Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Senyum Manis Widya

Senyum Widya babak 9

Pagi itu aku terbangun dengan badan segar, sekitar jam 6 pagi. aku meregangkan badanku sebelum beranjak keluar ke depan tv.
aku melihat ke depan tetap kopi ada tersedia di meja tv balkon. Aku hirup aromanya sedap sekali khas kopi kapal api. aku hidupkan rokok dan melihat-lihat status WA tidak ada yang spesial.
-pagi mas, kopinya enak?-
eh ada senyum manis WA
-enak mbak, makasih yah-
-mas nanti aku mau ngobrol yah-
-iya mbak-
-mas jangan marah yah, janji-
-lho apa to mbak?-
-nanti aja mas sore-


kenapa jantungku berdebar yah, berbagai kemungkinan bisa terjadi ini. tapi perasaan paling kuat adalah Widya bakalan mengakhiri hubungannya denganku. karena akhir-akhir ini walau selalu ada kopi di meja ini tapi, WA atau juga Widya jarang muncul ketika jam aku biasa berangkat. aku tidak tahu kenapa secara pasti, namun kalo memang benar semoga hubungan Widya dengan Mas Nanang membaik. itu saja.

aku celingukan mencari sesosok yang kusayangi, tapi nihil. motor kupanaskan agak lama, berharap dia keluar untuk sekedar tersenyum kepadaku. tapi karena sudah terlalu lama dan aku takut terlambat akhirnya aku pacu RX King-ku ke kantor. dijalan perasaan gundah ternyata tidak bisa dihindari, aku berusaha menenangkan diri. itu belum tentu terjadi, tapi misal terjadipun itu sudah seharusnya Yud.

hari dikantor itu terasa sangat lama dan membosankan. Icha tidak dan Pak Haji tidak nampak terlihat. kata orang gudang sparepart katanya Pak Haji mau ketemu dengan keluarga Bay

“mau tuker cincin kayaknya Mas” begitu katanya.

WAku berbunyi
-mas doa restunya yah- WA dari Icha
-buat apa dek?-
-aku mau tuker cincin sama Bay, nanti pas akad mas dateng yah-
-kapan dek?-
-bulan depan Mas tapi ga pake rame-rame kok-
-oh siap dek, Semoga Mas bisa dateng, pokoknya acara hari ini lancar yah dek, mas doain semua persiapan lancar semua keluarga sehat dan bahagia. Amin-
-Amin mas, tapi mas harus dateng kalo ngga aku laporin Abah-
-weh ngancem-
-biarin wek, makasih buat semua ya mas, aku pasti bakal bales yah buat malem itu-
-lhoalah kok pake dibales-bales, hahahaha-
-biarin weeek- ditutup dengan emoticon cium

akhirnya sore itu aku tidak berlama-lama dikantor. ketika sudah jam kerja berakhir aku segera pulang ke kost untuk menemui Widya. agar semua penderitaan ini berakhir. jujur aku merasa salah, tapi perasaan tidak bisa dibatasi dengan norma. yang bisa aku lakukan sebagai laki-laki hanya aku harus bisa memutuskan dengan benar meski hati ini hancur.

-Mas nanti ke rumah yah-
-iya mbak-

HPku ku masukkan dan kemudian kuparkir motor garasi motor. aku segera menuju ke teras Widya tapi ketika aku melewati garasi terlihat bu Retno sudah di dalam mobil miliknya. dia melambai kearahku. “yah batal deh ketemu Widya” pikirku
ketika kudekati Bu Retno membuka jendela “masuk mobil Yud”
“eh iya bu”
Aku segera masuk ke kursi penumpang disebelah kiri. “ikut yah”
“eh iya bu”
bagaimana aku bisa mengabari Widya. aku tidak biasa untuk WA duluan. dia pasti menungguku.
“maaf mau diajak kemana saya bu”
“anterin Ibu yah, bentar aja kok”
“oh iya bu, saya supirin bu?”
“tidak usah tidak apa-apa”

saat itu bu Retno memakai jilbab dan kemeja putih serta rok panjang sampai ke mata kaki warna biru dongker. buah dadanya menyembul di balik kemeja, karena tergencet sabuk pengaman. Samar aku lihat dari samping ada yang menyembul di tengah buah dadanya. apa itu puting yah atau hanya lipatan kemeja. duh pikiranku sudah kemana-mana berada sedekat ini dengan Bu Retno yang pernah bertempur birahi dengan ekstrem denganku.
aku curi-curi untuk melihat HP ku apa ada WA dari Widya, tapi ternyata tidak ada.
mobil mengarah ke tol bunder. aku bingung mencari topik apa yang bisa ku bahas, kami hanya mendengarkan Restu Indah penyiar E100 membawakan Kelana Kota. menginformasikan keadaan kota Surabaya dan sekitarnya.
Bu Retno memulai pembicaraan
“kerjaan gimana Yud”
“baik bu”
mataku tidak bisa ku tahan untuk tidak melirik ke dadanya. sekilas terlihat dari sela kancing kulit bu Retno, tapi aku tidak berani untuk melihat lebih lama. kuarahkan pandangan ke depan lagi.
“maaf bu kalo boleh tahu kita mau kemana, soalnya saya ada janji sebenarnya nanti”
“ke Surabaya bentar ya Yud, aku mau ketemu sama orang disana” pinta bu Retno tapi dengan nada tegas
“eh baik bu” kulihat lagi HPku namun tetap tidak ada pesan dari Widya.
aku melihat kesekitar, dan akhirnya aku beranikan melirik lagi ke dada bu Retno. sial benar bu Retno tidak memakai bra. dari sela kancing tersebut terlihat sisi samping susu kanan bu Retno. wangi parfum mahal bu Retno tercium lembut di hidungku. wangi yang sama ketika aku bertukar lendir dengannya. aku sudah berusaha untuk menghilangkan pikiran-pikiran itu tapi susah jika disuguhi seperti ini. kontolku mulai pelan-pelan membengkak, aku menyesuaikan dudukku dengan pelan agar tidak terbaca oleh Bu Retno. tapi apa daya celana kain tidak bisa menutupinya, aku kemudian menaruh tanganku diatas pahaku. menutupi kontolku yang tidak tahu tempat ini. aku berusaha melihat kedepan mengalihkan perhatianku ke lalu lalang jalanan.
hari itu agak macet, di ruas tol banyu urip antrian truk di lajur kanan. mobil kami sempat berhenti.
“Yud bisa ambilkan tasku ungu dibelakang, trus ambilin dompetku ya”
“iya bu” aku yang mati-matian menutupi kontolku yang mengeras kebingungan untuk menghadapi permintaan bu Retno
“ah paling tidak bakal memperhatikan dia kan lagi nyetir”
aku berusaha meraih tas bu Retno di kursi belakang, ketika aku menoleh untuk bertanya terlihat kepala bu Retno menoleh ke antara pahaku. “sial” pikirku tapi aku berusaha untuk tetap tenang segera ku ambil salah satu tas bu Retno di belakang.
tas itu aku pangku untuk menutupi kontolku yang mengeras, pasti aman karena tas ini agak besar.
“eh ini saya buka bu?”
“iya, ibu kan lagi nyetir”
“permisi ya bu”
aku membuka tas Bu Retno, dan aku mencari dompet yang dimaksud Bu Retno, tapi ketika terbuka aku melihat barang yang pernah kulihat sebelumnya diatas lemari. sebuah dildo dan ada lagi barang-barang lainnya berwarna hitam dan terlihat seperti kemoceng belum lagi ada yang seperti tabung.
“mmm tidak ada bu”
“oh coba tas satunya yang item” jawab bu Retno dengan tenang
aku kemudian menukar tas yang ku bawa dengan tas di kursi belakang. apa bu Retno tidak sadar aku tahu apa yang dia bawa, atau memang ini disengaja. ini mau diajak kemana lagi aku. bagaimana nasib Widya yang menungguku. pikiranku kembali terombang-ambing

mobil bu Retno kemudian keluar dari tol satelit dan menuju ke mayjend sungkono. saat itu sudah gelap menjelang magrib. sekitar 1 kilo kemudian bu Retno memelankan dan memasuki halaman hotel. aku baca namanya Shangri-La. ya sudahlah aku ikuti saja maunya. dia memarkir di lobby hotel dan memanggil petugas valet.
“bawain yang ungu yah Yud, tasmu ditinggal aja kalo ngga ada yang penting”
“iya bu” aku bergegas mengambil dompet dan charger HP.
“mau nginep bawa charger segala” kata bu Retno sambil tersenyum kecil
kemudian kami menaruh tas kami di scanner dan petugas mempersilahkan aku dan bu Retno masuk.
Bu Retno menyuruhku duduk di lobby hotel dan seorang petugas cantik membawakan minuman “silahkan welcome drinknya Pak” minuman jahe jeruk hangat ku seruput dan lumayan menghangatkan badanku yang terkena dinginnya ac mobil bu Retno.
“minum aja punyaku Yud, trus abis itu naik ya”
“baik bu” aku meminum gelas kedua dan mengembalikannya ke petugas hotel itu
“makasih mbak”
“iya Pak” dia tersenyum melihatku terburu-buru menghabiskan dua gelas minuman.

sampai di lantai 10 kami berjalan di lorong yang berbau sedap, tidak tahu ini pengharum ruangan atau memang benar bunga asli.
Bu Retno berhenti di sebuah kamar dan memencet bel kamar. tidak lama kamar dibuka dan terdengar suara wanita
“masuk Buk”
“Halo Mas Yudo” senyuman yang aku sangat mengenalnya, senyuman yang selalu aku tunggu.

WIDYA!!

kaget setengah mati aku karena melihat Widya disana.
“ya udah sana ngobrol aku mau ke kamar mandi, kamu udah makan Wid”
“belum bu nunggu ibu sama mas yudo”
“ya udah pesan aja ya, aku mau sop buntut, kalian terserah”
“mas belum makan?” tanya Widya ke padaku
“eh iya belum wid..mbak” hampir saja aku terpeleset memanggil Widya tanpa Mbak

kemudian dia memesankan beberapa makanan untuk Bu Retno, dia dan aku. aku melihat Widya dengan masih terkaget-kaget. aku tidak bisa berkata apa-apa jantung masih belum normal berdetak sejak tadi.
Widya duduk dengan kaki disilangkan, menatapku dengan senyumnya yang selama ini aku tunggu. aku masih tidak bisa berpikir dengan normal, bingung dengan apa yang terjadi.

“Mas Yud maaf yah, ngagetin”
“iya mbak” aku ingin sekali memanggil namanya dengan kata-kata yang biasa aku pakai tapi tidak mungkin.
“mungkin ini mungkin ini bisa jadi terakhir kali nya kita bertemu mas, itu sih keputusan nanti di Mas Yudo”
“oh iya mbak kenapa yah?” aku heran kenapa dia bisa santai padahal pembahasan ini akan menjurus ke arah hubungan kami, meskipun bu Retno ada didalam kamar mandi tapi kan tetap bisa mendengarnya
“kenyataannya memang sudah harus seperti ini mas, apa yang kita lakukan salah” suaranya bergetar
“mbak” aku memberi kode dia dengan kedipan mata, mengingatkan dia bahwa kita tidak aman untuk membahas ini tetapi dia keburu meneteskan air mata dan menutup mukanya.
aku ingin sekali mendekatinya dan memeluknya dan mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja, tapi apa daya.
tiba-tiba
“sudah keluarkan saja semua Wid, tuntaskan ya” dia menghampiri Widya dan memeluknya
“maafin Widya Bu”
“pokoknya ibu minta kamu jangan menahan apapun untuk sekarang ini, tuntaskan, lepaskan semua”
Widya kemudian beranjak dan memelukku dengan kaget, aku spontan memeluk Widya tapi kemudian teringat kondisinya dan merenggangkan pelukan tanganku dan hanya mengelus punggungnya.
“sudah yud tidak apa-apa, malam ini aku bukan mertua Widya”
aku mengangguk ke arah Bu Retno, kemudian memeluk erat Widya dan membisikkan
“sudah sayangnya mas, semuanya akan baik-baik saja, dan kamu pasti akan bahagia”
tangis Widya semakin mengeras. tidak diduga bu Retno mendekati kita dan mengelus kepala Widya. nampak di raut mukanya dia menahan tangis, matanya merah dan berkilau karena air mata. tapi air mata itu ditahannya tidak sampai turun ke pipinya.

lumayan lama Widya menangis dipelukanku, setelah mereda dia duduk disampingku dan menatapku dengan mata berkaca-kaca.
“Makasih ya mas, buat selama ini, buat semuanya”
“aku cuman minta satu hal saja Wid”
“apa mas” terlihat dari ujung mata bu Retno, yang sebelumnya menghadap ke arah lain, juga menoleh ke arahku.
“senyum yah” kataku sambil tersenyum kepada Widya.
Widya tersipu dan senyumnya mengembang di antara pipinya yang basah karena air mata. manis. perih. perasaan-perasaan itu bercampur di dadaku.
suasana haru itu terpecah oleh bunyi bel kamar

“room service”
 
kentang bakar, ayo bakar lagi semangat update
 
Wwoooooooowwww....... Sudaahhhhhh naikkkk... Akhirnya turun lagii.... Sabar sabar sabarr..... Pinter nih TS nya mainin alurnya
 
Harus segera dilanjut nih om, kelihatannya Yudo mau dikeroyok sama mbak widya n bu retno nih hehehe
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd