Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Sisil: Pacar Yang Tidak Adil

Lanjut dengan pov Sisil atau tanpa pov Sisil?

  • Pakai

    Votes: 251 78,2%
  • Tidak

    Votes: 70 21,8%

  • Total voters
    321
  • Poll closed .
Bimabet
SEGMEN DAG DIG DUG 9

Akhirnya dia mengajakku berbincang sampai kapan orang tua ku di Jawa Tengah.

"Sampe kapan bapak ibukmu di jateng." ta
"Gak tau kayaknya tanggal 8 pulang."
"3 hari lagi berarti?"
"Iya kenapa emang?"
"Gapapa. Sil, kemana BH sama CD yang tadi siang?"
"Jadi kamu sadar ada itu ya?"
"Sadar banget. Aku kalo di kamar mandi sambil tolah toleh eh ternyata ada punyamu haha."
"Udah aku taruh di bak kotor lah."
"Wangi Sil hehe."
"Hah? Apanya yang wangi?"
"Punya kamu?"
"Apanya sih yang jelas kalo ngomong!"
"Wadahnya ini Sil."

Ucap Anan sembari tangannya menuju ke payudaraku. Happpp. Tertangkaplah payudaraku pada tangan kirinya.

"Ehhh Nan?"
"Hahaha besar, ya wajar BH nya tadi aja besar."
"Ehh jangan gini Nan, kita ini temen."
"Aku dulu suka kamu, sampe sekarang pun aku suka."
"Apasih Nan ini bukan soal suka apa engga, ini soal batasan kita sekarang sebagai temen aja."
"Tanggung banget sih Sil, orang udah pas banget momennya haha."
"Jangannhhh Nan."

Aku semacam diajak kembali ke masa lalu. Dimana Mas Dana menyentuh payudaraku. Kini terulang lagi namun bukan Mas Dana atau Yanuar. Ini adalah Anan, seseorang yang statusnya sebatas teman. Yanuar yang statusnya pacar saja belum pernah meraih payudaraku menggunakan tangannya. Ini sudah kelewatan menurutku. Aku menyesal telah luluh selama seharian ini.

"Nan udah lepassshh."
"Udah, kamu tuh aslinya juga mau."
"Gak ya! Lepas!"
"Diem Sil empuk banget punyamu."
"Ahhhh Anan hoppp."

Anan tidak menggubris laranganku ataupun teriakan ku. Dia masih memainkan payudaraku menggunakan tangan kirinya. Tangan kanannya merangkul pinggangku. Tapi ada satu hal yang au sadari adalah, aku tidak mencegah perlakuan Anan menggunakan tangan ataupun tenagaku, aku hanya mencegah dengan omongan. Jika orang waras maka sebisa mungkin akan mencoba melepaskan diri dari situasi berbahaya dengan segala cara apapun itu. What happened to you, Sil?

Dia malah semakin merapatkan duduknya kepadaku. Aku merasakan remasan Anan semakin menjadi jadi. Digilir payudaraku menggunakan tangan kirinya. Irama remasannya pun bervariasi. Kadang kala dia lembut kadang kala dia kasar. Aku melihat dari ekor mataku Anan tampak memandangi wajahku bak seekor predator yang mengincar mangsanya. Namun yang terjadi padaku adalah diriku telah termangsa dan tertangkap sepenuhnya dalam pelukannya.

"Udah Nan jangan kayak gini, ini salah Anan."
"Eman banget Sil momen kayak gini aku ngelepas inceranku."
"Udah Nan kamu pulang aja."
"Gak mau, aku mau sama kamu disini."
"Tapi jangan kayak gini."
"Gak bisa Sil, ini udah kejadian ya kali berenti."
"Mau kamu apa sih Nan?"
"Mauku, kamu turuti mau ku Sil."
"Oke oke lepasin dulu."

Anan pun melepaskan tangannya pada payudaraku, sedangkan tangan kanannya masih merangkul pinggangku.

"Oke habis itu kamu pulang ya."
"Hmm apa kata nanti."
"Kan, aku takut sekarang sama kamu."
"Iya iya aku pulang nanti."
"Mau kamu apa?"
"Mau ku bermesraan sama kamu."
"Mesra gimana?"
"Aku pengen kita bercumbu."
"Udah itu aja ya, habis itu pulang."
"Iyaa."
"Yauda."

Dengan sigapnya, Anan memajukan wajahnya mendekati wajahku. Aku pun hanya bisa memejamkan matw menunggu apa yang terjadi. Dimulai dengan payudaraku yang telah digapai oleh tangannya. Tak berselang lama, bibirku terasa menempel dengan benda yang hangat dan basah. Itu pasti bibir Anan. Karena aku paham betul bagaimana bibir manusia. Hal ini juga karena aku sudah melakukan dengan Mas Dana.

"Mmuuahhh."
"Mmhhh."

Tanpa terasa akupun akhirnya mendesah. Dan sepertinya Anan pun mendengar suara desahanku. Terlihat intensitas ciumannya semakin meningkat. Kini dirinya terkesan brutal mencium bibirku. Remasan pada dadaku semakin kuat.

"Auhhh... mmhh."

Anan melepas ciuman pada bibirku. Lalu dia mengecup pipi kiriku. Setelah itu Anan memandangi wajahku. Aku dapat melihatnya melalui ekor mataku. Aku sangat malu bahwa tubuhku terjamah oleh teman masa laluku sendiri. Berpikir bahwa hal ini akan terjadi pun sama sekali tidak ada. Tapi takdir sepertinya memberi jalan untuk dia dapat menjamah tubuhku.

Aku mencoba memberanikan diri menatap wajahnya kali ini.

"Jangan diliatin gitu, aku malu."
"Kayak ke siapa aja."
"Ya kan kamu bukan siapa siapa."
"Bukan siapa siapa tapi dapat cium bibir hehe asik tau."
"Udah kan? Pulang dah sekarang."
"Eh masa gitu doang. 5 menit aja belum ada."
"Lah mau seberapa lama njir."
"Ya sampe kita sama sama nikmat."
"Udah aku udah nikmat. Yauda sana pulang."
"Kan kamu, aku kan belum."
"Duhhh apasih Nan pulang dah sana."
"Nanti dulu."
"Ambilin teh ku Sil."

Aku mengambilkan teh yang ada di meja tempat Anan duduk tadi, tapi tidak perlu sampai berdiri karena dapat dijangkau dengan tanganku. Tangan kanannya pun terlepas dari pinggangku, tetapi tangan kirinya meraih payudaraku lagi.

"Ehhh Nan. Sabar kenapa."
"Sabar? Oh berarti habis ini mau lagi?"
"Gak gitu."
"Halah sok sok an hahaha."
"Ahhh Anan."

Dia masih meremas payudara sebelah kiriku. Aku pun mengambil teh nya dan menaruh di meja depan tempat ia duduk. Lalu dia menyeruput teh yang mulai mendingin itu tapi dengan tangan kiri yang masih memainkan payudaraku. Sepertinya tidak ada puasnya dia bermain dengan benda kenyal milikku itu.

Kini dia berpindah duduk di belakangku. Kali ini kedua tangannya menjulur melewati samping tubuhku menuju ke arah payudaraku ini. Anan memainkan kedua payudaraku berputar putar. Dia meremasi setiap bulatan kenyal milikku. Gerakan berikutnya yaitu salah satu tangannya menyibakkan rambutku ke arah kiri hingga membuat tengkuk dan leher ku sisi kanan terbuka dengan luasnya. Tanpa basa basi, Anan langsung menciumi leher jenjangku.

"Uhhmmm geli Nan."
"Enak Sil?"
"Heemmhh."
"Lanjut ga Sil?"
"Terseraahhh kamuuhh."

Seperti mendapat lampu hijau, leher ku dicupang dengan lembut.

"ciuupphhh."
"Umhhh."

Aku sudah terbawa rasa nikmat karena perbuatannya. Vaginaku rasanya sudah mulai membasah. Kini aku tidak sungkan mengeluarkan desahan yang nanti jelas akan didengar oleh Anan."

"Aahhh."
"Uhmmm."
"Auhhhh."

Saking terlenanya, aku tidak sadar tangan Anan sudah ada di perutku. Bukan di luar, tapi di dalam bajuku. Tanganku yang tadinya menganggur, kini memegangi tangan Anan yang di dalam baju itu seakan tangan Anan untuk tetap disana. Tidak boleh naik ke atas dan juga tidak boleh keluar dari bajuku. Aku akui memang nikmat, tetapi harga diriku sebagai seorang yang tadinya menolak menjadi pertaruhan. Aku tidak ingin terlihat seperti orang yang mengingingkan hal ini lebih tapi dalam lubuk hatiku sebenarnya ingin Anan melanjutkan rabaannya kepadaku.

"Aku remes dari dalem ya."
"Enggak."
"Ayo dong tanganku udah di dalem ini."
"Gak Nan."
"Aku trabas aja dah."

Dan benar saja, tangannya sudah makin naik dari perut lalu meremas dadaku yang masih terbungkus BH tanpa menunggu persetujuanku. Aku berharap akan sampai sini saja dan semoga setelah ini dia puas.

"Mmmhhh empuk bangett." Puji Anan karena merasakan kekenyalan payudaraku meskipun masih tertahan oleh BH.
"Ahhhh." Aku hanya bisa mendesah.
"Enak Sil?" Tanya Anan.
"Gak!" Jawabku bohong.

Aku berbohong. Ini nikmat sekali. Aku merasakan apa yang dulu aku rasakan bersama mas Dana. Akhirnya setelah sekian lama, Tubuhku terjamah lagi oleh seorang cowo. Namun mirisnya, yang menjamahku bukanlah pacarku melainkan sebatas teman.

Di tengah lamunanku dan perasaan nikmat yang membuat mataku terpejam, ternyata tangan Anan sudah merangsek lebih jauh lagi. Tangannya sudah mulai masuk melalui bagian bawah BH ku. Jadi dia meremas tanpa perlu melepas atau mengangkat BH ku. Dia memainkan bulatan daging kenyal itu. Yapp akhirnya Anan menyentuh payudaraku secara utuh, skin to skin walaupun baju dan BH ku masih pada tempatnya. Lama kelamaan, putingku menjadi sasaran kejahilan tangannya. Dua puting mungilku yang agaknya sudah mengeras itu dipilin diputar serta dipijat pijat secara berirama. Mulai dari lembut sampai sedikit kasar. Sensasi berirama itulah yang membuat perasaanku dilanda kenikmatan.

"Uhhhhh. Gelii banget." Keluhku karena memang geli.

Leher belakangku menjadi sasaran berikutnya. Anan menciumi tengkukku dengan nafas yang memburu. Dia tampak ahli memainkan nafsuku. Dia pintar sekali menggodaku agar nafsuku tidak bisa dikendalikan. "Sepertinya dia akan berbuat lebih dari ini." Pikirku. "Tapi semoga saja tidak." Harapku.

"Mmhhhh, Nan udahhh, aku gelihh bangett gak kuatt." Rengekku manja.
"Enak kan? Enak lah pasti haha. Udah Sil kita cuma berduaan ini eman banget kalo selesai sekarang." Lagi lagi Anan selalu enteng dalam menjawab.
"Takut ada tetangga yang lewat." Ujarku dengan rasa khawatir.
"Gak kira, pada lebaran di saudara saudara pastinya." Jawab Anan.
"Takut ada yang bertamu ke rumah Nan." Sanggahku.
"Gak kira, pada tau kan kalo orang tua mu ke Jateng?" Tanya Anan.
"Gak tau, iya kayaknya." Jawabku tidak pasti.
"Yauda aman sih kalo gitu." Ucap Anan menenangkanku.
"Iya semoga ya." Jawabku seolah mengaminkan.
"Lanjut ya." Terus Anan.

Aku hanya mengangguk. What? Aku terlena dengan permainannya sampai sampai aku mengangguk. Melihat jawabanku, Anan pasti tersenyum lebar. Aku tidak bisa melihat wajahnya karena dia ada di belakangku. Tangannya masih asik meremas dan memainkan kedua payudara sekaligus putingnya. Aku tidak siap jika hal ini lebih lanjut.

"Sil." Panggil Anan.
"Apa?"
"Liat aku."

Aku menoleh ke belakang dan... Anan mencium bibirku yang sedari tadi hanya mengeluarkan desahan. Aku tentu membalas ciumannya. Bibir kami saling bergelut serta lidah kami saling menjilat. Aku melepaskan semua bunyi desahku. Aku mulai mengurangi rasa canggungku. Aku hanya ingin menikmati ini dan berharap permainan ini segera berakhir.

"Gemes banget akhirnya kesampean Sil." Ujar Anan setengah setengah dengan posisi masih bibir menempel.
"Mmhh kesampean apa?" Tanyaku penasaran.
"Kek gini."
"Diem."
"Kenapa?"
"Maluu lahh mmhh."

Bayangkan lagi ciuman bibir tapi masih menyempatkan untuk berbincang. Tapi bagiku itu sangat romantis karena kami berdialog sedekat itu. Tapi setelah itu, Anan melepas ciuman bibirnya. Lalu dia menciumi pipi kananku. Posisiku masih di depan Anan. Tapi setelah itu dia memintaku untuk berbalik untuk menghadapnya. Lalu tangan kanannya meremas payudaraku. Aku kali ini hanya diam tidak melawan. Aku biarkan saja dia melakukan itu.

"Tadi BH sama CD mu wangi banget Sil." Ucap Anan yang membuatku senang karena dipuji dan malu.
"Dah tau, tadi kamu udah bilang."
"Tadi kan BH nya, yang aku maksud CD nya juga wangi haha."
"Nan aku malu seriusan."
"Gausa malu punya barang wangi gitu."
"Berarti kamu cium juga CD ku?"
"Iya dong tanggung kalo cuma BH, tapi tenang ga aku apa apain kok barangmu itu haha. Tapi aku tadi sempet gesek gesekin di manokku heheh."
"Hah? Gila kamu!"
"Maaf haha udah tanggung ngeliat barang bagus orang yang disuka."
"Pantesan lama di kamar mandi. Terus kamu apain lagi?"
"Udah sih cuma aku gesek gesek ke burung tapi aku ciumin dulu biar gak kena bau manokku haha."
"Ngawor emang."

Dengan masih meremas payudaraku, dia mengajakku berbicara.

"Boleh nginep ga Sil?" Tanya Anan meminta.
"Jangan ngawor deh." Jawabku tegas.
"Aku capek mau pulang."
"Rumahmu deket Nan jangan ngawor."
"Tapi mager mau pulang."
"Gimana ya, jangan deh Nan."
"Gak peduli, aku masukin dulu ya motornya."
"Nan jangan gila."
"Gak ngurus haha."

Anan berdiri dan keluar menuju ke halaman rumah. Sepertinya dia benar akan memasukkan motor ke rumahku. Dan memang benar, dia mendorong motornya masuk ke rumahku.

"Beres deh hahaha." Tawanya sangat girang.
"Emang aneh." Ucapku ketus.

Dia lalu menerkamku lagi. Memelukku dengan penuh perasaan. Aku tiba tiba merasa sangat nyaman di pelukannya.

"Sil makasih ya." Tutur Anan tiba tiba mengucap terima kasih. Entah untuk apa.
"Buat apa?"
"Makasih udah ngebolehin aku berbuat kayak gini."
"Sama sama, aku juga makasih."
"Makasih buat apa?"
"Udah diajak healing."
"Oala, iya."
"Aku mau mandi Sil, tapi ga bawa baju ganti."
"Mau pinjam punya mas ku?"
"Iyaa dah. Tapi aku ga punya sempak ganti."
"Mau pinjem juga?"
"Gak usah, gak boleh tau minjem barang pribadi orang."
"Halah, barangku aja malah kamu ciumin."
"Hahaha gak sengaja, eh sengaja."

Lalu dia mencium bibirku dengan sangat manja dan penuh perasaan. Tangannya meremas pantatku yang sedari tadi belum dijamahnya. Aku membalas ciumannnya dan melingkarkan tanganku di pinggangnya.

"Jadi mandi Nan?" Tanyaku mengingatkan.
"Oh iya, jadi"
"Bentar tunggu sini aku ambilin baju."
"Aku ikut aja."
"Hmm iya dah ayok."
"Sambil jalan aku peluk kamu ya."
"Iyaa."

Dan kami berdua berjalan menuju kamar milik mas ku dengan posisi aku di peluknya dari belakang. Dengan seperti ini, tentunya langkah kami sangat lambat karena jalan kami tentu tidak seirama. Dia meremasi dadaku dari belakang. Dia juga menciumi rambutku yang baru aku keramasi.

Sesampainya di kamar, barulah dia melepaskan pelukannya padaku karena aku harus memilih baju. Anan ternyata pengertian sekali padaku. Dia duduk di atas kasur di kamar mas ku. Lalu aku mencari kaos yang cocok dan pas untuknya. Susunan baju mas ku ada tiga tingkatan. Paling atas kemeja, nomor dua kaos, nomor 3 celana. Jadi aku harus menungging untuk mengambil kaos di tingkatan kedua. Hal itu membuat Anan sepertinya gatal untuk menggerayaiku.

"Duhh Nan lagi milihin baju malah diremes." Keluhku manja
"Hahaha." Dia hanya tertawa.

Iya, Anan meremas bokongku karena posisiku menungging. Lalu dia berdiri di belakangku, menempelkan... Astaga penisnya mengeras. Sangat terasa di belahan pantatku. Tangannya menjulur ke depan meraih payudaraku yang bergelantung di balik kaos yang aku pakai itu. Satu tangannya berada di payudara satu lagi meremasi dadaku.

"Ehhh Nan jangan kayak gini, jadi mandi ga sih?" Aku mengeluh karena perbuatan Anan.
"Nanti dulu deh." Lagi lagi dia cari kesempatan.
"Hah nunggu apa?"
"Gak tau haha."
"Udah Nan lepasin ndang mandi kamu."
"Emoh."

Badanku ditariknya ke belakang lalu dia merobohkan badan kami berdua di kasur. Akupun ambruk menindih badan Anan, sedangkan dia di bawahku ambruk di kasur. Pantatku masih merasakan betapa tegangnya penis Anan saat ini.

"Sil bangun." Pinta Anan karena tubuhnya aku tindih.
"Ya kamu ngapain pake gini segala, berat kan aku?"
"Gak gitu. Ganti posisi."
"Haduh gimana lagi."
"Makanya bangun."

Aku malah penasaran dengan posisi yang dimaksud Anan. Akhirnya aku bangun dari badanku yang menindih dirinya. Lalu Anan duduk di tepian ranjang.

"Sini naik ke pahaku." Suruh Anan.
"Disini?" Aku menunjuk pahanya.
"Iya masa di mukaku." Candanya garing.
"Hahah ya mungkin aja kan." Aku terkekeh.
"Kan aku bilang paha dodol." Ucap dia sedikit ngegas.
"Sante dong." Ujarku meminta dia santai.

Akhirnya aku menduduki paha Anan. Lalu Anan mencium bibirku dan tentunya aku balas. Posisi tersebut tentunya bukan hal asing bagiku karena aku sudah melakukannya dengan mas Dana. Selanjutnya kami saling mencium bibir lawan kami. Anan dengan ganasnya ciuman diiringi tangan kirinya yang lagi dan lagi meraih payudaraku. Sedangkan tangannya membelai pipiku dan memegang tengkukku. Sedangkan tanganku berbalik memegang tangannya yang berada di payudaraku. Aku tidak ingin Anan melepas remasan pada payudaraku itu. Aku tekan tangannya untuk tetap meremas payudaraku.

"Boleh aku buka bajunya Sil?" Lagi lagi dia meminta lebih.
"Oh tidak bisa untuk yang ini." Jawabku melarang keras.
"Boleh yaaa!?" Anan memohon.
"Nonono." Aku tetap pada pendirianku.
"Hmm ya deh." Ucap Anan lesu.

Karena obrolan tersebut, ciuman kami sempat terlepas. Lalu setelah selesai obrolan dirinya mencium bibirku lagi. Lama sekali kami berciuman sampai akhirnya dia melepas ciumannya dan turun mencium leherku. Leherku diciuminya dengan sedikit memberi cupangan ringan yang tidak menimbulkan bekas.

"Ciuupphh."
"Mmhhh."
"Ciuupph... mwahh."

Bunyi ciuman, cupangan dan desahanku menghiasi pergumulan kami.

"Sil kamu wangi banget, aku tambah terangsang." Anan memuji ku.
"Aku gak parfuman padahal mmhh." Jawabku menyembunyikan rasa bahagia karena dipuji.
"Nah gak parfuman aja sewangi ini apalagi parfuman, gak mau lepas kayaknya." Anan lanjut memujiku.
"Gomballll. Udah ya turun ya." Terangku ke Anan.
"Cium bibir lagi." Mintanya dengan nada sangat manja.
"Ihhh suaranya manja banget padahal tadi kayak cowo sejati." Ucapku geli mendengarnya
"Hmmm gatau pengen manja aja." Ucap Anan yang semakin manja.
"Hiii geli banget Nan dengernya." Ujarku yang memang sangat menggelikan.

Akhirnya aku yang memulai untuk mencium bibirnya terlebih dahulu. Aku tidak gengsi untuk memulainya karena agar dia segera mandi.

"Udah kan?" Tanyaku memastikan.
"Iya." Jawab Anan singkat.
"Yauda aku milih baju." Tegasku pada Anan.
"Nungging lagi?" Tanyanya ambigu.
"Iyalah kan kaos mas ku di nomer dua." Jawabku sekenanya.
"Aku boleh berdiri di belakangmu ga kayak tadi." Minta Anan yang aneh aneh.
"Hmmm Iyaaaaaaa." Jawabku yang sudah tidak habis fikir dengan kelakuannya

Geli aku sebenarnya melihat Anan yang tiba tiba manja seperti itu. Karena aku mengenal dirinya sebagai Anan yang lugas tegas dan kaku.

Akhirnya aku menungging seperti tadi, sedangkan Anan berdiri menempelkan badannya ke arah pantatku, tapi lebih tepatnya selangkangannya. Penisnya masih saja tegak seperti tadi. Aku merasakan ada gerakan seperti menggesek dari Anan. Tanpa berpikir lama akhirnya aku memilihkan baju apa saja yang penting posisi kami segera berakhir. Namun sepertinya Anan melihatku sudah menemukan baju yang akan ku pinjamkan ke dia. Otomatis badanku akan bangkit dari posisi ini. Dengan sigap, Anan menahan punggungku yang hendak bangkit menggunakan tangannya. Selangkangannya menggesek namun dengan intensitas meningkat. Aku merasakan pantatku bahkan vaginaku yang meskipun masih terbungkus dengan celana ini bergesekan dengan penisnya yang meskipun dia juga memakai celana jeans.

"He Nan kok malah jadi gini." Aku mengeluh karena penismya sangat terasa di bawah sana.
"Enak banget asli." Ucap Anan kegirangan.
"Ndang mandiiii." Suruhku.
"Bentar satu menit." Anan menawar. Dikira pasar kali ya.

Aku pasrah, satu menit waktu yang singkat. Anan menggesekkan penisnya naik turun di belahan pantatku. Tangannya tidak tinggal diam. Tangannya meremas bokongku yang terpampang di bawahnya itu. Tangan yang menahan punggungku tadi berpindah ke arah pantatku. Alhasil kedua tangannya meremas pantatku secara bersamaan. Tentu sensasi yang ditimbulkan yaitu geli geli nikmat.

"Mmhhh... Ahhh."

Aku malah mendesah diperlakukan demikian. Anan tiada henti hentinya menggesekkan penisnya disana. Tanpa sadar ini sepertinya sudah lebih dari 1 menit. Bahkan ini sepertinya sudah 5 menit.

"Nan... Mmhh!?"
"Apa sayang?"
"Sayang sayang mbahmu, udah lebih satu meniitt."
"Iya sih jam tanganku aja udah 7 menit hahaha."
"Kan, udahhm mandi sana."
"Haha oke oke. Mana bajunya."
"Ya mana bisa ngasih orang masih nungging gini."
"Oh iya. Habis ni bokong besar banget, padahal pas SMP kecil."
"Diem."

Akhirnya aku pun bangun dari posisiku menungging. Aku menyerahkan kaos kepada Anan. Agar tidak curiga saat orang tua ku pulang nanti, aku akan meminjami handukku saja. Aku menuju kamarku dengan sedikit berlari agar tidak diikuti Anan.

"Nih handuk baru." Aku melemparkan handuk yang baru aku ambil dari lemariku.
"Handuk yang udah kepake aja gpp." Saran Anan.
"Hiii. Gak ada lah, wong di rumah sendiri."
"Nah yauda handuk punyamu."
"Gak."
"Daripada nyuci banyak."

Aku memikirkan sejenak ucapannya. Dipikir pikir memang betul apalagi kalau ada yang bertamu karena ini musim lebaran, lalu aku nyuci banyak di belakang lalu aku tidak bisa mendengar orang mengetuk pintu ataupun orang memanggil.

"Iya dah, itu di gantungan belakang handukku." Aku menunjuk ke arah handuk yang bertengger di gantungan.
"Okee." Jawabnya singkat.

Setelahnya Anan menuju ke kamar mandi. Aku pun ke dapur untuk membuat air minum dingin karena sedari tadi pulang aku belum minum, dan aku ingin yang segar segar. Sambil membuat minuman dingin, aku melamun mengingat kembali kejadian barusan. Aku deg deg an akan terjadi apa setelah ini kepadaku. Semoga tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.

Setelahnya aku membawa minumku ke ruang tamu sambil aku menyantap jajanan lebaran yang ada di atas meja. Aku ingin sekali bermain hp tapi saat ini hp ku sedang aku charge. Alhasil aku hanya bisa menunggu Anan selesai mandi. Cowo pasti tidak akan lama kalau mandi. Dan benar saja, dia mandi hanya 5 menit. Dia keluar dengan senyum yang terkembang di bibirnya. Wajahnya nampak lebih segar dari sebelumnya. Dia memakai kaos milik mas ku dan celana rangkepan milik dia sendiri. Aku pun juga sedikit terhipnotis dengan kesegaran yang ditampakkan wajahnya. Aku jadi siap kalau diapa apakan. Astaga apa sih sil!

"Huhhh seger banget. Lanjut ya habis ini." Ucapnya sambil mengeringkan rambut dengan handuk.
"Lanjut apa?" Tanyaku sok polos.
"Lanjut kayak tadi." Jawab Anan enteng.
"Gak." Aku menolak.
"Mesti deh nolak nolak haha." Jawab Anan menggodaku.

Anan pun sedikit berlari lalu menabrakku yang sedang duduk di lantai. Dia memelukku sangat erat. Aku mencium aroma tubuhnya wangi sabunku. Aku tidak kuat berlama lamaan seperti ini. Aku sebisa mungkin harus menahan nafsuku.

"Mmhhh kamu wangi Sil." Puji Anan kepadaku.
"Kamu jugahh mmh." Aku juga memujinya.
"Pengen cium kamu." Pinta Anan.
"Mmhh cium aja." Jawabku memberi lampu hijau.

What? Apa yang kamu ucapkan itu Sil? Anan mencium pipiku terlebih dahulu. Dia menciumnya dengan penuh penghayatan dan sepertinya lebih ke arah nafsu. Aku pun membiarkan dia menciumi pipiku sepuasnya. Lalu dia berpindah mencium pipiku sebelah satunya. Diciumi setiap inchi pipiku yang bare face ini. Iya aku tidak berias sama sekali. Aku juga tidak ekspek kalau akan jadi seperti ini.

Dan satu hal yang pasti tidak dilewatkan oleh Anan adalah tangannya. Tangannya selalu mencari gundukan besar di dadaku. Aku merasa sangat nyaman dan geli dirangsang secara bersamaan.

Setelah beberapa saat, Anan mulai melepaskan rangsangannya pada tubuhku. Aku kira dia sudah puas, namun aku terlalu cepat menyimpulkan. Tubuhku dimundurkan lalu disandarkan pada tembok ruang tamu dengan kondisi masih duduk seperti tadi. Dengan posisi seperti ini, dadaku membusung menantang untuk siapa saja memainkannya. Dan ya memang benar, akhirnya Anan memainkan lagi payudara ku. Dia meremas payudaraku dari luar sambil matanya menatap wajahku yang sangat terangsang.

Aku malu sekali ditatap demikian. Aku melirik wajahnya yang tersenyum seolah itu sebuah senyuman kemenangan.

Lalu tanpa diduga, Anan menurunkan kepalanya menuju ke dua bulatan payudaraku.

"Aaaahhhhhhhhh" Desahanku saat kepalanya mendarat di payudara sebelah kananku. Dia menciumi payudaraku yang masih terbungkus oleh baju itu. Lalu tangan kanannya memainkan payudara kiriku. Dirangsang dua hal sekaligus membuatku tak mampu merasakan nikmat ini semua.

"Mmmhhh aahhhh... geliii..." Begitulah desahku. Anan hanya fokus pada aktivitasnya. Lalu tangan kanan yang ada di payudaraku yang sebelah kiri disusupkan masuk ke dalam baju serta BH ku. Putingku yang masih di dalam baju sana diremas dan pelintiri oleh Anan dengan sangat gemas.

Anan menghentikan kedua aktivitas tersebut. Badannya kembali tegak namun tangannya kini menyentuh ujung bawah kain bajuku. Dengan sedikit terburu buru, Anan melepaskan bajuku dari bawah. Aku merasakan ada sedikit kekasaran yang dilakukan olehnya saat melepas bajuku. Sepertinya dia sudah tidak sabar. Aku membantunya dengan cara mengangkat tanganku. Dan akhirnya terlepaslah bajuku dari tubuhku. Tubuh atas ku polos dan hanya menyisakan BH yang masih menutup payudaraku.

"Ini dibuka ya Sil hehe." Ucap Anan memegang kaitan BH di punggungku.
"Malu aku." Jawabku yang memang malu.
"Malu apa sih Sill." Ucap Anan sambil meremas dadaku.
"Ahhhh ya Malu."
"Pake malu malu segala haha. Nihhh." Ucap Anan yang meremas lagi payudaraku. Dia seolah mempermainkan nafsuku dengan cara meremas payudaraku saat aku menolak BH ku dilepasnya.

"Lepas ya?" Tanyanya lagi.
"Hmm iyaa." Jawabku yang akhirnya pasrah.
"Yauda aku lepas." Lalu Anan berusaha melepaskan kaitan BH ku.
"Bisa ga, lama banget." Keluhku.
"Hahaha kok kamu ga sabar yauda sana lepasin sendiri." Goda Anan.
"Diem." Lalu aku melepaskan BH dengan mudahnya. Gini aja tidak bisa, dasar!

Akhirnya payudaraku terekspos keduanya dengan kedua puting mungil menantang untuk disantap. Seketika rasa malu ku yang baru saja hilang seperti dipanggil kembali. Bagaimana tidak, seseorang yang di depanku adalah Anan orang yang ku anggap teman tapi dia malah bisa melihat tubuhku, teman cewenya. Aku tidak mengira bahwa hubungan pertemanan kita akan sampai di titik ini.

Tangan Anan langsung meraih payudaraku yang kali ini sudah tidak berpenghalang lagi. Tangannya meremas dadaku dengan telaten dan penuh perasaan. Bulu kudukku berdiri tegak seperti tersengat listrik. Aku merinding karena tubuh bagian atasku yang terekspos dijamah oleh Anan.

"Ummhhhh... Ahhhhh." Desahanku keluar tidak mampu aku kontrol karena rangsangan bertubi tubi dilakukan kepadaku utamanya di dadaku.

"Enak Sil?" Tanya Anan yang tampaknya juga sange. Aku hanya mengangguk lemah tanda aku sudah dilanda birahi.

"Aku mau nyusu ya." Anan meminta izin kepadaku. Tanpa basa basi, tanganku meraih kepala Anan dan mendorongnya menuju ke payudaraku. Aku sudah terlalu berantakan sampai sampai aku tidak tahan. Kenapa sih minta izin, langsung aja dong harusnya!!!

Anan menyusu pada payudaraku yang sebelah kanan terlebih dahulu. Tangannya meraih payudara kiriku agar tidak dianggurkan.

"Ahhhh lega mmhhh akhirnya Sil." Anan meracau tidak jelas. Tapi aku menaksir bahwa dia merasa puas dan menang karena bisa menjamah tubuhku.

"Mmhhh... Sshhhh... Ahhhmm." Aku juga mengeluarkan desahan dari mulutku. Aku sangat menikmati perlakuan mulut Anan di payudaraku yang besar ini. Anan tampak lihai sekali memainkan bibir dan lidahnya disana. Putingku disapu menggunakan lidahnya, bulatan payudaraku diciuminya, tangannya meremas payudara sebelah kiri, hembusan nafasnya yang membuat payudaraku geli dan membuat tubuhku merinding. Mendapat perlakuan seperti itu membuat vaginaku terasa basah.

Anan berpindah mengulum payudaraku yang sebelah kiri, dan payudara yang sebelah kanan kini menerima kejahilan tangan Anan. Sama seperti sebelumnya, putingku disapu dan dikulum menggunakan lidah dan bibirnya. Putingku dipelintir dan ditowel towel menggunakan jari diselingi dengan remasan pada dadaku.

Mataku hanya bisa terpejam menerima rangsangan itu. Sesekali aku melihat wajah Anan yang sangat bernafsu menyusu pada payudaraku. Aku mengelus rambutnya yang halus dan lembut. Kadang saat di posisi aku merasa sangat nikmat, aku juga menekan kepalanya agar lebih dalam dan memberi kode agar Anan lebih ganas untuk menyusu di payudaraku. Aku sudah tidak sungkan lagi. Yang aku pikirkan hanyalah kenikmatanku semata.

Setelah cukup puas, kepalanya bangun dan melepaskan kulumannya dari payudaraku. Mata nya menatap kepadaku. Seolah paham kode, wajah kami saling mendekat secara bersamaan. Kami mencium bibir satu sama lain, lidah kami berpagutan dan bergelut dengan intens nya. Payudaraku lagi lagi menjadi sasarang kejahilan tangannya. Tapi tidak lama, tangannya turun menuju pangkal pahaku. Dengan posisiku yang duduk bersila, tentunya bukan hal yang sulit sama sekali bagi Anan untuk meraih vaginaku. Dengan sekali usaha, tangannya sudah berada di atas vaginaku yang basah.

"Ahhhh.." Desahku saat tangannya berada di vaginaku yang masih dibungkus utuh dengan celana.
"Basah Sil." Ucapnya sambil tangannya masih bermain di bawah sana.
"Gelii." Rengekku karena memang kegelian.

Tanpa basa basi, tangannya dimasukkan ke dalam celana panjang yang aku pakai malam itu. Dan sampailah tangannya pada benteng pertahanan terakhirku yaitu CD ku. CD ku terasa sangat lembab mungkin bisa dikatakan banjir bandang karena cairan vaginaku yang meluber akibat dirangsang oleh Anan. Tapi tiba tiba Anan menghentikan semua aktivitasnya.

"Sil di kamar aja gimana?" Tiba tiba Anan menawarkan sebuah ide.
"Huft huft huftt, terserah dah." Nafasku tersengal sengal ringan karena rangsangannya berakhir, namun aku sebenarnya tidak ingin berakhir.
"Yok." Ajak Anan.
"Gendong."
"Manja deh haha yauda ayok.

Anan menggendongku di bagian depan. Wajahnya sejajar dengan leherku. Alhasil leherku yang polos dimangsa dengan nafsu oleh Anan. Sampai kamar tubuhku dijatuhkan bersama dengan dirinya. Jadi posisiku sekarang ada di bawah dan Anan berada di atasku. Bibir kami bertemu lagi. Aku membalas ciuman yang ia luncurkan kepadaku. Kepalanya ku elus dengan penuh kelembutan, sedangkan Anan membelai dan mengusap rambutku secara lembut juga.

Setelah lama bergumul di atas kasur, tidak terasa sudah jam 10. Aku teringat Yanuar yang pasti menungguku. Aku akan pamitan akan tidur saja setelah ini karena aku yakin ini semua belum selesai.

"Bentar, aku ambil hp siapa tau ada WA." Alasanku.
"Jiahhh udah ga jomblo?" Tanyanya intimidatif.
"Gak gitu, siapa tau bapak ibukku WA." Jawabku sebisanya.
"Oh gitu." Jawab Anan dengan muka datar.
"Yauda tunggu."

Anan pun bangun dari atas badanku yang sedari tadi ditindihnya. Lalu aku berjalan mengambil hp ku yang sedang aku charge tadi dengan dada tanpa ada satupun penghalang dan tentunya membuat dadaku yang besar ini bergelantungan.

Ketika aku cek bateraiku sudah di angka 93 dan aku rasa cukup. Lalu aku melihat notifikasi hanya dari Yanuar dan grup kelas. Aku lalu membalas Yanuar mengabarkan kalau aku habis bersih bersih kamar dan sekarang aku izin akan tidur. Yanuar mengiyakan dan tidak lupa mengucapkan selamat malam dari jauh sedangkan disini ada yang memberiku kehangatan malam. Aku memainkan hp menjauh dari Anan agar dia tidak membaca chatku. Posisiku sekarang ini bersandar pada tembok dengan HP masih kondisi charger yang menancap di HP ku. Sedangkan aku memainkan HP ku dengan kondisi berdiri bersandar pada tembok. Otomatis dadaku dapat dilihat Anan sepuasnya. Saat aku bermain HP, aku sempat melirik Anan keluar dari kamarku. Lalu aku lihat dia kembali dengan Hand Bag nya.

Setelah aku rasa cukup bermain HP, aku mencabut chargerku dan ku taruh di atas meja belajar kamarku. Aku lalu melihat muka Anan yang juga sudah tidak bermain hp nampak cengar cengir melihatku.

"Sini." Panggilnya.
"Gak, mau ngapain juga." Jawabku nada ketus.
"Itu mau nyusu lagi hahah." Jawabnya sambil menunjuk ke dadaku.

Astaga aku baru ingat kalau aku sedang tidak memakai baju. Padahal cuma ditinggal main HP sebentar aku sudah lupa dengan kondisiku. Tubuh atasku polos tanpa benang penghalang sedikitpun. Reflek aku menundukkan kepala melihat tubuhku dan memang benar aku sedang tidak memakai baju. Lalu aku berjalan dan duduk di tepi ranjang di sebelah Anan.

Lalu tubuhku agak ku belakangkan, dan kedua tanganku menjulur ke belakang memegang kasur sebagai penopang tubuhku. Ini membuat payudaraku membusung dan menantang Anan untuk memulai kembali permainan. Aku hanya tersenyum setelah melakukan pose itu.

Anan yang tanpa perlu diperintah lagi langsung menyantap payudaraku dengan mulutnya. Secara pelan tapi pasti dia mengulum, memelintir, mencupang serta menggigit yang bisa dijangkau oleh bibir, lidah, dan giginya.

Aku yang lelah dengan duduk seperti itu, lalu mengarahkan tubuhku lebih mendekat ke arahnya. Tanganku ku arahkan ke pinggangnya. Oh iya sedari tadi Anan masih belum lepas baju. Aku penasaran dengan bentuk tubuhnya. Tangan meraih kain bagian bawah bajunya dan aku angkat sampai ke atas. Saat sampai di leher, Anan sejenak melepas kuluman pada payudaraku dan memberiku kesempatan untuk aku membuka bajunya. Dan pada akhirnya terlihatlah badan Anan yang ternyata kurus tidak atletis sama sekali itu. Perutnya pun bukan six pack tapi four pack hahaha.

Tanganku secara spontan meraih putingnya. Aku elus elus bagian yang katanya sensitif itu secara lembut sekali. Anan tampak setengah mati nahan geli.

"Rasakan tuh gelinya kayak apa." Batinku dalam hati
"Sil geliiii ehhh sampe merinding." Ucap Anan yang menggoyangkan badannya mencoba menjauhkan tubuhnya dari tanganku.
"Diieemmm." Ucapku dengan nada tinggi tapi tapi kesannya menggemaskan.

Anan pun hanya bisa menurut setelah aku berbicara demikian. Aku melihat Anan memejamkan mata menahan geli mati matian. Aku terkekeh melihat Anan yang tadi ganas sekarang seolah tak berdaya menahan elusanku pada putingnya.

Tiba tiba, Anan mencium bibirku dengan sangat ganas. Aku kaget dan belum siap menerima ciumannya tersebut. Aku gelagapan dan kaget dengan gerakannya yang tiba tiba itu.

"Mmmhhh kenapa Nan kok tiba tiba ganas gini." Tanyaku sedikit takutm
"Aku nafsu banget, nafsuku naik." Jawab Anan dengan nafas memburu.
"Mmmhh maaf." Desahku sambil meminta maaf.
"Mmhh gapapa." Jawabnya santai tapi masih dengan penuh nafsu.

Ciumannya yang ganas itupun akhirnya mampu ku imbangi. Namun intensitas belaianku pada putingnya mulai menurun karena harus mengimbangi ciumannya pada bibirku. Akhirnya kami berciuman bibir dengan sangat brutal. Dadaku kini menjadi sasaran amukan birahinya. Dadaku diremas dengan kasar tanpa ada gerakan lembut sedikitpun.

"Sakiittt." Rengekku karena remasannya sangat kuat.
"Biarin. Salah sendiri gelitikin pentilku." Responnya mencari pembenaran.
"Ya aku gemes pengen main juga." Aku juga memberi alasanm
"Yauda mainin dah, tapi susumu juga aku mainin haha." Tawarnya kepadaku.
"Mmhhh." Aku hanya bisa mendesah.

Aku tidak bisa fokus memainkan puting Anan karena aku juga berusaha menahan rangsangan yang dilakukan Anan di bibir dan payudaraku.

"Aaaahhhhh... Geliiihhhh..." Desahku yang sangat terangsang.

Vaginaku makin basah karena ulahnya. Tangannya yang meremas dadaku turun mencari vaginaku. Tidak tanggung tanggung, dia langsung masuk ke dalam celana sekaligus celana dalamku. Tangannya sudah sampai pada permukaan vaginaku tanpa dihalangi apapun. Kini dia fokus pada gosokan di vaginaku. Ciuman pada bibir dilepaskannya.

"Behhh basah banget empekmu Sil hahaha." Tawa Anan."
"Aihhhhhhh Nan." Racauku.
"Hahahaha jembutnya agak lebat di atas." Ledeknya.
"Diiemmmhhhh."

Anan menghentikan gesekan tangan pada permukaan vaginaku. Dia lalu berjongkok di hadapanku yang duduk di tepian ranjang kasur. Lalu ia melepas pertahanan terakhir yang ada di tubuhku. Diturunkannya celanaku sampai bawah. Kaki ku yang sudah lemas tidak mampu melawan. Kemudian menyisakan celana dalamku saja yang berwarna merah. Kaki ku direntangkan Anan. Lalu wajahnya mulai mendekat ke arah vaginaku. Aku sampai malu untuk melihat wajah Anan karena wajah Anan sudah sedekat itu dengan area terintim dan terlarang di tubuhku. Lalu aku merasakan vaginaku yang masih terbungkus CD itu dicium dan dikecup oleh Anan.

"Uhhhhhh." Desahanku tidak tertahan.
"Banjir banget." Kata Anan tantang vaginaku.
"Mmmhhh udah ya Nan tutup aja." Ucapku memohon.

Bukannya digubris, Anan malah melepaskan celana dalamku sebagai penghalang terakhir. Aku yang sudah lemas hanya bisa melawan sebisaku. Dan akhirnya terlepas sudah CD ku sebagai benteng terakhir. Aku sudah telanjang bulat di hadapannya.

"Hahaha ternyata temenku SMP badannya sebagus ini." Puji Anan terhadap tubuh telanjangku.
"Ahhhh Nan udah, aku malu." Ucapku menutup vaginaku tapi tidak niat. Aku lebih tepatnya menutupi rambut kemaluannya, sedangkan vaginaku tidak tertutup mungkin terhalang jari saja. Itu membuat Anan leluasa dapat melihat vaginaku seutuhnya.

Badannya kembali mendekat ke arahku. Aku diajaknya berdiri lagi. Setelahnya dia mencium bibirku. Aku meresponnya dengan mencium bibirnya balik. Terjadilah ciuman ganas dan penuh nafsu di antara kami. Perbedaannya dengan tadi kini aku sudah telanjang bulat sehingga Anan bisa merabai tubuhku dengan lebih leluasa.

Lalu secara perlahan dengan posisi masih berciuman bibir, Anan menuntunku untuk duduk di atas ranjangku lagi. Setelah duduk, kini aku ditidurkan dengan posisi bibir kami masih saling berbalas liur.

Posisi ku tentunya sangat menantang karena kini aku sudah polosan tanpa sehelai benang pun. Anan yang ada di atasku memegang kendali penuh percumbuan kami. Bibirku dilumat dengan lembut sekali. Tanganku meremas pinggangnya untuk menahan rangsangan yang diberikannya.

Setelah puas, dirinya bangun dari posisi yang tadinya ada di atas tubuhku. Lalu dia duduk di samping pinggangku. Nafasku masih terengah engah karena percumbuan barusan sehingga aku hanya bisa tiduran di atas kasur. Anan nampak memandangi wajahku dengan senyuman manis. Tidak lama, satu tangannya mengarah ke area vaginaku.

"Ahhhhhh." desahku karena bagian vaginaku tentunya sangat sensitif dengan sentuhan.

Vaginaku dielus dengan pelan di bagian permukaannya. Aku hanya bisa memejamkan mata. Sampai tidak terasa, satu jarinya mulai mencari lubang vaginaku. Aku yang sudah mengangkang dari tadi tentu menjadi kesempatan baik bagi Anan. Jarinya mampu menemukan lubang vaginaku. Aku merasakan sedikit demi sedikit jarinya mulai masuk. Posisi Anan yang duduk di tepian ranjang, mulai naik ke kasur lalu duduk tepat di hadapan selangkanganku dengan jari yang tidak dilepaskan dari lubang vaginaku.

"Sempit banget punyamu." Ucapnya memuji.
"Geliii." Ujarku sambil menahan geli.

Anan tidak menghiraukanku. Aku merasakan jarinya mulai bergerak maju mundur di lubang sana. Ini adalah pertama kali vaginaku dimasuki oleh sesuatu tapi bukan olehku apalagi pacarku, dia hanyalah sebatas temanku yang sedang memasukkan jarinya dan bermain main di dalam sana. Harga diriku seolah turun memikirkan kenyataan barusan.

Semakin lama jarinya semakin cepat memaju mundurkan di dalam vaginaku. Vaginaku tentunya makin banjir dibuatnya.

"ahhhh ahhh ahhh uhhhh mmhhh." Desahku yang tidak kuat menahan rangsangannya. Tanganku hanya bisa menggenggam sprei kasurku.
"Gila." Hanya itu yang mampu aku dengar yang keluar dari mulut Anan. Pandangannya tidak lepas dari vaginaku sama sekali.
"Ahhhhh udahhhh." Racauku memohon untuk berhenti.
"..." Anan tidak menggubris dan masih saja berfokus pada vaginaku yang mungkin di hadapannya ini adalah mainan barunya.
"Udahh rasanyahhh kayak yang mau pipisss" Ucapku dengan sedikit menjerit karena menahan geli dan nikmat ini. Mataku sampai terpejam antara malu dan nikmat.

Tidak lama, aku seperti akan mau kencing. Aku paham kalau aku bersuara pasti akan menjerit lebih kencang. Oleh sebab itu, aku menggantinya dengan menggigit bibir lalu mencengkram sprei dengan sangat erat.

"Mmhh mhh mmhh mhhh ahhh." Sebisa mungkin aku tetap menggigit bibir namun tak cukup kuat untuk membuatku tidak mendesah. Kencingku rasanya sudah diujung.

"Srrrrr...Srrrr....Srrrr." (fyi: saat itu, aku belum tau kalo itu namanya squirting. aku tau dari yanuar di kemudian hari)

Aku squirting di percobaan pertamaku. Dengan Mas Dana hubunganku tidak sampai seperti ini. Dengan Yanuar apalagi. Menyentuh bagian terlarangku saja belum pernah. Dan yang membuatku squirting pertama kali adalah Anan, temanku saja tidak lebih.

Orgasmeku yang mengucur deras mengenai area depan sekitar tubuh Anan membuat tubuhnya menjadi basah karena cairan orgasmeku. Tangannya dicabut dari dalam lubang vaginaku.

"Eh eh maaf ya Nan." Ucapku merasa bersalah sambil aku mengangkat kepalaku meskipun aku masih berbaring dan mengangkang mencoba melihat bagian depan dada Anan yang basah itu.
"Hahahahaha." Tawanya.
"Kok ketawa?" Tanyaku.
"Gapapa ini kan ulahku ngapain minta maaf hahaha." Jawabnya.
"Oiya ya, dasar." Ketusku dalam hati. Lalu aku merebahkan kembali kepalaku setelah berbincang singkat tersebut. Mataku setengah terpejam dan melihat langit langit kamarku. Aku tidak tau Anan sedang apa, tapi tangannya kini sudah berada di vaginaku lagi namun hanya diam tidak memberi rangsangan. Yang aku rasakan ibu jarinya mengelus pelan sekali klitoris vaginaku. Awalnya memang tidak memberi dampak yang besar namun lama lama pasti geli juga. Tubuhku lemas karena efek orgasme barusan. Mungkin efek healing hari ini juga.

Setelahnya Anan merebahkan diri di samping tubuhku yang sedari tadi juga tidur. Dan tidak terasa aku pun tertidur. Aku sempat melihat ke wajah Anan sepertinya dia juga mengantuk. Tangannya meraih ke gundukan payudaraku. Hanya dielus pelan dan tidak diremas. Setelahnya aku pun tertidur dengan masih dengan keadaan telanjang bulat.

Terakhir yang aku rasakan adalah pipi kiri, pipi kanan, dahi, bibir, kedua payudaraku dikecup secara berurutan. Sebenarnya nafsuku masih sangat tinggi, tapi rasa kantukku lebih dominan. Oleh karenanya aku memilih untuk memejamkan mata lalu tidur.

Bersambung...
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd