belum menemuinya. Kasihan dia nak, setiap malam selalu mengigaukan namamu.

"Hiks..hiks..hiks" tanpa terasa semakin deras saja air mata ini.

"Kemarilah nak," bunda lalu memelukku dengan erat. Dan kalian pasti bisa menebaknya tangisku semakin keras, dan membasahi bahunya.

Bunda Sri begitulah aku memanggil wanita yang mempunyai nama Sri Sulastri. Seorang janda pensiunan seorang jendral yang kini mengabdikan diri untuk mengurusi anak-anak terlantar disekitarnya. Aku bertemu dengannya lima tahun silam ketika aku mengandung arjunaku. Beliaulah yang menampungku saat ini, disaat aku diselimuti kegalauan akan nasibku. Beliaulah yang menyelamatkan diri ini dari percobaan bunuh diri. Saat itu aku masih ingat sekali, hujan gerimis membasahi kota ini semenjak siang. Dengan tubuh gontai aku berjalan seharian dari tempatku tinggal. Entah sudah berapa jauh aku berjalan, saat itu aku berhenti disebuah jembatan tak jauh dari rumah bunda.

"Tuhan, aku tak sanggup lagi menghadapi aib ini," teriakku saat itu yang samar- samar didengar oleh bunda. Beliau berlari dan langsung memelukku sesaat setelah menarikku dari pinggir jembatan. Dengan tangis khas ibu yang menyesali perbuatan anaknya. Masih lekat dalam ingatan ini bagaimana bunda menangisiku setelah mendengar semua ceritaku. Dan dengan tangan terbuka beliau menerimaku tanpa melihat apa yang terjadi padaku dimasa lalu.

Dan kini setelah sekian lama aku bisa merasakan kembali hangatnya pelukan bunda. Sangat jarang sekali aku mengunjunginya akhir-akhir ini, mungkin karena kesibukanku.

"Bunda, apa kabar sehat kan bun," tanyaku.

"Bunda kok kurusan sekarang," belum sempat bunda menjawab aku sudah memberondongnya dengan berbagi macam pertanyaan.

Tak butuh nanti-nanti aku segera mengajaknya masuk kedalam rumah dan membuatkannya segelas teh hangat. Aku masih hapal sekali kebiasaan bunda saat minum teh.

"Bagaimana keadaanmu saat ini nak ? "

"Baik kok bun, bunda tak perlu menghawatirkan aku," rajukku.

"Iya deh bunda percaya".

"Hmm, nak kapan kamu akan berhenti,..." bunda tak melanjutkan pertanyaannya setelah melihat ekspresi keterkejutanku.

Dengan senyum terpaksa,"belum tau bun,".

"Bunda hanya bisa berdoa nak, hati ibu mana yang tidak teriris melihat buah hatinya seperti yang kamu lakukan sekarang. Masih banyak pekerjaan yang masih bisa kau lakukan selain hal tersebut. Kasihanilan dirimu sendiri nak...." dengan mata berkaca-kaca bunda berucap lagi seperti itu. Tidak sekali dua kali bunda selalu mengingatkan resiko yang aku hadapi dengan pekerjaan ini. Tapi itulah bunda yang dengan sabar selalu mengingatkanku namun akunya saja yang masih membandel.

"Tidak lama lagi kok bun, selalu doakan anakmu ini ya bun," batinku.

"Kamu ini selalu begitu ".

"Hehehe...".

"Tapi bun..." belum sempat aku menyelesaikannya terdengar langkah kecil yang sedang berlari. Jantung ini berdegup kencang tatkala melihat siapa yang tengah berdiri didepan pintu, dengan nafas terengah-engah dan dengan senyum yang tersungging lebar dia berteriak," MAMAAAAAAAA...".

Aku tersenyum menyambut pelukan buah hatiku"mama sayang Juna".

"Maaa...Juna kangen sama mama"

"Mama juga kok sayang" aku memeluknya semakin erat.

Tanpa sadar air mataku muncul.

"Mama kok nangis" tanya Juna heran.

"Aku gak nakal lagi kok maa" tangis juna pecah dipelukanku.

Dengan mata masih berlinang air mata, dengan mantab aku mengutarakan niatku pada bunda,"bun aku pengen kembali".


******



* SORE MENJELANG MALAM *


Selepas ashar aku baru terjaga dari hibernasi. Sungguh raga ini butuh istirahat total, capek. Semalem sunggu malam yang panjang lagi liar, seakan tiada bosan mereka menjamah tubuhku ini. Untuk saat ini mungkin aku bisa merasakan bangga atas semua yang aku lakukan semalem, terlihat disana wajah-wajah pendosa penuh dengan kepuasaan duniawi. Dan wajah-wajah pendosa itu meninggalkanku di kamar ini dengen segepok rupiah.

Ingatan semalam betapa liarnya diriku ini mengumbar birahi, bagaimana aku menghabiskan cadangan sperma mereka hampir tak bersisa. Aku puas...puas sekali saat melihat wajah mereka yang menyerah setelah kehabisan tenaga. Tak aku sangka jika semalam aku bisa seliar itu, entah ada dorongan apa hingga aku bisa berbuat seperti itu. Diriku yang semalam tidak seperti aku yang biasanya. Aku begitu menikmati setiap rangsangan mereka. Kecupan bibir mereka di sekujur tubuhku seakan menjadi bahan bakar yang sempurnya untuk menyalakan api birahiku. Lagi dan lagi, birahi yang tiada berkesudahan. Bara yang terus membakar setiap embun kenikmatanku.

"Aahhhhh...." sengatan birahi kembali melanda tubuh ini.

Dari pantulan cermin sangat terlihat sebuah senyuman iblis yang menjadi budak birahi. Dengan menahan gairah, aku meremas pelan kedua payudaraku yang penuh dengan cupangan. Hampir tidak ada ruang yang kosong disekitar leher dan area dada luput dari noda merah.

.....kejadian semalam.....

*ringtone*

Belum selesai aku bersolek diri, telepon pintar tak jauh dari tempatku berada berbunyi. Sebuah tanda ada sebuah pesan dari aplikasi yang sedang digandrungi saat ini. Sebuah pemberitahuan dari aplikasi dengan icon berwarna hijau tersebut, menginformasikan bahwa aku sudah ditunggu seseorang. Tentu saja seseorang yang membutuhkan jasaku untuk memuaskan dahaga birahinya.


Kuraih telepon pintar tersebut dan menekan tombol panggil," oke, suruh masuk saja gue dah siap kok ".

Tak menunggu lama pintu kamarku diketuk.

"Tok..tok..tok"

Dengan polesan make up natural, aku menyambutnya dengan senyuman hangat.

"Selamat malam om"

"Hmm, makasih cantik"

Ku kalungkan kedua tanganku dileher, selanjutnya ku kecup pinggir bibirnya yang tebal. Sambil merajuk," kenapa om lama gak mengunjungiku".

"Hehehe", sambil terkekeh dia lalu membopongku menuju ranjang yang sudah tersusun rapi. Sengaja aku nemaburkan sedikit bunga mawar diatas ranjang, seolah-olah malam ini adalah malam pertama.

"Ssshhhhhh" desahku saat bibir hitam tebalnya mengecup leher jenjangku.

Ciuman itu menyapu sampai belakang telinga yang membuat aku tak kuasa menahan desahan.

"Aauuuhhhhhh.....mmmmpphhhh"

"Bunga, malam ini kau terlihat sangat cantik".

"Kau seperti bidadari..." belum selesai dia berucap, bibirku sudah mengulum bibirnya yang tebal. Kumasukkan lidahku dan sedikit menari-nari didalam rongga mulutnya.

"Saat ini engkau adalah rajaku, dan biarkan aku melayanimu malam ini," dia hanya tersenyum puas saat aku berkata seperti itu. Memang sudah menjadi kewajibanku untuk memuaskan hasrat pelanggan.

Satu persatu pakaian yang masih menempel di badannya, perlahan aku lepas. Berawal dari kecupanku di pundaknya, aku melepas kemeja yang dipakai. Sambil sesekali aku sapukan lidahku menyusuri batang leher. Desahan demi desahan terdengar syahdu keluar dari mulutnya seiring dengan kecupan maupun jilatan menyusuri tubuhnya yang tambun.

"Ahhhh..." desahnya saat kain terakhir yang menempel menutupi selangkangan aku lepas sembari ku kulum kemaluannya.

"Slrruuuupp....ssllrruuuppp"

"Memang ya kulumanmu tiada duanya".

"Ssllrrruuppp....sssrruullpp..."

"Ssrruuullpp...ssrruuulllppp...."

"Aaahhhhh..."

"Cukup sayang, aku tak mau kau nanti kecewa," dia pun jongkok,sejenak memandang wajahku ini kemudian mencium bibir ini. Mungkin karena sudah diselubungi oleh nafsu birahi, dia tak merasa jijik mengulum bibir ini. Direbahkannya tubuhku ini diatas ranjang, secara perlahan jemarinya mulai bergerilnya di sepanjang kaki. Dia tersenyum saat melihatku bergejolak menahan gairah. Tubuhku ini tidak dapat berbohong, gairah telah merasukiku juga.

"Aahhh...." desahku saat jemarinya mulai menyapu bibir kemaluanku.

"Kok sudah banjir sayang" ujarnya sambil tersenyum puas.

"Sudah kepengen ya" aku hanya menganggukkan kepala.

"Oooohhhhh...."desahku yang tak kuat lagi menahan gairah. Jujur ini sangat menyiksaku, gejolak birahi ini kian membakar tubuhku. Keringat pun bagai mata air.

Ku tarik tubuhnya sejajar denganku kemudian ku kecup bibirnya sembari berkata," biarkan aku yang memuaskanmu kali ini sayang". Aku paham bagaimana dia mempermainkan birahiku, seringkali aku dibuat lemas dahulu setelah orgasme hanya dengan permainan lidah dan tangannya. Saat ini aku tak mau begitu lagi.

"Biarkan gundikmu ini yang bekerja, memuaskan dahagamu " bisikku.

Dengan perlahan aku menurunkan bongkahan pantatku dimana batang kemaluannya menempel di bibir kemaluannya. Tanpa halangan yang berarti, secara perlahan batang kemaluan tersebut menggesek lembut dinding vaginaku. Kukencangkan otot kemaluanku, seakan menahan lesakan batang itu dalam tubuhku.

"Aaahhhhhhhh...."

"Mentok sayang" ucapku

"Hehe, empotanmu memang tiada duanya. Ini yang bikin aku kangen" balasnya.

Batang kemaluannya tidaklah besar, standart lah untuk ukuran pria indonesia, namun entah kenapa terasa penuh didalam tubuhku.

Bertumpu didadanya aku mulai menggeraknya tubuh bagian bawahku naik dan turun. Nikmat, itu lah aku rasakan saat ini, setiap gesekan batang kemaluan didalam tubuhku menjadikan sebuah candu untuk aku meraih kenikmatan.

"Ahhhhh...aaahhhh...aahhh..."

"Ooohhh....aaaahhhh....oohhh..."

"Mmpphhhh....aaahhhhh...."

"Ssshhhhhh.....aaaahhh....aaahhh....aahhhh..."

Begitulah desahan yang keluar dari mulut kamu. Kami saling memacu, kami saling merangsang satu sama lain saling mencumbu setiap titik rangsang kami demi meraih puncak kenikmatan birahi. Hilang sudah tatanan moral yang menjadi identitas manusia sebagai makhluk paling sempurna, jika sudah dirasuki oleh birahi manusia tak ada bedanya dengan binatang. Tidak ada lagi malu, tidak ada lagi kesantunan yang ada kini hanya sebuah insting untuk memuaskan dahaganya masing-masing.

Sudah lebih dari setengah jam aku melayani dia, namun belum ada tanda akan segera berakhir. Padahal entah sudah berapa kali aku mendapatkan puncak birahi dalam bentuk orgasme. Hujan peluh membasahi tubuh kami berdua.

"Mass, aku mau keluar lagi.."

"Aahhh...aaahhhhj...aaahhhh...."

Disaat aku hampir memasuki fase orgasme, tiba-tiba dia pun melepaskan tautan diantara kelamin kita. Sebelum aku protes, dia membanting tubuhku ini diatas ranjang. Aku tersenyum paham, dia sebentar lagi juga akan orgasme. Dia memilih gaya misionaris saat melepaskan setiap benih kehidupan didalam tubuhku ini. Kata dia saat-saat puncak orgasme itu akan jauh lebih nikmat jika memakai gaya ini. Hujaman batang kemaluan akan terasa lebih dalam, bahkan terkadang sampai menekan mulut rahim.

Hanya dalam hitungan menit, gerakannya semakin kencang. Hentakan pangkal pahanya menekan tubuhku.

"Plookk...ploookkk...plloookkk"

"Plook...plookk...plookk..."

Hentakan terakhir sangat terasa jika kepala penisnya menekan mulut rahimku disertai dengan siraman hangat benih kehidupan.

"Aaahhhhhhhhhh......" desah panjang kami hampir berbarengan.

Sungguh kenikmatan yang tiada duanya saat bisa orgasme bersama seperti saat ini. Tubuh ini lemas, seakan tulang yang ada ditubuh ini dilolosi.

Tubuh kami masih bersatu karena kedua kakiku ini aku kaitkan, tujuanku cuma satu agar batang penisnya kian masuk didalam tubuhku ini.

"Biarkan dulu seperti ini sayang, aku masih menikmatinya" kataku sambil memper erat pelukanku padanya. Dan hanya dibalas dengen senyuman.

"Kau tau sayang, saat-saat seperti inilah aku merasakan kebahagiaan didunia ini tanpa terganggu oleh dosa apapun. Jadi biarkan aku menikmatinya lebih lama atau sampai batang penismu mengecil dan keluar dengan sendirinya".

"Ssrruuullppp....ssrruullllppp....ssrruuulllppppp"

Kami berciuman kembali. Aku sangat menikmati ciuman ini, ciuman yang mempunyai makna mendalam. Ciuman saat seperti ini lah seorang wanita merasa sangat dihargai. Ciuman disaat seperti ini pula engkau bisa melepaskan semua beban dihati. Tak perlu kata-kata manis, hanya dengan ciuman seperti ini keberadaanmu dirasakan ada. Seorang wanita bebas melepaskan setiap beban yang ada lewat sebuah ciuman diakhir hubungan badan.

"Ssrruulllppp...ssrruullppp...ssrruulllpppp"

"Ssrruuullpp...ssrruuulllpp...ssrruuulllpp"

Bukannya mereda, birahiku malam kembali muncul begitu pula dengan dirinya. Batang penis yang semula sudah terasa lemas,kini semakin keras saja didalam sana. Dengan perlahan tanpa melepaskan ciumannya, dia kembali bergerak naik dan turun diatas tubuhku. Aku pun tak mau kalah, tubuhku mencoba mengimbangi gerakannya.

"Plook...plook...plook..."

"Plook...plook...pllokk...."

"Eemmpppp....mmpphhhh...."

"Mmpphhh....mmmpphhhh...."

"Ssruullpp...ssruulllpppp....."

Dengan tempo yang lumayan tinggi kami saling memacu nafsu. Dinding vaginaku terasa panas namun rasa nikmat menutupi semua itu. Terpejam mata ini menikmati semua sensasi yang timbul dari gesekan antar kelamin itu.

"Oohhhhh...."

"Aaahhhhhh...."

"Aaahhhhh.....aaahhhhh.....aaaahhhhhhh" teriakku saat aku memasuki fase dimana kenikmatan itu menuju puncaknya.

Masih dengan posisi yang sama dimana aku terlentang dibawah dengan kaki menekuk ke atas, sedangkan si om dibawahku bertumpu dengan kedua pahaku. Ritme yang semakin cepat kami merengkuh puncak birahi.

"Aku mau keluar sayang...aaahhh.."

"Aku juga sayang..."

"Barengan ...."

"Aaaaaahhhhhhhhhh......."teriak panjang kami berbarenga.


Semprotan pejuh yang masih terasa hangat didalam tubuhku," masih banyak sayang yang keluar".

"Hehe....persediaan hampir seminggu ini" ucapnya bangga.

"Yakin tuh, memang kemana semua gundik-gundikmu yang lain".

"Hahaha...tapi tidak ada yang senikmat kamu sayang. Makanya aku rela menunggu seminggu untuk memberikan semua persediaan spermaku hanya untukmu".

"Gombal.." jawabku merajuk.

"Hmmm...yakinlah sayangku".

"Hihihi....iyaa percaya deh, buktinya yang didalam sana masih terasa keras padahal udah dua kali bongkar muatan".

"Srruulllpp...ssrruullppp...."

Lalu si om menciumku untuk kesekian kalinya, sampai-sampai bibirku ini terasa kebas.

"Masih mau lagi sayang".

"Bentar aku masih pengen menikmati saat-saat seperti ini" jawabnya sembari membalikkan tubuh kami. Kini aku berada diatas tubuhnya dan kelamin kami masih menyatu.

"Cup..."

Bibir kami saling bertautan kembali. Dengan mengkontraksikan otot yang ada didalam vagina, aku mulai bergerak secara perlahan. Aku yakin si om pasti masih merasakan ngilu di kepala penisnya karena aku juga merasakan hal yang sama.

"Nanti dulu sayang" ia pun berkata sembari menahan gerakan pantatku dengan kedua tangannya.

Malam itu terasa sangat panjang, terhitung bukan hanya si om saja yang menikmati setiap lekuk tubuhku. Ada tiga orang lagi pada malam itu, dan aku bisa memejamkan mataku selepas subuh.

CAPEK ?

Iya lah, tidak hanya raga namun juga secara jiwa aku terlalu capek. Namun inilah jalan yang kini harus aku lalui dan jejak ini telah meninggalkan bekasnya. Dalam atau bahkan mungkin sudah terlalu dalam namun aku bisa apa, hanya ini yang sanggup aku lakukan untuk menyelamatkan masa depan kami.


****​


Terhitung sudah sejak lama tahun yang lalu aku menjadi penghuni tetap kamar ini. Tidak ada perubahan yang berarti semenjak aku menempatinya, posisinya masih sama dengan yang ditata oleh penghuni sebelumnya. Posisi ranjang masih tetap berada ditengah ruangan, desebelah kanannya ada sebuah nakas kecil dan disebelah kirinya terdapat meja rias yang lengkap dengan isinya.
Kamar ini terasa begitu pengap karena tidak ada ventilasi berupa jendela, alur udara hanya disuplai oleh dua buah lubang kecil di bagian atas tembok yang berada di depan ranjang. Juga lubang ventilasi di atas pintu. Untunglah dikamar ini terpasang sebuah mesin pendingin ruangan.

Siang ini, setelah terjaga dari tidur, aku mulai merapikan tatanan kamar ini. Seprei yang basah akan cairan yang keluar dari vaginaku dan pula bekas sperma yang mengering. Terbayang sudah bagaimana keliaran tadi malam, semua berserakan dimana-mana. Dipojok ruangan ku temukan celana dalam dan bra. Di bawah ranjang masih ada beberapa kondom bekas pakai, didalamnya masih terdapat sisa sperma.

SIAL !!

Aku mencoba merutuki hal-hal semacam ini, padahal tak jauh nakas sudah aku sediakan tempat sampah. Namun kenapa juga masih ada yang membuang kondom bekas sembarangan.

"Hadeehh..." cukup jijik juga aku memegang kondom bekas itu.

Padahal semalam kondom tersebut juga sempat masuk ke dalam mulutku. Disitu terkadang aku merasa geli sendiri.

"Sepertinya harus belanja kondom lagi ini" celetukku sesaat melihat stok kondom yang hampir habis.

"Huufftt..."

"Terpaksa deh harus ketemu orang tua mesum itu lagi," ucapku penuh sesal.

Bagaimana tidak untuk urusan semacam ini, pengasuhku sudah mempercayakan semuanya pada orang tua itu. Sudarmono joko begitulah nama panjangnya, namun kami lebih suka memanggilnya om mojo. Pria dengan usia hampir setengah abad itu sudah menjadi orang kepercayaan pengasuh disini. Segala macam kebutuhan kita semuanya dia yang menyediakan, mulai dari urusan loundri, sampai dengan urusan kondom.

Sudah terkenal sejak dulu jika beliau punya sifat mesum, tak jarang suka menowel bokong kami. Lirikan penuh dengan kemesuman udah identik dengan dirinya. Berkali-kali dia kepergok kami sedang mengintip mandi, bahkan beberapa dari penghuni disini jadi korban kemesumannya. Seperti minggu kemaren, pakaian dalamku terdapat noda sperma yang belum mengering, padahal baru selesai di loundri.

Aku masih ingat sekali ekspresi wajahny saat ku labrak. Namun malah aku yang dibuat keki sendiri, bahkan jadi bahan tertawaan teman-teman disini.

"Sudahlah, jangan diambil hati neng," celetuk salah satu penghuni lama disini.

"Bukan hanya kau saja yang jadi korban, hampir semua yang ada disini sudah pernah mengalaminya," ucap kak Mira yang lumayan dekat denganku. Dan hal itu juga diamini oleh yang lain, terlihat jelas dari raut wajah mereka yang terlihat santai. Dan menganggap hal yang wajar.

Sungguh malas sekali aku berurusan dengan makhluk mesum satu itu. Namun harus bagaimana lagi daripada aku harus mengeluarkan uang sendiri untuk membeli kondom. Memang pengasuh disini sudah memfasilitasi hal-hal semacam ini.

"Siang neng bunga.." sapanya.

"Baik !" Jawabku jutek.

"Jangan jutek gitu atuh neng, makin cantik ntar".

"Yaasalaaam" runtukku dalam hati.

"Kangen ya neng sama saya" rayu om mojo.

Dengan gaya perlente, om mojo mulai mengeluarkan jurus-jurus mesumnya kepadaku. Aku paham maksud dia kalau seperti ini pasti ada maunya.

Dengan memasang wajah jutek aku pun menjawab,"kondom om".

"Hmmm..." om mojo tak berkata apapun, malah dengan pedenya dia menggaruk-garuk selangkangannya.

"Sial...sial...sial..." runtukku lagi dalam hati.

"Mau apa neng..." om mojo mulai berulah.

"Iya..iya..." kataku jengkel.

Senyum sumringah om mojo terlihat mengembang saat melihatku mulai jongkok didepannya. Lalu menurunkan kolor yang sudah mengembung yang menandakan isinya sudah bangun.

"Nah gitu dong cantik," ucapnya sembari membelai rambutku yang terurai.

"Dasar kontol nakal" sambil berkata seperti itu aku mulai menggenggamnya.

Ukurannya sih biasa, normal seperti ukuran orang sini namun yang membedakan hanyalah kekerasan dan bentuknya yang unik. Bagaimana tidak dengan ukuran segenggman tangan namun batang penisnya bengkok ke atas.

"Sruulllpp....ssrruullppp...ssrruuulllppp...."

Aku mulai memasukkan kontol jahanam itu ke dalam mulutku.

"Sshhhh....aaahhhh...." begitulah desah yang keluar dari mulut orang tua nakal itu.

Matanya merem melek menikmati kulumanku ini.

"Srruulllpp...ssrruulllpp....."

"Aahhh....aaahhhh....sssshhhh....aaahhhhh..."

Tak butuh waktu yang lama, akhirnya si tua mesum itu menyemburkan cairan spermanya di dalam mulutku. Tubuhnya mengejang dan tangannya mencengkram kuat kepalaku sambil menekankan batang kontolnya untuk masuk lebih dalam. Mau tidak mau aku harus menelan semua peju yang ada.

"Hoek...."

"Sialan kau om" ucapku kesal dengan apa yang dia lakukan barusan.

Dengan nafas yang masih terengah-engah aku beranjak dan membenahi pakaianku. Buah dadaku keluar dan menggantung sebelah juga rambutku yang terlihat acak-acakan. Dan om mojo hanya duduk lemas sembari menikmatinya.

"Kulumanmu memang tiada duanya neng" pujinya kepadaku.

Aku hanya tersenyum,"udah kan sekarang mana kondomnya."

"Iya-iya" ketusnya karena aku memaksanya untuk segera mengambilkan apa yang aku butuhkan.

Masih belum memakai celana, dengan pedenya itu om cabul menyerahkan sekotak kondom kepadaku.

"Mau lanjut gak neng" dia pun berkata dengan genitnya.

Aku hanya berlalu pergi tanpa menjawab pertanyaannya tadi.

"Sampai kapan semua ini akan berakhir" batinku.


*******​


"Nak..." kata bunda mengagetkanku.

"Ada masalah apa nak"

"Gak ada kok bun, cuma akhir-akhir ini aku capek sekali" jawabku.

Pandangan teduh bunda membuatku nyaman. Sore ini aku mengunjungi bunda, ada sesuatu yang pengen aku utarakan padanya. Entah mengapa akhir-akhir ini aku gelisah dalam tidur, ada semacam ganjalan dihati yang membuat aku senatiasa memikirkannya. Imbasnya aku sering mendapatkan protes dari penikmat tubuhku ini.

"Kamu kenapa nak" telisik bunda seakan tahu akan kegundahanku kali ini.

Aku pun hanya tersenyum kecut, belum ada keberanian untuk memberitahukan apa yang terjadi padaku saat ini.

"Gak papa kok bun" bohongku.

Aku yakin bunda pun tahu kalau aku sedang berbohong. Bahasa tubuhku yang memberitahunya. Namun dengen penuh keibuan, bunda hanya memelukku.

"Kalau belum mau cerita gak apa,yang penting kamu sehat kan nak"

"Sehat kok bun..hehe"

"Tapi kok klihatannya mukamu pucat sayang," kata bunda penuh dengan kekhawatiran.

"Cuma capek aja kok bun"

"Ya sudah, kalo belum mau cerita sama bunda"

"Hmmm" aku sempat ragu.

"Ya sudah kalo belum mau cerita" kata bunda sambil tersenyum.

Kemudian aku menceritakan apa yang menjadi beban didalam dada ini. Semuanya tanpa aku merasa malu padanya, semua aibku semua kebodohanku dimasa lalu. Aku merasa jadi pribadi yang kecil saat ini, semua pandangan masyarakat terhadap orang seperti aku bahkan dengan keluargaku sendiri yang tidak mau lagi menganggapku ada. Aku merasa terbuang, terkucilkan terhadap keluargaku sendiri. Aku adalah aib mereka. Ayah dan ibuku pun pernah berkata bahwa mereka menyesal telah melahirkan dan membesarkan aku. Saat itu aku hancur, remuk tanpa wujud lagi.

Kepada bunda akhirnya aku membuka semua kotak pandora didalam hati ini. Juga tentang masa depan Arjunaku nanti. Aku tak mau menjadi beban terus di kehidupan bunda. Sudah menampung kami berdua, memberikan tempat berteduh dan kasih sayang keluarga terhadapku dan terutama terhadap Arjunaku. Bagi kami, aku maupun Arjuna anakku bunda adalah keluargaku saat ini. Satu-satunya orang yang menganggapku layak untuk dihargai.

"Jadi seperti itulah bun, aku tak mau jadi beban bunda. Apalagi sebentar lagi juna juga mulai sekolah, tak mungkin lagi aku merepotkan bunda lebih jauh lagi" ucapku dengan air mata yang membasahi pipi.

Bunda hanya terseyum mendengarkan semua isi hatiku. Tanpa pernah menyela, beliau tetap tenang di posisi duduknya saat ini.

"Baiklah jika seperti itu maksudmu, bunda tidak bisa menahanmu lebih jauh. Bunda punya solusi, namun sekali melangkah engkau tidak mungkin lagi untuk mundur" kata bunda tegas namun penuh dengan ketenangan.

Suasana begitu hening sesaat bunda mengatakan hal itu padaku. Aku diam mencoba menelaah apa yang dikatakan bunda barusan. Begitu pula dengan bunda yang dengan sabar menunggu reaksiku. Cukup lama aku berfikir, menimbangkan semua baik dan buruknya. Karena aku meyakini bahwa perkataan bunda tadi penuh dengan resiko. Sekali aku melangkah mungkin tidak ada jalan lagi untuk kembali.

"Jika...." belum sempat bunda menyelesaikan ucapannya aku langsung menyela,"aku mau bun".

"Kamu yakin" balas bunda penuh dengan ketenangan.

"Yakin bun" jawabku mantab.

"Baiklah jika kau sudah mantab, mari ikut bunda" kemudian bunda beranjak pergi dan aku mengikutinya dari belakang.

Tak pernah aku bayangkan sebelumnya jika langkahku sore itu mengubah segalanya didalam hidupku.

"Sekali kau melewati pintu ini, tidak ada jalan untuk kembali" ucap bunda tegas saat kami berdiri tepat didepan sebuah bangunan yang sangat megah.


*****​


Semua ini masih seperti mimpi, sunggah dunia yang sangat berbeda dengan yang selama ini aku tinggali. Seratus delapan puluh derajat sangatlha berbeda. Dahulu setiap sendi kehidupanku terdapat nafas pondok pesantren. Sejak kecil aku didik oleh kedua orang tuaku yang kebetulan seorang pemuka agama di kampung halamanku. Tapi saat ini aku dihadapkan dengan kehidupan malam. Dunia yang penuh dengan intrik birahi.

Dengan mantab aku menanggalkan seluruh atribut pesantren yang selama ini ada pada diriku berganti dengan sekotak perias wajah dan baju berbahan kurang. Hanya helaan nafas yang cukup panjang mengawali kisah hidupku yang baru.

Bunga itu nama yang sekarang ini aku sandang untuk menutupi siapa identitasku sebenarnya. Itu pun sesuai dengan anjuran bunda.

"Sebaiknya kau punya nama baru untuk digunakan disini. Dunia disini tak sama dengan dengn duniamu selama ini" kata bunda kala itu.

"Nama yang baru" jawabku penuh tanya.

"Iya, karena tak sepatutnya kau tunjukkan dirimu yang sebenarnya disini. Semua yang ada di bisnis ini semua memakai topeng. Tidak ada yang menunjukkan wajahnya sendiri. Kau harus paham kan maksud bunda" penjelasan bunda.

Aku hanya mengangguk paham. Tidak pernah aku bayangkan sebelumnya jika bunda yang selama ini aku anggap sebagai malaikat ternyata mempunyai sebuah sisi gelap. Bunda ternyata seorang pengasuh dan pemilik tempat ini. Sebuah tempat terpadu dimana tempat ku saat ini yaitu sebuah kamar terletak dilantai atas dan dibawahnya terdapat sebuah diskotik dan beberapa room karaoke privat. Bangunan yang terkesan ekslusif ini merupakan salah satu dari beberapa bisnis kotor bunda.

"Inilah bunda yang sebenarnya nak" kata bunda membuyarkan lamunanku.

"Kamu pasti tidak menyangka kan ?" Tanya bunda.

"Hehe, iya bun tak aku sangka ternyata bunda"jawabku masih tak percaya.

"Dan kamu yakin akan hal ini nak" ulang bunda menanyakan niatku.

"Yakin bun, lagi pula aku sudah kotor juga. Bahkan keluargaku sendiri membuangku" jawabku tegas.

Mungkin masih ada sedikit ragu didalam sana,namun ini sudah jadi tekatku untuk mengubah masa depanku. Masa depan anakku. Tidak mungkin aku menggantungkan lagi masa depanku pada bunda.

"Aku tak mau merepotkan bunda lebih dari ini" aku pun berkata sambil memandang wajah bunda.

Aku pengen memberitahu bunda lewat tatapanku ini. Bahwa sudah tidak ada keraguan lagi.

"Aku senang jika kau sudah yakin seperti ini".

Setelah itu bunda meninggalkan ku sendiri didalam ruangan ini. Sebuah ruangan yang nanti akan menjadi sebuah saksi bisu bagaimana aku akan mengumbar birahi. Sesaat kemudian aku mulai menata semua pakaianku ke dalam lemari yang tersedia.

"Sepertinya aku perlu beli pakaian baru," kataku didalam hati setelah aku sadar jika semua pakaianku terdiri dari gamis dan baju lengan panjang juga kerudung.

"Tok tok tok"

Sedikit kaget aku mendengar ketukan di pintu kamar. Sesosok lelaki paruh baya dengen senyum lebar tengah berdiri di luar.

"I-iya ada apa ya pak," ucapku gugup.

"Tenang aja neng, tak usah gugup seperti itu,"katanya mencoba menenangkan kegugupanku.

"Ada apa pak" ku ulangi kembali pertanyaanku tadi sambil memakai kembali kerudung yang tadi sempat aku lepas.

Belum sempat bapak tersebut menjawab, bunda sudah berdiri dibelakangnya sambil berkata,"panggil saja dia pak domo atau pak joko. Dia yang akan menyediakan semua kebutuhanmu disini ".

"Iya,bun" jawabku paham.

Satu kata untuk lelaki tua itu yaitu MESUM. Terlihat sekali bagaimana tatapan matanya seakan ingin menelanjangiku. Terukir jelas bagaimana tingkat kemesuman lelaki tersebut. Pandangan matanya tidak jauh-jauh dari arean dadaku.

"Dasar mesum"desisku sebal.

Walaupun ketahuan tatapan matanya itu ke dadaku namun dia tidak menghiraukan hal itu. Bahkan gestur jengkelku hanya dibalas dengan sebuah senyuman.

"Semoga betah disini ya neng" ucapnya tanpa malu-malu lagi melihat ke arah buah dadaku.

Padahal disebelahnya masih ada bunda. Dan terlihat sangat jika bunda juga biasa aja dengan sifat lelaki tua itu.

"Bun, orang itu genit sekali" aku pun merajuk dihadapan bunda.

"Hmm"

Belum juga bunda menjawab rajukanku tadi terdengar suara langkah kaki. Dan sepertinya langkah itu langkah seseorang yang sedang tergesa-gesa.

Tap...tap...tap

"Maaf neng namanya tadi siapa, tadi belum sempat kenalan"

"Bunga.."

"Neng bunga.."

"Iya pak, panggil saya dengan nama bunga"

"Sesuai dengan orangnya, cantik" ujar lelaki itu.

Kemudian dengan langkah riang, lelaki tersebut meninggalkan kami. Bunda hanya menggelangkan kepalanya melihat tingkah orang kepercayaannya itu.

"Tidak seperti biasanya dia bersikap seperti itu," kata bunda sambil melirikku.

"Pantas saja, ada bidadari disini" sindir bunda padaku.

"Apaan sih bunda ini" kataku tersipu malu.

"Dengar ya nak, mulai saat ini tidak ada desy disini. Yang ada hanya bunga" ucap bunda sambil memelukku.

Mungkin ini sudah menjadi pribadi bunda atau hanya untuk alat kamlufase saja. Seorang yang terlihat sangat santun dan bersaja ternyata juga seorang pemilik bisnis lendir. Terserah orang mau bagaimana bersikap terhadapnya, bagiku bunda tetaplah malaikat. Entah apa yang terjadi pada diriku seandainya tidak bertemu dengan bunda saat itu.

Disitu aku sangat bersyukur.

"Mulai sekarang hanya akan ada yang namanya bunga" aku menekankan hal tersebut pada diriku sendiri.


***​


Pelanggan pertama


Hari ini begitu lama terasa, suara detak jarum jam seakan alunan lagu penyayat hati. Hari ini adalah hari pertama dimana aku akan memulai kehidupan yang baru.

"Jadilah bunga, dan tinggalkan nama desy" begitu pesan bunda kemaren sebelum meninggalkan diriku.

"Mainkan peranmu dan pakailah topengmu."

"Huuftt"

Aku pun beranjak menuju lemari pakaianku. Dengan tubuh polos, hanya memakai pakaian dalam aku memilih pakaian yang akan aku pakai nanti. Ini hari bersejarah sepanjang hidupku,memulai sebuah peran kehidupan sebagai seorang pelacur. Tidak ada yang perlu aku sesali lagi dan terlambat untuk kembali.

Mengingat kembali beberapa tahun silam dimana aku menjadi seorang pendosa. Tubuhku sungguh kotor dimana aku juga menikmati perbuatan itu. Masih ingat malam itu disaat aku diperkosa oleh beberapa orang. Dan sangat masih ingat pula dimana akhirnya aku mendesah menikmati perbuatan meraka atas tubuhku.

"Aahhh...aaahhh...t-tolong hentikan" ucapku sambil meronta-ronta.

"Hahahaha..." tawa mereka berbarengan.

"Mulutmu bisa berkata seperti itu,namun tidak dengan tubuhmu" bisik salah seorang dari mereka yang sedang memompa batang kontolnya.

"Hahahaa" mereka menertawakanku saat melihat tubuhku menggeliat dimakan birahi.

"Aahh...aahhh..aahhh...aku mau pipiss" teriakku tanpa sadar.

Hancur sudah kala itu, mahkota yang sangat aku jaga terkoyak oleh kebiadaban manusia-manusia busuk. Jiwa ini makin tergoncang setelah melihat mas dedi calon suamiku kala itu seakan mengamini perbuatan mereka. Batin mana yang tidak tersiksa saat melihat calon suami malah menikmati calon pasangan hidupnya diperkosa ramai-ramai. Malahan dengan wajah penuh dosa mas dedi memainkan penisnya sendiri di pojok ruangan.

Itu hanya sepenggal kisah yang mengubah hidupku saat ini. Sejak kejadian itu hubunganku dengan mas dedi sedikit merenggang. Puncaknya saat aku ternyata hamil karena kejadian itu. Dengan tega dia membuangku begitu saja, bahkan tidak ada pembelaan yang keluar dari mulutnya saat keluarga mengetahui kehamilanku.

Air mata tiba-tiba menggenangi pelupuk mata ini saat ingat dimana aku diusir oleh keluargaku sendir bahkan tidak dianggap lagi anak oleh mereka. Dan kenyataan tampak begitu semakin pahit saat beberapa hari kemudian terungkaplah sebuah fakta jika kejadian itu ada andil dari mas Dedi.

"Lebih baik mati saja" hanya itu yang ada di dalam kepalaku saat itu.

Namun dibalik sebuah bencana pasti ada sesuatu yang mengikutinya. Pertemuan yang tidak sengaja dengan bunda aku anggap menjadi sebuah jawaban akan hal itu.

Dan kini saatnya aku membalas semua yang telah dilakukan oleh bunda kepadaku. Terlebih lagi kepada arjuna anak semata wayangku.

Tekatku sudah bulat.

Ini saatnya aku menjadi bunga. Di alam nyata bunga adalah sesuatu yang indah. Keberadaannya menambah semarak akah keindahan sekitarnya. Begitu juga disini, kehadiranku semoga akan menjadi pembeda.

Tok...tok...tok

Ketukan pintu kamar membuat jantung memompa darahku semakin cepat. Badan terasa panas dan kegugupan melanda.

"Inilah saatnya" ujarku meyakinkan diri.

Di balik pintu itu telah berdiri seorang lelaki yang akan menjamah tubuhku untuk pertama kalinya. Dia sudah berani membayar mahal pada bunda untuk malam ini.

"Wow...luar biasa" ucapnya penuh dengan keterkejutan.

Mungkin ini pertama kalinya dia melihat seorang pelacur dengan pakaian seperti ini. Aku tampil natural dengan baju terusan panjang dan sebuah kerudung menutupi kepala.

Jiwa liarnya memberontak, tangannya gemetar ketika membelai pipiku,"ukhti".

Aku hanya tersenyum puas.

"Mmpphhh" desisku.

Ada semacam getaran-getaran yang timbul disekujur tubuhku ketika tangan kasarnya membelai wajahku. Tubuhku menggigil menahan gairah saat tangannya mulai meraba tubuhku ini.

Aku ingin membuatnya sangat puas kali ini.

Aku ingin lepas saat ini.

Aku tanggalkan semua belenggu yang menyelimuti jiwa dan raga ini.

"Aahhhh" desahku saat bibirnya mengecup pundak.

"Aku suka penampilanmu malam ini" bisiknya.

"Siapa namamu cantik" lanjutnya.

"Bunga tuan"jawabku gemetaran.

Harus ku akui jika tubuh ini tersimpan birahi yang membara. Birahiku gampang sekali timbul.

"Nama yang sunggu indah"pujinya.

"Seindah wajahnya"lanjutnya lagi.

"Oohhhh...."desisku dissat lidahnya mulai mengecup leher.

Padahal masih ada kerudung yang aku pakai,namun sangat kerasa sekali kecupannya itu. Nafasku mulai memburu,wajahku mulai memerah menahan gairah.

"Eehhh" kagetku.

Ada sesuatu yang hilang saat dia menjauh dari tubuhku. Tubuhku pengen lagi, lagi dan lagi. Gairah ini ingin terpuaskan saat ini.

"Tuan...." belum selesai aku berucap dia sudah menempelkan telunjuknya dibibir.

"Aku tau ini pertama kalinya kau menjadi pelacur" katanya pelan.

PELACUR. Satu kata dengan konotasi sangat negatip di masyarakat. Namun saat ini kata itu sangat terasa merdu di telinga. Batinku bergetar ketika mendengar kata itu. Selangkanganku terasa lembab.

"Dan aku pengen membuatnya sangat berkesan" ucapnya lagi.

Aku hanya mengangguk paham.

"Namun, sebelumnya aku punya satu permintaan" ucapnya serius.

Kemudian dia membisikkan sesuatu dan tangannya meremas pelan payudaraku ini.

Aku mendesis, birahi merasukiku lagi.

"Paham kan" aku hanya menganggup pertanda paham dan mengerti dengan apa yang dia bisikkan tadi.

"Namun sebelumnya, aku pengen tau siapa nama om. Aku akan mengingatnya karena anda adalah orang yang pertama menjamah tubuhku ini " kataku tenang.

"Eko...panggil saja aku begitu" jawabnya.

"Om atau pak " balasku bercanda.

"Terserah.."

"Masuk pak eko..." kataku di ikuti dengan tawa kami berdua.

"Ahahahahaa...hahahhaa..."

Lalu aku beranjak meninggalkan mas eko, menuju lemari pakaian. Aku ambil sehelai kain yang akan aku pakai sebagai cadar. Almari ini isinya lengkap dengan baju mulai dari seragam sekolah, sampai daster ibu-ibu kampung pun ada. Sengaja aku meminta bunda untuk menyediakan itu semua. Aku ingin lain dari pada yang lain. Rata-rata teman disini hanya bermodal make up dan pakaian minim. Kalo aku ingin sesuai imajinasi pemakaiku nanti. Jadi saat mau booking pasti akan ditanya apa permintaannya. Terinspirasi oleh love hotel di negri sakura sana.haha.

Untuk mas eko ingin aku melayaninya dengan peran seorang ukhti.

Aku siap.

Berperan sebaga seorang istri muslimah. Namun disini bukanlah seorang istri yang binal. Mas eko ingin dilayani layaknya seorang raja malam ini.

"Alhamdulillah, abi sudah pulang kerja" aku mulai sandiwara ini.

"Iya mi, abi pengen dipijit pegal sekali. Seharian kerjaan menumpuk" balas mas eko.

Layaknya percakapan antara suami istri, komunikasi itu terkesan monoton dan membosankan. Sengaja mas eko ingin seperti itu dahulu untuk memunculkan chemistri diantara kita. Mas eko tak kuatir akan kehabisa waktu untuk sandiwara abal-abal ini karena malam ini aku di booking semalaman. Entah berapa duit yang harus dikeluarkan mas eko untuk tubuhku ini.

Hingga...

"Ini remote apa sayang" kata mas eko heran.

Aku cukup kaget dengan pertanyaan itu, namun tak berapa lama hanya senyum yang terukir jelas diwajahku.

"Dicoba aja.."

Drrttt....drrrtt....ddrrttt....

"Emmmpphhh...aaahhhhhhhh" sebuah egg vibrator yang bersarang didalam vaginaku bergetar.

"Dirimu nakal sekali " senyum mas eko terkembang puas.

Diraihnya tubuh ini lalu dibaringkan diatas ranjang. Desahanku tertahan oleh ciuman yang dilancarkan mas eko.

Cup...

Jujur ini adalah ciuman terdasyat selama hidupku. Tubuhku seakan-akan dibawa ke awang-awang.

"Aauuhhhhhhhh...."aku harus berteriak tatkala jemarinya menekan alat yang tengah bergetar di dalam vaginaku.

Dikecupnya dengan sangat pelan puting susuku. Hmmm, semua ini membuat aku mabuk. Kenikmatan ini membuatku terlena hingga lupa yang sudah aku rencanakan. Dan kini rencana itu terlihat sia-sia. Bukan mas eko yang berteriak penuh kepuasan malah diriku ini.

Aku tak mampu menahannya lagi, aliran gelombang birahi ini terus menerjangku. Ini adalah orgasme ternikmat yang pernah aku alami tanpa sebuah penetrasi,"oooohhhh...aaaahhhhhhh".

Tanpa terasa malam pun sudah mau beranjak digantikan oleh fajar. Entah berapa kali aku mengalami puncak kenikmatan tersebut yang jelas beberapa kali aku mengalami orgasme yang beruntun.

"Mas terima kasih" ucapku tulus kepada mas eko yang tengah bersiap-siap meninggalkanku.

Hari sudah beranjak siang ketika mas eko meninggalkan diriku. Sedangkan aku, jangan ditanya lagi masih terbaring lemah diatas ranjang. Masih juga belum mengenakan sehelai benang menempel di tubuhku ini.

"Astaga.." aku pun cukup terkaget setelah melihat di depan cermin tubuh polosku penuh dengan cupangan.

Dengan senyum penuh kepuasan, aku mengambil sebuah kartu nama yang ditinggalkan mas eko kepadaku. Tidak aku sangka sebelumnya jika pengalaman pertama menjadi seorang pelacur sungguh sangat mengesankan.


****​


Hidup itu penuh dengan sebuah misteri. Tidak ada yang tahu akan semua itu. Kemana suratan takdir akan membawa nasib seorang anak manusia. Nasib buruk terjerumus ke dalam lembah kenistaan ini ternyata bukan sesuatu hal yang perlu di sesali. Ada sisi positif tergantung kita menyikapi semua ini.

Untuk sebagian orang menjadi pelacur merupakan sesuatu hal yang sangat memalukan. Bahkan menjadi sebuah aib. Namun bagiku menjadi seorang pelacur merupakan anugrah twrsendiri. Aku lebih bisa menghargai akan nilai seseorang. Manusia paling hina sekalipun ternyata mempunyai nilai tersendiri bagi orang lain, dan itu sangat berharga. Seorang pelacur yang konon di pandang hina, namun dia juga dipuja oleh beberapa manusia. Sungguh ironis bukan. Aku sudah membuktikannya sendiri, bagimana aku begitu dipuja, bahkan menjadi primadona di duniaku ini. Aku menjadi dewi dan aku menjadi bunga yang paling mempesona dihamparan kubangan lumpur.

Drrtt...ddrrt...drrtt....

*ringtone*

Aku pandangi layar telepon pintar yang ada digenggaman tangan. Tertera disana sebuah nama yang selama ini mengisi setiap sendi kehidupanku. Juga yang selalu rutin mengisi setiap relung vaginaku dengan hawa panas sperma.

*chitunk memanggil*

"Ya mas..." jawabku mesra.

"......."

"Oke..tunggu sebentar".

Aku pun beranjak menuju sebuah takdir yang telah dijanjikan sang pencipta padaku.



TAMAT
 
Terakhir diubah:
Selamat udah rilis yaaa om :dansa:


Wih boleh juga.. dah bisa mainin alur maju mundur sekarang???? Keren lah~

Diksi sudah ada peningkatan , sudah terasa lebih natural penuturannya dibanding tulisan yg sempat kubaca dulu.


Tapi terlalu banyak kata "ini" itu ganggu banget.


Konflik batinnya kerasa .
Di edit dikit bakal lebih ngalir ceritanya.



Cuma yaa apa yang diharapkan dari orang yg nulisnya ogah-ogahan karena hampir gagal posting ya :ha:


Abis lkcp wajib edit lo~


Overall Good job yaa :jempol:

Keyen pokoknya~~~
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd