mastermind31
Suka Semprot
- Daftar
- 30 Jan 2020
- Post
- 19
- Like diterima
- 577
Part II
Aku menghampiri tubuh Winda yang sudah lemas. Aku lihat sperma pak Tito mengalir keluar liang kenikmatannya. Tatapannya mengandung kekhawatiran, tapi dia hanya diam tak beranjak.
"Dev, come here beib" undangku sambil berisyarat menggerakkan tangan
Dengan sedikit lemas Devi bangkit dan menghampiriku.
"Bersihin sperma di memek Winda. Sedot sampe bersih" kataku sambil sedikit menjambak dan mendorong kepala Devi ke memek Winda.
"Maass, toloong. Aku mau pulaang" kata winda lirih dan lemas.
Aku tidak memperdulikannya dan melihat Devi dengan sigap mengangkangkan pada kemudian mulai menjilati sisa sperma pak Tito mulai dari paha mingga memeknya.
"Emmhh.. arrgghhh.." erangan winda mulai keluar.
Sambil menenggak anggur aku memperhatikan lekuk tubuh Winda. Ukuran dadanya sedang namun begitu bulat dan kencang.
Naiknya birahi Winda membuat kontolku yang tadinya sudah lemas berdiri lagi. Tegak mengacung siap untuk menyantap menu utamanya.
Aku mendorong Devi yang masih asyik menjilati sperma Tito dan lendir Winda yang bercampur. Langsung aku menindih tubuh Winda dan mengarahkan kemaluanku ke liang senggamanya.
"Rom.. tolong.." katanya memelas.
Aku tak peduli dengan kata-katanya dan langsung melumat bibir mungilnya. Kontolku menggesek memek Winda yang basah oleh lendirnya dan liur Devi.
"Emmhh.. emmhh.." desah Winda yang sedikit memberontak.
Kriiiing... Kriiing...
tiba-tiba telpon berbunyi.
"Duuuh, ganggu banget" gumamku.
Aku beranjak dan melihat ternyata HP Winda, suaminya menelpon. Di HP terlihat pukul 01:36 Dengan sisa tenaga, Winda bangkit dan meminta HPnya.
"Haloo.." kata Winda memulai percakapan.
Seketika kondisi kamar hening. Terdengar suara samar-samar di balik HP.
"Iyaa, belum selesai. Sebentar lagi pulang"
Tuutt... Tuuutt..
Winda menghela nafas panjang
"Rom, pleasee.." Winda memelas.
"Iyaa.." kataku sedikit kesal karena kentang.
Akhirnya Winda berkemas, akupun demikian. Saking lemasnya, aku harus memapah Winda untuk bisa jalan keluar.
"Thanks pak, semoga lancar project kita" kataku pamit.
"Oke boss. Good luck" kedip pak Tito penuh arti.
Aku menutup kamar pak Tito dan sekilas melihat Devi mulai merayap naik ke badan pak Tito.
"Shiit! Masih mau nambah lagi dia. Kalo tau kentang gini, gw keluarin deh tadi waktu sama Devi" kataku dalam hati.
Sepanjang jalan Winda hanya diam.
"Win, kamu gapapa?" Tanyaku
"Gapapa"
"Nanti kamu libur dulu. Lusa mulai kerja lagi"
Tidak lama kami sampai depan gang rumah Winda. Winda sengaja minta diturunkan disini untuk menghindari kecurigaan suaminya.
"Bisa jalan sendiri?" Tanyaku sedikit khawatir.
"Bisa kok"
Akhirnya Winda pergi berlalu meninggalkan mobil dan aku kembali ke rumah.
Dua hari kemudian...
*Kantor - 09:14
"Pagi semua.." sapaku kepada semua karyawan
"Pagi pak.." kata mereka hampir serempak
"Win, ke ruanganku yaa.."
Ckleekk.. pintu tertutup. Kini hanya aku dan Winda di ruangan kerjaku.
"Kondisi di rumah aman?"
"Aduuhh Rom, suamiku marah besar tau aku pulang mabok" katanya serius.
"Teruus??"
"Ya aku jelasin ini tuntutan kerja."
"Dia maklumin?"
"Ya, tetep aja. Kena gampar beberapa kali gw. Sempet dilarang juga, tapi ya gw bilang. Kalo ga kerja, mau makan apa anak kita?"
"Haa? Lu digampar? Sini deh" aku memanggilnya untuk mendekat.
Aku melihat bekas luka di sudut bibir yang mulai mengering. Namun bibir sexy Winda membuatku tak tahan ingin melumatnya. Winda duduk diatas mejaku dan aku mulai mendekati bibirnya.
"Iiihhh room, jangan kesempatan deeh" katanya manja
"Hehe maaf maaaf. Abis kemaren kentang"
"Huuu dasar" sambil mendorong dadaku untuk sedikit menjauh.
Aku duduk di kursi sambil memandangi mulai dari wajah hingga paha Winda yang sedikit tersingkap karna duduk diatas meja.
"Sebagus itu ya? Hihi" katanya membuyarkan lamunanku.
"Ehh, hehe. Kamu tuh cantik dan seksi banget Win. Beruntung banget suamimu." Pujiku
Pipi Winda memerah akibat pujianku.
"Eh win, suami udah kerja?"
"Beluum Rom, kenapa?"
"Suruh kerja sini ajaa." Kataku.
"Aahhh, gila. Ntar dia bisa tau kamu nakal dong Rom." Winda turun sambil mencubitku.
"Aku taruh suamimu
di lantai bawah kerjanya. Jadi dia ga curiga. Itung-itung bantu keluarga kan." Kataku sambil mengedipkan mata.
"Emmm... Yaudah deh nanti aku bilang suami. Makasii yaa."
"Iyaa sama-sama"
"Yaudah aku balik kerja lagi, mau buat jadwal acara besok"
"Iyaa.."
Sebelum berlalu Winda mengecup pipiku dan mengatakan terimakasih lagi. Aku yang gemas langsung meremas pantatnya yang bulat ketika Winda berbalik badan dan dia hanya tersenyum tipis penuh arti.
Aku menghampiri tubuh Winda yang sudah lemas. Aku lihat sperma pak Tito mengalir keluar liang kenikmatannya. Tatapannya mengandung kekhawatiran, tapi dia hanya diam tak beranjak.
"Dev, come here beib" undangku sambil berisyarat menggerakkan tangan
Dengan sedikit lemas Devi bangkit dan menghampiriku.
"Bersihin sperma di memek Winda. Sedot sampe bersih" kataku sambil sedikit menjambak dan mendorong kepala Devi ke memek Winda.
"Maass, toloong. Aku mau pulaang" kata winda lirih dan lemas.
Aku tidak memperdulikannya dan melihat Devi dengan sigap mengangkangkan pada kemudian mulai menjilati sisa sperma pak Tito mulai dari paha mingga memeknya.
"Emmhh.. arrgghhh.." erangan winda mulai keluar.
Sambil menenggak anggur aku memperhatikan lekuk tubuh Winda. Ukuran dadanya sedang namun begitu bulat dan kencang.
Naiknya birahi Winda membuat kontolku yang tadinya sudah lemas berdiri lagi. Tegak mengacung siap untuk menyantap menu utamanya.
Aku mendorong Devi yang masih asyik menjilati sperma Tito dan lendir Winda yang bercampur. Langsung aku menindih tubuh Winda dan mengarahkan kemaluanku ke liang senggamanya.
"Rom.. tolong.." katanya memelas.
Aku tak peduli dengan kata-katanya dan langsung melumat bibir mungilnya. Kontolku menggesek memek Winda yang basah oleh lendirnya dan liur Devi.
"Emmhh.. emmhh.." desah Winda yang sedikit memberontak.
Kriiiing... Kriiing...
tiba-tiba telpon berbunyi.
"Duuuh, ganggu banget" gumamku.
Aku beranjak dan melihat ternyata HP Winda, suaminya menelpon. Di HP terlihat pukul 01:36 Dengan sisa tenaga, Winda bangkit dan meminta HPnya.
"Haloo.." kata Winda memulai percakapan.
Seketika kondisi kamar hening. Terdengar suara samar-samar di balik HP.
"Iyaa, belum selesai. Sebentar lagi pulang"
Tuutt... Tuuutt..
Winda menghela nafas panjang
"Rom, pleasee.." Winda memelas.
"Iyaa.." kataku sedikit kesal karena kentang.
Akhirnya Winda berkemas, akupun demikian. Saking lemasnya, aku harus memapah Winda untuk bisa jalan keluar.
"Thanks pak, semoga lancar project kita" kataku pamit.
"Oke boss. Good luck" kedip pak Tito penuh arti.
Aku menutup kamar pak Tito dan sekilas melihat Devi mulai merayap naik ke badan pak Tito.
"Shiit! Masih mau nambah lagi dia. Kalo tau kentang gini, gw keluarin deh tadi waktu sama Devi" kataku dalam hati.
Sepanjang jalan Winda hanya diam.
"Win, kamu gapapa?" Tanyaku
"Gapapa"
"Nanti kamu libur dulu. Lusa mulai kerja lagi"
Tidak lama kami sampai depan gang rumah Winda. Winda sengaja minta diturunkan disini untuk menghindari kecurigaan suaminya.
"Bisa jalan sendiri?" Tanyaku sedikit khawatir.
"Bisa kok"
Akhirnya Winda pergi berlalu meninggalkan mobil dan aku kembali ke rumah.
Dua hari kemudian...
*Kantor - 09:14
"Pagi semua.." sapaku kepada semua karyawan
"Pagi pak.." kata mereka hampir serempak
"Win, ke ruanganku yaa.."
Ckleekk.. pintu tertutup. Kini hanya aku dan Winda di ruangan kerjaku.
"Kondisi di rumah aman?"
"Aduuhh Rom, suamiku marah besar tau aku pulang mabok" katanya serius.
"Teruus??"
"Ya aku jelasin ini tuntutan kerja."
"Dia maklumin?"
"Ya, tetep aja. Kena gampar beberapa kali gw. Sempet dilarang juga, tapi ya gw bilang. Kalo ga kerja, mau makan apa anak kita?"
"Haa? Lu digampar? Sini deh" aku memanggilnya untuk mendekat.
Aku melihat bekas luka di sudut bibir yang mulai mengering. Namun bibir sexy Winda membuatku tak tahan ingin melumatnya. Winda duduk diatas mejaku dan aku mulai mendekati bibirnya.
"Iiihhh room, jangan kesempatan deeh" katanya manja
"Hehe maaf maaaf. Abis kemaren kentang"
"Huuu dasar" sambil mendorong dadaku untuk sedikit menjauh.
Aku duduk di kursi sambil memandangi mulai dari wajah hingga paha Winda yang sedikit tersingkap karna duduk diatas meja.
"Sebagus itu ya? Hihi" katanya membuyarkan lamunanku.
"Ehh, hehe. Kamu tuh cantik dan seksi banget Win. Beruntung banget suamimu." Pujiku
Pipi Winda memerah akibat pujianku.
"Eh win, suami udah kerja?"
"Beluum Rom, kenapa?"
"Suruh kerja sini ajaa." Kataku.
"Aahhh, gila. Ntar dia bisa tau kamu nakal dong Rom." Winda turun sambil mencubitku.
"Aku taruh suamimu
di lantai bawah kerjanya. Jadi dia ga curiga. Itung-itung bantu keluarga kan." Kataku sambil mengedipkan mata.
"Emmm... Yaudah deh nanti aku bilang suami. Makasii yaa."
"Iyaa sama-sama"
"Yaudah aku balik kerja lagi, mau buat jadwal acara besok"
"Iyaa.."
Sebelum berlalu Winda mengecup pipiku dan mengatakan terimakasih lagi. Aku yang gemas langsung meremas pantatnya yang bulat ketika Winda berbalik badan dan dia hanya tersenyum tipis penuh arti.