Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Siska..[ Tamat ]

botakajaib

Guru Semprot
Daftar
5 Dec 2019
Post
597
Like diterima
7.277
Bimabet
Selamat siang sahabat sedulur di forum tercinta ini,
setelah ane menulis

Aku Lelaki Biadab
dan
Nella's Story

kini ijinkan ane untuk mencoba menulis lagi, mohon maaf apabila tulisan ane yang masih berantakan, karena ane sendiri bukan penulis sebenarnya, akan tetapi ingin berkontribusi di forum kita tercinta ini..
***

Tiga tahun sudah aku jalani profesi sebagai guru honorer di sebuah sekolah dasar di pusat kota Jawa timur, Surabaya. Setelah dengan susah payah aku selesaikan kuliah dengan biaya sendiri untuk menempuh gelar sarjana. Karena aku menyadari, sangatlah tidak mungkin apabila bergantung pada ayahku yang hanya bekerja sebagai buruh tani di kampung. Dan aku sangat bersyukur, karena belum lama gelar sarjana aku peroleh, tawaran untuk mengajar di sebuah sekolah dasar datang kepadaku. Kini aku masih menetap di Surabaya, hanya satu bulan dua kali atau kadang satu bulan sekali aku berkunjung kerumah ayah dikampung yang kurang lebih 2 jam perjalanan dari tempatku tinggal. Kepulangan terahirku bulan kemarin, kata – kata ayah masih sangat terngiang, sehingga saatnya aku harus memikirkan hal itu saat ini.



“Le, kapan kamu nikah?”

“Sekarang kamu sudah punya rumah sendiri walaupun sederhana, usiamu juga sudah hampir masuk kepala tiga” Suara ayah membuka obrolan siang itu

“Doakan saja yah, aku akan mencari pendamping dalam waktu dekat ini” Kataku dengan gemetar




Memang, sejak aku resmi menjadi seorang pengajar, seakan waktuku aku habiskan untuk pekerjaanku. Setelah pulang dari mengajar disekolah, aku hanya beristirahat sebentar untuk makan siang setelah itu berangkat lagi untuk mengajar privat dari rumah – kerumah sampai malam hari. Begitu setiap harinya, sehingga pikiran untuk menikah nyaris terlupakan.

Aku sejak kecil diasuh oleh seorang ayah tanpa seorang ibu. Entahlah, ada apa sebenarnya kehidupan rumah tangga orang tuaku saat itu. Yang jelas setiap kali aku menanyakan soal ibu, ayah seakan menutupinya dan selalu mengalihkan bahasan. Yang aku tahu hanya mereka bercerai di saat aku masih menginjak usia 3 tahun. dari cerita ayah, aku mempunyai adik perempuan yang usianya dua tahun dibawahku dan adik perempuanku ikut ibu setelah perceraian itu.



***

“Wali murid dari ananda Stefani?” Suaraku agak sedikit berteriak agar semua wali murid yang hadir diruangan ini mendengar panggilanku. Pagi ini adalah pembagian buku raport hasil ujian pertengahan semester kelas dua sekolah dasar.

“Iya pak, saya,“ Sahut seorang ibu muda yang kutaksir usianya seumuran denganku yang sedang duduk di sudut belakang ruangan.

Wanita itu bangkit dari duduknya dan berjalan mendekatiku. Rambut sebahu dengan memakai kaos lengan panjang agak ketat dipadu celana jeans sehingga lekuk tubuhnya nampak begitu jelas. Terlebih bagian payudaranya terlihat menyembul membuatnya semakin terlihat ideal menurutku. Sebagai lelaki normal, aku sedikit tertegun melihat pemandangan itu.

“Silahkan duduk bu,” Ujarku mempersilahkannya untuk duduk diseberangku

“Terima kasih pak Heri,” ucapnya

“Maaf dengan ibu siapa ini?” Tanyaku

“Saya Siska pak, mamanya Stefani” Jawabnya bersamaan dengan matanya menatapku, sehingga pandangan kami bertemu.

“Baik bu Siska, akhir – akhir ini Stefani nilainya kok menurun drastis di sekolah, apakah dirumah dia jarang belajar ya bu?” tanyaku sambil memperhatikan lembaran nilai hasil ujian milik Stefani.

Siska terlihat diam sejenak dengan sedikit menunduk, lalu terlihat mengambil nafas perlahan.

“Iya pak, mungkin ini juga kesalahan saya yang selama ini jarang memperhatikan dia. “ Jawabnya dengan suara lirih

“Maklum pak, hampir setahun ini saya telah bercerai dengan suami saya, sehingga saya harus merawat Stefani seorang diri, ditambah kebutuhan ekonomi yang memaksa saya harus bekerja, jadi Stefani jarang terurus pak.” Lanjutnya

“Oh, maaf bu, saya tidak menyalahkan ibu dalam hal ini, tetapi Stefani ini sebenarnya anak yang cerdas, sayang sekali apabila tidak didukung sepenuhnya” Ucapku sembari menatap matanya yang terlihat berkaca – kaca

“Saya tahu itu pak, sebenarnya saya juga lagi mencari guru privat buat Stefani, agar dia bisa lebih semangat belajar lagi seperti dulu, dan saya akan fokus bekerja”

“Bagus kalau begitu bu, kalau bisa secepatnya ya agar dia tidak ketinggalan dengan teman – temannya yang lain.” Kataku

“Gimana kalau pak Heri saja yang berkenan untuk mengajar privat Stefani dirumah saya?”

“Karena selain selain pak Heri ini sebagai wali kelasnya, Stefani juga sudah mengenal bapak dengan baik, mungkin bapak juga tahu dia itu paling susah berinteraksi dengan orang yang baru dikenalnya pak,” Tawarnya tiba – tiba

“Wah, sebelumnya saya mohon maaf bu. Saya sebenarnya sudah banyak mengajar privat ditempat lain, mungkin saya akan merekomendasikan pada guru yang lain untuk Stefani dan pastinya lebih baik dari saya bu” Ujarku

“ Saya mohon pak, kasih waktu sebentar saja buat anak saya,” Suaranya terdengar lirih memelas dan kini matanya menatapku dengan sayu

Aku yang menatapnya kini seakan tak kuasa untuk menolaknya, entah tiba – tiba ada rasa kasihan kepada Siska ini. Aku terdiam sejenak,

“Hm..Baiklah, demi Stefani. Saya akan kerumah ibu setelah saya usai mengajar ditempat anak – anak yang lain, jadi saya hanya bisa kerumah ibu pada malam hari, bagaimana? “

Mendengar kesanggupanku, kini matanya terlihat berbinar.

“Terima kasih pak, saya sangat senang sekali mendengar ini dan saya yakin Stefani juga sangat senang, saya akan tunggu dirumah ya” Ujarnya yang kini sudah bisa tersenyum dengan lega. Aku hanya mengangguk dan berbalas senyum.

Siska beranjak dari tempat duduknya setelah dia menerima raport hasil ujian Stefani. Mataku terus mengikutinya sampai dia keluar ruangan, entah kenapa setelah melihat Siska dan mendengar semua ceritanya, aku seakan mengagumi sosok wanita ini. Tak jarang memang kutemui seorang single parent yang berjuang hidup sendirian merawat anaknya, tapi entah kenapa setelah melihat Siska, hatiku merasa lain. Rasa kasihan, kagum dan rasa ingin berempatiku tiba –tiba muncul begitu saja.

***



Malam ini aku sudah berjanji menyanggupi Siska untuk datang dan mengajar privat Stefani anaknya yang tak lain adalah anak didikku di sekolah dasar tempatku mengajar. Setelah selesai mengajar ditempat lain, kini kupacu motorku untuk menuju rumahnya yang memang secara kebetulan letaknya tidak jauh dari tempatku tinggal, mungkin sekitar 20 menit perjalanan dari rumahku.

Setelah aku parkir motorku dihalaman rumahnya, aku berdiri sesaat memperhatikan sekeliling rumah itu. Rumah sederhana model minimalis bercat merah muda ini terlihat nyaman dengan beberapa tanaman bunga didalam pot berjejer diteras rumah. Kulangkahkan kaki menuju teras untuk mengetuk pintu ruang tamu,

“Tok..tok..tok”

“Iya sebentar..!” terdengar suara Siska dari dalam rumah menyahut.

Beberapa saat kemudian terlihat pintu ruang tamu terbuka, bersamaan dengan itu aku sedikit terkejut setelah melihat penampilan Siska malam ini. Dia memakai daster pendek tanpa lengan berwarna putih membuatku menelan ludah. Warna merah BH nya tercetak jelas dari daster tipis itu.

“Eh, pak Heri, silahkan masuk pak. Stefani sudah menunggu diruang tengah,” Katanya dengan senyuman

“Ba..baik bu” Kataku agak sedikit gugup

Dia berbalik berjalan menuju ruang tengah, aku yang berjalan mengikutinya dari belakang tak henti – hentinya memperhatikan lekuk tubuhnya yang sexy. Sebagai lelaki normal, jiwa kelakianku tiba – tiba menyala melihat pemandangan itu, ditambah pantatnya yang bulat bergeol seiring langkahnya membuat penisku terasa menggeliat dibawah sana.

“Pak Heri...” sambut Stefani dengan sangat ceria dimeja tengah setelah dia sadar akan kedatanganku

“Saya tinggal kebelakang dulu ya pak,” Pamit Siska yang kemudian berbalik meninggalkanku dengan Stefani anaknya diruang tengah.

Selama menemani Stefani belajar, pikiran kotorku terus melayang mebayangkan tubuh Siska. Dari sudut mataku tak henti – hentinya mencuri pandang ke arah Siska apa bila dia sedang melintas didekat tempat dudukku. Penisku kembali menggeliat.

Setelah kurang lebih dua jam aku menemani Stefani, kini aku sudahi kegiatan belajarnya. Aku beranjak dari tempat duduk.

“Itu kopinya di minum dulu pak, sudah saya buatkan dimeja ruang tamu,” Ucap Siska setelah tau aku selesai menemani anaknya belajar.

Aku duduk di sofa ruang tamu, sekilas terlihat Stefani sudah berjalan masuk kedalam kamarnya. Kutebarkan pandangan kesekitar ruangangan sampai akhirnya pandanganku terhenti pada sebuah foto di dinding ruang tamu, terlihat di foto itu Siska menggendong seorang bayi yang aku yakin itu adalah Stefani anaknya, disamping Siska ada seorang ibu berhijab ikut berpose di samping Siska,

“Itu mama saya pak,” Tiba – tiba suara Siska membuatku terkejut, Siska sudah duduk berseberangan denganku.

“Oh, pantesan, anaknya cantik, mamanya juga cantik sih.” Candaku

“Duh, pak Heri nih bisa aja bercandanya,hehe” Siska tertawa

“Kalau aku lihat, kita kayaknya seumuran ya, jangan panggil aku pak dong biar lebih akrab,” Ucapku mencairkan suasana

“Lalu aku harus manggil gimana ini?” Tanya Siska

“Panggil nama aja, atau mas juga boleh,” Kataku

“Hm, baik pak...eh mas. Tapi mas juga panggil saya Siska aja ya” Kata Siska terlihat tersipu

Aku hanya mengangguk sambil mata ini terus merhatikannya

“Kalian hanya tinggal berdua disini?” Selidikku

“Ada bibi Nur mas, tetangga sebelah yang menemani Stefani disini kalau aku sedang bekerja,”

“Ya beginilah mas, maklum sekarang saya hidup sendiri, jadi mau gak mau harus bertahan hidup sendiri, karena itulah akhirnya Stefani jarang terurus” Lanjutnya

“Lalu apa gak kepikiran buat nikah lagi gitu?” Tanyaku

“Entahlah mas, rasanya masih trauma saja dengan laki – laki, “ suara Siska terdengar lirih bersamaan dengan dia merubah posisi duduknya, kaki kiri diangkat dan diletakkan diatas kaki kanannya, sehingga terpampang jelas paha putih mulus itu dihadapanku. Pikiran kotorku kembali menjadi, ingin rasanya ku jamah paha itu, ah...penisku tegang sekali saat ini. Tetapi aku tidak berani bertindak lebih, disisi lain aku masih menjaga etikaku, aku tak ingin tergesa – gesa dalam hal ini walaupun nafsuku sudah tak terbendung lagi melihat pemandangan itu tepat didepanku.

“Rumah mas Heri dekat dari sini?” Tanyanya membuyarkan lamunanku dan membuatku tergugup.

“Eh, ii.iya..deket kok, sekitar 20 menit dari sini. Silahkan kalau Siska sama Stefani mau mampir kerumah,” suaraku terdengar terbata

“Wah, entar istrinya malah berpikiran engak – enggak kalau aku kesana mas” Candanya

“Aku keliatan sudah beristri ya?” Kataku

“Maksud mas?” Siska kembali bertanya heran sambil terlihat mengernyitkan dahinya

“Hehe, aku masih belum menikah Sis,”

“Yang benar mas? Hm...boleh nih, hihi” Siska kini tersenyum terlihat lebih cantik memperlihatkan lesung dipipi nya

“Boleh apa ni maksudnya?” Aku pancing kembali perkataannya

“Eh, nggak kok mas, boleh kerumah maksudnya” Siska kembali tersenyum

“Hehe, Bisa aja kamu ini” kataku sembari melirik arlojiku yang sudah menunjukkan hampir jam 10 malam.

“Ya sudah, aku pamit dulu ya Sis, silahkan kalau mau mampir kerumah, pintu rumahku terbuka lebar untuk kamu dan Stefani” Kataku

“Oke deh mas, nanti kalau ada waktu aku sama Stefani akan main kesana. Mas hati – hati dijalan ya” Ucap Siska

Aku beranjak dari sofa, dan berlalu meninggalkan rumah itu.

***

Di perjalanan pulang pikiranku terus melayang membayangkan sosok Siska. Dari awal saat bertemu disekolah, aku merasa ada yang lain dengan wanita ini. Ditambah penampilannya malam ini, membuat nafsuku sebagai lelaki normal ikut terusik.

“Ah...sialan, kenapa jadi kepikiran terus ya” Ucapku dalam hati.

Setelah motorku memasuki gang menuju rumah, aku sedikit terkejut. Dari kejauhan terlihat ada dua wanita sedang duduk dikursi teras. Keduanya memakai rok yang sangat minim dan memakai kaos yang ketat. Semakin aku mendekati rumah, aku semakin terkejut, salah wanita itu sangat aku kenal. Dia adalah Dina, anak pertama dari tanteku yang aku tumpangi disaat aku kuliah di kota ini. Dina ini seorang mahasiswi tingkat akhir. Dulu disaat aku tinggal disana, Dina masih duduk di bangku SMP. Seorang gadis berjilbab yang sangat pendiam. Akan tetapi semua itu berubah drastis semenjak dia masuk kuliah, entah apa yang membuatnya berubah. Baik itu penampilan dan tingkah lakunya. Dina sudah tidak lagi mengenakan jilbab, dan dia juga sering tidak pulang kerumah dengan alasan menginap dirumah teman kampusnya. Tanteku atau mamanya Dina seakan sudah menyerah atas perubahan putri pertamanya ini. Untuk wanita satunya lagi yang duduk disamping Dina, aku tidak mengenalnya,

“Mungkin temannya Dina” kataku dalam hati.

Tetiba dihalaman rumah, kedua gadis ini berdiri dari duduknya dan berjalan medekatiku. Kedua mataku tertuju pada teman Dina. terlihat lekuk tubuhnya yang sexy dengan payudara yang sedikit menonjol khas abg, kulitnya putih dengan rambut panjang berwarna keclokatan. Setelah mereka mendekatiku, aku baru sadar, kalau teman Dina ini seperti orang Cina, dengan mata sipit dan kedua pipinya terbentuk lesung apabila tersenyum.

“Hm..cantik juga gadis ini,” kataku dalam hati

“Aku kira siapa, kok malam – malam ada dua gadis duduk – duduk dirteras rumahku, ada apa Din kok tumben sekali kamu main kesini malam –malam?” Tanyaku pada Dina

“Maaf banget ya mas, aku tidak mengabari mas Heri sebelumnya kalau mau kesini”

“Aku kesini ingin minta tolong pada mas Heri malam ini saja..plissss” Kata Dina memelas

“Tolong? Minta tolong apa Din?” Aku sedikit mengernyitkan dahiku

“Boleh kita masuk dulu mas?”

“Oh, iya – iya. Sorry sampai lupa gak aku persilahkan masuk,hehe..” kataku

Segera aku membuka pintu

“Oh iya, Kenalin mas, ini teman kuliahku, Mirna” Dina memperkenalkan bersamaan dengan Mirna menyodorkan tangannya kearahku.

“Heri,” Sambutku

“Mirna,” Ucap gadis itu dengan senyuman

“Sudah menunggu dari tadi ya?, ayo masuk dulu” Kuajak mereka berdua untuk memasuki ruang tamu. Sekilas tercium aroma alkohol pada mereka berdua.

“Ya lumayan mas, kita bisa ngobrol sebentar mas?” Ucap Dina yang langsung menggandengku memasuki ruang tengah, dan Mirna duduk di kursi ruang tamu

“Kamu mabuk Din?” Tanyaku setelah kita berdua ada diruang tengah

“Jangan bilang mama ya mas, makanya aku ingin minta tolong mas Heri malam ini. Aku tidak berani pulang, aku bisa kan untuk nginep disini malam ini aja mas?” Suara Dina sedikit berbisik

“Dasar kamu ini, tetap aja bandel banget,”

“hehe, kita abis dari pesta temanku mas. Dengan keadaan seperti ini aku takut untuk pulang. Tapi plis ya, jangan laporin ke mama,” Dina terlihat memohon

“Ya sudah, kamu bersih – bersih dulu sana, kamu sama Mirna pakai kamar tamu didepan,”

“Makasih ya mas, mas Heri emang baik deh,” Ucap Dina dengan mata berbinar

Kita kembali ke ruang tamu, dan kita bertiga ngobrol diruang tamu sekitar kurang lebih 30 menit, sampai akhirnya aku berpamitan untuk istirahat dikamarku.

---

Aku terbangun dari tidurku, terasa kandung kemihku penuh, aku harus kekamar mandi untuk buang air kecil. Kulirik jam dinding masih menunjukkan pukul 01.15 dini hari. Aku beranjak dari tempat tidur dengan malas dan melangkah keluar kamar. Sekilas kulihat kamar tamu yang mana malam ini ditempati Dina dan Mirna sudah tertutup rapat. Aku melangkah menuju kamar mandi diruang belakang yang bersebelahan dengan dapur. Seketika sampai ruang belakang, langkahku terhenti tepat didepan pintu kamar mandi dengan sedikit terkejut. Pintu kamar mandi tidak tertutup rapat, dan suara kran air terdengar mengucur ke bak mandi. Akan tetapi yang membuatku semakin terkejut adalah, disela – sela suaran kucuran kran air, ada suara desahan yang tertahan.

“Aaaah....Sssshshhh,Ooh..” Suara itu terdengar samar

Akupun tak tau pasti siapa yang didalam kamar mandi itu, dengan tangan sedkit bergetar, kudorong pelan pintu kamar mandi. Betapa terkejutnya aku melihat siapa yang ada didalam, Mirna sedang duduk mengangkang di atas closet dengan baju atas sudah awut – awutan dan bagian bawah sudah tidak memakai apa – apa lagi, terlihat kepalanya mendongak keatas dengan tangannya berada di antara pangkal pahanya dengan jari lentiknya sedang mengusap – usap pelan vaginanya. Terlihat kulit pahanya yang mulus dan tepat diatas vaginanya terlihat bulu halus yang sangat rapi.

”Maa..mas Heri..!” Mirna terlihat tergagap setelah sadar aku sudah berada di depan pintu kamar mandi sedang memperhatikannya.

”Eh, maaf Mir, aku gak tau kalau kamu ada didalam” Kataku sambil tanganku ingin menutup pintunya kembali

”Mas Heri tunggu mas...” Terdengar suara Mirna memanggil, kuurungkan menutup pintu.

Terlihat Mirna beranjak dari duduknya dan melangkah mendekatiku dan seketika memelukku di depan pintukamar mandi. Aku hanya terdiam tanpa bisa berucap kata – kata.

”Puasin aku malam ini mas, mas Heri sebenarnya juga ingin kan” Bisik Mirna ditelingaku sambil jari lentiknya mengusap penisku dari luar celana pendekku.

”Ta..tapi nanti kalau Dina tau bagaimana” Kataku kini terdengar gugup

”Dia sudah tertidur lelap mas, dan gak akan tahu” Bisiknya

Aku hanya terdiam mendengar itu, seakan tak percaya dengan yang aku alami sekarang. Mirna yang semalam terlihat lebih banyak diam disaat kita ngobrol bertiga di ruang tamu, kini dia terlihat lain.

”A..aku pipis dulu ya, kebelet nih...” Ucapku

Mendengar ucapanku, Mirna hanya tersenyum menggoda, aku segera melepaskan pelukannnya dan masuk kedalam kamar mandi untuk buang air kecil. Mata Mirna terus tertuju ke arah penisku disaat aku buang air kecil.

---

“Sssshhh....sluurrrrrpp...eeemmm” terdengar bibir kami beradu

Mirna seakan kesetanan setelah dia kugandeng kedalam kamarku, kita berciuman dengan panasnya

“Aaaah....sluuurpp...” hanya suara desahan yang tertahan terdengar dari bibir Mirna bersamaan dengan jariku melepas semua baju tidur yang dipakainya. Jari lentik Mirna pun tak tinggal diam, dengan aktif dia berhasil melepaskan celana pendek dan kaos oblong yang aku pakai. Kini kita sudah sama – sama telanjang bulat dan tetap berciuman dengan posisi berdiri.

Ciuman Mirna kini beralih ke leherku beberapa saat, terasa lidahnya mengusap leherku lalu menuju ke dadaku, sampai akhirnya dia jongkok tetap didepan Penisku. Dengan sedikit terbelalak, Mirna mengelus batang penisku dengan jari lentiknya.

“Besar banget mas, dan sudah sangat keras sekali” ucapnya

Aku mendengar itu hanya tersenyum tanpa berucap, beberapa saat kemudian, dengan sekejap Mirna sudah mengulum batang penisku, terasa lidahnya menari mengusap ujung penisku membuatku tak sadar mengeluarkan desahan,

“Aaaah....Enak sekali sayangggg” Desahku

Mendengar itu Mirna terlihat semakin bersemangat memaju mundurkan kepalanya, jari lentiknya pun tak henti – hentinya memijit biji pelirku membuatku berasa malayang dibuatnya malam ini. Sepertinya Mirna sudah mahir melakukan ini.

“Ooohhhh....enak saaaayanng..terus sayaaangg” Aku mendesah sekali lagi

Karena rangsangan yang diberikan Mirna sangat luar biasa, terasa batang penisku berkedut, seakan pertahananku sudah mau dijebolnya. Mirna seakan paham akan hal itu, dia menyudahi aktifitasnya dan kini dia berdiri dan melumat bibirku lagi.

“Slruuupppp....slrrruppp”

Sambil berciuman tanganku meremas kedua payudaranya secara bergantian. Ukuran payudara yang tidak terlalu besar akan tetapi terasa kenyal dan kencang khas usia cewek ABG. Setelah puas jariku memainkan dua gundukan itu, kini tanganku berpindah ke bawah tepat di selakangannya, jariku menelusup disana. Terasa liang vaginanya sudah sangat basah.

“Gila ni anak, sepertinya sudah sange berat” Gumamku dalam hati

“ooohh...mas Herii...aaaahhhh” Mirna melepaskan ciumannya, kini terdengar desahan ketika jari – jariku mengusap lembut vaginannya

Ciumanku kini berpindah ke dadanya, kujilat puting payudaranya dan sesekali kugigit pelan membuatnya semakin menggelinjang.

“Ahhh...ayo mas..aku sudah gak tahan...ooohh” Ceracaunya sambil

Aku tuntun menuju ranjang tidurku, aku rebahkan tubuh telanjangnya dengan posisi kedua kakinya terbuka lebar. Ciumanku beringsut turun secara perlahan sampai akhirnya berhenti tepat di liang vaginanya. Kini terlihat jelas vaginannya yang sudah membanjir. Aku jilat daging kecil yang mencuat di atas liang vaginanya, terdengar desahannya semakin jelas.

“Aaaah...mas Heri, cepat masukin...jangan siksa aku sayaaaang...” Desahnya kini terdengar semakin keras

Setelah beberapa lama lidahku menari di vaginanya, kini aku gigit pelan kelentitnya membuatnya semakin menggelinjang. Terasa tangannnya menjambak rambutku. Kedua pahanya dia rapatkan sehingga kepalaku seperti tertanam lebih dalam diantara pangkal pahanya. Beberapa saat kemudian, terasa pinggulnya tersengal bersamaan dengan cairan yang menyembur dari liang vaginanya dan membasahi mulutku.

“Ooooh....aku keluar saaayaaaanggg...” bersamaan dengan itu Mirna terdengar mendesah

Aku biarkan Mirna menikmati puncak kenikmatannya, posisi kepalaku masih tetap diselakangan Mirna, sampai akhirnya dia merenggankan kedua pahanya. Dengan sekejap aku beranjak menindih tubuh telanjangnya, terlihat Mirna tersenyum penuh dengan kepuasan.

“Makasih ya sayaaang..” ucap Mirna masih sedikit tersengal

Mendengar itu aku hanya tersenyum, dan tanganku mengarahkan penisku yang sudah sangat tegang dari tadi ke liang vaginanya. Setelah aku rasa tepat ujung penisku berada di liang vaginanya, kuhentakkan pinggulku dengan sedikit kasar, “Bleesss”, ujung penisku menyeruak masuk ke dalam vaginanya,

“Ahh..pelan – pelan sayaaaanggg” Ucap Mirna, terlihat wajahnya sedikit meringis

“hehe, maaf sayang, habisnya kamu yang godain dulu sih” candaku, Mirna hanya diam dan kembali tersenyum.

Aku maju mundurkan pinggulku dengan perlahan, terasa batang penisku seperti di remas lembut dinding rahimnya.

“Oooh...terasa memeknya masih sempit sekali” gumamku dalam hati

Beberapa saat kemudian kupercepat genjotanku, sehingga tanpa sadar kita kini sama – sama mendesah,

“ohhh.....terusss sayaaangggg...aaaaahh...aaaah...” ceracau Mirna

“Plok..plok..plok..” terdengar paha kami beradu, bibir tipis Mirna kembali kulumat dan kita kembali berciuman dengan panasnya.

Setelah sekitar 10 Menit dengan posisi itu, aku meminta Mirna untuk merubah posisinya menjadi nungging membelakangiku, seperti kerbau dicocok hidungnya, Mirna hanya menurut tanpa mengucapkan apapun. Kini terlihat bongkahan pantatnya yang bulat tepat didepanku, vagina berwarna merah muda mengitip diantara bongkahan kedua pantat yang sexy itu membuatku semakin bergairah, nafsuku serasa semakin terbakar, Segera kutancapkan lagi batang penisku di liang vaginanya dari belakang, “bles.

Dengan posisi seperti ini, sangat terasa cengkeraman dinding rahimnya di batang penisku membuatku semakin blingsatan. Aku seperti kesetanan, kau maju mundurkan pinggulku dengan cepat dan kasar.

“aaah...aaaah....oohhh..lebih cepat sayaaaang..oooohhh” Mirna kembali mendesah

“Plaak....” Sesekali tanganku menampar pantat yang bulat itu, terbekas warna merah disana.

“Ahhhh, kamu nakaal sayaang..” gerutu Mirna

Aku seakan tidak perduli lagi, aku semakin mempercepat genjotanku..

“Plokkk...plok..plok...”

Setelah beberapa menit ku genjot dengan kasar, kini terasa dinding rahimnya berdenyut, dan bersamaan dengan itu aku juga sudah tak bisa lagi menahan pertahannku lagi.

“Ooooh...aku mau keluar lagi saaaayaaang“ desah Mirna

“Oh aku juga sayang..” Ucapku tersengal

“Croootttt..crootttt..” penisku menyembur didalam vagina Mirna, terasa spermaku membanjiri vaginanya.

“ooohh.....” tanpa sadar aku mendesah bersamaan dengan menyemburnya spermaku

Kubiarkan penisku menancap divaginanya, dan beberapa saat kemudian kurebahkan tubuhku disamping Mirna. Dengan senyum kepuasan.

---

“Udah gak tahan banget ya, kok malam – malam main sendiri dikamar mandi?” Godaku ke Mirna sambil kita tiduran dan saling berpelukan

“hehe,,jadi malu” Mirna terlihat tersipu

“Aku sebenarnya belum tidur sama sekali mas, dan Dina sudah terlelap dari tadi, lalu aku nonton film aja di handphoneku berharap dengan itu aku bisa ngantuk, eh malah filmnya banyak adegan bercintanya, gak jadi ngantuk deh” Lanjutnya dengan tersipu

“Dasar ya, tapi kok mau sih bercinta sama aku?” Selidikku

“Hm..sebenarnya mas Juga mau kan? Jujur aja deh, pas waktu ngobrol diruang tamu tadi, mata mas Heri nakal, melirik ke arah paha aku terus kan.he he ” Ucap Mirna Santai

“Deg” Aku sangat terkejut mendengar itu. Ternyata Mirna menyadarinya. Memang aku selalu mencuri pandang kearahnya disaat kita sedang ngobrol

“hehe..kok kamu tahu aja, Habisnya kamu cantik banget sih Mir” Candaku mencairkan suasana.

“Dih, gombal banget” celetuknya sembari tertawa

Kita berpelukan dengan erat dengan masih sama – sama telanjang. Kita kembali berciuman dengan panasnya, dan tak terasa empat kali aku menyetubuhi Mirna malam itu.

Berlanjut Kesini
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd