Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Siska..[ Tamat ]

*Update ( Last Part )

***

Hari yang dinanti telah tiba, dimana aku akan melamar Siska didepan mamanya. Aku sendiri mengajak ayah yang sudah kujemput dari kampung sejak kemarin. Ayah terlihat sangat bahagia mendengar kabar ini, dan aku juga sangat bersyukur mempunyai sosok seperti ayah yang sangat bijaksana, beliau tidak mempermasalahkan apabila calon menantunya adalah seorang janda yang sudah mempunyai anak. Aku sendiri sudah memantapkan hati untuk menentukan pilihan ini, dan aku sangat yakin bahwa Siska sebenarnya adalah wanita yang baik, hanya keadaanlah yang membuat dia memilih pekerjaannya. Ditambah wajah Stefani yang selalu terbayang, anak yang cerdas yang seharunsya dia berhak mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tua. Karena aku sendiri merasakan bagaimana di usianya yang hanya diasuh oleh ayah. Ejekan dari teman – teman sekolah, dijauhi bahkan sampai cacian dari orang tua temanku seakan sudah kenyang aku dibuatnya. Tetapi sangat beruntunglah aku mempunyai seorang ayah yang begitu sabar, beliau selalu mengajarkan kuat dan tabah sedari aku kecil.

Segala sesuatu sudah kupersiapkan untuk berkunjung kerumah Siska nanti malam, terlihat ayah sedang duduk dikursi teras rumah sambil menikmati secangkir kopi dan rokok kretek ditangannya. Baru saja aku hendak berjalan menuju teras untuk menemani ayah, ponselku berdering. Kuraih ponsel disaku celana, aku lirik layarnya terlihat nomor tidak dikenal.

A : “ Halo selamat siang, siapa ya?..” tanyaku penasaran

M :” Siang mas...aku Mirna, masih ingat aku nggak?”

Aku terdiam sesaat dan sedikit terkejut setelah mendengar siapa yang ada diseberang telepon

M :”Halo mas...”

A :”Eh..iii..iya, ini Mirna temannya Dina waktu itu kan?” Tanyaku gugup

M :“Syukur deh, kalau mas masih ingat aku..”

A :”Ingatlah, bagai mana kabar kamu Mir?”

M :”Baik mas, hm...mas Heri ada waktu gak siang ini?” Suara Mirna terdengar lirih

A :” Ada apa Mir?”

M :”Kita bisa ketemuan gak mas, aku ingin ngobrol serius sama mas Heri”

A :”Wah, gimana ya...”

M :”Pliis mas, sebentar saja,” terdengar suara mirna memelas

A :”Baiklah, kita ketemu dimana?”

M :”Di cafe saja ya mas, dan gak jauh kok dari tempat mas tinggal, nanti aku sms alamat cafenya”

A :”Oke deh, aku akan menemuimu disana..” Ucapku

M :”Terima kasih ya mas..aku akan tunggu mas Heri...”

“klik...” Sambungan terputus.

---

Kupacu motorku menuju alamat cafe yang telah dikirim Mirna lewat pesan singkat. Ditengah perjalan aku dilanda rasa penasaran yang luar biasa, karena semenjak Mirna dan Dina menginap dirumahku tiga bulan lalu, Mirna sudah tidak berkomunikasi lagi denganku. Hanya Dina yang kadang bertemu jikalau aku mampir kerumah tante, itupun Dina tidak pernah menyinggung tentang temannya ini.

Aku telah sampai dicafe, ku tebarkan pandangan ke seluruh isi ruangan yang terlihat lengang, sampai akhirnya mataku terhenti di sebuah meja sudut ruangan seorang wanita duduk sendirian dengan sesekali mentap layar ponselnya, dia Mirna. Aku melangkah mendekatinya.

“Hai Mir, sudah lama nunggu ya,” Sapaku mengagetkannya

“Eh, mas...enggak kok,silahkan duduk mas,”

“Terima kasih ya Mir.” Kataku sambil ku memilih duduk diseberang Mirna, jadi sekarang posisi kita saling berhadapan

“Mas mau minum apa?” Tawar Mirna

“Hm...seperti yang kamu minum itu juga boleh” Aku menunjuk gelas yang ada didepan Mirna,

“Oh, oke sebentar ya mas,” Ucap Mirna yang kemudian melambaikan tangannya kearah pelayan cafe dan memesan minuman itu.

“Gimana kabarnya Mir, setelah kamu menginap dirumahku tidak ada kabar lagi,” kataku membuka obrolan karena terlihat Mirna hanya diam dan sering menunduk

“Baik mas, sebelumnya terima kasih ya mas sudah mau datang kesini,” Mirna menatapku teduh

“Aku sebenarnya sudah beberapa waktu lalu ingin menghubungi mas Heri, tapi aku takut..”

“Takut? Masak aku nakutin kamu sih..hehe” Candaku

“Hehe, mas Heri bisa aja. Ya kan mas Heri orangnya sibuk, aku takut ganggu saja,” Katanya yang kini Mirna kembali menunduk

“Ya gak lah, yang penting janjian dulu gitu.. omong – omong, ada apa Mir sebenarnya, tadi ditelpon kamu bilang mau ngobrol serius denganku?” Selidikku

Mirna terdiam sesaat, dan wajahnya tetap menunduk. Matanya tiba – tiba terlihat berkilat berkaca – kaca.

“Sebelumnya aku mohon maaf pada mas Heri, aku sebenarnya gak mau bilang ini, tapi sekarang aku seakan tidak mampu lagi untuk menyembunyikan ini dari mas..” Katanya lirih

“Maksud kamu apa Mir”? Tanyaku semakin penasaran

Mirna terdiam dan terlihat menghela nafas panjang,

“Aku hamil mas,“ Katanya lirih

“Apa..? kamu serius?” Aku sangat tercekat mendengar pernyataan Mirna

“Iya, Aku hamil anak mas Heri. Sekarang sudah memasuki bulan ke tiga”

“Setelah kita melakukannya malam itu, bulan depannya menstruasiku tak kunjung datang. Aku sangat panik setelah aku melihat hasil testpack bertanda positif mas. Aku sangat bingung waktu itu, apa kata keluargaku nanti. Aku coba minum jamu, obat atau apapun itu dengan harapan janin yang aku kandung bisa keluar, akan tetapi mungkin Tuhan berkehendak lain, janinku sehat hingga sekarang mas” Lanjutnya dengan suara sedikit sesenggukan

Bagai tersambar petir, seakan semua tulang ditubuhku dilolosi, aku lemas seketika mendengar cerita Mirna. Dimana nanti malam adalah hari yang aku tunggu – tunggu, aku akan meminang Siska didepan orang tuanya, akan tetapi setelah mendengar cerita Mirna, seakan menghancurkan semua rencana yang telah aku persiapkan. Aku tak bisa berkata apa – apa, aku hanya terdiam.

“Maafin aku ya Mir..” Kataku pelan

“Aku tahu, dihati mas Heri mungkin tidak akan percaya dengan cerita ini, atau bahkan mas Heri punya pikiran lain tentang aku, toh bisa saja mas Heri menuduhku kalau janin ini hasil dari orang lain,”

“Aku tidak memaksa mas Heri harus bertanggung jawab sekarang kok mas,“ Kata Mirna yang membuatku terheran

“Maksud kamu Mir?”

“Karena ini bukan seluruhnya kesalahan mas Heri kan? aku juga bersalah dalam hal ini mas, kalau misalnya mas Heri tidak berkenan menerima ini, biarlah ini akan aku tanggung sendiri entah apa kata nanti resikonya,”

“Akan tetapi sebagai laki – laki yang baik, mas Heri akan bisa berfikir lebih bijak. Janin ini tidak berdosa mas..” Lanjut Mirna yang kini menatapku sayu

“Kamu ingin aku menikahimu?” Tanyaku lirih, pandanganku kini menatapnya

“Aku tidak tahu mas..Aku takut..” Jawabnya lirih

“Dina tahu akan hal ini?” tanyaku

Mirna tidak menjawab pertanyaanku, akan tetapi dia hanya mengangguk pelan.

Aku yang melihat Mirna mengangguk, tubuhku langsung bergetar, badanku lemas seketika.

“Aku seakan sudah tidak kuat menanggungnya ini sendiri mas, akhirnya hanya Dina lah orang yang bisa kupercaya sebagai tempat keluh kesahku, dan Dina juga yang menyarankan aku untuk menemui mas Heri sekarang, Karena Dia tau, mas Heri orang yang baik, pasti akan bisa memberikan keputusan yang bijak dan lebih dewasa dalam hal ini,” Ucapnya pelan

Aku terdiam, seakan semua cerita Mirna mengunci mulutku sangat rapat, akan tetapi hatiku terasa bergemuruh disana.

“Kamu bisa kasih aku waktu Mir?” Kataku lirih dengan suara terdengar gemetar setelah aku terdiam beberapa saat

“Aku akan bertanggung jawab akan semua ini, tapi aku sangat mohon kepadamu, kasih aku waktu,” Kataku

“Baik mas, aku akan selalu menunggu mas Heri...” Suaranya lirih

Setelah sekitar tiga puluh menit aku dan Mirna ngobrol, Mirna berpamitan dan kita berpisah di cafe itu. Aku kembali kerumah dengan perasaan yang campur aduk, entah apa yang akan terjadi nanti apabila ayah, Siska mengetahui hal ini.

***

Malam telah tiba, mobil yang kukendarai dengan ayah telah melaju menuju rumah Siska. Dia mengabari lewat telpon, mamanya sudah tiba dirumahnya siang tadi. Diperjalanan aku lebih banyak diam, perasaanku masih campur aduk. Aku masih tak percaya saat ini terjadi padaku, andai saja Mirna datang sebelum Siska memberikan jawaban waktu itu dan aku menyanggupi akan melamarnya, pasti aku lebih memilih Mirna. Karena Janin yang dikandung Mirna adalah darah dagingku sendiri, aku akan sangat berdosa apabila aku membiarkannya begitu saja. Akan tetapi saat ini, disaat aku sendiri yang menentukan Siska sebagai pilihan, Mirna datang dengan membawa kabar itu. Meskipun tadi siang aku berkata akan siap bertanggung jawab didepan Mirna, sebenarnya didalam hatiku aku masih belum sanggup untuk menanggung semuanya di saat posisi seperti sekarang.

“Kamu kok diam saja dari tadi le..?” Suara ayah tiba – tiba membuatku sedikit terkesiap dari lamunanku

“Eh, gak kok yah..lagi konsen nyetir saja..” Jawabku sekenanya

“Aku tau kok, kamu sedang memikirkan sesuatu. Apa kamu gugup ya mau meminang anak orang?” Kata ayah menebak

“Hehe, ya bisa jadi mungkin yah, dan gak nyangka saja aku akhirnya mau menikah juga,” Kataku menutupi perasaanku

“Kamu sama persis seperti ayah dulu..hehe,”

“Masih jauh rumahnya le?” tanya ayah

“Sudah dekat kok ya, itu di gang depan..” Kataku sambil menunjuk kedepan

---

Mobil yang kutumpangi dengan ayah memasuki pelataran rumah Siska, Si kecil Stefani sudah berlari dari dalam rumah menuju teras dengan senyum khasnya. Aku dan ayah beranjak turun dan berjalan menuju teras dan langsung disambut Stefani dengan menyalamiku,

“Wah, mas Heri sudah datang...” tiba – tiba suara Siska terdengar dan dia sudah berdiri didepan pintu

Aku begitu terkesiap dengan tampilan Siska malam ini. Sungguh berbeda jauh dengan hari – hari sebelumnya. Baju panjang dengan balutan jilbab warna merah muda membuat lebih anggun. Hampir saja aku tidak mengenalinya. Siska berjalan mendekat lalu menyalamiku dan ayah,

“Mari masuk mas..” Kata Siska mempersilahkan

“Maaf ya Sis, Sudah menunggu lama ya?” Kataku membuka obrolan sambil duduk di sofa ruang tamu bersebelahan dengan ayah.

“Tidak kok mas, malah aku pikir masih dijalan barusan,” Kata Siska

“Oh iya, sebentar ya mas, saya panggilkan mama. Beliau ada dibelakang,” lanjutnya

“Itu calon menantu ayah?” bisik ayah ketika Siska sudah beranjak ke ruang belakang

Aku hanya mengangguk dengan senyum,

“Cantik kok le, dan aku yakin dia bisa jadi istri yang baik,” Ucapan ayah sangat optimis

“Amin, doain ya yah ...” Jawabku

Beberapa saat kemudian Siska masuk keruang tamu bersebelahan dengan wanita berhijab yang itu adalah mamanya.

“Ini mama,” Kata Siska memperkenalkan mamanya

Aku berdiri dari tempat duduk dan menyambut dengan kecupan ditangannya. Akan tetapi setelah itu suasana berubah dengan tiba - tiba, disaat mamanya Siska akan menyalami ayah, mereka berdua sama – sama terdiam dan terpaku. Dari raut muka ayah terlihat seperti terkejut yang luar biasa dengan bibir yang sedikit terbuka. Begitu juga dengan mamanya Siska yang tidak kalah terkejutnya.

“Ma..mas Imam?” Terdengar suara mamanya Siska bergetar

“Ka..kamu Yuni kan?” Suara ayahpun tersentak

“Mas...maafin aku mas, aku waktu itu sudah...” Dengan secara tiba – tiba suara mamanya Siska pecah sambil merengkuh dikaki ayah, mama Siska bersujud didepan kaki ayah.

Aku dan Siska hanya terdiam dan saling berpandangan heran dengan situasi ini. Apa yang terjadi sebenarnya,

“Udah..udah..bangun, tidak baik kamu begitu, aku sudah memaafkanmu dari dulu Yun” Ayah merengkuh tubuh mamanya Siska lalu memeluknya beberapa saat

Aku dan Siska semakin heran dan sangat terkejut dibuatnya, akan tetapi tidak berucap sesuatu katapun sampai suasana mereda dan kita sudah sama – sama duduk kembali. Mama Siska masih terlihat menangis

“Kalian sudah saling kenal?” Tanyaku penasaran

Ayah terdiam, Siska terlihat memeluk mamanya yang masih sesenggukan

Setelah ayah terlihat menghembuskan nafas panjang,

“Dunia ini memang sempit, dan kejadian ini sungguh tidak masuk akal kalau dinalar dengan akal manusia Her, akan tetapi keajaiban tuhan memang diluar dugaan hambanya...” ayah menghentikan kata – katanya

“Maksud ayah?” Tanyaku semakin penasaran

“Dia ini ibumu, dan Siska ini adalah adikmu...” Ucap ayah lirih

Mendengar kata – kata ayah, langit – langit rumah Siska seakan jatuh menerpaku, tubuhku lemas seketika. Suara tangisan mamanya Siska terdengar semakin keras, Siska pun terlihat tak kalah kagetnya denganku, mulutnya sedikit menganga

“A..ayah tidak bercanda kan?” Tanyaku yang masih tidak percaya

“Tidak, ayah kamu tidak bercanda.” Tiba – tiba suara mamanya Siska menyahut..

Tak terasa airmataku pun keluar dengan sendirinya, Siska terlihat menunduk dan tangisannya terdengar pecah.

“Tolong ceritakan semuanya kepadaku dan kepada mas Heri apa yang sebenarnya terjadi?” Suara Siska dengan sesenggukan seperti mencecar mamanya

“Aku yang salah ndhuk..Aku yang menggugat cerai ayahmu disaat kamu masih usia satu tahun, karena aku lebih memilih seorang duda kaya, akan tetapi aku malah ditelantarkan begitu saja oleh pria brengsek itu. Aku sangat berdosa kepada Ayahmu dan Heri,” Suara mamanya Siska terbata

Terlihat ayah hanya terdiam dan menundukkan kepalanya,

“Jadi, aku sama Siska tidak mungkin untuk bisa menikah?” kataku pelan sambil menunduk,

“Apakah mungkin, kamu akan menikahi adik kandungmu sendiri Her..?.” Ucapan ayah terdengar bergetar.

Aku kembali terdiam, Siska juga sudah tidak bisa menahan tangisnya, airmata keluar begitu deras di pipinya dan sesaat kemudian tak sadarkan diri, Siska pingsan. Aku sendiri sudah tidak tahu harus berbuat apa saat ini, dan tanpa sadar air mata terus mengalir.



***



Satu bulan setelah pertemuan malam itu, aku merasa tidak mempunyai gairah hidup lagi. Orang yang begitu kucintai ternyata adalah adik kandungku sendiri. Seakan aku masih belum bisa menerima ini semua. Beberapa hari aku sering menyendiri, bahkan beberapa telpon dari Siska pun aku tidak menjawabnya, seakan aku tidak mampu berkata – kata lagi didepan Siska.

“Sudah, ihlaskan ini semua le, dibalik ini ada hikmah yang luar biasa besar buat kita. Pertemuan itu sudah mengantarkan kamu untuk mengetahui siapa ibumu dan siapa adikmu yang itu adalah keinginanmu sejak kecil bukan?” Suara serak ayah yang sedikit menenangkan aku saat itu.

Memang, bertemu dengan ibu kandungku adalah sebuah keinginan terbesarku semenjak aku kecil, akan tetapi kenapa harus mamanya Siska. Aku sudah berusaha belajar menerima Siska apa adanya, aku sudah berjuang keras untuk mencintai Siska setelah mengetahui pekerjaan Siska saat itu. Akan tetapi disaat aku mulai bisa menerima Siska, keadaan menjadi berubah begitu saja.

Dua kali ponselku terdengar berdering di atas meja di samping tempat tidur tanda panggilan masuk. Aku masih enggan meraihnya, aku hanya terdiam berbaring diatas tempat tidur. Minggu pagi ini seperti pagi – pagi sebelumnya, aku masih ingin menyendiri. Setelah dua kali ponsel berdering tanpa ada jawaban dariku, ponsel memekik pelan tanda pesan masuk. Dengan malas aku raih ponselku dari atas meja, aku lirik layar terlihat dua panggilan tidak terjawab dari Siska. Aku membuka pesannya,

“Aku tahu mas masih belum bisa menerima ini semua, dan percayalah, itupun juga berlaku buatku mas. Aku sangat mencintai mas, akan tetapi Tuhan berkehendak lain, kita harus bisa menerima itu. Aku siang ini akan berkunjung ke tante Dewi, mas juga pasti mengenalnya kan? Aku sangat berharap mas Heri bisa menemuiku disana.”

Aku mengernyitkan dahiku setelah membaca pesannya, aku sangat terkejut dan rasa penasaran yang luar biasa datang. Tanganku yang memegang ponsel bergetar hebat setelah membaca bahwa Siska menyebut nama tante Dewi. Tante Dewi adalah adik kandung ayah yang paling kecil, dan dia adalah mamanya Dina, dirumah tante Dewi lah aku sempat menumpang disaat aku menempuh kuliah sampai gelar sarjana. Aku rebahkan kembali tubuhku diatas ranjang, kini fikiranku seakan dipenuhi rasa penasaran.

---

Kali ini aku memenuhi permintaan Siska untuk bertemu dirumah tante. Setelah kuparkir motorku didepan rumah tante Dewi, kakiku melangkah dengan gemetar terlebih disaat aku sampai diteras rumah dan pintu ruang tamu utama terlihat terbuka.

“Assalamualaikum..” Suaraku sedikit gugup

“Walaikum salam...” Terdengar suara dari dalam ruang tamu yang hampir bersamaan,

“Eh Heri, cepat masuk Her, ada kejutan nih buat kamu,” Tante Dewi seketika menatapku dengan senyum melihat aku masih berdiri didepan pintu ruang tamu

Mendengar itu aku hanya tersenyum, kini pandanganku beralih kepada seorang wanita yang duduk bersebelahan dengan tante Dewi. Seorang wanita dengan gamis panjang dipadu jilbab biru muda menatapku dengan senyuman, kini pandangan kami bertemu. Aku sedikit terkesiap setelah tahu siapa wanita ini. Iya, dia Siska, seorang wanita yang sebelumnya aku cintai dan kini dia adalah adik kandungku. Penampilannya siang ini membuatku terdiam sesaat, penampilan Siska sangat berubah.

“kok malah melamun disitu sih Her,” Suara tante membuyarkan lamunanku

“Iii...iya te..” Jawabku gugup sembari aku melangkah masuk ruang tamu dan duduk di seberang mereka berdua

“Gimana kabarnya mas?” Tanya Siska dengan senyuman

“Ba..Baik Sis, Stefani mana?” tanyaku sedikit tarbata,

“Stefani lagi dirumah mama mas, biasa kalau liburan gini mesti nginap disana?” Jawabnya

“Dunia memang sempit ya her?” Celetuk tante Dewi tiba – tiba, dan Siska terliat hanya tersenyum

“Aku juga masih tidak menyangka te, tapi yang aku semakin penasaran, apa tante dengan Siska ini sudah kenal sebelumnya?” Tanyaku

Kulirik Tante dan Siska saling berpandangan dengan senyum,

“Siska inilah yang dulu menolong tante, disaat tante kecelakaan waktu itu,” Tante Dewi membuka cerita

“Tante Dewi kecelekaan? Aku kok tidak pernah mendengar kabar ini?” Tanyaku dengan dahi mengernyit

“Iya, memang aku sengaja tidak kasih kabar kekamu waktu itu. Beberapa bulan setelah kamu tidak lagi tinggal disini, aku ditabrak lari oleh orang yang tidak bertanggung jawab disaat aku mau berangkat ke pasar kota. Aku tak sadarkan diri waktu itu, tetapi aku sangat beruntung ada seorang malaikat yang menolongku, aku tersadar sudah terbaring dirumah sakit dan dialah yang pertama kali aku lihat disamping ranjang tempatku dirawat,” Cerita tante lalu memeluk Siska yang duduk disampingnya

“Dan sekarang tante baru tahu, kalau malaikat itu adalah keponakan tante sendiri, entah gimana nasibku waktu itu kalau tidak ada dia Her,” Tante Dewi tersenyum dengan memeluk Siska

“Duh, tante ini selalu berlebihan. Aku tidak sengaja saja waktu itu te,” Siska menunduk dan tersenyum

“Semenjak itu, Siska sudah aku anggap sebagai adikku sendiri Her, dan dia juga sebagai teman curhat tante,” Ucap tante sembari melepas pelukannya

Aku semakin terdiam sesaat mendengar semua cerita tante, Aku menghela nafas panjang,

“Benar kata tante ya, dunia ini memang sempit,” Kataku lirih gemetar sambil menunduk

“Udah – udah, kamu kok jadi gugup begitu sih Her, lawong sama adikmu sendiri kok,” kata tante seakan paham akan perasaanku

“Ya sudah, aku kebelakang dulu ya. Kalian silakan ngobrol – ngobrol dulu,” Lanjut tante bersamaan beranjak dari duduknya dan meninggalkan aku dan Siska diruang tamu

Kita berdua terdiam sesaat, Siska terlihat menunduk.

“Tante sudah tahu cerita ini semua ya Sis,?” Tanyaku membuka obrolan

Mendengar pertanyaanku Siska hanya mengangguk,

“Tidak disangka ya Sis semua ini bisa terjadi. Emmm..omong – omong kamu sekarang berhijab Sis?” Tanyaku

Siska terlihat mengangkat dagunya dan kini menatapku dengan senyum, dia terdiam sejenak

“Aku sudah mencoba memenuhi keinginan mas Heri. Setelah pertemuan kedua orang tua kita, aku sudah memutuskan untuk meninggalkan semua pekerjaan malamku mas. Dan aku juga sangat bersyukur, Aku sekarang sudah bekerja dirumah makan milik teman tante Dewi, tante Dewi lah yang membawaku kesana.” Ucap Siska yang menatapku sayu

“Aku sangat bahagia mendengar ini, ah..tapi kenapa...” kataku terhenti

“Kita harus ihlaskan ini semua mas, perasaanku ke mas Heri tetap sama walaupun kita tidak mungkin bisa bersatu dalam ikatan pernikahan. Tapi aku akan sangat lebih bahagia mas, apabila keluarga kita bisa bersatu kembali..” Kata Siska lirih

“Maksudnya, kamu akan menyatukan orang tua kita lagi?” Tanyaku

“Iya mas. Apa mas tidak ingin merasakan mempunyai orang tua yang utuh, dan apa mas tidak ingin melihat kedua orang tua kita bersama lagi kita melewati hari tuanya berdua, toh mereka berdua juga sudah memaafkan satu sama lain dan sudah saling melupakan kejadian masa lalunya.” Suara Siska sedikit tegas kali ini.

Entah kenapa ucapan Siska kali ini terasa seperti tetesan embun dipagi hari, kesejukan sangat begitu terasa dihatiku yang hampir saja aku putus asa dan tidak bisa menerima ini semua. Tidak terpikirkan olehku akan hal ini, ayah dan ibu sudah lama bercerai semenjak aku kecil, dan aku memang belum pernah merasakan hidup dengan kedua orang tua yang utuh.

“Kamu benar Sis.. “ Kataku lirih

“Oleh karena itu, aku butuh bantuan mas dalam hal ini..” Ucap Siska dengan kembali menunduk

Aku terdiam seketika, dan baru saja aku menghela nafas, tiba – tiba ada suara dari depan pintu ruang tamu,

“Eh, Mas Heri, kak Siska kapan datang?” Suara itu sangat aku kenal, itu suara Dina anak dari tante Dewi. Aku dan Siska secara bersamaan menatap arah datangnya suara,

Aku melihat Dina sudah berdiri didepan pintu dengan kaos lengan panjang dengan rambut tergerai, disamping Dina terlihat seorang wanita dengan baju terusan dengan perut sedikit buncit, setelah aku melihat kearahnya dengan seksama, bersamaan dia menatapku, pandangan kami bertemu.

“Deg...” Seakan jantungku berhenti setelah tahu siapa wanita ini, tubuhku lemas seketika, dia adalah Mirna.

“Ma...mas Heri ada disini,?” Suara Mirna gemetar, matanya sedikit terbelalak, dia juga tak kalah terkejut denganku. Mendengar pertanyaan Mirna, aku hanya mengangguk dengan menunduk.

---

“Siapa dia mas?, kalian sudah saling kenal?” Tanya Siska yang pandangannya menuju kearahku, sesaat setelah kita berempat duduk diruang tamu itu

Aku hanya terdiam, tubuhku terasa bergetar, aku seakan tidak mampu berucap didepan Siska di posisi sekarang. Aku hanya menunduk, dari sudut mataku terlihat Mirna yang duduk sejajar denganku juga menunduk dengan air mata yang sudah mengalir dipipinya.

“Mas Heri. Lebih baik ceritakan semua mas, dan kebetulan ada kak Siska disini. Aku sudah tau kok dari cerita mama tentang mas Heri dan kak Siska sebelumnya ” Ucapan Dina tiba – tiba

Mendengar itu, aku menatap Dina yang duduk bersebelahan dengan Siska, bersamaan Dina juga menatapku lekat.

“Kasihan Mirna mas, dia menanggung semuanya ini sendirian saat ini,” Ucap Dina lirih

“Baik,aku akan ceritakan semua, aku akan bertanggung jawab Din atas perbuatanku,” kataku dengan suara gemetar setelah terdiam beberapa saat

“Maafkan aku ya Sis, ini semua memang kesalahanku..” Aku menatap Siska yang kini dia juga menatapku seakan sudah siap mendengar semua ceritaku, Siska hanya terdiam tanpa berucap sepatah katapun.

“Mirna ini sahabatnya Dina yang pernah menginap dirumahku beberapa waktu yang lalu, dan bayi yang dikandungnya sebenarnya adalah anakku...” Aku membuka cerita dan kembali menunduk seakan tak mampu lagi untuk melihat wajah Siska,

“Maksud kamu mas? Mas Heri serius?” Suara Siska sedikit tersentak,

Aku hanya mengangguk dan kuberanikan menatap wajah Siska, yang kini terlihat matanya berkaca – kaca.

Aku menceritakan semua didepan Siska, dari saat Mirna bermalam dirumahku, sampai pertemuanku dengan Mirna disaat aku hendak melamar Siska waktu itu. Terdengar Mirna yang duduk sejajar dengan ku sesenggukan menahan tangisnya, Siska dan Dina juga terdengar tangisnya pecah.

“Sekarang, kalian sudah tahu semuanya, aku bukan sebenarnya bukan pria yang baik. Maafkan aku Sis, aku akan terima apapun sikap kamu ke aku setelah kamu tahu semua ini.” Ucapku mengakhiri cerita itu dengan menatap Siska. Terlihat pipi Siska sudah basah, dan air matanya tak henti – hentinya keluar.

“Nikahi Mirna mas, mas akan berdosa apabila membiarkannya begitu saja,” Kata Siska bergetar

“Tapi Sis, aku....”

“Aku sudah sangat bahagia mas, dan seperti kataku tadi, perasaanku terhadap mas akan tetap sama walaupun kita tak mungkin bersatu dalam ikatan pernikahan. Tetapi kali ini aku sangat memohon kepada mas Heri, aku sebagai wanita bisa merasakan apa yang dirasakan Mirna saat ini. Mas pernah bilang kepadaku kan, kalau mas tidak rela melihat Stefani melewati masa kecilnya tanpa seorang ayah, apa mas akan menghianati kata – kata mas sendiri dengan membiarkan anak Mirna dan juga darah daging mas yang akan lahir tanpa ayah?” Ucapan Siska sangat tegas

Bagaikan cambuk yang menyambar punggungku mendengar ucapan Siska kali ini, tubuhku kembali bergetar, hatiku bergemuruh didalam sana. Aku kembali menunduk sesaat.

“Baik, semoga ini memang menjadi keputusan yang terbaik buatku, dan buat semuanya. Aku akan menikahi Mirna secepatnya..” ucapku pelan setelah aku terdiam beberapa saat,

Siska yang menatapku teduh kini sedikit tersenyum walaupun air matanya masih terlihat mengalir.

***

Satu tahun berlalu,

Semua keadaan telah berubah. Kini Mirna telah sah menjadi istriku, bayi mungil yang lucu telah mengisi hari – hariku dengan Mirna. Siska pun telah menemukan pendamping hidupnya, dia menikah dengan seorang pria lajang teman kerjanya dirumah makan, dan beberapa waktu yang lalu Siska mengabarkan kepadaku bahwa Stefani akan mempunyai adik, Siska hamil setelah pernikahannya itu dan sekarang sudah memasuki bulan ketiga. Dan yang lebih menambah kebahagian kami menjadi lengkap, kita semua saling bekerja sama untuk menyatukan kedua orang tua kami setelah berbulan – bulan lamanya, akhirnya Tuhan memenuhi permintaan kita kali ini, orangtua kami bersedia untuk bersatu kembali, mereka berdua kembali rujuk dan tinggal serumah di Surabaya.

---

Malam ini tidak seperti biasanya, Mirna mengajakku untuk menginap dihotel tanpa mengajak anak kami. Anak kami dititipkan ke neneknya atau ke mamanya Mirna.

“Aku malam ini ingin kita berdua saja mas menginapnya, boleh ya?” kata Mirna, aku hanya mengangguk mendengar permintaan Mirna dengan manja

Baru saja kami memasuki kamar hotel dan menutup pintu kamar, Mirna sudah menyerangku dengan ciumannya, lidah kami saling beradu.

“Slllrrruupp...sllurrrppp...”

Dengan masih berciuman, jari lentik Mirna mengelus penisku dari luar celana beberapa saat kemudian melepaskan kancingnya dan dalam sekejap celanaku sudah terlempar dilantai. Kini penisku telihat mengacung bebas tanpa penutup apapun, Tangan Mirna mengusap dengan lembut sambil kita masih berciuman. Tanganku meremas payudaranya dari luar bajunya, ciuman dan hisapan mulut Mirna terasa semakin kuat...

“aaaah.....” Mirna mulai mendesah

Kini jari Mirna melepaskan kancing bajuku satu persatu, seakan paham akan maksudnya, aku membantu jari lentik nya untuk melepaskan baju yang aku pakai, kini aku telah telanjang bulat. Beberapa saat kemudian Mirna mendorongku keranjang, sontak aku jatuh dan tergeletak di ranjang dengan telenang. Mirna hanya tersenyum nakal melihatku,

“Gila, Istriku binal banget malam ini, tumben nih..” Ucapku dalam hati.

Mirna seakan tahu apa yang ada dipikiranku, dia hanya tersenyum nakal dan menggoda. Dengan cekatan tangannya melepaskan satu persatu pakaian yang dikenakannya, dengan sekejap Mirna telah telanjang bulat. Miran berjalan menaiki ranjang dimana aku telah terlentang, dengan kerlingan mata dan senyuman nakalnya sekejap Mirna melahap batang penisku dengan rakus yang sudah tegang sedari tadi. Bibirnya terlihat maju mundur di batang penisku disertai lidahnya yang menari menggelitik ujung penisku. Jari lentiknyapun tak tinggal diam untuk memijat lembut biji pelirku,

“slrruppp...slrrruppp....”

“aaah.....aaah,” Aku mulai mendesah,

Aku sedikit terkejut melihat Mirna malam ini, selama kita menikah, dia tiak pernah sebinal ini. Malam ini dia seperti kesetanan seperti wanita yang lama tidak dijamah lelaki.

Sekitar sepuluh menit Mirna mengerjai batang penisku dengna mulutnya, tiba – tiba ada suara ketukan dari luar pintu kamar,

“Tok,tok,tok..”

Mirna menghentikan aktifitasnya,

“Eh, sebentar mas, sepertinya ada yang datang,” ucap Mirna sambil beranjak dari tempat tidur dengan tetap bertelanjang bulat.

Aku yang melihat itu hanya tertegun dan sangat terkejut, Mirna berjalan dengan percaya dirinya menuju pintu dengan telanjang. Aku semakin penasaran dibuatnya, beberapa saat kemudian, Mirna membuka pitu kamar.

“Klek...”

Sekali hentak, pitu kamar pun terbuka, seakan aku tak percaya siapa kali ini yang datang kekamar hotel dimana aku dan Mirna menginap. Sepasang pria dan wanita sedang menatapku dengan senyuman nakalnya. Dia adalah Siska dengan suaminya

“Yuk...masuk aja...” Suara Mirna mempersilahkan mereka,

Sesaat kemudian mereka bertiga berjalan mendekatiku, Aku semakin gemetar seakan tidak percaya akan ini semua, Mirna menaiki ranjang dan mendekatiku,

“Kenapa kamu undang mereka sayang..” Tanyaku penasaran

Mirna hanya tersenyum, lalu mendekatkan bibirnya di telingaku,

“Jarang ada kan thread di forum semprot yang bahas tentang swinger dan inces sekaligus ? Aku akan buat thread itu disana sayang,” Kata Mirna pelan dengan kerlingan mata dan senyum menggoda. :dance::dance:


~TAMAT~

Terima kasih para sedulurku semua, mohon maaf apabila cerita yang berantakan ini kurang berkenan dihati sedulur sekalian. Ane ucapkan terima kasih pada semuanya yang sudah nyimak dari awal hingga ahhir, dan mohon maaf juga ane gak bisa bales komennya satu - satu. Saran dan masukan dari para sedulur penghuni forum tercinta ini tetap ane tunggu untuk kemajuan dan semangat ane buat nyusun cerita selanjutnya disela kesibukan ane jadi kuli di RL. salam sejahtera dan sehat selalu buat para sedulur di forum tercinta ini..:ampun::ampun:
 
Mantap 👍👍,
pakai epic closing statement : "jarang kan thread di forum semprot yang bahas swinger dan inces sekaligus".
 
mantaaappp akhirnya lanjut.. kalo cerita siska sih udah dikira kira arahnya tapi mirna ga ketebak apalagi swinger incest nya.. saluuutt.. nice story
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd