Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Senyuman Kekasihku

Ada trit baru, neng ijin dirikan warung tenda dimari....

@gadissoyu sehat selalu, RL nya juga lancar..., makin cantik kalau update tiap hari...Aamiin...
Silahkan om, imaacih udah mampir..:ampun:
Amin.. Sukses juga RLnya om...
Eh neng gadis buka lapak.
Baru liat.
Sukses lapaknya ya
Semoga sampe tamat
Eh si om baru keliatan agi..
Imaacih udah mampir :ampun:
Amin sampe tamat.
Semoga terhibur yah om.
 
Angin berhembus daun bertalu
Surya bangkit malam terlelap
Hallo, apa kabar suhu @gadissoyu
Numpang tidur disini barang sekejap

Memancing ikan dipinggir kali
Cari umpan janganlah membeli
Mohon ijin hamba menghayati
Cerita ini keren sekali
 
Senyuman Kekasihku

Part 2. Rayuan Maut


Tidak murahan tapi menyenangkan
Tidak mahal tapi mengesankan
Itulah rayuan mautku, katamu...

Siren Kana







Kembali ke masa sekarang.....


"Kak Re (Kakak Revan), kakak tuh seperti kayu kusen." ucapku percaya diri.

"Kok kusen?" tanyanya heran.

"Iya, karena aku daun pintunya dan engsel adalah cinta kita hihihihi....." jawabku menggombal.

"Hahahaha..... Coba lagi yah!" tawanya dan menepuk-nepuk kepalaku.

"Iihhh... Emang gak romantis itu?" gerutuku kesal karena ditertawakan.

"Kalau kamu pintu, setiap saat kamu akan dibuka dan ditutup oleh pemilik rumah. Kakak gak mau itu! Apalagi hingga sampai ada yang menutup pintu dengan keras. Kakak gak mau kamu terluka." paparnya.

Wajahku memerah seketika, hatiku berbunga-bunga.

"Iihh so sweet deh, udah bisa balikin gombalan aku sekarang. Yeyy... Akhirnya gak kaku lagi, ada kemajuan hehe.." aku berjingkrak-jingkrak riang, bertepuk tangan di depannya.

"Kamu selalu mencairkan suasana dan membawa keceriaan ke setiap orang, kakak harap sampai kapanpun kamu akan selalu menjadi dirimu sendiri." tuturnya lembut tersenyum kepadaku.

Ku anggukan kepalaku.

Kutangkupkan kedua tanganku di depan dada, badanku bergoyang-goyang ke kiri dan ke kanan.

"Pasti Kak, asalkan Kakak selalu berada di sisiku...." balasku kegeeran.

Kak Revan hanya tersenyum gemas melihat tingkahku.

"Oke hari ini cukup sekian, besok aku coba yang lebih daripada ini. Aku balik dulu yah, Kak?" pamitku, mengakhiri percakapan kami.

"Kok buru-buru? Gak mau nemenin Kakak dulu disini?"

"Gak tahan, Kak. Kalo deket Kakak cenat-cenut disini." aku menunjuk dada kiri.

Kak Revan terkekeh pelan.

"Nanti malam temenin Kakak makan malam disini yah? Mamih mau masak makanan kesukaan kamu."

"Rebes Boss.. Masa nolak sih dikasi makan buatan camer." kekehku gak tahu malu.

"Camer itu nama burung yah?"

"Burung siapa, Kak?"

"Burung camer."

Aku ngakak gak berhenti.

Kak Revan malah terpingkal-pingkal. Dia pikir becanda kali. Dahal akunya sudah ngeres banget mikirin burung.

Apalagi kalau dua-duaan begini, bawaannya pengen nerjang. Kalau jenis kelamin kami ditukar, aku gak bisa jamin kak Revan masih perawan sampai sekarang.

But no no no... Aku bukan perempuan murahan! harus jaga sikap.

Kak Revan seorang psikolog dengan mudah ia dapat menangkap signal mesum dari wajahku.

Aku mengetuk-ngetuk kepala.

"Kamu kenapa?"

"Gapapa, Kak. Kayaknya aku berpengaruh positif deh buat Kakak." jawabku pede.

Kak Revan malah ketawa sampai nangis.

"Kok ketawa sih, Kak? Seriusan tau!"

"Iya bener. Sebelumnya Kakak gak pernah tertawa sepuas ini. Kalau berdua sama kamu, Kakak bisa menjadi diri Kakak yang sebenarnya."

Manik kak Revan menatap dalam ke mataku.

"Makasih yah! Kakak sayang Siren."

"Eh.." kagetku.

"Sayang!! Pertama kali Kak Revan panggil aku sayang." ucapku dalam hati.

Senengnya tuh kayak menang lotre tapi gak pernah taruhan.

"Ini nembak bukan yah? Kalo gue jawab 'Siren lebih menyayangimu' mirip kalimat yang ada cerbung merah suatu forum. Kalo jawab 'yes i will' kak Revan kan gak ngelamar. Ato jawab SSS aja alias 'Siren sayang situ' Eh tapi gak deh, mirip sama motto salah satu cerbung ijo, yang tokoh utamanya mati semua. Iihhh ogahh!!" batinku. Aku bergidik membayangkan jadi Sae.

"Heii kok ngelamun?"

"Aku juga."

"Juga??"

"Juga menjadi diriku sendiri kalo deket Kakak." kualihkan pembicaraan.

Kak Revan bukan gak lihat tindak tandukku. Sebagai seorang ahli psikologis harusnya ia tahu kalau maksud perkataanku hanya untuk meluluhkan hatinya. Bahkan jika ia pria biasa pun pasti tahu kalau lawan bicaranya lagi pedekate.

Kenapa masih menghindar? Entah...

Kesel jadinya kan?

Gimana gak kesel, dua tahun ngerayu belum ada perkembangan. Walaupun kita memang tambah akrab, tapi malah kayak kakak adik.

Wajahku berubah pias.

"Kok murung?" tanyanya lembut.

"Lagi mikirin taktik buat jerat mangsa besok, Kak." jawabku polos.

"Mangsa apa? Kamu mau berburu?"

Aku manggut-manggut.

"Berburu apa?"

"Berburu hati Kakak." aku ceplas-ceplos.

Kak Revan ngakak makin kenceng.

"Tuh kan doi pikir, gue becanda. Harus pake cara lain." batinku.

"Oiya Kak. Kok Kakak gak ada temen cowok ato temen cewek gitu? Aku gak pernah liat ada temen Kakak yang dateng kesini!"

Kal Revan berhenti ketawa dan merenung. "Mampus deh pasti gue salah ngomong!" batinku.

"Maaf yah Kak. Pasti aku salah ngomong." ucapku menyesal.

"Gapapa, Kakak memang gak pernah bawa temen ke rumah." kak Revan tersenyum manis.

"Kan sekarang ada aku, Kak. Kakak bisa anggep aku ade, anggep pacar juga boleh." tawarku ngarep.

"Belajar dulu aja kamu yang rajin, pacar nanti bisa dibicarakan lagi kalau kamu udah lulus." nasehatnya.

"Yah kelamaan, Kak. Gak asik iihh..." aku memanyunkan bibir pindah ke kursi sebelah.

"Cemberut aja masih tetap cantik."

"Dih Kakak apaan sih." aku tersipu-sipu.

Maksud kak Revan sih bukan merayu tapi tetap saja buat hati berbebar gak karuan.

"Kakak tau gak? Kenapa di dalam mobil hanya ada satu stir." tanyaku enteng.

"Kenapa yah??" tanyanya mengerutkan dahi.

"Karena sama kayak hati aku, cuma ada satu cinta untuk Kakak." jawabku cengengesan.

Hidung kak Revan kembang-kempis menahan tawa.

"Mau ketawa, yah ketawa aja Kak. Jangan ditahan gitu." kesalku memalingkan muka, menyilangkan kedua tanganku di depan dada.

"Gak sayang, Kakak terharu aja dengernya. Kamu benar-benar kreatif."

"Kreatif maksudnya?"

"Banyak ide di kepalamu. Selain cantik kamu juga pintar."

"Gimana gak geer coba!" benakku.

"Gombalan aku kan ecek-ecek Kak, gak bagus, malah garing." kataku merendah.

"Tidak murahan tapi menyenangkan, tidak mahal tapi mengesankan, itulah rayuan mautmu."

"Beneran?"

Kak Revan anggukan kepala dan tersenyum.

"Eh ada Siren.. Baru pulang sekolah?"

Mamih Marta baru masuk rumah.

"Eh Mamih, dari tadi Mih. Mamih dari mana? Cantik banget." pujiku pada mamih Marta ibu kak Revan.

Satu hal lagi. Karena aku dan Tante Marta saling akrab. Tante Marta maksa aku buat panggil Mamih. Pengen punya anak perempuan katanya.

Dahal aku pengennya jadi mantu.

"Abis dari butik. Mamih ada oleh-oleh nih buat anak Mamih yang cantik."

Mamih Marta memberikan baju terusan warna pink. Feminim banget, sedang aku sukanya warna tosca.

Tapi demi menjaga kesopanan sama calon mertua, aku bilang saja suka banget gaun itu.

"Wahh bagus banget, Mih. Makasih yah Mih."

Aku mengecup pipi mamih Marta.

"Mih aku balik dulu yah! Tar malem aku balik lagi. Mau selesaiin kerjaan dulu takut Kak Deni ngomel." pamitku ke mamih Marta.

"Kak aku balik yah!" pamitku juga pada kak Revan.

"Iya, jangan lupa tar malem." kak Revan mengingatkan.

"Sip, Kak. Dadah Mamih."


***


Sore hari selesai mengerjakan pekerjaan dari kak Deni. Aku mandi dan berdandan cantik.

"Mau kemana Ren?" tanya kak Rissa.

"Mau ke seberang Kak. Diajak makan malem." sahutku.

"Em.. Wangi banget kamu." kata kak Deni.

"Tiap hari juga Siren wangi Kak. Emangnya Kakak." cibirku.

"Kakak jadi curiga deh." kak Deni menatap sampai aku gerogi.

"Kak Ris, kak Denden minta buatin sambel tuh!" kilahku pada kak Rissa.

"Sambel? Den, kamu kan gak doyan pedes!" kak Rissa kebingungan.

"Hah.. Itu Siren asal ngomong, Yang. Iya kan, Ren?" kak Deni kedip-kedipin mata.

"Enggak asal kok! Kemarin pagi Kak Denden sendiri yang bilang." jawabku serius.

"Eh.. Ga... Yang. Aku becanda aja kemaren." gugup kak Deni.

"Kamu ngomong apalagi ke Siren, Den?" kak Rissa melotot garang.

"Kata Kak Den- emm..emm..." kak Deni membekap mulutku saat mau jelasin ke kak Rissa.

"Deni, lepas! Atau!!?" ancam kak Rissa.

Kak Deni dengan berat hati melepaskan tangannya pada mulutku.

"Huhh..ahhh..hahh... Baru bisa nafas Kak." aku memeluk kak Rissa meminta perlindungan.

"Kemarin Deni bilang apa? Cerita sama Kakak." pinta kak Rissa.

Kak Deni geleng-geleng pelan, memelas padaku.

"Kayaknya seru nih!" pikirku.

"Kamarin pagi aku minta anterin ke sekolah sama Kak Denden, aku samperin ke kamarnya. Tapi Kak Denden bilang capek, soalnya semalem Kak Rissa abis ngulek sambel sampe pagi." jelasku.

Wajah kak Rissa merah padam. Mata melolot pada kak Deni.

"Denii... Siren tuh masih kecil. Kamu selalu pengaruhin dia sama hal begituan. Dasar mesum!!" kak Rissa ngomel-ngomel.

"Ga.. Yang. Gak begitu, aduh alamat gak bikin adonan nih tar malem." kak Deni keceplosan.

Aku menahan tawa sampai mau pipis.

"Kamu ngomong apa?" bentak kak Rissa.

"Eh.. Ga.. Yang. Maaf aduh... Siren.. Gara-gara kamu nih." kak Deni melotot.

"Kok aku? Aku kan cuma jujur aja." balasku memasang raut sedih.

"Kamu tuh! Masih nyalahin Siren. Kamu aja yang mesum." geram kak Rissa.

"Kalau gak mesum, kamu mana mau sama aku, Yang!" tandas kak Deni sambil berlari ke dapur.

"DENI PERNANDA..." teriak kak Rissa mengejar kak Deni

Mereka berkejaran berlari berputar mengelilingi meja makan.

Aku terpingkal-pingkal tak kuasa menahan tawa.





Bersambung ke Part 3.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd