Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG SIDE STORY (The Lucky Bastard - racebannon)

Setelah Anggia, mau bahas siapa?

  • Nica

    Votes: 76 16,6%
  • Karen

    Votes: 109 23,8%
  • Mayang

    Votes: 145 31,7%
  • Nayla

    Votes: 152 33,2%

  • Total voters
    458
  • Poll closed .
Status
Please reply by conversation.
SIDE STORY
ANGGIA | PART - 14

------------------------------------------

glitch11.jpg


“Muka lu kenapa sih?”
“Biarin”

Anggia menyembunyikan mukanya dibalik kacamata hitam tebal. Dia sedang menyetir pelan entah kemana.

“Lo mau makan dimana?” tanya Anggia ke sahabatnya.
“Udah gue bilang terserah, kan elo yang ngajak”
“Lo kayak cewek aja jawabnya terserah-terserah” keluh Anggia.
“Gue dikatain lagi”
“Kenapa sih tangan lo gerak-gerak gak puguh gitu” Anggia risih karena sahabanya tampak gelisah dan jari tangannya menari-nari di lututnya sendiri.

“Masih gak kebiasa tanpa rokok” jawabnya.
“Harus dibiasain lah… Kasian anak lu”
“Nah itu dia…” jawab sahabatnya yang istrinya sedang hamil muda itu.

“Udah janji sih ya sama Dian?” tanya Anggia cuek.
“Iya… Lagian kalo ntar udah lahir bakal susah lah kalo ada bayi di tempat bekas orang ngerokok…” sahabatnya menarik nafas malas dan akhirnya memberi ide tempat makan.

“Ke Kemang Village aja daripada jalan gak jelas Nggi” usulnya.
“Oke”
“Lo sendiri, akhir-akhir ini kebanyakan diem di kantor. Ramenya kalo Cuma lagi sama kita-kita aja…” Kita-kita. Rendy dan Sahabatnya.
“Masih senewen gue sama Nica”
“Karena dia sepupunya Adrian?”

“Plis… jangan sebut nama itu lagi…” keluh Anggia.
“Oke….”
“Jijik gue”
“Oke…..”

------------------------------------------

Rutinitas Anggia kembali seperti dulu. Ngantor – Pulang – Ngantor – Pulang – Malas-malasan di rumah – Ngantor – Kadang ngerecokin Rendy – Kadang ngerecokin sahabatnya. Masih ingat dia, pagi dimana dia terbangun di kosan Rendy, dan mendapati Dian dan sahabatnya sudah ada di sana. Dia dengan khawatirnya menghampiri dan memeluk Anggia. Dan tangis Anggia timbul lagi di pelukan Dian, sementara Rendy menjelaskan panjang lebar duduk perkaranya.

Dian dan suaminya bingung mendengarnya. “Sakit” komentar mereka.

Iya, sakit. Dan rasanya lebih baik kosong seperti sekarang. Hari sudah malam, Anggia menyetir mobilnya pelan di jalanan Jakarta yang sudah sepi. Kemang, jam 10 malam. Lampu-lampu dan hingar bingar kehidupan malam Jakarta sudah mulai. Kehidupan malam. Jijik. Di tempat-tempat seperti itulah dia memergoki semua hal buruk soal Adrian. Hal yang sebenarnya dia harapkan terjadi, tapi melebihi ekspektasinya.

Semuanya moving on. Dian sudah hamil. Si Arya sepupunya, dilihat dari postingannya di instagram tampaknya sedang menjalin hubungan yang serius dengan seseorang yang nun jauh berada disana. Bagus lah, good for him. Rendy lagi sibuk bener sama kerjaan. Dan Anggia statis. Ini ya resiko orang yang susah berkomitmen dan selalu masuk ke hubungan yang salah. Anggia tertawa sendiri di dalam mobil. Tai.

Loh. Kok sudah sampe sini lagi? Bingung Anggia. Sudah dekat rumah ini. Anggia menatap jalan, bergulir pelan di dalam mobil. Ia menelan ludahnya dan lantas mengambil handphone, mencabutnya dari charger.

“Ren”
“Yo?” jawab Rendy.
“Dimana lo?”
“Gue lagi jalan balik dari Jagakarsa Nggi, kenapa?”
“Free?”
“Kebetulan iya”
“Udah dimana sekarang?”
“Ampera”
“Lo naek?”
“Gojek”
“Suruh ke Pasfest gojeknya”
“Hah?”
“Buruan, gue jalan kesana sekarang”
“Tapi gue abis ngerjain gawean, mau tidur…” keluh Rendy.

“Lo milih gue apa tidur?” tanya Anggia dengan nada kesal.
“Yaudah deh…. Ketemu disana ya?”
“Oke”

------------------------------------------

“Random amat mendadak ngajakin ketemuan, di McD lagi….” Rendy duduk dengan lesu di kursi, menghadap Anggia yang sedang mengunyah kentang goreng dengan asalnya.
“Biarin”
“Lagi bosen?”
“Banget”
“Mau gue kenalin sama cowok?” tanya Rendy.
“Enggak”

“Anaknya baik lho Nggi, kebetulan Katolik juga” senyum Rendy tulus.
“Bodo”

“Yah… Cobain aja ketemu sekali…”
“Ntar aja kalo gue berubah pikiran” jawab Anggia dengan malas. Dia lantas membenamkan kepalanya di meja.

“Gue kasian liat elo galau begini soalnya”
“Kalo lo kasian kenapa gak pacarin gue aja sekalian?” tanya Anggia tanpa melihat Rendy.
“Ah… Mmm… Anu… Itu…”

“Anu… Itu….”
“Judes amat sih” keluh Rendy.
“Biarin”
“Abis putus malah makin-makin elo ya… Galaunya keliatan banget”

“Gimana gak galau kalau ternyata cowok lo itu penjahat kelamin?” kesal Anggia.
“Lo akhirnya tau emang cerita lengkapnya gimana?” tanya Rendy.
“Engga. Ga perlu….” Anggia tampak makin kesal.
“Lo gak ada bilang ke orang tua lo soal kondisi lo sekarang?”
“Mereka tau gue single lagi… Tapi masa gue bilang, Ma, Pa, mantanku suka ngewein cewek gak jelas dimana aja… Ntar gue dibaptis ulang kali”
“…”

“Tapi, daripada lo galau gini sih kenapa gak nyobain kenalan sama cowok lagi Nggi?”
“Jangan random juga tapi… Aku masih nyeselllllllllllllllllllll” Anggia tampak kesal.
“Gak, ini gak random, ini orang gue kenal dari kerjaan, dan gak ada tuh omongan-omongan jelek soal dia… At least makan sekali ama dia deh Nggi, for me, oke?” Rendy tampak memohon ke Anggia.

“Yaudah…. gue mau bilang apa lagi, tapi kalo orangnya kacau, awas ya lo…” kesalnya.

------------------------------------------
------------------------------------------
------------------------------------------

Oke, so far so good. Ngobrolnya enak, dan restoran yang dipilih sama cowok yang Rendy ngebet banget pengen dia kenalin ini gak fancy-fancy amat. Orangnya juga lumayan good looking, dan gak malu-maluin tingkahnya.

“Gue kaget pas Rendy bilang mau ngenalin temennya ke gue” tawa Jonathan.
“Kaget karena?”
“Serba mendadak aja” senyumnya sambil menatap Anggia dengan teduh.

“Ah, anak itu emang suka aneh” keluh Anggia sambil meminum minumannya yang telah siap. Hidangan utama belum datang, dan dia menunggu dengan tidak sabar. Jonathan namanya. Katolik tampaknya, tapi tidak kaku seperti kebanyakan anak-anak gereja yang Anggia pernah temui. Mungkin dia bukan anak gereja, pikir Anggia, mungkin anak setan juga kayak gue.

“BTW, kata Rendy lo kerja di bidang grafis ya?”
“Iya”
“Menarik sih, karena gue anak PH, jadi kalo liat-liat iklan yang dibikin emang suka tertarik, gimana sih para designer milih font buat iklan, atau gambar apa mesti gerak kemana, makanya gue ngerti kenapa harganya musti mahal, soalnya kerjanya kan mikir banget pasti”
“Nah itu yang kadang suka ada klien yang gak ngerti… “ Anggia membalas percakapan itu dengan sedikit antusias. “Untung bos gue pinter milih klien, dan dia pinter banget mengedukasi klien-klien itu biar gak asal kalo ngasih request”

“Dunia design emang menarik, ibaratnya seni terapan gitu kan? Kalo art yang ada di museum gak semua orang bisa nikmatin, tapi yang kalian bikin, harus bisa dibikin supaya orang banyak jadi suka” senyum Jonathan.
“Emang” balas Anggia.

Ok. Small talknya bagus, basa-basinya gak kampungan kayak ngomongin cuaca atau ngomongin orang. Nanya kerjaan dan bisa ngelebarin topik dari sana. Nilai positif. Seenggaknya kalo gak jadi pacar bisa dijadiin temen, senyum Anggia dalam hati.

“BTW, biasanya anak design selera musiknya bagus-bagus” lanjut Jonathan.
“Masa.. haha” tawa Anggia.

“Selera musiknya Rendy bagus sih, cuman gue ga pernah kebayang kalo misal ada anak design yang ngefans sama dahsyat” tawa Jonathan.
“Gue gak bisa dibilang ngikutin musik banget sih, gue stuck di taun 2000an awal”
“Seperti?”
“Incubus misalnya…” jawab Anggia.
“Tuh kan selera musiknya bagus”
“Asal ah, hahaha… Tapi makin kesini gue apa aja yang enak dengerin aja, jadi kalo dengerin radio apa aja boleh deh” senyum Anggia, yang mulai nyaman dengan percakapan kali ini.

“Katanya lo sama Rendy satu kuliahan ya sama anak-anak Hantaman?” tanya Jonathan lagi, entah kenapa air mukanya mulai terlihat agak gelisah, mungkin karena makanan yang dipesan belum datang.
“Iya, musik mereka bagus sih, rekamannya kayak rekaman band luar negri”
“Keren emang, gue dateng ke acara launching album kedua mereka, emang energinya gila… Cuman gitarisnya menurut gue terlalu kalem buat gitaris band rock”
“Gak salah, dia aslinya bukan musisi rock” jawab Anggia.
“Iya, gue udah denger single gitarisnya di youtube, beda banget ya… Band nya keras gitu, dianya bikin lagu sendiri jazz gitu, instrumental pula, dan tone-nya happy bener”

“Kok lama tapi ya makanan kita?”
“Coba gue tanya” Jonathan mengangkat tangan memanggil waitress.

“Pesanan saya kok belum ada ya mbak?”
“Oh bentar ya pak, saya cek dulu…” sang waitress lalu menghilang entah kemana.
“Tipikal”

Tipikal? Tipikal apanya ya? Anggia berusaha mengkorelasikan kata ‘tipikal’ di situasi ini. Mungkin memang suka telat-kah para waitress mengantar makanan? Atau tipikal apa? Ah sudah lah, lanjut ngobrol lagi, mumpung nyambung.

“Nah iya, itu orang emang bunglon sih, jangan sampe nyanyi aja tapi hahaha” tawa Anggia.
“Kalo nyanyi emang kenapa, jelek ya?”
“Enggak, bagus banget malah… Cuma gak pernah aja, makanya gue dulu heran waktu gue masih kuliah, ngeliat orang itu jadi senior gue… Kayak gak cocok ada di perkuliahan design, lebih cocok jadi anak musik…. Soalnya kata si Rendy dulu tugas akhirnya ancur banget… Dalam artian seadanya” cerita Anggia panjang.

“Berarti dia masuk kuliah seni rupa buat apa ya? Kalo emang gak cocok sama dia…” Konsentrasi Jonathan mulai kembali ke pembicaraan, karena dia tadi sempat celingukan mencari waitress untuk bertanya kembali.

“Gak tau, kerjanya sih kata si Rendy pas kuliah main musik terus, jarang masuk… Tapi kuliahnya lulus semua sih, walau nilainya pas-pasan…” lanjut Anggia.
“Tapi seenggaknya dia beneran jadi musisi kan” senyum Jonathan.
“Iya, dan pencapaiannya bisa dibilang mengerikan, kalo udah sampe kemana-mana kayak dia lah, seenggaknya band-nya lumayan terkenal se ASEAN”
“Emang gitu ya kalo band indie udah terkenal, lebih bisa dijual keluar dibandingin band-band major label”
“Major label mah ngejarnya Cuma pasar lokal, coba mereka mikirnya kayak label-label internasional itu, bikin sesuatu yang bisa dijual ke dunia”
“Iya, walaupun ngejar pasar, tapi seenggaknya pasar global” senyum Jonathan.

“Karena mereka gak terikat sama label, jadi kalo mau main di luar negri juga urusan kontraknya katanya gampang banget, ga usah ijin sama label apa segala macem…. Gue gak nyangka aja bisa kenal sama mereka, gila sih mereka buat gue” lanjut Anggia.
“Lo kenal semua orangnya? Termasuk vokalisnya? Kan gila tuh orang itu, kalo di panggung dah kayak binatang” tawa Jonathan.

“Gue Cuma kenal Bassis ama Gitarisnya, yang beneran kakak kelas gue pas kuliah… Kalo vokalisnya Cuma sekedar tau-tau aja…”
“Si Stefan itu gila tapi, suaranya bisa sekasar itu tapi lembut, gimana ya ngegambarinnya” balas Jonathan.

Bagus. Sudah mulai nyaman sama orang ini. Mungkin beberapa kali keluar dan makan bareng orang ini lagi pilihan yang baik, dan mungkin kalau dia berminat buat macarin gue, gue bakal open sama kemungkinan itu, pikir Anggia dalam kepalanya.

“Kata Rendy player tapi anaknya” tawa Anggia.
“Haha jadi ngegosipin orang”
“Emang rame sih ngomongin orang…”
“Kalo soal player atau enggaknya gue gak tau sih, Cuma gila emang energinya di panggung, kayak gak pernah abis, bisa gitu, gerak kemana-mana sambil suaranya tetep stabil… Gue aja kalo lagi olahraga boro-boro bisa ngomong”

“Olahraga apaan?” tanya Anggia pelan.
“Gue ngegym sih…”
“Sama dong” Anggia mulai terlihat makin tertarik.
“Di?” tanya Jonathan dengan penasaran.

“Gue lagi di 20Fit sekarang, sama kalo yoga lagi gak ikut kelas, sendiri aja di rumah pake DVD” jawab Anggia.
“Oh yang pake EMS itu ya? Gue sih di Gold’s Gym Setiabudi… deket rumah soalnya”
“Rumah emang dimana?” tanya Anggia balik.
“Gue di Apartemen Taman Rasuna, berdua sama temen” jawabnya santai.

Haha, mendadak ingat Rendy dan sahabatnya. Lucu juga aransemen hidup mereka mirip. Tapi untunglah orang satu ini bukan perokok seperti sahabatnya, senyum Anggia dalam hati.

“Kok ketawa?” tanya Jonathan, melihat Anggia tertawa kecil.
“Enggak, inget temen”
“Temen apa temen, kok sampe ketawa” tanya Jonathan sambil tersenyum penuh selidik.
“Ah ada lah, orang dari masa lalu”

Ya. The one and only fuckboy. Yang sebentar lagi jadi bapak. Si galau yang beruntung. Si galau yang dalam diam dan segala kemisteriusannya ternyata womanizer, tanpa dia sadari.

“Memorinya bagus atau jelek?”
“Haha… Bagus kok, tapi…”
“Tapi?” Jonathan terlihat penasaran.
“Tapi yah…. gak bisa diraih…” Anggia merentangkan tangannya ke atas sambil senyum tolol.
“Kayaknya memorinya dalem banget nih” senyum Jonathan.

“Bisa dibilang gitu” Ingatan Anggia semua kembali ke masa lalu. Singapura, tempat dimana dia pertama kali melakukannya dengan sahabatnya. Andai dia bisa jujur waktu itu kalau dia ingin bersama dengan sahabatnya terus. Tapi memang kepala sahabatnya itu tak bisa lepas dari Dian, terlihat jelas dari semua tindak-tanduknya.

“BTW… kok makanan kita lama amat ya?” Anggia berusaha mengalihkan pembicaraan agar masa lalunya dengan sahabatnya tidak tergali.
“Hmm…” Jonathan memanggil kembali waitress di restoran itu.

“Iya pak…”
“Ini makanan kita udah agak lama belom keluar lho…”
“Sebentar ya pak”
“Ini niat gak sih jualan makanan” ucap Jonathan mendadak dengan dinginnya.
“Iya pak, saya tanyain dulu ke dapur ya”

“Saya aja yang nanya….” Jonathan lalu bangkit dengan muka kesal. Anggia mendadak kaget dengan reaksi Jonathan. Kepalanya tidak bisa berhenti mengikuti langkah gusar Jonathan yang bergerak menyeret kakinya dengan nada marah ke arah dapur.

Dan selanjutnya benar-benar tidak bisa ditebak. Terdengar suara bentakan keras, dengan segala macam kebun binatang yang bahkan Anggia pun malu mendengarnya. Wow. Gila. Dari pembicaraan yang kesannya sangat baik ke teriakan sekasar itu.

“Sialan, lelet banget sih” Jonathan lalu melempar dirinya ke kursi dengan kasar. Seluruh mata di restoran itu melirik ke arah mereka berdua.
“Emm…..”
“Sampai dimana tadi?” senyum Jonathan ke Anggia, seakan-akan tidak pernah terjadi apa-apa.

Dan Anggia pun kehilangan kata-kata.

------------------------------------------

“Lu bangsat ya!” bentak Anggia ke Rendy, di dalam kamar kosan Rendy.
“Tunggu Nggi, gue denger emang katanya orangnya agak pemarah, tapi gue pikir kayaknya cocok sama elo yang suka marah-marah juga” senyum Rendy dengan anehnya.

“Itu bukan marah-marah… Itu psycho!! Marah-marah itu kayak gue sekarang tau!” lanjut Anggia.
“Ya maaf, gue juga belom pernah liat dia marah”
“Maaf-maaf… Lo bilang ga ada omongan jelek soal ini orang… Taunya sakit jiwa” kesal Anggia, melipat kakinya di atas karpet, sambil menatap nanar ke Rendy yang sedang sibuk di depan laptop.

“Emang ga ada omongan jeleeeeek ya ampuuuun” keluh Rendy.
“Ga usah protes… Balikin dua jam gue yang kebuang sia-sia sama orang itu!”
“Balikin pake apa?”
“Duit”

“Yah elah udah lah Nggi… Anggap aja blessing in disguise, jadi gak kenal jauh kan sama dia?” senyum Rendy penuh kepolosan.

“Kampret ya lu Ren…”
“Sori…. Gue Cuma pengen bantuin elo…” Rendy menutup laptopnya lalu beringsut ke karpet, menatap Anggia dengan tatapan iba.

“Lo bener mau bantuin gue?”
“Bener…”
“Lo bener care sama gue?”
“Beneran….”
“Lo sayang gue kan?”
“Pasti lah, gue sayang elo, makanya gue cariin orang yang kayaknya cocok sama elo” Rendy tampak menyerah.

"Kayaknya doang yang cocok tadi, sampe satu titik mendadak dia berubah jad monster yang bisa dengan gampangnya maki-maki orang lain...." Kesal Anggia sambil menatap mata Rendy erat-erat.
"Sori... Lain kali kalo gue mau ngenalin orang gue cek bener-bener deh..."
"Gak usah segitunya, gue bahkan gak kepikiran lagi buat kenal sama orang baru dulu...."

"Sori, gue pikir cuma kenalan doang mah harmless... taunya orangnya sefreak itu ya..."
"Makanya ntar-ntar hati-hati dong ah"
"Iya Nggi" sesal Rendy.

"Jadi jangan dulu ngenalin siapa-siapa lagi ya"
"Oke"
"Lagian elo sih, usil..." muka Anggia masih belum berubah ekspresinya, masih ditekuk.

"Habis siapa sih yang gak ikutan sedih ngeliat elo"
"Kenapa mesti ikutan sedih?"
"Ya udah gue bilang tadi kan, kalo gue pengen bisa care sama elo.... Dan salah satu yang kepikiran adalah nyariin cowok yang ada chance buat elo nikahin... eh..." Rendy langsung menutup mulutnya, menyadari niatnya untuk membantu Anggia tampak terlalu jauh.

"Kenapa mesti nyari buat gue nikahin?" muka Anggia makin ditekuk.
"Gue pengen lo bahagia"
"Gak cukup dengan jadi sobat gue aja dan ngehibur gue?"
"Gue pikir enggak..." jawab Rendy tegas.
"Kalo sampe lo mikir segitunya sih kejauhan Ren... maksudnya... malah repot di elo kalo lo sampe kayak gitu... gue tebak, lo sama si Jonathan-jonathan ini gak deket kan? Cuma sekenal-kenal gitu doang? Makanya gak terlalu banyak tau soal dia? Cuma mentang-mentang dia ngegym juga, seagama ama gue dan good looking terus lo paksa-paksain buat kenalan sama gue?" selidik Anggia panjang.

"Iya..."

"Ya ampun..."
"Udah lah Ren, dengan lo jadi elo kayak biasanya juga itu udah cukup buat gue"
"Tapi udah lama gak liat lo ketawa selepas dulu lagi" senyum Rendy tipis.
"Hah?"
"Sebelom lo statis sama Adrian, lo kalo senyum atau ketawa lepas banget, apalagi pas sebelom bareng sama Adrian... Sori... Gue cuma pengen liat senyum itu lagi, dan kangen sama galak-galak kocaknya elo yang dulu... Sekarang elo terlalu surem buat jadi Anggia..." jelas Rendy panjang.

"Aduh Ren..."
"Enggak, gue serius, rasanya kayak bukan elo, dan gue kangen sama Anggia yang dulu, yang selalu ceria, selalu asal, bahkan lo ngambek-ngambeknya aja beda sekarang....." Rendy mengambil nafas panjang.

Anggia menatap Rendy dari balik matanya dengan ekspresi yang awkward. Dia lantas menyisir rambut pendeknya dengan jarinya.

"Kenapa lo kayaknya butuh banget gue gak surem lagi?" tanya Anggia tajam.
"Itu...."
"Apa lo pengen liat gue hepi terus lo hepi juga, supaya lo seneng juga?" tanya Anggia lagi.

"Bukan"
"Terus?"
"Gue cuma pengen liat lo kayak dulu lagi, udah, gak ada hubungannya sama perasaan gue" jelas Rendy.
"Pasti ada bagian dari diri lo yang seneng juga kan kalo gue seneng"
"Haha... Kalo gue ngeliat elo aja udah seneng sih... Mau lo lagi hepi, mau lo guling-guling di sawah, mau lo lagi nangis, mau lo lagi jomblo, mau lo lagi pacaran sama siapapun juga, gue ngeliat elo juga udah hepi....." senyum Rendy.

"Ren..."
"Serius... Gue gak ada maksud apa-apa selain bikin lo hepi, kalo buat gue sendiri cuma itu doang... cuma ngeliat elo juga udah cukup..." senyum Rendy.

Anggia menatap Rendy dalam, dan perkataan seperti ini sudah sering ia dengar dari mulut Rendy. Pernyataan yang mendekati ini, tapi baru kali ini rasanya semua maksudnya membuat hati Anggia sesak.

"Jadi, sori, gue gak akan ngenalin cowok lagi dalam waktu dekat, dan kalo lo emang mau gue cuma ada buat elo doang dan ngehibur lo kayak biasa, gue tentunya bisa..."

“Shut up” Anggia pun maju dan meraih bibir Rendy.

------------------------------------------

BERSAMBUNG
 
lho, pertamax!!! terima kasih suhu selalu memberi pelepas dahaga setelah lelah bekerja!!!
 
Terakhir diubah:
Makin gila tulisan lu suhu
Selalu bikin nagih

Makasih update nya suhu RB
 
Dan ternyata perjuangan Rendy g sia",, kena juga akhirnya Anggia

Ehh g kena ding,, orang yg nyosor duluan Anggia :cup:
 
Terakhir diubah:
Akhirnya di update juga.
Setelah sekian lama... anggia membuka hatinya untuk rendy
 
Motongnya las bangetu
Mungkin dari kejadian ini jadi titik baliknya Anggia sama Rendy buat saling menyatukan perasaan mereka
 
Bimabet
jadi ngebayangin dipagut anggia
terus pelan2 pelukan, lanjut ke ss
ssnya pasti smooth dan dalam, bisa 1 part sendiri
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd