Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Sisil: Pacar Yang Tidak Adil

Lanjut dengan pov Sisil atau tanpa pov Sisil?

  • Pakai

    Votes: 251 78,2%
  • Tidak

    Votes: 70 21,8%

  • Total voters
    321
  • Poll closed .
PART 8B

Setelah kejadian itu, pertemananku dengan Safira sedikit renggang. Pertemanan ketika tidur yang aku maksudkan. Ketika melakukan kegiatan atau apapun itu selain tidur, aku masih baik baik saja dengan Safira. Saat sudah akan tidur, aku sudah jarang sekali curhat dengannya. Karena memang curhatannya pun sudah habis. Kami isi dengan hanya bercanda garing satu sama lain.

Lalu aku menyadari suatu hal. Safira, Wina, cewe bernama Sania, Ketua kelompok yang namanya Leon, dan satu cowo lagi bernama Syarif memiliki sebuah grup WA di luar grup KKN. Hal itu lah yang memicu aku mulai menjauhi Safira. Aku tidak suka KKN dibumbui dengan geng geng an seperti itu. Tapi tidak sepenuhnya aku menjauh dari Safira. Kami masih tetap sama sama dalam kegiatan tapi ketika tidur aku sudah mulai berpisah. Mereka berlima tidur dengan grup mereka. Pojok sebelah tembok diisi oleh Sania, disebelahnya ada Leon, sebelah Leon ada Syarif, dan sebelah Syarif ada Wina dan Safira. Bisa dibayangkan seperti apa. Terlihat tidak etis karena bagaimanapun, posko kami adalah sebuah bangunan tanpa ruangan. Jadi kami bisa melihat tidur satu sama lain. Masak pun juga di dalam ruangan, kecuali cuci piring ada di sumur.

Akupun akhirnya tidur dengan 2 cowo lainnya. Berjejer rapi tanpa ada cewe di kanan maupun kiri kami. Pada akhirnga geng gengan memicu yang lainnya membentuk sebuah geng juga. Akhirnya 6 cewe itu membuat gengnya masing masing terbagi menjadi 3 orang, sebut saja geng A dan B. Tapi tidak aku ceritakan tentang geng B melainkan geng A saja. Karena pada akhirnya aku didekati oleh geng A.

Waktu terus berjalan beberapa minggu. Aku sudah akrab dengan geng atau sebut saja "circle" baruku. Kami berempat sampai membuat grup juga yang isinya tentu 3 cewe dan aku sebagai seorang cowo sendiri. Dan akupun tidur di sebelah salah satu teman circle baru ku ini, namanya Airin. Harus diakui, bahwa aku lebih dekat dengan Airin daripada yang dua anggota circle ku yang lainnya itu. Karena keduanya sudah memiliki pacar sedangkan Airin belum. Oleh karenanya Airin dengan senang hati menerimaku untuk tidur di sampingnya. Aku tentu sangat tidak menyangka. Karena apa? Karena dia alumni pondok dan memiliki track record bagus. Sungguh aneh dia menerima cowo yang baru dikenal tidur di sampingnya.

Sehari-harinya aku memang lebih sering berbicara dengan Airin. Tapi aku pandai bersandiwara. Aku tetap berusah terlihat agar aku tidak terlalu condong dengan Airin, aku juga mencoba perhatian kepada dua lainnya. Tapi sering kali juga aku kebablasan dalam hal perhatian kepada Airin. Perhatian ku padanya sangat jelas terlihat. Aku merasa keduanya juga menyadari hal tersebut.

Lalu di suatu malam saat akan tidur dan lampu sudah dimatikan, aku mengobrol dengan Airin dengan merebahkan diri dan berhadapan. Aku berbicara dengannya tentu dengan berbisik agar tidak mengganggu yang lain untuk beristirahat.

"Rin kamu pernah pacaran ga?" Tanyaku.

"Pernah."

"Berapa tahun?"

"Dua kayaknya."

"Kok kayaknya, ga pasti banget jawabannya."

"Ya gimana ya, ada saat saat dimana cowoku ini menghilang terus datang lagi, menghilang lagi datang lagi, dan lebih banyak hilangnya daripada hadirnya. Sampai suatu ketika, aku yang udah muak, lalu minta kejelasan, dan dia pengen udahan. Yauda akhirnya udahan."

"Lama move on nya?"

"Lama sih 6 bulanan."

"Oh lama juga ya."

"Iya. Kamu udah punya pacar, kamu gak dimarahin pacarmu tidur sebelah cewe?"

"Dia gak tau."

"Wah wah nyembunyiin rahasia berarti hahah."

"Gapapa kan ga aku sama kamu ga macem macem."

"Iya siii hahah."

"Yauda yuk tidur aja."

"Yuk."

Akhirnya aku memejamkan mata mencoba untuk tidur. Tapi ada sebuah hal iseng keluar dari otakku.

"Tidur sambil genggaman tangan mau ga?" Tanyaku deg deg an takut ditolak.

"Boleh."

Aku kaget anak pondok yang sangat alim ini mau diajak genggaman tangan saat tidur. Lalu tanpa berlama lama aku pun meraih tangannya yang sebelah kiri dengan tangan kananku. Gerakan pertama yang aku lakukan yaitu merabai dan merasakan betapa halusnya tangan Airin. Lalu secara spontan, mencium punggung tangan Airin yang ku genggam itu. Reaksinya di luar dugaan. Dia hanya diam, tersipu malu dan tersenyum. Aku kira dia akan memukulku atau memarahiku. Lalu aku lanjutkan ciuman pada punggung tangannya secara berulang ulang.

"cphhhhh cphhhh cphhhh cphhh."

Tentu dia makin sangat tersipu malu diperlakukan demikian oleh ku. Setelah puas, akhirnya kami tidur dengan masih menggenggam tangan. Namun entah sampai kapan, saat bangun di waktu subuh sudah terlepas genggaman tangan kami tapi dengan posisi tidur masih berhadapan.

Makin hari, aku semakin dekat dengan Airin. Aku juga sampai jarang membalas chat dari Sisil dengan alasan KKN. Tapi kadang memang benar, karena ada suatu kegiatan sampai aku tidak bisa memberi kabar cepat kepadanya. Intinya sampai aku sudah benar benar free, maka akan ku balas chat Sisil. Dan tidak lupa sampai aku tidak sedang bersama Airin, barulah aku benar benar akan membalas Sisil. Ketika ada Airin maka seketika aku akan melupakan Sisil.

Lalu di sebuah malam, di saat akan tidur yang tentunya bisa ditebak aku tidur bersebelahan dengan siapa. Yap sudah pasti Airin. Seperti biasa kami mengobrol dengan cara berbisik bisik agar tidak mengganggu. Tiba tiba aku melontarkan sebuah pertanyaan kepadanya.

"Kamu dulu ngapain aja pas pacaran sama mantanmu."

"Gak ngapa ngapain."

"Dua tahun gak ngapa ngapain."

"Ya emangnya mau gimana?"

"Ya biasanya kan ada ciuman atau apa gitu."

"Itu kan kamu."

"Hehehe."

"Ketawa, berarti bener ya?"

"Hehe iya."

"Astaghfirullah Yanuar."

"Hehehe gapapa sekali sekali."

"Astaghfirullah."

Airin tidak berhenti berhenti mengucap istighfar. Aku tentunya canggung karena bicara dengan anak pondok perkara ini. Dia tentunya menjaga martabatnya sebagai alumni pondok.

Lama kelamaan, waktu demi waktu, hari demi hari, minggu demi minggu aku merasakan ada sebuah gejolak perasaan. Aku menyukai Airin. Bukan karena wajahnya melainkan hatinya. Hatinya betul betul lembut, baik, dan yang paling suka adalah kepolosan sehingga saat dia berucap tidak pernah berbohong. Lalu suatu malam saat akan tidur..

"War boleh ngomong ga?" Tanya Airin kepadaku sambil merebahkan diri menghadapku.

"Iya mau ngomong apa?"

"Sejauh ini perasaan mu ke aku itu seperti apa?"

"Kenapa tanya gitu?"

"Maap, mengganggu ya?"

"Engga kok kan cuma nanya kenapa."

"Ya gapapa, tapi aku rasanya mulai suka sama kamu."

"Serius kamu suka cowo nakal kayak aku?"

"Aku suka kamu karena hatimu kelihatan tulus, kamu kelihatan kayak orang penyayang."

"Itu cuma keliatannya, sebenernya aku tuh cowo ga baik, bajingan lagi."

"Tapi aku tetep suka sama kamu."

"Tapi emang kalo boleh jujur, aku juga suka kamu."

"Bohong, biar aku ga bertepuk sebelah tangan aja kan?"

"Serius aku suka kamu."

"Terus gimana pacarmu?"

"Kita jalani dulu aja ini."

"Hmmm."

Seketika mukanya yang tadi tersenyum ketika aku mengutarakan perasaanku, berubah menjadi masam ketika aku mengucapkan "jalani aja dulu". Tentu tidak bisa dipungkiri akan terasa sakit siapapun yang mendengar kalimat itu termasuk Airin tentunya. Tanganku menggenggam erat tangannya, tanda aku sangat sayang kepadanya. Aku ingin menjaganya. Aku tidak ingin merusaknya. Tapi setan tetaplah setan yang selalu menjalankan tugasnya menggoda manusia. Melalui nafsu, malam itu adalah malam yang tidak terduga olehku maupun oleh Airin.

"Aku boleh cium kamu ga?" Tanyaku dengan gemetar dan ragu. Dia hanya mengangguk. Lalu aku mencium pipinya dan keningnya.

"Cupphhhh cuppphhh cupphhhh"

Tiga ciuman mendarat di pipi kanan dan kiri serta keningnya. Genggamanku masih sangat erat. Lalu aku melepaskannya.

"Kalo cium ini boleh?" Ucapku sambil menunjuk bibirnya menggunakan jari tanganku yang ku buat menggenggam tangannya tadi. Tanpa diduga, dia memberi anggukan tanda lampu hijau kepadaku. Dengan perlahan dan malu, aku mulai memajukan wajahku mendekati wajahnya. Lalu mendaratlah bibirku di bibirnya. Dan aku mengecupnya tanpa mengulumnya karena dia tidak membuka mulut. Aku merasakan betapa lembutnya bibir dari Airin. Tapi aku lebih menyukai bibir Sisil, yang tipis, sedangkan Airin cukup tebal. Tapi rejeki apapun itu harus disyukuri. Hanya beberapa detik saja kecupanku barusan, lalu aku melepaskannya. Aku malu saat memandangi wajahnya di tengah kegelapan itu.

"Kamu udah ambil first kiss ku ay." Dia kini memanggilku "ay". Dan aku merasa sangat bangga karena mendapat first kiss dari seorang cewe. Tapi aku juga merasa bodoh karena melanggar janjiku untuk tidak merusaknya. Tapi nasi sudah menjadi bubur. Malam itu hanya itu saja kejadian yang kami alami.

Saat menjelang subuh, hawa di posko terasa dingin. Aku dibuat terangsang oleh keadaan tersebut. Hawa ingin menyosor pun tidak dapat terbendung. Dalam keadaan Airin masih memejamkan mata, wajahku pun mendekati bibirnya yang lembut itu. Dan tidak kusangka, Airin yang masih tidur ternyata membalas ciuman pada bibirku. Dan akhirnya terjadi saling mengulum bibir. Aku tidak menyangka dengan Airin aku bisa saling mengulum, sedangkan dengan Sisil aku tidak mendapatkannya. Sebuah perbedaan yang mencolok.

"cupphh cuphh cuppphhhh." Saat ciuman kami menimbulkan suara yang cukup keras, aku mencabut bibirku dari bibirnya. Aku tidak ingin kegiatan ku terpergok oleh yang lain. Ini sudah sangat fatal. Lalu aku menggenggam tangannya dan mencium keningnya. Selanjutnya aku melanjutkan tidur dan melepas genggaman ku padanya. Hal ini menjadi kekhawatiran bagiku, karena aku takut saat subuh nanti, teman temanku bangun lebih dulu dan melihat aku menggenggam tangannya. Karena selain itu hal yang sangat di luar batas wajar, mereka pun juga tahu bahwa aku sudah memiliki pacar.

Saat pagi, aku dimanja banget oleh Airin. Mulai dari mengambilkan ku makan, sampai membawakan piring kotor bekas ku makan. Aku melihat Safira seperti tidak senang dengan keakrabanku dengan Airin ini.

"Udah punya pacar juga masih aja ganjen." Ucap Safira kepadaku dengan sedikit sinis. Dan di sampingnya juga ada Wina.

"B aja."

"Yauda selamat bersenang senang."

"Oke."

Singkat cerita di sebuah malam, kami melakukan survey lokasi yang kabarnya akan dilakukan pavingisasi. Kami berempat belas menuju ke lokasi rumah ketua RT setempat. Aku tidak bersama Airin melainkan dengan salah satu anggota circle baruku karena dia memang tidak membawa motor. Dan hal ini juga agar aku tidak terlihat untuk terlalu akrab dengan Airin.

Lalu saat akan tidur, tanpa diduga Airin hanya mengenakan kaos lengan pendek, celana jeans lebar panjang, dan jilbab. Betapa putih dan mulusnya lengan Airin. Lalu kami mengulangi kejadian semalam, yaitu cium pipi kanan dan kiri, kening, dan tidak lupa bibir. Tentunya saat lampu sudah dimatikan dan semua sudah pada tempat tidurnya masing masing. Tentunya aku mengecek jika ada anggota yang lain masih bermain HP, aku tidak berani melakukan aksi, kecuali letak tidur anak yang bermain HP itu jauh dari kami berdua.

Aku mencium bibirnya sambil merabai lengannya yang halus itu. Tidak ada penolakan sedikitpun dari Airin. Lama kelamaan, tanganku sudah sangat gatal ingin memegang payudara Airin. Dan tanpa seizinnya, aku langsung meremas payudaranya. Kesan pertama ku pada payudaranya adalah, payudaranya lembut, besar, dan kenyal. Lebih kenyal dari milik Sisil. Aku merasa apakah memang seperti inilah payudara yang belum terjamah. Lalu setelah Airin sadar, dia mencoba menyingkirkan tanganku dari dadanya. Aku pun hanya menurut, takut jika dia risih. Lalu aku masih melanjutkan ciuman bibirku pada bibirnya.

"cupphhh cuppphhh cupphhh."

Kini aku lebih hati hati agar tidak menimbulkan suara yang keras. Perbedaan Airin dan Sisil adalah, Airin tidak mengeluarkan desahan sama sekali, berbeda dengan Sisil. Mungkin faktor tempat juga mempengaruhi hal tersebut.

Singkatnya saat pagi, aku bersama 4 cowo yang lain menuju ke tempat pavingisasi. Sedangkan cewe tetap di posko dan sebagian membuat kopi dan mengantarkannya. Ternyata tempat pavingisasi tersebut berada tidak jauh dari posko, padahal rumah pak RT cukup jauh ditempuh dengan motor. Akhirnya kami berjalan kaki saja berlima.

Saat sudah setengah jalan kami mengikuti kegiatan pavingisasi, datanglah Airin dan salah satu cewe kelompokku membawakan kopi serta gorengan. Aku melihat Airin masih menggunakan kaos lengan pendek yang dipakainya tadi malam. Disana banyak yang melakukan kerja bakti, dari yang muda sampai tua. Aku cemburu ketika Airin menjadi tontonan oleh mereka. Bahkan aku mendengar perbincangan dari beberapa pemuda.

"Anjir yang kaos abu abu mulus banget lengannya, Dadanya gede meskipun ketutupan jilbab." Ucap seorang pemuda

"Iya aku juga liat tadi." Tambah pemuda lain.

"Asli mulus parah mukanya juga boleh banget." Ucap yang keliatan agak resek penampilannya

"Pasti bunyinya cepok cepok pas dihiya hiyain hahahah." tambah pemuda keliatan yang resek itu

"Hahahahaha." Yang lain tertawa bersama.

Aku tau maksud dari "dihiya hiyain". Itu adalah pengganti dari kata "bersetubuh". Aku mendengar pembicaraan tersebut menahan tegang pada penisku dan cemburu. Cemburu? Apakah aku benar menyukainya bahkan mencintainya? Apakah aku mengkhianati Sisil? Aku dilema dengan perasaan yang kurasakan. Tapi aku bangga mampu mendekati cewe yang ternyata sangat memiliki daya pikat di mata cowo. Aku tidak tau harus apa. Aku hanya harus menjalaninya saja.

Bersambung...
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd