Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG SIDE STORY (The Lucky Bastard - racebannon)

Setelah Anggia, mau bahas siapa?

  • Nica

    Votes: 76 16,6%
  • Karen

    Votes: 109 23,8%
  • Mayang

    Votes: 145 31,7%
  • Nayla

    Votes: 152 33,2%

  • Total voters
    458
  • Poll closed .
Status
Please reply by conversation.
Wah mulai ada sinyal nih,,
Serang Ren,,,,,!
Dan semoga si buaya darat segera mendapatkan balasan
:haha:
 
banyakin anggaia sama rendynya dong suhu , andrian mah gak penting
 
wkwkwkwk...

Yang pasti, seperti layaknya Lucky Bastard, semua adegan disini pasti ada maksud dan tujuan tertentunya. Inget kan jaman semua orang bosen dan muak sama adegan Karen? Kan itu emang sengaja biar akhirnya kita lega pas si Aku lepas dari Karen... wkwkwkwkwk
 
Ayo rendy kamu pasti bisa

don't let your dreams be dreams

just do it

#teamrendy
 
SIDE STORY
ANGGIA | PART - 9

timeline : PART 50 The Lucky Bastard

------------------------------------------

“Gak bener ini nilai kontraknya” keluh Adrian sambil membanting tubuhnya ke atas sofa. Vivi masih duduk dengan kaku di depan meja Adrian, sambil melihat-liat kesalahan di angka. “Kapal tongkang gitu doang masa langsung naik 50% harganya hanya dalam waktu sebulan” Adrian masih menggerutu sambil mengirim pesan singkat ke perwakilan yang di Kalimantan sana.

“Cek harga kapal sekarang naiknya berapa. Kalau gak sampe diatas 30%, gue potong kepala pimpinan lo disana.” Adrian lantas menaruh handphonenya di coffee table. Pasti si sontoloyo yang ditaro sama bokap disana main mata sama orang yang nyewain kapal. 20% kenaikan harga pasti dia ambil. Untung gue ada orang kepercayaan disana. Awas aja kalau ketauan. Adrian lalu beranjak, membuka cabinetnya dan mengambil sebotol wine dan dua gelas.

“Saya gak usah mas…” ucap Vivi sambil menelan ludahnya.
“Yaudah kalo ga mau. Gue pusing urusan-urusan kayak gini” Adrian menuangkan untuk dirinya banyak banyak. “Sayang di dalem gak boleh ngerokok… Gue turun dulu kebawah.. Lo coba bandingin deh trend kenaikan harganya dalam setengah taun terakhir. Ada yang sampe lewat diatas 50% gak Cuma dalam waktu sebulan. Ntar kroscek ama fakta di lapangan. Kalo sampe ketauan ada maen harga, gue sendiri yang ke Kalimantan, gue bakar itu semua kapal tongkang” gerutu Adrian sambil keluar ruang kerjanya dengan buru-buru. Ia lantas memasuki lift dan menggulung lengan bajunya. Sudah pukul 8 malam. Kantor sudah sepi. Sialan. Cob ague karyawan. Bisa teng go. Kalau anak yang punya ya gini. Dateng kudu pagi. Balik paling malem. Urusan printilan, urusan gede. Tokai.

Adrian berjalan di podium sambil langsung menyalakan rokoknya. Menghisapnya dalam-dalam. Telpon? Anggia.

“Ya?” jawab Adrian agak dingin. “Terserah kamu Nggi, aku ngikut aja. Kamu mau pake dress, aku pake jas, kalo batikan juga gak papa. Up to you. Ngikut” Adrian menghisap lagi dalam-dalam. “Iya, masih ada urusan ini, udah makan kok. Bye” another kawinan. Mantannya Nica. Kawin ama mantan pacarnya yang lama. Adrian hanya senyum.

------------------------------------------

“Gimana?” Adrian masuk kembali ke ruangannya sehabis merokok dua tiga batang.
“Eh? Paling gede kenaikan di 25% mas… Kalau ngeliat trend setengah tahun ya…” ujar Vivi tanpa berani menatap Adrian.

Oke. Tinggal nunggu sms dari Kalimantan besok pagi kali. Sms ke orang itu kalo abis maghrib suka gak dibales. Apalagi jam segini.

“Udah, istirahat dulu, sampe sini aja. Lo mau balik?” tanya Adrian dengan pusingnya ke Vivi.
“Iya mas”
“Tapi baliknya cepet amat, emang ada yang nungguin di kosan?” tanya Adrian sinis. Kepalanya pusing karena urusan harga kapal mendadak naik 30%.
“Gak ada mas…”
“Yaudah, udah makan malem?”
“Nanti aja di kosan”
“Nih minum dulu” Adrian menuangkan wine agak banyak ke gelas kosong, dan langsung menyodorkannya ke Vivi.
“Gak usah, makasih” senyum Vivi sambil memberanikan diri menatap Adrian.
“Terus dibalikin lagi ke botolnya gitu? Kalau udah kena udara bisa rusak tau rasanya kalo dicampur sama yang masih di dalem botol” keluh Adrian.

“Oh…”
“Yaudah gue yang minum kalo gak mau”
“Saya minum deh….”
“Gitu dong” Adrian tersenyum kecil sambil duduk di atas meja. Sialan, why can’t I resist… keluh Vivi dalam hati. Duh, ini wine apa ya? Kok enak banget? Bingung Vivi dalam hati.

“Itu Stonewell, Shiraz, 2003” senyum Adrian. Vivi kaget. Tampaknya Adrian bisa membaca air muka penasarannya.
“Enak”
“Iya lah, sebotol sejeti setengah” tawa Adrian kecil. Vivi agak tersedak. Damn. Mahal.

“Aduh, jadi gak enak mas…” Vivi menaruh cepat-cepat gelasnya di atas meja Adrian.
“Wah, terus dimasukin lagi ke botol berarti ya?” canda Adrian agak sinis. Kepalanya masih pusing.
“Oke-Oke… saya abisin”
“Nah, that’s better” Adrian tersenyum lagi.

Adrian berdiri, mondar mandir keliling ruangan, melihat ke luar. Aman. Dia lantas berdiri di belakang Vivi. Tangannya dengan lembut menyentuh bahu Vivi. Dia bisa merasakan tubuh Vivi sedikit bergetar, entah takut atau apapun.

“Makasih ya, selalu mau diajak lembur” bisik Adrian tepat dari belakang telinga Vivi. Rambutnya tersentuh oleh bibir Adrian. Sialan. Kenapa Vivi selalu tidak bisa menolak hal-hal seperti ini.
“Udah tugas saya mas…”
“Padahal kalau mau nolak boleh aja, gue gak berkeberatan asal alasannya jelas”
“Mas…”
“Kenapa?”
“Jangan”
“Kalau jangan kok gak ngehindar?”

Vivi menelan ludahnya. Bibir Adrian merayap di belakang kepalanya, menyisir rambutnya dengan lembut, perlahan. Tangan Adrian mendadak berpindah dengan lembut dari bahunya ke depan, menuju buah dada Vivi diam-diam. Vivi kaget, tapi tak bisa menghindar saat tangan itu meremas lembut buah dadanya. Bibir Adrian mendadak datang di leher Vivi. Dengan lembut, dengan gerakan yang luar biasa merangsang, dan aura yang menaklukkan.

Kenapa? Kenapa aku gak kabur? Kenapa? Kenapa tangannya yang nakal aku kasih privilege untuk raba-raba? Dua tangan?

“Ngghhh…” Vivi kaget saat kedua tangan Adrian meremas buah dadanya. Adrian lantas memutar kursi yang Vivi duduki, lalu tanpa aba-aba mencium bibir Vivi. Vivi kaget. Dan pasrah namun takut menerima ciumannya. Apa? Kenapa? Apa karena dia good looking Vi? Atau karena dia anak bos? Atau karena dia selalu bisa dapet apa yang dia pengen? Kenapa kamu ijinin? Kenapa tangan itu kamu ijinin raba-raba dan pegang-pegang? Kenapa sekarang dia bukain kancing kamu Vi? Kenapa kamu gak lepas ciumannya? Kenapa tangan kamu cuma ada di samping, diem kayak orang bego?

“Lo cantik: bisik Adrian saat dia berhasil melepas kemeja Vivi, dan menaruhnya di atas meja. Sekarang ia mencium Vivi lagi sambil mencoba melepas roknya. Lagi-lagi pasrah. Tapi kali ini Adrian membuka sesuatu juga.

“Jangan” Vivi bertahan dan menahan celana dalamnya.
“Kenapa?”
“Jangan….”
“Percaya sama gue… Oke?” senyum Adrian sambil mencium bibirnya erat. Sialan. Celana dalam itu ikut terbuka. Vivi dengan panik menutup daerah kewanitaannya. Adrian menciumi perut Vivi. Dengan lembut.

Habis. Habis. Kenapa kok rasanya pasrah gini. Apakah karena takut? Apakah karena dia begitu menggoda? Perasaan aneh Vivi diantara terangsang dan menangis membuatnya bingung harus bertindak apa, sementara dia sudah defenseless di depan Adrian. Hanya tinggal BH nya yang belum terbuka, sementara Adrian masih menciumi perutnya, dan bergerak ke bawah sambil menarik pinggang Vivi, agar posisinya memudahkan Adrian untuk melakukan oral seks kepada Vivi. “Mas…” Vivi tak kuasa saat kedua tangannya dipegang dengan lembut dan dipindahkan tempatnya. Daerah kewanitaannya sudah tidak punya perlindungan lagi.

“Lo tau? Kapan perempuan itu keliatan paling cantik?” bisik Adrian sambil menciumi pelan-pelan tubuh Vivi dan merayap ke area tersebut.
“…. Gak tau….” Bisik Vivi lirih, sambil merasakan rangsangan yang lama sudah tidak ia rasakan dari lelaki.
“Pas lagi telanjang”

“Aaah….”

Pada saat itu Adrian mulai mengerjainya. Lidah Adrian bermain di permukaannya, menjilatnya dengan lembut. Sepertinya tidak ada celah di bibir vagina Vivi yang lepas dari lidah Adrian. Perlahan tapi pasti, tubuh Vivi yang tadinya tegang, terbawa rileks, karena tidak mungkin ia menikmatinya jika ia tidak rileks. Rileks secara otomatis. Otomatis terhanyut, terbawa, dan terbius oleh kata-kata manis dan perbuatan-perbuatan merangsang Adrian. Mungkin ini saatnya dia menyerah, apapun konsekuensinya.

“Mas… ahh…” Vivi terbawa oleh permainan lidah Adrian. Tangannya pasrah, dipegangi oleh Adrian. Lidah Adrian terus membasahi bibir Vaginanya, terus dan terus. Meliuk-liuk di semua lipatan kulit dan daging. Menjelajah daerah-daerah yang jarang disentuh. Merasuk, merangsang dan menjalar. Kulitnya yang lembut mendadak merinding. Stimulasi macam apa ini.

“Suka?” tanya Adrian nakal. Vivi tak menjawab, ia terlalu sibuk menghadapi semua rangsangan ini. Adrian kini malah meraba daerah kewanitaannya dengan tangannya. Sementara satu tangan lagi berusaha membuka pengait bh Vivi. Dia pasrah, dan kini ia telah telanjang bulat di ruangan Adrian. Dengan tak sabar Adrian lantas menciumi buah dada Vivi, dengan perlahan. Dia cium perlahan, mulai dari tengah, merayap sedikit demi sedikit ke pusat rangsangan. Puting Vivi sudah sedemikian sangat majunya karena rangsangan yang ia terima, selain itu juga rasanya luar biasa dinginnya.

“Lo kedinginan?” tanya Adrian.
“Iya….” Vivi mengangguk lemah.
“Let’s heat things up” senyumnya ke Vivi. Mendadak Adrian berdiri, melepas bajunya, kancing demi kancing dengan disaksikan oleh Vivi. Sial. Atasanku yang flirty ini bakal telanjang di depanku? Gimana dengan pacarnya? Gimana dengan kedepannya?

Vivi terperangah melihat lelaki ini telanjang di depan matanya. Atasannya ini tersenyum, lalu menarik lembut tangan Vivi dan meredupkan lampu ruangan. Ia membawa Vivi ke arah sofa. Sebelum mereka duduk, Adrian memeluk Vivi dengan lembut dan menciumnya. Vivi dengan pasrah dan gemetar menerima ciumannya. Tangannya tidak merespon, hanya terkulai di dalam pelukan Adrian.

“Takut?” tanya Adrian.
Vivi mengangguk.
“Orang cantik gak boleh takut” Adrian menunjuk ke jendela. Bayangan dirinya yang telanjang dalam pelukan Adrian terlihat samar. Memang terlihat indah, apalagi ditemani oleh cahaya malam kota Jakarta. Vivi kembali menelan ludah. Nafasnya berat dan dia mendadak kaget.

“Mas…”
“Sshh….” Bisik Adrian sambil tangannya meraba ke daerah kewanitaan Vivi. Tangannya merayap lembut, dan jarinya dengan serta merta masuk ke dalam lubang Vaginanya.
“Ngghh…” dia tidak dapat merintih lagi karena Bibirnya diciumi. Tangan Adrian masuk dengan luar biasa nakal dan leluasanya. Vivi belum pernah dirangsang segila ini. Tidak pernah ada lelaki yang berani untuk melakukan oral seks padanya. Belum pernah dia di fingering selama ini. Lubang kewanitaannya sudah sangat basah, sudah sangat siap untuk melayani Adrian. Tapi Adrian masih mempermainkannya, satu tangan memeluknya, satu tangan fingering, dan bibirnya dilumat dengan lembut. Lembut namun penuh nafsu.

Rasanya seperti ingin pingsan. Overwhelmed.

“Duduk ya…” Bisik Adrian. Vivi menurut. Ia lantas duduk dengan lemahnya di sofa, menghadap Adrian. Adrian menatapnya lembut dan menyentuh pipinya. Penis yang berdiri tegak itu terpampang dengan jelas di depan muka Vivi.

Dia bingung menghadapinya.

“Lo tau kan mesti apa?” bisik Adrian dengan lembut, seakan tanpa menyiratkan nafsu, walaupun semua gerakannya sangat merangsang. Penis itu menganggur. Berdiri tepat di depan hidung Vivi. Nafas Vivi terasa berat. Adrian telah memberinya rangsangan. Sepertinya dia harus membalasnya.

Vivi membuka mulutnya pelan. Perlahan. Dan dengan lembut penis itu masuk ke mulutnya. Sudah lama ia tidak melakukan ini. Perlahan tapi pasti, ia menyentuh penis itu dengan lingkaran bibirnya. Dengan canggung ia mengulum penis Adrian, dengan lembut dan ragu. Pelan, pasti. Kuluman yang canggung seperti ini justru lebih disukai oleh Adrian. Ada perasaan menjajah, ada perasaan memenangkan seorang perempuan. Vivi menutup matanya sambil menggerakkan kepalanya maju mundur. Tangannya bertumpu ke sofa, dengan gerakan yang sangat kaku dan berusaha teratur. Perasaan mual dan perasaan nafsu mulai bercampur di dalam diri Vivi. Dia tampak jijik pada dirinya sendiri. Di satu sisi ia merasa tersanjung karena diinginkan oleh Adrian.

Adrian memandang Vivi dengan jumawa. Perempuan yang jadi incarannya kini telah telanjang bulan di depannya, mengulum penisnya dengan canggung. Bentuk badannya yang indah, yang menonjolkan semua hormon kewanitaannya, disertai dengan keluguan dan kepolosannya. Semuanya tampak luar biasa di hadapan Adrian. Vivi masih menutup matanya, sementara penis Adrian terus dengan nikmatnya bergerak di dalam mulut Vivi. Tangannya membelai lembut rambut Vivi.

Penis itu lantas keluar dengan basahnya dari mulut Vivi.

Adrian lalu duduk di samping Vivi. Menciumnya dan meraih wajahnya "Trust me, i'll be gentle" bisik Adrian. Adrian meraih paha Vivi dan menariknya ke pangkuannya. Vivi tenggelam dari terhanyut. Terhanyut dalam bisikan dan ciuman palsu. Terhanyut oleh ilusi.

"Aah... Nggh..." Vivi meringis saat penis Adrian masuk dengan perlahan di vaginanya. Adrian memeluk tubuhnya, dan duduk di pinggir sofa. Adrian menggerakkan badannya, sehingga gerakan penisnya terasa dengan nikmat di dalam tubuh Vivi. "Mas... ahhh... ahhh...." Vivi memeluk Adrian dan melihat bayangannya di kaca. Ini terjadi. Terjadi dan nyata. Dia membiarkan tubuh telanjangnya dipeluk, membiarkan Adrian menggauli dirinya. Membiarkan penis itu menghunjam perlahan, masuk ke dalam dirinya.

Malu. Ingin. Malu. Ingin. Vivi melihat bayangan dirinya di kaca, Adrian menggaulinya, mencium buah dadanya, meremas pantatnya, membalik badannya, menghunjamkan penisnya dengan segala kenikmatan yang sudah lama ingin ia rasakan. Tapi tidak seperti ini. Ini skandal. Ini terlarang. Tapi terlambat. Ia sudah terlanjur setuju. Terlanjur terhanyut. Terlanjur mengiyakan. Mungkin ini jadi hal yang paling disesalinya seumur hidup.

Posisi mereka sudah berubah. Vivi kini mengangkang di bibir sofa. Adrian bertumpu di lututnya seraya terus menghunjamkan penis dengan lembutnya ke dalam Vagina yang lembab itu. Vivi menutup matanya, mencoba membayangkan pria lain. Mantan pacarnya, siapapun. Tapi yang ada dalam pikirannya hanya Adrian. Ia membuka mata, melihat Adrian yang dengan penuh percaya dirinya sedang menggaulinya. Dia melihat sendiri bagaimana tubuhnya dipermainkan. Digendong-gendong, dirubah posisinya, ditunggingkan. Serasa diperlakukan sebagai barang. Tapi di satu sisi, adrenalin dan kegilaannya membius.

------------------------------------------

Gila. Berapa lama? Vivi sudah kecapaian. Dirinya berasa seperti dipermainkan. Ia berbaring di atas sofa, sementara Adrian terus mempermainkan lubang vaginanya dengan jari. Ia sudah lemas. Orgasme sudah beberapa kali ia rasakan. Ia tampak kelelahan. Tapi Adrian tampaknya masih belum selesai dengan dirinya. Badannya sudah agak basah oleh keringat. Tampaknya semua posisi yang mungkin dilakukan sudah dicoba. Sudah dikaryakan. Sudah dilaksanakan.

Ini gila. Sudah hampir tengah malam. Sudah berapa lama mereka berdua bergumul di dalam sana?

"Sini" Adrian menyuruh Vivi duduk. Adrian menyodorkan kembali penisnya ke Vivi yang sudah terlalu lelah. Tangan vivi memeluk pinggang Adrian dengan lemasnya. Mulutnya kembali melingkari penis Adrian. Kembali seperti semula. Adrian membiarkan vivi mengulum dan menjilati penisnya. Dia akhirnya mengendurkan pertahanannya. Sudah cukup malam ini. Satu lagi sudah berhasil ia taklukkan.

"Gue mau keluar" Adrian menarik penisnya dari mulut Vivi. Dan Vivi masih bertanya-tanya apa yang selanjutnya akan terjadi. Tiba-tiba tertumpahlah, cairan sperma tersebut di muka Vivi. Menetes, membuatnya kaget. Adrian tampak mengeluarkan sisa-sisa tetesan sperma di muka Vivi. Dia tidak dapat menghindar. Tidak juga dapat mengelak. Cairan hangat itu tumpah di mukanya. menetes lewat dagunya ke buah dadanya, ke badannya. Sejenak ia melihat bayangannya di kaca jendela, dengan telanjang bulat dan berlumur sperma.

Damn. I'm his slut now...

------------------------------------------

“Hebat, baru balikan langsung kawin...” gumam Adrian yang sedang berbaring telanjang bulat di atas kasur dengan malasnya.
"Ho oh..."
"Emang dia sukanya mah sama si dokter ini ya?"
"Iya" Anggia berbaring di atas tubuhnya, memeluk Adrian dari belakang. Anggia menjawabnya sambil mencium punggung Adrian.
"Hebat" jawab Adrian lalu beranjak, menuju kamar mandi.

Anggia hanya bermuka datar saja. Gitu amat reaksinya. Yang nikah bukan elu, bukan sodara elu, ini yang mau nikah sobat gue. Salah satu orang paling baik di dunia sekaligus spesialis galau tingkat dewa. Galau dua taun gara-gara cewek yang mau dia nikahin sekarang. Emang kalo yang namanya cinta, orang jadi pemaaf banget. Pengen gue dibela-belain segitunya ama cowok. Bukan dijadiin aksesoris kayak sekarang. Kalo komplen juga tai banget. Komentarnya cuma "Oh ya?" "Masa sih?" garing. Apa putusin aja ya sekarang? Tapi ga ada untungnya juga. Garing.

"Driiiii" teriak Anggia sambil berguling.
"Ya?" jawabnya pelan dari dalam kamar mandi.
"Temenin aku cari baju yuk buat kawinan"
"Boleh"
"Tapi awas kalo dibeliin"
"Yakin kamu lebih cepet dari aku ngeluarin kartu kredit?"
"Ih" kesal Anggia. Buat apa sih dibeliin terus. Kali ini udah gak bisa ngehindar dari pergi-pergi lagi nih. Damn.

------------------------------------------
------------------------------------------
------------------------------------------

"Haloo aduuuh... cantik banget sih dokter satu ini" Anggia memeluk Dian di pelaminan. Dianti Wisesa Paramita. Mereka saling mencium pipi.
"Nah, kalo yang ini, gue cium gak ya pipinya" lirik Anggia sinis ke arah sahabatnya yang berdiri di sebelah Dian.
"Sok aja kalo berani" ledek Dian ke Anggia sambil memasang kuda-kuda sok lucu.
"Gue cium duluan aja yang ini" Sahabatnya mendadak mencium pipi Dian pelan.
"Duh ntar riasannya luntuuur" keluh Dian.

"Gila lo berdua" senyum Anggia.
"Dah gih, jangan bikin macet, buruan sana, tar dipanggil kalo mau foto ya?" ujar sahabatnya.
"Dingin amat sama gue" Anggia pun berlalu dan segera bersalaman dengan orang tua sahabatnya itu. Adrian mengikuti dari belakang.

"Anggia kapan nyusul?" bisik ibu sahabatnya.

Sore hari di hari minggu itu. Dharmawangsa. Pernikahan sahabatnya Anggia dengan Dian. Yang hadir memang sengaja tidak terlalu banyak. Tapi teman-teman terdekat yang memang intim dan saling mengenal.

"Doain aja tante..." balas Anggia sambil tersenyum manis. Dia lantas menggandeng Adrian dan berlalu, ke arah kerumunan alumni kuliahnya. Ada Rendy disana. Anggia melirik ke Rendy sambil memberinya tanda dengan matanya. Ke arah Adrian. Rendy senyum dan mengerti tanda itu. Itu tanda "Tolong, cowok gue udah mulai cuek".

"Eh kalian" Rendy menghampiri mereka berdua. "Telat amat datengnya gak dari awal?" sapa Rendy lagi.
"Yah, macet, salah perkiraan waktu" Adrian tersenyum.
"Eh kok gak liat Arya ama Anin?" tanya Anggia.
"Manggung mereka Nggi, bentrok"
"Oooh..."
"Maklum lah, mau keluar album baru"
"Gitu yah"

"Jadi juga ya" senyum Rendy ke Anggia.
"Banget, seneng liatnya, liat mukanya hepi gitu, biasanya sehari-hari surem"
"eh Adrian mana?"
"Loh kan? Ah kampret! Ilang lagi tu anak. Pasti lagi ngerokok di luar!" keluh Anggia.

Anggia melipat lengannya di balik dress batiknya. Tampangnya menjadi semakin judes. Oke. Di kawinan adek lo boleh gue ditinggal-tinggal. Ini di kawinan temen? Mampus. Kalo gue berantem disini jadi drama gak ya. Sialannya gue malah ga pernah berantem kayak gitu sama Adrian. Dia selalu bisa ngehindar atau diem diem aja dan sok kalem. Atau sok bego. Dasar anak manja. Berasanya aja udah gede, dewasa, mentang-mentang ini anu lah. Tapi sekarang. Mana. Kayaknya cuma pengen enjoying himself. Gak bisa jadi pendamping. Apalagi pemimpin.

"Tuh balik lagi" tunjuk Rendy.
"Abis ngerokok ya?" sinis Anggia saat Adrian mendekat.
"Iya"
"Kok gak bilang?"
"Kirain udah tau" Anggia memutar matanya mendengar jawaban itu. Rendy hanya bisa meringis melihatnya.

"Mending kalian ambil makanan dulu deh, untung udah gak ngantri" senyum Rendy ke Adrian dan Anggia.
"Oke deh" Anggia beranjak dengan seenaknya. Adrian tampak tidak melihat tanda-tanda kekesalan Anggia.

Rendy melihat kondisi itu dengan sesalnya. Yah, mudah-mudahan hubungan mereka membaik. Mudah-mudahan Anggia bisa bahagia. Dengan siapapun. Dengan siapapun yang ia inginkan. Gue terus ada disini kok. Kalau lo butuh Nggi. Call me, chat me anytime.

Gue bakal selalu dengerin lo walau elo sama siapapun. Gue Janji.

------------------------------------------

BERSAMBUNG
 
Anggia (Josephine Anggia Tan)

copy10.jpg


Anggia's Outfit

jat_up10.jpg


Vivi

copy_110.jpg


Vivi's Outfit

super-10.jpg


Dian (Dianti Wisesa Paramita)

copy_o15.jpg


Dian's Outfit

dwp_fi10.jpg
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Gileee... dapet gantinya Gladys.. Poor Vivi... :(

Damnn.. ane kok lebih seneng caranya Mas Epan kalau deketin cewek yaah..

Nextnya.. kayaknya bakalan ada Drama Anggia Adrian neeh..
Bakalan berdarah darah gak nih.. :pandajahat:
 
Akhirnya ane sedikit tawh
Knpa Anggia jadian ma Rendy

Sifatnya Rendy emank gentleman bngts
Kalah total gue klo masalah ntuh...

:mewek:
 
wait masih agak panjang kan kayaknya ya,belum ketemu anin n arya di soundrenaline....
rendy...
ah sudahlah.....
:fiuh:
 
Bimabet
Ikutan komen disini ah.

Salut buat rendy. That's what a man supposed to do.

Entah knp dr jaman LB karakter rendy ini gw suka banget. Walopun bs dibilang apes tp dewasa nya ga kira2 klo lg jd temen.

Nggi.. mudah2 an lo cepet bahagia ya. :p

Btw vivi lucu juga. Tp gw tetep #team_ai..

Hihihi..

Update nya keren, ngelengkapin cerita LB n pelan2 nyambung ma MDT.

👍👍👍👍👍
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd