Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Keberuntungan itu Ada : Cerita Angga (Closed)

Status
Please reply by conversation.
Terima kasih Pov dri Angganya hu 🙏 Ditunggu thread² incest ibu & anak selanjutnyaa, pastinya yg lugu binal kyk sebelumumnya hehehee
 
Post 5

Setelah menempuh perjalanan sekitar 7 jam lamanya, akhirnya kami sampai di rumah mas Aryo dan mbak Tika. Aku sengaja tidak membawa barang banyak, hanya beberapa potong baju dan celana beserta surat-surat keterangan lulus dari sekolahku. Memang mas Aryo mewanti-wanti padaku jangan sampai lupa membawa surat kelulusanku dan beberapa lembar ijazah yang di fotokopi legalisir.

Begitu aku masuk ke dalam rumah, sejenak kuamati tempat asing ini dalam pandanganku. Rumah mbak Tika ini memang tak lebih besar dari rumahku di desa, tapi penataan ruangnya bagus sehingga terlihat luas. Ada tiga kamar tidur, satu menghadap ruang tamu dan dua berdekatan dengan pintu dapur.

Aku memang canggung untuk pertama kalinya berada di kota seperti ini. Meski kondisi sekitar rumah mbak Tika masih terbilang sepi, tapi kalau dibanding sepinya desa ya ini beda jauh. Katanya sih ini sudah pinggiran kota, tapi orang lalu-lalang dan kendaraan bermotor begitu banyak. Hampir saja aku merasa pusing karena telingaku mendengar deru kendaraan terus menerus.

“Dek.. cepetan masukin barangmu ke kamar.. yang belakang itu” suruh mbak Tika padaku.

“I-iya mbak..”

Aku kemudian membawa tas ranselku dan sebuah kardus yang berisi pakaian, masuk ke dalam sebuah kamar yang ditunjuk oleh kakak perempuanku tadi. Begitu aku buka kamar itu terlihat rapi tapi kosong. Hanya ada sebuah tempat tidur kecil dan meja belajar di sudut ruangan serta sebuah lemari pakaian yang tak terlalu besar. Memang semuanya dibuat untuk memberi kesan lega pada ruangan kamar itu.

“Kamu jangan canggung.. jangan sungkan.. biasa aja Ngga.. anggap rumah sendiri, kayak di kampung” ucap mas Aryo yang kini membantuku menata barang dan menata rak buku yang memang sudah dia sediakan.

“Iya mas..” balasku.

Dengan cekatan aku kemudian membersihkan lantai kamar, menata tempat tidur dan memberinya sprei yang baru. Tak lupa aku bersihkan langit-langit kamar yang di pojokan terdapat sarang laba-laba. Rupanya kamar ini sudah lama tak ada yang menempati.

Selesai membereskan kamar, aku kemudian membaringkan tubuhku di atas tempat tidur yang tadi kubersihkan. Rasanya memang lebih empuk dari tempat tidur yang ada di kamar ibuku. Tentu saja karena ini terbuat dari busa, sedangkan yang ada di kamar ibuku masih memakai kapuk dari pohon randu. Dengan tidur telentang aku menghadap langit-langit mencoba melamunkan apa yang akan terjadi selanjutnya di rumah kakakku ini.

“Ngga.. sebelum kami tidur mending mandi dulu aja” mbak Tika kusadari telah berdiri di depan pintu kamarku.

“Eh, iya mbakk.. sebentar”

Kuperhatikan mbak Tika berdiri di depan pintu kamarku hanya memakai celana dalam saja. Payudaranya yang kulihat semakin besar itu terumbar bebas tanpa berusaha dia tutupi. Aku sempat kaget pada penampilan kakak perempuanku yang sembarangan itu. Bukan apa-apa tapi ini kan tempat tinggal kita bukan di desa lagi. Aku juga mikir kenapa mas Aryo membiarkan istrinya itu membawa kebiasaannya dari desa yang aneh bagi masyarakat kota. Entahlah, mungkin keduanya telah merasa nyaman dengan kebiasaannya itu.

“Oh iya, nanti baju dan celanamu itu masukin ke mesin cuci langsung, itu yang ada di pojok kamar mandi”

“Iya mbakk..”

Mbak Tika kemudian berlalu dari depan kamarku. Dia menuju ke belakang, tepatnya ke dapur kalau aku gak salah. Selepas dia pergi akupun lalu berdiri dan melepaskan celana serta baju kemeja yang aku pakai dari rumah tadi. Memang rasanya gerah dan lengket di badanku. Begitu aku membuka pakaianku, rasanya sungguh sangat lega.

Rasanya aku ingin kembali membaringkan tubuhku di atast tempat tidur lagi, tapi kuurungkan niatku karena waktu memang sudah Maghrib. Tak baik kalau waktu Maghrib begini kita membaringkan diri, itu kata ibuku dulu. Dengan tanpa ragu akupun beranjak keluar kamar dan menuju ke kamar mandi.

“Bajumu masukin ke situ Ngga.. jangan di tumpuk di kamar” ujar mbak Tika yang kutemui sedang memasak di dapur.

“Iya mbakk... ini sudah aku bawa kok” akupun lalu memasukkan pakaianku ke dalam alat yang dimaksud kakakku tadi.

Sesaat lamanya aku berdiri di depan kamar mandi sambil mengamati gerak-gerik mbak Tika. Dia kulihat tanpa ragu lalu-lalang di dapur dengan memakai celana dalam saja. Persis seperti apa yang biasa ibuku dan kakak-kakakku lakukan di desa dulu. Mungkin dia masih belum bisa melepaskan kebiasaannya itu sampai sekarang.

“Mas Aryo mana mbak?”

“Ohh.. itu, lagi ke rumah pak RT, lapor kalo kamu tinggal disini”

“jadi harus lapor ya mbak?”

“Ya iya.. kalo di kota ya harus lapor kalo ada penghuni baru di rumah kita”

Aku kemudian duduk di kursi yang ada di dapur sambil melihat apa yang mbak Tika kerjakan. Dari bau masakan yang direbus di dalam panci aku yakin kalau masakan itu pasti rasanya lezat. Perutku tiba-tiba langsung keroncongan dibuatnya.

“Mbak..”

“Hemm.. Apa?”

“Mbak Tika masih suka cuma pake celana dalam saja ya kalo di rumah gini?”

“Hihihi.. iyaa.. habisnya udah kebiasaan sih Ngga..”

“Trus, mas Aryo gapapa ya mbak?”

“Ya gapapa... malah seneng dia”

“Seneng gimana sih mbak?”

“Ya seneng aja liatin istrinya cuma pake ginian” jawab mbak Tika sambil memegang celana dalam putih berenda yang dipakainya saat itu.

“Ohhh.. begitu... jadi kalo aku juga cuma pake celana dalam gapapa ya mbak?”

“Hemm.. ya gapapa sih dek, tapi ntar ganti celana dalammu itu, sudah pada sobek masih aja dipake..”

“Hehehe.. ya namanya gak bisa beli mbak.. bisa punya saja sudah untung, banyak kan temenku di desa malah gak pake celana dalam”

“Wohhh.. bener.. iyaa.. mangkanya itu nanti biar dibelikan sama mas Aryo”

“Apa?? Duhh... jangan lah mbak.. sungkan aku”

“Gapapa.. eh, sudah mau malam ini.. cepetan kamu mandi”

“Hehe, iya..iya mbakk...” balasku sambil ngeloyor masuk ke dalam kamar mandi.

Malamnya benar-benar jadi suatu tantangan buatku. Aku yang baru hari itu pindah ke rumah kakakku membuat perasaanku jadi aneh. Akibatnya sampai jam 12 malam aku belum bisa tidur. Kubolak-balik tubuhku berpuluh-puluh kali tapi tetap saja tak bisa tidur. Pikiranku melayang-layang tak tentu arah. Berkali-kali aku harus melupakan kerinduanku pada ibuku. Namun akhirnya sekira jam 3 pagi aku bisa tidur juga.

***

Beberapa hari kemudian, mas Aryo mengajakku jalan-jalan melihat situasi kota. Aku diboncengnya naik motor berdua. Nampak kota yang ditinggali mas Aryo sangat ramai sekali. Banyak lalu-lalang kendaraan yang seakan tak ada habisnya. Mataku jadi silau dan pikiranku jadi bingung. Mungkin inilah rasa pertama yang harus aku hadapi untuk membiasakan diriku dengan kehidupan kota.

Mas Aryo kemudian mengarahkan perjalanan kami ke daerah beberapa kampus yang ada di kota itu. Semuanya punya bangunan yang megah dan mengikuti kemajuan jaman. Mungkin ada tiga kampus yang kami kunjungi, meski kami cuma berputar-putar saja di luarnya.

“Nahh.. kamu sekarang tinggal pilih mana yang akan jadi kampus tujuanmu Ngga”

“Iya mas... belum punya pikiran kok”

“Lah, ya cepetan... dua bulan lagi sudah dimulai penerimaan mahasiswa baru lho Ngga”

“Ohh.. dua bulan lagi?”

“Iyaa.. gini, kalo menurut pikiranku.. kamu mending masuk saja ke jurusan pertanian, nanti kalo kamu kembali ke desa bisa menerapkan ilmu yang kamu peroleh”

“Wahh.. bener juga mas.. iya deh, nanti aku pikir lagi”

“Jangan kelamaan berpikirnya.. kamu harus cari target yang sesuai”

“Iya mas.. baik”

Selesai berputar-putar di beberapa kampus, mas Aryo kemudian mengajakku pergi ke sebuah pusata perbelanjaan. Suasananya rame dan semakin membuatku bingung. Aku hanya mengekor saja di belakang mas Aryo yang untungnya tahu kalau aku sedang bingung.

Tanpa aku ketahui, mas Aryo ternyata memabawaku ke beberapa tempat yang menjual pakaian. Aku pun dibelikannya beberapa potong kaos dan celana pendek. Aku jadi semakin sungkan padanya. memang kakak iparku itu orangnya terlalu baik padaku. Berungtung banget mbak Tika bisa mempunyai suami seperti mas Aryo itu.

Selesai dari tempat baju dan celana, mas Aryo kemudian mengajakku jalan ke sebuah sudut yang kulihat banyak sekali pakaian dalam yang dipajang disana. Entah kenapa mas Aryo mengajakku kesini aku belum tahu. Namun dugaanku mengatakan kalau dia mau membelikanku celana dalam yang baru. Selain sungkan, aku jadi lebih malu lagi sekarang ini.

“Buat apa sih mas Aryo? Gak usah...” tolakku merasa sungkan.

“Gapapa.. buat gantiin daleman kamu, masak udah sobek-sobek gitu masih kamu pake terus” balas mas Aryo sambil memilihkan celana dalam sesuai ukuranku.

Jadilah mas Aryo membelikan aku sekitar tujuh buah celana dalam. Kata mas Aryo beli banyak sekalian lebih murah, aku tak tahu tentang itu, yang jelas aku diam saja di belakangnya. Selesai membayar, aku kemudian diajaknya makan. Rupanya tempat makannya tidak jauh dari tempat kami membeli pakaian, hanya naik satu lantai saja.

Selesai makan kamipun kemudian pulang ke rumah. Sepanjang perjalanan pulang aku masih melihat banyak sekali lalu-lintar kendaraan dan orang-orang di jalanan. Sepertinya kota ini tak pernah ada sepinya. Kami sempat berhenti di beberapa lokasi, katanya macet jalannya. Untungnya kita membawa motor, jadi bisa selap-selip mencari jalan untuk bisa menerobos kemacetan jalanan kota.

Saat kami pulang ke rumah ternyata kondisi sudah sepi. Pintu rumah bagian depan sudah terkunci dan lampu ruang tamu dimatikan. Memang tanpa ada laki-laki di dalam rumah aku yakin mbak Tika memilih untuk mengunci semua pintu dan berdiam diri di dalam kamarnya.

“Aku langsung ke kamar ya mas”

“Iya Ngga.. kamu cobain semua pakaianmu, biar tau cocok gak ukurannya” balas mas Aryo.

“Iya mas... baik”

Akupun menuju ke dalam kamarku dan mas Aryo masuk ke dalam kamarnya. Setelah aku masuk ke dalam kamar tentu saja kulepas semua pakaianku dan menyisakan sebuah celana dalam saja. Saat sudah hanya tinggal memakai dalaman saja aku lihat baik-baik kain segitiga yang menutupi kemaluanku itu. Sepertinya memang benar apa yang dibilang sama mas Aryo, celanda dalamku sudah usang dan banyak sobeknya. Mau tak mau aku harus membuang semua celana dalamku karena sudah dibelikan yang baru oleh kakak iparku tadi.

Karena sudah yakin akan membuang celana dalamku yang lama, akupun lalu ikut melepas juga yang sedang aku pakai saat itu. Jadilah kini aku telanjang bulat di dalam kamarku sambil mengumpulkan semua celana dalamku yang aku bawa dari desa. Semuanya aku masukkan ke dalam sebuah kantong plastik lalu kubawa keluar dan membuangnya di tumpukan sampah dekat pintu dapur.

“Waduhh.. ini kan di rumah mbak Tika.. lupa aku” kagetku karena aku keluar kamar dalam kondisi bugil, aku takut mbak Tika bisa marah kalau melihatku.

Akupun dengan cepat kembali ke kamarku. Untung saja mas Aryo dan mbak Tika tidak keluar dari dalam kamarnya. Namun saat aku akan masuk ke dalam kamar tiba-tiba aku mendengar sesuatu yang lain dari dalam kamar kakakku. Suara khas perempuan mengerang keenakan. Persis yang ibuku dan mbak Dina keluarkan ketika lobang memeknya dimasuki penis. Aku saat itu malah teringat pada lenguhan Rahayu, teman perempuanku yang digarap di pinggir kali oleh Adi dan Nanang dulu.

“Hadehh.. emang mbak Tika kalo ngentot rame banget yah!?” gumamku, setelah itu aku kembali masuk ke dalam kamar dan mencoba tak menghiraukan suara-suara itu.

Kuambil lagi pakaian yang dibelikan mas Aryo tadi. Kucoba satu persatu pakaian itu di badanku. Tak ada yang ukurannya lebih besar atau lebih kecil dari badanku. Memang mas Aryo kalau masalah ukuran pintar sekali memperkirakannya. Masalah model dan warna baju aku tak pernah rewel. Bagiku semua baju itu bagus, tergantung yang memakainya saja.

Selesai mencoba pakaian, aku kemudian menaruh baju-baju itu di tumpukan pakaianku. Suara-suara desahan dan lenguhan dari mbak Tika masih bisa masuk ke dalam kamarku. Memang heboh banget suaranya, seakan mereka tak punya tetangga yang bisa mendengarnya. Mungkin kalau di desaku bisa bebas mau teriak-teriak sekalipun orang belum tentu ada yang mendengar, tapi kalau di sini yang jarak rumahnya lumayan berdekatan pastilah bisa terdengar suara itu.

Pikiranku tak mau ambil pusing pada suara mbak Tika yang tengah dientot oleh suaminya itu. aku kemudian membaringkan diri dan mencoba untuk tidur. Tubuhku masih kubiarkan telanjang, karena memang aku terbiasa tak memakai apa-apa kalau mau tidur. Kebiasaan itupun aku bawa sampai saat ini dan tak ada larangan dari mas Aryo ataupun mbak Tika. Katanya sih apa yang membuat aku nyaman ya lakukan saja.

Karena suhu udara di kota ini hampir sama dengan di kampungku, akupun tak memakai selimut. Meski udaranya terasa sama-sama panas tapi kalau di sini tidak ada angin yang berhembus seperti di desaku. Mungkin karena jarak rumah yang padat dan banyak polusi udara membuat kondisi udara di kota lebih panas dan pengap. Namun aku terus berusaha adaptasi pada semua kondisi kota sekarang ini.

Sambil rebahan di tempat tidur, aku coba mengutak-atik Hp pemberian mbak Tika. Memang Hp itu tidak baru, tapi lumayan masih bagus dan semua fungsinya bekerja normal. Aku yang baru sekali ini punya Hp sendiri agak bingung juga mau membuka apa. Akhirnya hanya kubuka saja permaian yang ada, meski hanya berupa permainan kartu yang sederhanana tapi bisa kujadikan hiburan.

Klekk.. krieeettt!! Pintu kamarku tiba-tiba terbuka.

“Ngga.. belum bisa tidur ya dek?” ternyata mbak Tika yang masuk. Akupun tak menutupi tubuh telanjangku karenanya.

“Belum mbakk...” balasku santai.

“Kenapa?”

“Ya belum bisa tidur saja mbak.. lagi penyesuaian tempat tinggal” balasku.

Mbak Tika kemudian menutup pintu kamarku, dia mendekatiku lalu ikut berbaring di sampingku. Tubuhnya masih agak berkeringat dan rambutnya lepek acak-acakan. Meski dia hanya memakai celana dalam saja tapi mbak Tika terlihat santai berbaring di sampingku.

“Mau disusuin sama mbak Tika?” tawarnya. Aku kemudian melihat wajahnya sebentar, rupanya dia serius pada tawarannya itu.

“Hehehe.. emang sudah selesai ngentotnya mbak?”

“Hihihi.. kamu ini... tau aja”

“Ya tau lahh.. suaranya aja heboh minta ampun gitu.. emang ga takut kedengar sama tetangga mbak?”

“Halahh.. ya biarin aja Ngga.. emang kalo tetangga tau bisa apa mereka? Kan ini di rumahku sendiri.. ngapain ambil pusing sama orang lain” balasnya dengan nada santai. Seakan apa yang dia bicarakan bukan masalah besar.

“Hehehe.. iya sih..”

“Sini.. hadap sini.. mau nyusu gak?”

“Eh, iyaa.. mau lahh..”

Kamipun kini berbaring saling berhadapan. Seperti yang biasa aku lakukan dengan ibuku saat di kampung. Tubuh mbak Tika yang berkeringat membuat rasa puting susunya jadi asin dan sedikit basah. Tapi aku tak terganggu dengan hal itu. Malah aku semakin rakus dan terpancing untuk menyedotnya semakin kuat.

“Aauuwww... pelan dong Ngga.. ahh.. kamu ini rakus banget sih”

“Emhhh... ehhehe..iya mbak maaf..”

Kembali kusedot puting susu mbak Tika bergantian kiri dan kanan. Kata ibuku sih supaya ukurannya tetap sama, tidak besar sebelah karena yang dihisap bagian itu-itu saja.

“Uhhh... Anggaa.. aahh.. enak ya dek? aahh.. terusin sayang...” ucap mbak Tika setengah mendesah.

“Aaahh.. iyaahah... baguss.. lakukan sepuasmu dekk... ahh.. semuanya milik kamu.. ahh.. teruss.. emmhhh..”

Aku tak tahu apa yang dirasakan oleh mbak Tika. Biasanya kalau ibuku sih cuma diam sambil menunggui aku tidur. Kembali aku ingat, suara desahan yang dikeluarkan oleh mbak Tika saat ini hampir sama dengan apa yang dilakukan oleh mbak Dina saat aku sedot putingnya. Mereka mendesah dan semakin mendorong payudara mereka ke mukaku.

“Mbak gak sakit kan?” tengokku ke wajah mbak Tika.

“Ehh..enggak kok Ngga... terusin... enak ini malah”

“Ohhh.. kalo gitu aku terusin sambil coba tidur ya mbak?”

“Iya deh.. lebih baik kamu tidur aja, nih.. mumpung pentilnya mbak Tika ada” ucapnya sambil tersenyum centil seperti biasanya.

Aku langsung mencucup puting susu mbak Tika dengan mulutku. Memang ukurannya lebih besar dari milik mbak Dina, tapi tetap lebih kecil daripada milik ibuku. Meski begitu aku kembali bersyukur mbak Tika mau menyerahkan payudaranya untuk aku sedot-sedot.

“Aahhh.. iyaahhh... ahhh.. yang kenceng Nggaaa... ahh... uuhhh..”

Entah sadar atau tidak, tiba-tiba tangan mbak Tika memegang kemaluanku. Tentu saja batang kejantananku itu mulai bangun dan ngaceng. Aku jadi repot kalau tangan mbak Tika terus mengusapnya, bisa-bisa semalaman aku akan tidur dengan kondisi penis ngaceng.

“Eemmhhh... aahh... slurrrppp.. mbak jangan dipegang itunya.. nanti malah repot aku”

“Loh, repot gimana Ngga?”

“Ya repot jadi ngaceng terus..”

“Hihihi.. begitu yaa.. trus kalo ngaceng apa yang biasa ibu lakukan?”

“Ya dimasukin lahh...”

“Dimasukin apa? Kamu yang jelas ngomongnya Ngga...”

“Itu.. dimasukin di sini..” tanganku mengusap belahan memek mbak Tika yang terbungkus celana dalam itu.

“Apaa?? Kamu.. jadii.. kamuu?? asshh... Angga?? Beneran kamu?” mendadak mbak Tika seperti kaget dan tak percaya pada apa yang aku katakan.

“Iya bener mbakk.. coba tanya ibu kalo gak percaya”

“Trus.. ibu membolehkan kamu begitu?”

“Ya boleh... hampir tiap hari malah” ujarku tanpa aku tutup-tutupi tentang kebiasaanku itu.

“Adduhhhh.. kamu tau gakk? Apa yang telah kamu lakuin itu...”

“Ngentot?? ya tau lah mbakk.. emang kenapa?” balasku tanpa merasa bersalah sedikitpun.

“Hemm.. aduuh.. kamu ini Ngga..”

“Makanya itu.. kalo mbak Tika pegang burungku.. trus jadi ngaceng, apa mau mbak tika itunya aku masukin?” tandasku lagi.

“Ehh.. anu.. ituu.. emm.. gak lahh.. ntar mas Aryo bisa marah Ngga” jawab mbak Tika yang ragu pada awalnya.

“Nahh.. jangan di pegang-pegang dong mbakk..”

“Hihihi.. iya dehh.. gak aku pegang..”

Mbak Tika buru-buru melepaskan sentuhan tangannya pada kemaluanku. Kembali aku emut puting susu kakakku itu dengan tenang. Lama kelamaan karena merasa nyaman akupun mengantuk. Selanjutnya sudah tak kuhiraukan lagi suara desahan mbak Tika karena aku langsung tertidur dengan lelap.

***

Mingu-minggu pertamaku tinggal di rumah mbak Tika dan mas Aryo ku isi dengan membersihkan rumah. Daripada nganggur gak jelas mending aku buat tenagaku ini untuk membesihkan rumah mbak Tika yang sudah mulai kotor di beberapa sudut ruangan. Tak lupa rumput liar yang tumbuh di halaman depan dan tanah kosong di samping rumah kucabuti dan kubersihkan semuanya. Sudah jadi pekerjaanku sehari-hari di kampung kalau cuma membersihkan rumput saja.

Mbak Tika yang kesehariannya sebagai ibu rumah tangga tak banyak yang bisa dia kerjakan. Setelah selesai masak dan membersihkan peralatan makan langsung saja bersantai. Kalau tidak nonton video di Hp, pasti dia nonton tv sambil tiduran. Biasanya selepas mas Aryo pegi kerja dia kemudian pergi belanja bahan masakan di penjual sayur yang biasanya keliling di lingkungan tempat tinggal mbak Tika itu.

Seperti halnya pagi itu. Mas Aryo pagi-pagi sekali sudah berangkat kerja, untungnya mbak Tika sudah sempat membuat sarapan untuk suaminya. Selepas kepergian mas Aryo, aku kemudian pergi ke depan rumah untuk menata tanaman yang kulihat tak dirawat dengan baik oleh kakak perempuanku. Padahal dia tak sibuk-sibuk amat tapi entah kenapa banyak yang gak keurus di rumah itu.

“Diapakan itu dek?” tanya mbak Tika yang keluar dari dalam rumah dan menemuiku sedang memindahkan tanaman.

“Ini.. biar tanamannya subur.. jangan ditumpuk begini dong mbak..”

“Oohh.. iyaa.. eh aku mau ke depan dulu, beli sayur..”

“Iya mbak..”

Kulihat mbak Tika sudah siap berdiri di pinggir jalan. Memang kalau sedang berada di luar rumah pakaian mbak Tika akan tertutup dan terlihat sopan. Bahkan kepalanya juga ditutup dengan kerudung meski bajunya hanya berupa daster panjang. Namun aku yakin di balik daster itu mbak Tika sudah tak memakai apa-apa lagi. Begitulah kebiasaan sehari-harinya yang aku tahu.

Beberapa saat kemudian muncullah dua anak remaja di depan rumah. Keduanya punya wajah tampan dan kulit putih. Memang mereka adalah anak kota yang kesehariannya cuma berputar di rumah saja. Tak sepertiku yang punya kulit kecoklatan ini karena hampir tiap hari bekerja di ladang. Aku kenal baik dengan dua remaja itu, meski aku baru tinggal di sini beberapa minggu. Entah kenapa aku bisa akrab dengan mereka, tapi sepertinya memang mereka tak banyak kenal dengan sesama remaja seumuran mereka.

“Ngapain disitu Ngga?” ucap salah seorang diantara mereka yang bernama Avin.

“gapapa.. lagi maen aja” balasku sambil senyum.

“Dihh.. maen apaan? Kok macam tukang kebun gitu?” imbuh remaja yang lain, namanya Irfan.

“Lahh.. belum tau yah? kalo tukang kebun memang gini maennya, hahaha...” balasku tertawa ngakak.

“Ngehe lu Nggaa... maen bola yuk broo..” ajak Avin kemudian.

“Gakk.. masih pagi kok udah maen bola.. gak seru.. enakan sore aja” tolakku.

“yahh.. gimana dong, lagi gabut nih di rumah..”

“Iya nih.. sama” imbuh Irfan.

Keduanya memang seumuran denganku. Mereka sama-sama lulus sekolah di tahun yang sama denganku. Baik Avin maupun Irfan memilih tak kuliah dulu, katanya sih ngademin otak setelah masa SMA. Tapi kulihat mereka ini pemuda yang agak malas dan manja pada orang tuanya. Pantas saja mereka dibiarkan tidak kuliah setelah lulus sekolah.

“yaudah sini.. bantuin aku aja.. daripada kalian ga ada kerjaan juga di rumah” ajakku.

“Hemm.. okee...” sambut Avin mendekatiku. Sedangkan Irfan malah duduk di teras sambil nonton video dari Hpnya.

“Lahh.. ini kok yang kerja jadi tambah satu lagi? Mana cukup uang sakunya nanti” mbak Tika datang dari belanja, dia langsung melihat ke arahku dan Avin yang masih berusaha memindah tanaman.

“gapapa kok mbak.. daripada gabut di rumah” balas Avin melirik ke arah mbak Tika.

“Hehehe.. iya mbakk... sama” imbuh Irfan.

Mbak Tika lalu pergi masuk ke dalam rumah membawa barang belanjaannya. Aku masih terus membersihkan sisa-sisa tanaman yang aku pindah dibantu oleh Avin. Setelah selesai Avin kemudian mendekatiku, lalu dia membisikkan sesuatu di telingaku.

“Bro.. kakak lu cantik banget.. jadi naksir gua”

“Eh, kampret kamu ya.. itu bini orang bro..” balasku pura-pura melotot.

“Hahahaa.. canda aja broo.. kali bisa”

“Bisa pala kamu tuh aku getok pake ini” ancamku sambil mengangkat sapu.

“tapi emang kakak lu cantik broo.. mana seksi banget bodinya.. beuhh..”

“yahh.. itu yang sudah punya suami.. kamu belum ketemu sama kakakku yang satunya lagi.. duhhh..”

“Emang ada broo?”

“Ada.. tapi dia di kampung, hahaha...”

“Buset.. kirain”

“udahh.. udahh.. kamu jangan pikir macem-macem deh..”

Pembahasan tentang mbak Tika terhenti sampai di situ saja. Avin tak lagi membahas tentang kekagumannya pada wajah dan tubuh mbak Tika. Setelahnya mereka berdua lalu pergi meninggalkanku karena merasa aku tak bisa diajak pergi main oleh mereka.

“Kemana mereka Ngga?” tanya mbak Tika setelah aku masuk ke dapur.

“Pergi mbak.. katanya mau online sama teman-teman..”

“Online apa sih? game yah?”

“Iya.. aku gak ngerti mbak.. jadi gak ikutan”

“Ohhh.. iya lahh.. kamu kan anak desa Ngga.. hihihi”

Aku kemudian melepaskan kaosku lalu pergi masuk ke dalam kamar mandi. kubersihkan tangan dan kakiku yang kotor karena tanah yang kupegangi tadi. Setelah selesai aku kemudian balik ke dapur untuk membantu mbak Tika memasak.

“Mereka udah pergi kan Ngga?”

“Sudah.. sudah pergi semua” balasku sambil mulai memegang sayuran.

“Ohh.. baguslah”

Mbak Tika lalu melepas jilbabnya dan dilanjutkan melepas juga daster panjang yang dipakainya. Seperti dugaanku tadi, di balik daster itu memang mbak Tika sudah tak memakai apa-apa lagi. Tentu saja dalam waktu singkat tubuh polos kakak perempuanku itu terpampang jelas di mataku. Memang benar apa yang Avin bilang, selain wajah mbak Tika cantik, tubuhnya juga montok dan proporsional kalau orang kota bilang.

“Kamu liatin apa sih Ngga?”

“Ehh, enggakk.. cuma kagum aja sama mbak Tika, badannya jadi bagus.. tambah montok sekarang” balasku tersenyum.

“Hihihi.. iya dong.. asupan gizinya terjamin Ngga..”

“Waahh.. gak rugi tiap malam bercocok tanam terus, hahaha..” candaku.

“Bener..” mbak Tika mengacungkan jempolnya tanda setuju pada omonganku.

Begitulah kami setiap harinya saat di rumah berduaan. Mbak Tika setiap hari selalu tidak berpakaian apapun kalau berada di dalam rumah. Tapi kalau mas Aryo ada malah dia pakai celana dalam. Aku tak tahu apa tujuan dia sebenarnya. Jelasnya aku biasa saja dengan semua itu karena dari kecil aku sudah sering melihat tubuh telanjang anggota keluargaku.

Malam harinya aku dan mbak Tika menunggu kedatangan mas Aryo dari tempat kerja. Biasanya jam 6 sore sudah pulang, tapi kebetulan malam ini ada lembur di kantor. Otomatis mas Aryo pulang telat dan tiba di rumah pasti sudah malam.

Karena mbak Tika tak mau ditinggal sendirian di kamar, dia kemudian ikut bersamaku berada di kamar yang aku tempati. Memang tak ada hal yang aneh kami lakukan meski malam itu tubuh kami sama-sama hanya tertutup sebuah celana dalam saja. Tak ada pikiran macam-macam diantara kami, lebih-lebih pikiran mesum, jauh dari otak kami.

“Mbak.. mas Aryo kapan datang sih?”

“Paling bentar lagi pulang dek..”

“Oohh.. ya sudah.. mbak disini saja.. kalo perlu tidur saja sama aku”

“Ehh.. emmm.. iya gampang itu”

Kami berdua berbaring dalam satu tempat tidur sambil cerita-cerita. Mbak Tika bercerita padaku tentang pertemuannya dengan mas Aryo, kemudian lanjut cerita tentang awal-awal dia tinggal di kota. Rupanya dia juga sama sepertiku, sempat gamang, ragu dan takut juga. Namun lama-kelamaan dia akhirnya jadi terbiasa dengan kehidupan bersama mas Aryo.

“Jadi dek.. burungmu itu sudah masuk kemana saja?” tanya mbak Tika tiba-tiba.

“Aah.. kemana? Ya cuma sama ibu dan mbak Dina aja mbak” jawabku jujur.

“Apaa?? Jadi memeknya Dina juga kamu masukin? duhhh.. gawat ini..”

“Gawat apanya? Mbak Dina kok yang minta.. aku hanya nurut saja apa yang dia mau”

“Duhhh.. pasti kalian udah pesta di rumah ya?”

“Pesta apa sih mbak? Kok bingung aku sama bahasa mbak Tika sekarang”

“Hihihi.. gakk.. udah jangan kamu pikirin lagi..”

Kami diam sesaat. Mbak Tika malah sibuk mengamati tubuhku dari atas sampai bawah. Merasa diperhatikan seperti itu malah membuatku tak nyaman. Aku langsung memalingkan tubuhku dan kemudian menghadap tembok.

“Ehh.. ngapain sih kamu Ngga? sini.. ayo sinii...”

“Gakk... mbak Tika jadi aneh..”

Mbak Tika tak mau mendengar rengekanku. Dia terus berusaha membalikkan tubuhku menghadapnya lagi dengan menarik celana dalamku. Karena tarikannya semakin kuat aku takut kalau celana dalamku nanti sobek. Kupikir mas Aryo pasti marah kalau tahu celana dalam yang baru dibelikannya itu belum lama kupakai sudah sobek. Tanpa pikir panjang aku kemudian melepas saja celana dalamku supaya tak ditarik-tarik lagi oleh mbak Tika.

“Oohh.. jadi gitu? Nantangin mbak kamu ya?”

“Enggak.. mbak Tika aja yang jadi aneh sekarang” balasku tetap membalikkan tubuhku menghadap tembok.

“Ehh.. masih aja bandel.. sini kamu.. sini.. ayoo..”

“Mbakk.. ahh.. nanti aku bales lho” ancamku.

“Bales aja.. emang kamu bisa apa sih Ngga?”

“Oohh.. ya bisa gini dong mbak..”

Aku kemudian membalikkan tubuhku lalu dengan tiba-tiba kuserang mbak Tika dengan menggelitiki pusarnya dan pinggangnya. Aku tahu kalau kakak perempuanku itu paling tidak tahan kalau ada tangan yang menyentuh pusarnya.

“Aaauuww.. aduhhh.. jangan Nggaa... ampunn.. aahh.. ampunn..”

“Biarin.. katanya tadi suruh balik badan.. ini lho baliknya”

“Hihihihi... udah Ngga... hihihihi... aaahh.. aauuuuww... lepasin Ngga.. aduhh..”

Aku sempat mendengar langkah kaki masuk ke dalam rumah. Kuyakini itu adalah mas Aryo yang pulang dari tempat kerjanya. Aku tak peduli, kuteruskan saja perbuatanku bercanda dengan mbak Tika. Mungkin kakakku itu juga tahu kalau suaminya sudah pulang, tapi entah kenapa dia malah terus bersamaku.

“Sudah mbakk.. ehh.. itu mas Aryo datang”

“Iya mbak udah tau kok.. biarin aja dulu.. pokoknya kamu harus ampun dulu..”

“Aaahh.. mbakk.. lepasin..”

Mbak Tika lalu bangkit dan duduk di atas perutku. Dengan posisi perutku tertindih badan mbak Tika membuatku semakin susah bergerak. Mendadak batang penisku malah tiba-tiba bangun dari tidurnya. Semua karena gesekan pantat mbak Tika yang mengenai kemaluanku yang sudah terbuka bebas. Meski mbak Tika masih memakai celana dalam tapi bahan kainnya lembut, jadi malah seperti memanjakan kulit kemaluanku dengan gesekannya.

“Aaahh.. mbak udah dong.. ahh.. gak tahan aku..” teriakku lagi.

“Biarin.. sini.. pokoknya kamu ampun dulu, hihihi..”

“Iyaa..iyaa.. aahh.. aduhh.. mbaakk”

Dengan posisi tangan mbak Tika yang menggapai pinggangku membuat kedua payudaranya yang tergantung bebas itu tepat berada di atas wajahku. Dengan kecepatan tinggi kusambar puting susunya lalu kujepit dengan mulutku.

“Aauww.. ohhhh.. Ngga.. kamu.. ahh..”

“Emmphhh... emmhhh.. cuppph.. cuphhh.. emmhhh”

Hisapan mulutku pada puting susu mbak Tika tambah kueratkan. Tak mungkin akan kulepas selama mbak Tika terus menggelitiki pinggangku. Saat dalam posisi itu aku sempat melihat bayangan orang di depan pintuku. Aku yakin itu mas Aryo dan pasti dia bisa melihat apa yang kami lakukan. Namun setelahnya dia lalu pergi, mungkin dia melihat apa yang kami lakukan ini hanya sesuatu yang wajar saja.

Sreettt.. kraakkkkk....!!

“Aduhh... kok disobek sih Ngga? duhh.. jadi ga bisa dipake dong” protes mbak Tika mengetahui kalau aku tanpa sengaja menarik celana dalamnya hingga sobek.

“Mbak Tika sih.. udah ampun masih digelitikin juga”

“Aahh.. alesan aja kamu.. jadi ga bisa dipake lagi kan!? Duhh.. bentar aku lepasin aja deh”

Mbak Tika kemudian berdiri di atas tubuhku lalu melepas celana dalamnya yang sudah sobek itu. Kini kami berdua sudah sama-sama telanjang. Aku hanya melihatnya dengan bingung. Kenapa tadi aku bisa sampai menyobek celana dalamnya tanpa sengaja. Ada rasa sesal di dalam pikiranku meski hanya sesaat.

“Hehhh.. dasar anak nakal... nih balesan udah bikin sobek celana dalamnya mbak”

“Aaahhhh.. udahhhh.. ampuunn mbaakkk...”

Kembali aku berteriak tapi tidak terlalu keras. Kedua kakiku menggelinjang karena tangan mbak Tika terus menggelitiki pinggang dan ketiakku. Rasanya geli banget. Apalagi dengan kondisi tubuh kami yang sama-sama bugil membuat sentuhan kulit kami semakin membuatku geli.

“Emmmhhhh... slurrrppp... ahhh..emmhhh...” aku balik menyerangnya lagi dengan menghisap puting susunya.

“Aauuhhh.. Angga... kamu ini.. ahh..”

Tubuh mbak Tika seketika itu ikut bergoyang karena tak tahan aku peluk dan kuhisap puting susunya kanan kiri bergantian. Rasanya sungguh menantang bagiku. Di bawah sana rupanya belahan memek mbak Tika sudah mulai menekan batang penisku yang memang sedari tadi suda ngaceng sempurna. Ditambah lagi dengan goyangan yang dilakukan mbak Tika semakin membuatku merasa geli tapi enak.

“Uuhhh.. Anggaa.. aahhk.. uhhh.. jadi enak gini ya dek.. aahh..”

“Eemmmmhhh.... slurrpp... aahh...”

“Udah Ngga.. udahh...ahhh..ntar.. aauuww... kok malah di gerakin sih? ihhh.. mbak bales nih yaa...”

Bukan menyerah tapi malah semakin liar goyangan mbak Tika. Aku yang berada di bawahnya juga ikut bergoyang mengikuti arah goyangan pinggul mbak Tika. Rasanya penisku yang tergencet belahan memek kakakku itu semakin tegak mengeras. Hingga pada akhirnya sesuatu yang tak kami bayangkan sebelumnya terjadi juga.

Cleeepppp!! Masuklah penisku ke dalam liang kemaluan mbak Tika.

“Aaahhh...” mbak Tika langsung membekap mulutnya supaya teriakannya tak terdengar.

“Mbaakkkk... masukk!!” ucapku pelan dengan mata melotot ke arah kakak perempuanku.

“Biar aja dulu Ngga... sssttt.. jangan rame, ada mas Aryo” bisik mbak Tika kemudian. Dia malah diam menduduki perutku lagi dengan batang kemaluanku tertancap di lobang memeknya.

“Gakkk.. gakkk.. cabut mbakk.. ayo cabut..” paksaku.

“Aahhh... kamu ini cemen.. ya sudah..”

“Jangan mbak.. bisa ngamuk mas Aryo nanti mbak..” ucapku kebingungan.

“Iya dehh.. udahan yaa?”

“Iyaa.. iyaa.. cepetan keluar aja mbakk..” pintaku kemudian.

Mbak Tika kemudian mengangkat tubuhnya dan berdiri. Lepaslah penisku dari lobang kemaluannya seketika. Ploppp!!

“Kamu tidur aja.. jangan bersuara.. biar mas Aryo gak curiga” bisik mbak Tika lagi.

“Iyaa... besok lagi aja mbak..”

“Hemm.. oke”

Selepas itu kakak perempuanku keluar dari kamarku. Kuatur nafasku yang terengah-engah karena perbuatan kami tadi. Untung saja kami gak keterusan. Sebenarnya kalau mas Aryo gak ada mungkin kami akan meneruskannya sampai puas. Bukannya aku tak mau ngentot sama mbak Tika, mungkin kalau ada mas Aryo mungkin dia akan marah. Tapi ya sudahlah, semoga mas Aryo gak curiga dan tetap aman-aman saja.

Malam itu pertama kalinya kemaluanku bisa menembus lobang memek mbak Tika. Memang rasanya belum bisa aku ingat betul karena hanya sesaat saja. Bahkan penisku pun tak sempat basah oleh jepitan vagina mbak Tika. Tapi menurutku kami sudah keterlaluan. Masak di tengah mas Aryo ada di rumah tapi kami malah bermain-main seperti itu. Lain kali mungkin aku akan menghindarinya saja.

***

Bersambung lagi ya Gaes ^_^
Apa ini ada lanjutan lagi
 
Udah Tamat ya gaess.. :nohope:
Terima kasih atas seri keberuntungan itu ada suhu, baru nyempetin kelarin kelanjutan nya pov si angga akhir nya kelar juga hahaha

Emg gk usah di ragukan lagi kalo cerita2 sedarah agan deriko skrg lg ngikutin cerita terbaru nya :D

Pgn bgt tau kalo dr pov dina setelah menikah dgn pak manto apalagi ini keluarga main bareng sama klurga pak manto.
Moga aja kedepan nya ada (msh berharap ane :ngacir: hahaha)

Sukses selalu dan diberikan kesehatan buat suhu agak terus melahirkan karya2 luar biasa :)
 
Terima kasih atas seri keberuntungan itu ada suhu, baru nyempetin kelarin kelanjutan nya pov si angga akhir nya kelar juga hahaha

Emg gk usah di ragukan lagi kalo cerita2 sedarah agan deriko skrg lg ngikutin cerita terbaru nya :D

Pgn bgt tau kalo dr pov dina setelah menikah dgn pak manto apalagi ini keluarga main bareng sama klurga pak manto.
Moga aja kedepan nya ada (msh berharap ane :ngacir: hahaha)

Sukses selalu dan diberikan kesehatan buat suhu agak terus melahirkan karya2 luar biasa :)
Iya sama-sama.. belum kepikiran bikin cerita lanjutannya.. soalnya jg udah dua POV .. tapi kapan-kapan ane pikir lagi ya kak..
 
Suhu ceritanya bagus ga monoton,jangan berhenti berkarya suhu, lanjutkan ceritanya hu
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd