Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

MISTERI Senja di Sebuah Desa (Closed)

Status
Please reply by conversation.
Post 3

Malam itu udara terasa dingin menusuk tulang. Angin yang bertiup dari bukit menuju desa itu membawa pengaruh pada penduduknya untuk menutup pintu rumahnya rapat. Demikian juga dengan sebuah rumah yang berada di bawah rindangnya pohon bambu di sudut desa. Rumah yang terbuat dari kayu jati yang sudah mulai lapuk dimakan usia. Dalam rumah pun hanya diterangi sebuah lampu minyak yang tidak seberapa cahayanya.

“Jadi mau kamu apa?”

“Aku mau si Sargo itu lenyap dari muka bumi ini”

Dalam rumah tadi terlihat dua orang laki-laki yang duduk di kursi kayu saling berhadapan. Keduanya saling memperhatikan apa yang dibicarakan dengan serius sambil sesekali menghisap rokok di tangan mereka.

“Susah Bardan... kamu kan tahu kalau Sargo itu saudara satu guru denganku” ucap lelaki setengah baya yang bernama Ki Sarpin itu.

“Tapi carilah akal Ki.. kalau perlu santet saja dia”

“Ngawur kamu.. kalau aku kirim santet bisa-bisa kamu yang kena, mau?” ucap Ki Sarpin melotot.

“Kenapa bisa begitu Ki?” balas Bardan kebingungan.

“Karena ilmu kami sama, kalau aku kirim santet dia pasti sudah tahu siapa pengirimnya dan siapa yang nyuruh.. dia itu salah satu orang sakti di desa ini” ungkap Ki Sarpin kemudian duduk termangu menikmati asap dari rokoknya.

“lalu, apa yang bisa kita lakukan Ki?”

“Kamu tenang dulu Bardan.. biar beberapa hari ini aku cari cara untuk menyingkirkannya..” balas Ki Sarpin.

“Baiklah Ki, itu tadi aku bawa sekarung beras, tolong diterima, nanti kalau sudah berhasil aku akan kasih sepasang sapi”

“Hahahaha... kamu dari dulu tak berubah Bardan, selalu menilai semuanya dengan harta benda, tapi aku harus terimakasih padamu”

“Aku pamit dulu Ki.. dua hari lagi aku akan ke sini..”

“Iya silahkan...”

Akhirnya Bardan keluar dari rumah Ki Sarpin dengan raut wajah yang lega. Meski tujuannya belum tercapai tapi setidaknya keinginannya akan dibantu oleh dukun kepercayaannya itu. sudah berkali-kali Bardan meminta bantuan Ki Sarpin, dari urusan mendapatkan perempuan sampai menyingkirkan saingan usahanya.

***

Di tempat lain, Lingga dan Nima yang ditinggal oleh ibunya untuk menemui kakeknya terlihat sedang duduk berdua di serambi samping rumah. Malam itu meski udara terasa dingin tapi buat mereka sudah terbiasa. Rumah mereka yang berdinding papan kayu membuat suhu di dalam rumah hampir sama dengan di luarnya.

Lingga tengah duduk menyandarkan tubuhnya pada dinding kayu di belakangnya. Sedangkan Nima dengan santai tiduran dengan menyandarkan kepalanya di paha kakaknya. Tangan Lingga pun bergerak teratur mengelus-elus rambut panjang Nima dengan penuh kasih sayang.

“Mas.. lukanya gimana sekarang?”

“Ahh, sudah sembuh kok dek, luka biasa saja, ndak terlalu sakit” ucap Lingga berusaha menenangkan kekhawatiran adiknya.

“Ibu dan kakek gimana ya mas? Apa mereka baik-baik juga?”

“Sudahlah dek, kamu jangan terlalu was-was, yakinlah semuanya akan baik-baik saja”

“Iya mas.. semoga saja begitu”

“Eh, sepertinya Danur itu suka kamu ya dek? Aku lihat dari tatapan matanya seperti tulus menyukai kamu” ujar Lingga sambil menatap wajah cantik Nima.

“Hihihi.. enggak lah mas.. mungkin mas Lingga saja yang cemburu” balas Nima sekenanya.

“Lhoh.. aku ini kakakmu lho dek.. kalau ada yang mendekati adekku kan aku juga harus tahu..” ucap Lingga berusaha menutupi isi hatinya.

Sebenarnya pemuda tampan itu memang cemburu pada Danur. Dia mulai berusaha mengorek keterangan dari Nima tentang isi hatinya. Apakah Nima juga suka pada Danur yang selain tampan juga anak kepala desa itu.

“Dulu saat di sekolah memang aku dan Danur sempat akrab, tapi ya sekedar teman saja mas..”

“Iya ndak apa-apa dek, tapi kalau bisa jangan teruskan hubungan kalian, ingat.. dia itu anak kepala desa, sedangkan kita ini anak orang tak punya”

“Iya mas aku tahu..”

“Ah, sudah malam ini.. ayo kita masuk, aku sudah ngantuk juga”

Nima kemudian duduk dan membetulkan ujung kembennya yang tersingkap menunjukkan paha mulusnya. Lingga yang sempat melihatnya nampak kembali terpesona pada kemolekan tubuh adiknya itu.

***

Pagi hari kembali menjelang di desa itu. Semua penduduknya semangat menyambut hari baru dengan sinar matahari yang cerah. Tak ketinggalan Nima dan Lingga yang sudah bangun dan siap melakukan pekerjaan mereka seperti biasa.

“Dek, nanti kalau ibu pulang bilang aku ke pasar dulu, mau ngambil uang dari kang Yadi” ucap Lingga yang pagi itu sudah siap di depan rumah.

“Iya mas.. nanti kalau pulang sekalian beli lauk di warung” balas Nima dari dapur.

“Iya.. iya..”

Lingga kemudian mulai berjalan menuju pasar. Dia harus menemui Yadi untuk meminta uang hasil penjualan kacang tanah yang dipanen beberapa hari yang lalu. Jarak antara rumahnya dengan pasar kurang lebih 1 kilometer, namun kalau di desa itu rasanya tak terlalu jauh karena jalannya yang melewati rumah-rumah penduduk.

Setelah Lingga bertemu dengan Yadi dan menerima uang, dia kemudian langsung pulang. Namun di tengah perjalanan dia teringat pesan adiknya untuk membeli lauk untuk sarapan. Lingga langsung membelokkan langkahnya menuju sebuah warung.

“Bu, kopi pahit...” pesan Lingga pada penjaga warung.

“Iya mas... tunggu sebentar”

Pemuda tampan itu kemudian duduk di kursi warung itu sambil mulai mengunyah tempe goreng sebagai camilannya. Namun beberapa saat kemudian telinganya mendengar percakapan aneh dari dua orang yang sedang makan di dekatnya.

“Kang Kasmo kemarin kalah sama anak ingusan... padahal dia berdua sama kang Wardi” ucap seorang lelaki.

“Hahaha.. Kasmo itu badannya saja yang besar tapi ndak punya akal” timpal lelaki satunya.

“Bener kang.. eh, tapi kabarnya anak itu cucunya mbah Sargo..”

“Sargo yang dukun itu?”

“Iya siapa lagi..”

“Wah, ya pantas kalau Kasmo kalah”

Lingga hanya mendengar pembicaraan dua lelaki itu dengan santai. Padahal dalam hatinya mulai tak sabar untuk ikut menimpali pembicaraan mereka.

“Tapi juragan Bardan pasti menggunakan segala cara untuk mendapatkan gadis itu.. kamu ingat yang di desa sebelah dulu, akhirnya keluarganya takluk pada juragan Bardan” ucap salah satu lelaki di warung itu lagi.

“Hahaha.. memang harta yang berkuasa sekarang ini”

Dalam hati Lingga mulai ada rasa kesal pada dua orang itu. Ingin rasanya dia langsung melabrak mereka karena telah mengatai keluarganya dan mengunggulkan Bardan yang akan menggunakan segala macam cara. Namun Lingga masih bisa menahan emosinya, dia dengan cepat mengambil beberapa macam lauk yang ada kemudian membayarnya. Setelah itu dia langsung berjalan pulang menemui adiknya.

Dalam perjalanan pulang, hati Lingga berkecamuk antara emosi, bingung, takut dan khawatir. Dia mulai merasakan kalau masalah yang dihadapinya bukan masalah gampang, secara terang-terangan dia berurusan dengan anak buah Bardan yang terkenal main pukul dan kejam itu. Lingga terus berjalan tanpa mempedulikan sekitarnya, sambil terus merenungkan apa yang terjadi, bahkan beberapa orang yang menyapanya tak dia hiraukan. Langkah kakinya lurus saja menuju rumahnya.

“Lingga.. baru pulang nak!?” ucap Tirasih yang ternyata sudah duduk di serambi rumahnya.

“mas.. makan dulu, nasinya sudah matang kok” ujar Nima berikutnya.

“Aku gak lapar, ini lauk yang tadi kamu minta.. aku ke belakang dulu” balas Lingga tanpa mempedulikan ibu dan adik perempuannya, dia langsung ngeloyor menuju ke belakang rumahnya.

“Kenapa kakakmu itu Nim?”

“Ndak tau juga bu, dia tadi berangkat biasa saja kok...”

“Ya sudah, kamu makan saja dulu, biar ibu yang bicara dengan kakakmu” Tirasih kemudian menyusul Lingga ke belakang rumah, di sana dia menemukan anak laki-lakinya itu tengah duduk termenung di tumpukan papan kayu tempat biasa dia istirahat.

“Bu, apa orang kaya itu boleh sewenang-wenang dengan orang miskin ya bu?” tanya Lingga sambil menatap pada wajah cantik ibunya.

“Hemm.. dunia ini memang ndak adil kok le.. jaman sekarang ini siapa yang punya uang dialah yang berkuasa semaunya” ujar Tirasih sambil mengelus rambut Lingga.

“Aku hanya ingin hidup tenang Bu, meski apa adanya asal bisa tenteram itu tujuanku.. tapi ibu lihat sendiri, setelah mereka berkelahi denganku...”

“Iya ibu tahu kok le.. ibu sudah hafal kelakuan kang Bardan itu, dari ibu masih muda dia sudah menginginkanku jadi istrinya, mungkin dia masih dendam..”

“Sekarang dia malah menginginkan Nima.. ya kan Bu?”

“Memang nafsu dan keserakahan adalah dua hal yang saling menyatu, sudahlah.. kamu ndak usah terlalu berpikir yang macam-macam..”

“Ndak bisa Bu.. aku tetap akan menghadapi mereka kalau mengganggu keluargaku”

“Iya, ibu tahu kamu pasti berani menghadapi mereka, tapi untuk menambah kemampuanmu.. kamu nanti malam harus ikut ibu pergi ke goa Panewu”

“Baiklah.. aku akan ikut ibu..”

“ya sudah... nanti sore kita berangkat sehabis matahari tenggelam.. sekarang makan dulu, itu Nima sudah menunggumu”.

***

Seperti yang sudah direncanakan, akhirnya malam itu Tirasih dan anak laki-lakinya sudah berada di dalam goa panewu lagi. Tirasih langsung bersemedi di atas batu ceper tempat mbah Sargo biasa bertapa. Tak lupa dupa yang terbakar dan bunga bermacam warna dia siapkan di depannya. Lingga yang melihat Tirasih yang bersemedi di goa itu tak berani mengganggunya. Dia mengambil jarak sekitar 3 langkah dari Tirasih berada.

“Lingga...”

“Ya Bu..”

“Ibumu akan menurunkan sebuah ilmu yang turun-temurun mengalir di keluarga kita, apa kamu sanggup menjaga rahasianya anakku??”

“I-iiya Bu.. aku berjanji” ucap Lingga gemetar.

“Baiklah, Lingga.. sekarang lepaskan semua pakaian yang melekat di tubuhmu”

“Hah!?” mulut Lingga tercekat tak bisa berkata saat mendengar perintah ibunya.

“Apa kamu masih ragu-ragu le?”

“N-ndak Bu..” balas Lingga, sebenarnya dia merasa sedikit malu harus telanjang di hadapan ibunya, tapi dia sudah bertekat untuk melakukannya. Dia langsung melepaskan semua pakaiannya sampai tak tersisa.

“Sekarang kamu mendekat ke sini nak...”

Dalam temaram obor yang menerangi ruangan goa itu Lingga samar-samar mulai melihat ibunya yang ternyata juga sudah tak memakai apa-apa lagi. Rupanya Lingga tak menyadari Tirasih saat mulai duduk di atas batu tadi dia sudah melepasan semua pakaiannya.

“Aahhk.. Buuu..!!” Lingga tersentak kaget saat batang penisnya tersentuh oleh tangan lembut Tirasih. Seumur-umur baru kali ini dia diperlakukan begitu oleh seorang wanita.

“kamu diam dan nikmati saja Lingga...” ujar Tirasih kemudian mulai memasukkan batang penis anaknya ke dalam mulutnya.

Sambil mengulum dan menyelomoti penis Lingga, wanita cantik berpayudara montok itu sesekali mengagumi bentuk dan ukuran penis anaknya. Batang kemaluan Lingga tidaklah besar, tapi panjang dan bengkok ke atas pada ujungnya. Melihatnya saja mambuat celah vagina Tirasih sudah berkedut-kedut dan mulai basah.

“Aaahhhhh... buuuu..... aaahhhhh... keluar”

Crott.. Crottt.. Crottt....

Tiba-tiba ujung penis Lingga menyemburkan cairan putih kental ke wajah Tirasih. Dengan cekatan wanita itupun langsung menjilati semua cairan sperma Lingga yang telah menyemprot di wajahnya. Bahkan ujung kemaluan pemuda tampan itupun disedotnya kuat sampai tak ada lagi tetesan spermanya yang keluar.

“Ahh... dasar anak muda” rutuk Tirasih dalam hatinya.

“Maaf Bu.. aku sudah ndak kuat lagi... enak banget Bu...”

“Hihii.. ndak apa-apa le.. nanti lama-lama kamu pasti akan kuat juga” ujar Tirasih sambil tersenyum centil.

Nafas Lingga masih ngos-ngosan setelah mengeluarkan spermanya. Dada bidang pemuda tampan itu nampak kembang-kempis dengan kedua tangannya berkacak pinggang di hadapan ibunya. Lingga harus mengakui, hanya dengan sedotan dan kuluman dari ibunya telah mengantarnya pada puncauk kenikmatan. Baru kali itu dia mendapat kenikmatan dari lawan jenisnya, selama ini dia hanya bisa onani.

“Bu, apa memang harus seperti ini caranya?”

“Tidak cukup begini saja le, untuk mendapatkan ilmu itu tubuh kita harus menyatu”

“Apa?? Maksud ibu kita harus bersetubuh?”

“Benar”

“Ndak bisa Bu.. kita ini kan anak dan orang tua, apa pantas seorang anak laki-laki harus menyetubuhi ibunya sendiri?” tanya Lingga masih berdiri mematung di depan Tirasih.

“Jadi kamu tidak mau ibu berikan ilmu itu?”

“Bukan begitu Bu.. aku mau, tapi ndak begini caranya”

“Sudahlah Lingga, meski mulutmu berkata tidak tapi kontolmu berkata lain”

Tirasih langsung menggapai batang kemaluan Lingga dengan tangannya. Kejantanan pemuda itu sudah berdiri dengan tegak dan mengeras sempurna. Lingga yang tadinya menolak cara pemberian ilmu itu langsung diam saat mulut Tirasih kembali mengulum kemaluannya.

“Ahhhh.. aahhh..” desah Lingga tiba-tiba.

“enak apa ndak ibu ginikan?

“Ohhhh... enak.. ahh.. banget.. sudah Bu.. ahh... hentikan..” mulut Lingga terus meracau meminta Tirasih menghentikan hisapannya pada batang kejantanannya. Namun begitu kedua tangan Lingga malah menahan kepala Tirasih supaya tidak menjauhkan mulutnya.

Kali ini Lingga merasakan tubuhnya kembali terbakar birahi. Tak seperti tadi, kini batang kejantanan pemuda itu terasa nikmat tapi tak segera keluar. Tirasih yang juga menyadari kalau anak laki-lakinya sudah bisa menahan laju spermanya kini semakin bergairah.

“Sekarang, tunjukkan pada ibu kalau kamu seorang laki-laki Lingga...”

Tirasih yang tengah menungging menghadap Lingga kemudian memutar tubuhnya. Dia kini memamerkan belahan vaginanya yang tembem dan rapat itu pada pemuda di belakangnya, yang tak lain adalah anaknya sendiri. Disisi lain, Lingga sudah tak berkata apa-apa lagi, rupanya dia juga terangsang pada bayangan kenikmatan yang diperolehnya saat penisnya masuk ke dalam liang senggama di depannya itu.

“Aaahhhhkkkk.... pelan nak...aaaahhhh...” desah Tirasih panjang saat Lingga tanpa aba-aba langsung menusukkan penisnya dalam-dalam.

“Haaahhhh... enak banget Buuu... aahhh.. enak.. aahhh..”

“Iyaahh.. lanjutkan Lingga.. lanjutkan.. aahhh...”

Lingga mulai mengikuti nalurinya sebagai seorang laki-laki. Setelah penisnya masuk ke dalam liang senggama ibunya, dia ikuti dengan ayunan pinggulnya maju-mundur seirama dengan tempo kocokan penisnya pada liang kewanitaan Tirasih.

“Hhhaaaahh.. memek ibu.. mantaabbbb... haaahhh” racau Lingga sambil terus melesakkan batangnya ke dalam vagina Tirasih. Dia sudah tak lagi ragu-ragu pada gerakan tubuhnya.

“Iyaa le... teruss.. aahh... teruss.. ibu mau.. aahhh....”

Tiba-tiba tubuh Tirasih menggelinjang dan bergetar hebat. Mulutnya kemudian membaca mantera dan seketika itu datanglah orgasme pertamanya bersama putranya sendiri.

“Tahan le... tahaannnnn... aaahhhhh....” teriak Tirasih mengiringi getaran orgasme pada tubuhnya.

“Iya bu.. aahh.. apa ini?? Punyaku sakit Bu.. aahhh... addddduuhhhh..”

Tak disangka-sangka, Lingga merasakan penisnya sakit dan panas. Rasanya ada sesuatu di dalam liang vagina Tirasih yang menggigit kemaluannya itu. Lingga juga berusaha mencabut batang penisnya tapi anehnya sekuat apapun dia berusaha tetap tak bisa.

“Tunggu Lingga... jangan kamu lawan... pasrahkan saja Lingga...” ucap Tirasih yang tahu anaknya kebingungan.

“Hhhaahhh.. sakit Bu.. aahhh...” Lingga terus mengaduh kesakitan, kini dia memeluk tubuh ibunya yang masih menungging di depannya. Namun tiba-tiba rasa sakit itu mendadak hilang.

“Gimana Lingga?? Kamu baik-baik saja?” tanya Tirasih yang mengkhawatirkan kondisi anaknya.

“Iya Bu.. sekarang.. ahhh.. sekarang jadi tambah enak.. ahhh...” tak sadar Lingga mulai menggoyang kembali pinggulnya dalam posisi tubuhnya memeluk tubuh ibunya.

“Iya nak... teruskan.. aahhhh... iyaa.. aahhh...nikmat kan Lingga!?”

Lingga sudah tak menjawab lagi perkataan ibunya. Dia tengah sibuk menyodokkan penisnya pada liang kemaluan Tirasih. Sekarang dalam pikirannya hanya satu, menggapai puncak kenikmatan yang diimpikannya sejak lama.

Tak puas menggenjot vagina Tirasih dengan posisi menungging, Lingga kemudian membalikkan tubuh ibunya itu untuk tidur telentang. Posisi batuan ceper yang tingginya sebatas paha Lingga membuatnya semakin mudah menusukkan penisnya pada vagina Tirasih.

“Ahhh.. teruskan Lingga.. aahh.. puasi ibumu nak.. aahhh.. terus..”

“Iya Bu, ternyata memek ibu memang enak banget... ahhh.. jadi suka sekali Lingga”

Pemuda tampan itu terus menggenjot vagina Tirasih tanpa henti. Kini kedua kaki Tirasih sudah diangkatnya ke atas dan disandarkan pada pundaknya. Dengan posisi itu Lingga semakin bebas mengayunkan penisnya keluar masuk liang senggama ibunya.

“Aaahhh.. iya Lingga.. hisap terus.. aahhh...semua untukmu nak..” ungkap Tirasih yang kini kedua puting susunya tengah di hisap dengan rakus oleh Lingga.

“Hemmmmppphhh.... Hemmpphhh...” hanya itu yang keluar dari mulut Lingga kala dia menikmati kedua payudara ibunya.

Tiba-tiba Lingga mendekap tubuh Tirasih dengan erat. Mulutnya menyasar mulut Tirasih dan memagutnya dengan penuh birahi saat sudah menemukannya.

“Eummphh.. aahh.. eummphh....”

“Aaaaaaahhhhhhh....”

Sebuah teriakan panjang keluar dari mulut Lingga bersamaan dengan menyemburnya benih-benih keturunannya pada rahim Tirasih. Tubuh pemuda itu menyentak kuat dan kelojotan menikmati tujuan senggamanya.

“Kamu berhasil anakku... aaahhh... ibu bangga padamu..” ucap Tirasih sambil tersenyum lebar melihat anaknya.

Sesaat setelah mereka berdua menggapai kenikmatan bersama, keanehan mulai terjadi pada tubuh mereka. Mendadak tangan, kaki, perut, dada dan diikuti semua permukaan kulit Lingga dan Tirasih mulai ditumbuhi bulu-bulu berwarna hitam yang lembut seperti bulu binatang.

“Ada apa denganku Bu... apa ini?? Apa ini??” teriak Lingga.

“Anakku... mari menjemput takdir keluarga kita”


***

Bersambung lagi ya Gaes ^_^
Mantappp om suhuuu 😍😍 lanjutkan crot crot cratttt🤤
 
Status
Please reply by conversation.
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd