Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT [TAMAT] Kisah BB - Bidadari yang menjadi jaminan

Status
Please reply by conversation.
Cerita baruuu yeeaaayy :mantap:
Sepertinya vina bakalan jadi budak nih ;)

Lanjut terus suhu
 
Vina tak tahu berapa lama perjalanan itu berlalu, tp hari sudah malam saat mobil yg membawanya tiba di depan gerbang besar yg terbuka tak lama setelah mobil terdepan tiba. Vina sedikit kagum melihat besarnya rumah yg ada didepannya. Rumah itu terlihat besar bagaikan istana dengan pilar2 dibagian depan rumah dan taman penuh bunga dan air mancur yg terlihat mewah. Pohon2 dan bunga2 juga menghiasi taman itu, jelas terawat tanpa adanya satupun daun mati yg terlihat.

Tp hati Vina tak tenang, ia benar2 ada dikandang singa sekarang dan ia takut apa yg akan terjadi padanya. Ia mengutuk dirinya kenapa ia harus mengatakan ia lebih memilih menikahi pembantu daripada pak John. Apa mungkin pak John serius akan memaksanya menikah dengan pembantu?

Saat mobil yg ditumpanginya berhenti, dan pria yg sedari tadi menahannya kini menariknya keluar dr mobil.
"Selamat datang nona Vina, maaf perjalanannya makan waktu lama saya harap nona betah tinggal disini", kata pak John dg senyumannya yg memuakkan dimata Vina.
Tp Vina tak bs apa2 disini, ia jauh dr rumah dan sepanjang jalan menuju rumah ini ia melihat hutan belantara dan jarang melihat rumah lain disamping jalan,"Pak, saya mohon ijinkan saya pulang"
"Oh no no, kita sudah membuat perjanjian nona. Dan sebagai businessman, perjanjian adalah hal yg sakral bagi saya. Mari, nona masuk kerumah saya", kata pak John.
Saat Vina tak juga berjalan, tangannya ditarik oleh salah satu pria pengawal pak John dan ia pun masuk kedalam rumah.

Saat didalam rumah, seorang wanita dg baju kantoran sudah menunggu sambil duduk di sofa. Begitu melihat pak John, wanita itu berdiri.
"Ah Bu Shinta, anda pasti sudah menunggu lama", kata pak John kemudian menjabat tangan wanita itu.
"Tidak juga pak, permintaan bapak sudah saya siapkan pak. Jd, ini pengantin barunya?", kata bu Shinta kemudian menatap Vina.
Vina merinding mendengar itu, ia tak mau menjadi pengantin seorang rendahan seperti pembantu.
"Tepat sekali, surat2 nya sudah siap?", kata pak John.
Setelah mengangguk, pak John menyuruh bawahannya supaya memanggil para pembantu dirumah ini. "Nah, Nona Vina, silahkan duduk disofa, calon suami nona akan segera kesini"
"Pak, bu, saya mohon saya belum siap menikah! Saya gk mw menikah!!", pinta Vina bs merasakan dirinya mulai menangis lagi.
"Hahaha, kan nona Vina sendiri yg mau, saya agak kecewa tapi ya mau bagaimana lagi. Perjanjian adalah perjanjian nona. Tenang saja, nikah itu enak kok, hahaha"

Tak lama, 4 orang pria muncul, kelima2nya berpenampilan lebih kampungan dibanding pembantu dirumah Vina. 3 orang terlihat sudah berumur 40tahunan dan satu orang yg sudah kakek2. Pakaian mereka juga sepertinya seadanya, hanya kaos usang yg terlihat kotor setelah dipakai bekerja seharian tanpa sempat diganti. Vina merasa mual, apakah salah satu dr pembantu2 itu akan dijadikan suaminya dg paksa?
"Nah bapak2, kenalin dulu nih, ini nona Vina. Dan katanya nona Vina pengen nikah sama salah satu diantara kalian"
Keempat pembantu itu terlihat terkejut, dan seolah tak percaya meski tak perlu waktu lama sebelum wajah mereka cerah melihat Vina yg hanya berbalut bikini saja.
Salah satu pembantu itu kemudian mengangkat tangannya,"Pak, yg dpt non Vina siapa pak? Hehe"
Vina merasa mual mendengar kata2 dr pembantu jelek seolah dirinya dianggap seperti hadiah. Pak John tersenyum melihat kelima pembantunya itu,"Hmmm... Iya juga ya... Wah saya malah belum tahu siapa yg cocok... Nona Vina? Mungkin ada yg nona Vina suka?"
Vina menatap pak John dg tatapan tak percaya, kata2 pak John menyiratkan seolah dirinyalah yg ingin melakukan ini semua. Tp Vina tak bs mengelak kalau ia sendiri yg memulai masalah ini. Apakah sudah terlambat memohon supaya pak John saja yg menjadi suaminya. Masih mending ia dinikahi pria yg kaya meski jahat dibanding dijadikan istri babu.
"Pak, jangan nikahkan saya dengan pembantu bapak. S... Saya mau pak jd istri bapak saja!", pinta Vina.
"Wah, gk bisa donk nona Vina. Kan nona sendir yg blg lebih baik nona menikah dg pembantu saja drpd saya. Hmm... Kalau begitu gimana kalauuu... Ah, mbah Parto saja kalau begitu. Mbah udah bekerja pada keluarga saya dr jaman mudanya, mungkin udah waktunya saya kasih hadiah? Gimana mbah?"
Mbah Parto terlihat tak percaya dg apa yg ia dengar,"W... Wah makasih pak. Saya mau pak!"
Tp jelas itu membuat keempat pembantu lain tak puas mendengar itu,"Wah jangan mbah Parto pak, kasihan gk mungkin kuat"
"Iya pak, saya aja, pasti non Vina lbh puas klo sm saya"
"Heh, lu udah punya anak bini. Gw aja lah yg msh duda!", seru pembantu yg lain.
"Alah, mbah Parto malah udah punya anak cucu! Kenapa gw gk boleh?", kata pembantu yg tadi.
"Sudah sudah. Hmmm gini aja, biar mbah Parto aja yg nentuin. Malah, ini bs kalian anggap bukti bahwa kalau kalian semangat kerja dan setia pada saya, saya gk takut ngasih hadiah2 yg besar buat kalian! Gimana?", kata pak John sambil tersenyum, meski Vina melihat ada yg berbeda dr senyuman pria itu, terutama tatapan matanya yg malah terlihat mengintimidasi. Dan saat Vina melihat para pembantunya, ketiga pembantu yg tadinya berdebat terdiam.
"Nah, saya senang bapak2 juga bs paham dg keputusan saya. Nah, kalian boleh pergi kecuali mbah Parto"

Ketiga pria itu segera bergegas pergi seolah keberadaan mereka akan terancam jika tidak segera pergi dr ruang tamu ini.
Bu Shinta kemudian mengambil beberapa kertas dokumen dr tasnya yg ia taruh di sofa dan meletakkan benda itu diatas meja.
"Nah, mbah Parto dan nona Vina, silahkan tanda tangan dokumen ini", kata bu Shinta seolah apa yg barusan terjadi bukanlah hal yg aneh.
Mbah Parto jelas terlihat senang dan segera menanda tangani dokumen2 itu sesuai perintah. Vina masih tak mau menandatangani dokumen itu, sekilas dokumen itu adalah dokumen perjanjian tp juga ada juga dokumen pernikahan yg Vina sendiri tak yakin legalitasnya.
"Ayo nona, tanda tangan di dokumen2 itu", kata pak John menatap Vina. Dan Vina paham, tatapan pak John mengutarakan bahwa Vina tak punya pilihan lain. Dan pilihan lain bs membuat Vina berakhir dikondisi yg jauh lebih buruk dr sekarang. Vina gemetar, ia tak mau menandatangani apapun tp instingnya mengatakan ia harus melakukan ini kalau ia masih ingin hidup. Vina berusaha menghibur dirinya sendiri, mungkin si kakek udah loyo sehingga ia tak perlu terlalu sering melayani kakek2 itu dan ia hanya perlu menunggu 1tahun saja. Ia berharap ayahnya bisa mengumpulkan uang, tak peduli bagaimanapun caranya.
"Terimakasih nona Vina, dan selamat ya mbah mulai besok mbah dan nona Vina sah menjadi suami istri", kata bu Shinta mengambil dokumennya.
"Wah cepet banget nyonya, hehe", kata mbah Parto.
"Hahaha ya jelas lah mbah, kan pake jalur belakang. Bisa lah diatur itu, ya kan bu Shinta"
"Bisa pak, seperti biasa", kata bu Shinta kemudian berpamitan pada pak John, meninggalkan Vina yg kini ketakutan dan berharap ini semua hanya mimpi buruk.
"Nah, nona Vina skrg silahkan ikut sm mbah Parto ke rumah pembantu dibelakang", kata pak John kemudian berdiri.
Vina, masih tak bs menerima kenyataan itu, dan teringat kata2 pak John tadi,"T... Tunggu pak, kata bapak saya br jd istri mulai besok. Jd, saya tak seharusnya ikut mbah skrg kan pak?"
Pak John terlihat kaget, tp kemudian seolah teringat,"Ah! Bodohnya saya, haha tentu nona. Maaf ya mbah, harus sabar bentar. Kasihan juga nona Vina pasti capek dan syok dg lingkungan barunya"
Mbah Parto tetap saja tersenyum dan menatap Vina seolah sudah siap menelanjangi gadis itu didalam kepalanya,"Ah gk apa2 pak, kalo cuma semalam mah saya bs sabar, hehe"

Vina merasa tak nyaman melihat tatapan si kakek2 jelek yg rambutnya sudah jarang dan giginya hampir habis itu sehingga ia berusaha menutupi dada dan selangkangannya dg tangannya,"Pak, saya boleh minta baju pak? Saya tak mungkin memakai bikini saja kan pak?"
"Hmmm, Ok. Kalau begitu, anggap saja hadiah pernikahan nona Vina, saya akan berikan 2 buah pakaian untuk nona Vina", kata pak John.
"Terimakasih pak", kata Vina, bersyukur setidaknya ia punya baju lain yg bs menutupi tubuhnya dr mata orang2. Meski begitu, Vina sempat heran dg para pengawal pak John, meski ia berpakaian bikini yg menampilkan tubuh indahnya, semua pria itu seolah acuh dan hanya para pembantu tadi saja yg kelihatan bernafsu melihat dirinya. Ia penasaran apakah pak John jg yg menjadi penyebab sikap mereka, seperti halnya para pembantu tadi?
Vina mulai berpikir, mungkin justru pak John lah yg bs melindunginya dr hal2 yg benar2 bs mengancam nyawanya ditempat ini.
Ia diajak naik kelantai 2 dengan pak John sementara si kakek kembali ke belakang rumah. Vina diajak masuk kedalam kamar dg sebuah ranjang besar dan lemari2 besar berjajar ditembok, sebuah meja rias di sudut ruangan dan sebuah tv flatscreen besar terpasang di tembok diujung ranjang.
Pak John membuka salah satu lemari dan memilih2 isi lemari itu sebelum kemudian tersenyum dan mengambil 2 pakaian yg tergantung di gantungan baju.
Vina menatap kedua baju itu, yg satu adalah baju piyama biasa sedangkan yg satunya adalah baju kimono dan Vina bs melihat kedua pakaian itu adalah pakaian berkualitas tinggi.
"I... Ini...", kata Vina. Ia berharap pakaian yg bs ia pakai sehari2, mungkin baju dan celana jins panjang atau bahkan jaket yg tebal, bukannya piyama yg kelihatannya agak tipis dan kimono yg terlihat tak cukup panjang hingga pahanya.
"Kenapa, nona Vina tak mau menerima hadiah dr saya?", kata pak John, tetap tersenyum tp kini Vina bs melihat tatapan matanya yg intense. Tanpa bicara pun Vina tahu pak John bs saja membuatnya telanjang bulat dan ia tak akan bs melawan.
"Oh gk pak, saya suka hadiah bapak. Terimakasih pak!", kata Vina segera mengambil kedua pakaian itu.
"Ah, saya senang nona juga senang. Nah, untuk malam ini, silahkan nona tidur dikamar ini", kata pak John.

Vina sekali lg berterimakasih dan pak John pun dg terlihat senang meninggalkan kamar itu. Vina merasa lemas, ia tak percaya dg apa yg sudah terjadi seharian ini. Ia merebahkan dirinya di ranjang yg terasa begitu lembut dan nyaman itu. Meski begitu, ia merindukan rumahnya sendiri, ia merindukan kamarnya sendiri. Vina hanya bs menangis, ia merasa marah pada ayahnya yg sudah menipu orang seperti pak John, ia merasa marah karena dirinyalah yg harus memayar kesalahan ayahnya, dan ia hanya bs menangis karena kini ia harus terjebak di kandang emas ini. Rasa letih mulai muncul dan mengambil alih emosi Vina dg rasa acuh yg kini ia rasakan. Matanya mulai menutup dan tak perlu waktu lama sebelum ia masuk kedalam alam mimpi.

Saat pagi menjelang, Vina merasa tak mau keluar dr kamarnya, tp ia tahu cepat atau lambat dirinya akan dipaksa keluar kamar jg. Ia menjelajahi kamar itu dan membuka pintu lain yg ada dikamar yg rupanya membuka kamar mandi dg bathub dan shower. Vina sedikit tersenyum, setidaknya ia bs mandi dg nyaman di tempat ini. Ia melangkah masuk kedalam bathub itu sambil melepaskan bikininya. Ia kagum melihat kran air bathub itu bs mengalirkan air panas atau dingin. Vina mulai merebahkan tubuhnya, menikmati air hangat yg mengalir dr kran dan memenuhi bathub. Vina menikmati sesi mandinya entah berapa lama sebelum ia memutuskan untuk keluar dr bathub dan memakai kembali bikininya. Ia tak punya pilihan lain selain memakai bikini itu sebagai pakaian dalam sebelum ia kemudian memakai baju piyama. Meski baju itu tetap saja terasa tipis, setidaknya tubuhnya tertutupi oleh lengan dan kaki celana yg panjang. Ia ingin membuka lemari baju atas rasa penasaran, dan ia kaget melihat baju2 yg terlihat indah dan bermacam2 dr gaun hingga kaos dan celana jins. Vina ingin mengambil pakaian2 itu, tp ia tahu ia tak bs menyembunyikan pakaian itu dimanapun dan kalau ketahuan, apa yg akan terjadi tak ingin ia bayangkan.
Ia penasaran, apakah ini baju2 istri pak John? Ataukah pacar? Vina bahkan tak bs menebak apa lg kemungkinan yg membuat pak John memiliki baju2 macam ini dirumahnya.



Tiba2 saja pintu kamar itu terbuka, dan pak John sudah berdiri dg 2 pengawalnya mengikuti dr belakang. Vina kaget dan menutup lemari itu saat menyadari pintu kamar terbuka.
"Ah nona Vina sudah bangun rupanya. Kalau begitu, nona Vina silahkan ke rumah belakang karena sepertinya mbah Parto sudah menanti nona", kata pak John.
"Ah... I... Itu, apa saya harus kesana pak?", kata Vina masih enggan bertemu dg mbah Parto.
"Hmm? Apa nona Vina perlu bantuan?", kata pak John yg kemudian menatap kedua pengawalnya yg garang.
"Oh! T... Tidak pak, maaf. S... Saya kebelakang sekarang", kata Vina mengambil baju piyama yg sudah terlipat rapi dan melewati pak John yg terlihat tersenyum seperti biasa.

Vina bergegas turun ke bawah dan berjalan menuju belakang rumah. Ia melihat 2 orang pembantu yg sibuk menyapu dan mengelap jendela yg juga melihat dirinya dg tatapan lapar pada tubuhnya. Vina mengacuhkan keduanya dan kini tiba di dapur, ia terkejut melihat ada wanita yg sedang memasak. Tp melijat penampilan wanita itu yg gemuk dan berpakaian seadanya, ia juga menebak wanita ini juga pembantu dirumah ini. Saat Vina berjalan di dapur itu, wanita yg tadinya memasak membelakaingnya berbalik dg teflon ditangannya. Wanita itu hendak menaruh telur dadar goreng keatas piring saat ia sadar keberadaan Vina di dapur itu.

"Hmm? Oh, kenapa? Lapar?", kata wanita itu tanpa ada sopan2nya pada Vina.
Vina tiba2 saja merasa lapar begitu mencium bau telur dadar yg sudah matang itu dan nasi yg sepertinya jg baru saja matang."I... Iya mbok..."
"Masak sendiri aja di belakang, ini sarapannya pak John", kata wanita itu ketus dan berbalik badan lg.

Vina merasa marah, ia tak pernah berhadapan dg pembantu yg tak sopan padanya. Tp ia kemudian berpikir, mungkin wanita ini jg sudah mendengar tentang dirinya yg kini tak lbh dr istri pembantu, tak beda derajatnya dg wanita itu. Vina merasa lemas, ia menatap kebelakang rumah dr pinju dapur yg terdiri dr jendela kaca besar yg bs digeser. Di luar, terdapat kolam renang yg jauh lbh besar dr kolam renang dirumahnya. Tp apa yg ia cari tak terlihat dimatanya.
"Mbok, rumah belakang itu... Disebelah mana ya?", tanya Vina.

Wanita td menghela nafas sambil berbalik badan, tangannya yg memegang spatula mengarah ke arah kolam renang,"Belakang ya belakang, ikuti aja jalan setapak di sebelah kolam, ntar jg nyampe dirumah lu yg baru"
Vina terdiam mendengar itu dan menggeser pintu kaca dapur dan keluar dr rumah itu. Vina berjalan perlahan mengitari kolam renang sebelum menemukan sebuah jalan setapak yg terbuat dr batu2an yg dihaluskan dan ditata rapi. Vina sekali lg kagum, tak hanya rumah depan yg luas, bagian belakang rumah ini pun sama luasnya bahkan seperti hutan dg pepohonan pinus yg rindang. Kata hutan mungkin kurang tepat juga karena pepohonan ini sudah pasti tidak tumbuh liar, tp sudah tertata sehingga menimbulkan kesan hutan yg rapi bagaikan taman.
Sekitar 10 menit berjalan, Vina tiba di sebuah rumah 2 tingkat yg terlihat seperti rumah biasa, meski lokasinya yg seolah tersembunyi dr rumah utama.

Vina kini berdiri didepan pintu rumah yg tertutup, ia tak mau mengetuk pintu itu apa lg kalau itu artinya ia harus tinggal dengan para pembantu dirumah ini. Tapi ia tak mungkin diam saja, cepat atau lambat ia akan tinggal ditempat ini, ia tak punya pilihan lain.
Vina mengetuk pintu 2 kali sebelum ada suara yg muncul dr dlm rumah. Ia tahu suara siapa itu, suara si kakek.
Pintu pun akhirnya terbuka dan dihadapan Vina kini berdiri kakek2 tua yg hanya memakai baju dalam dan celana kolor saja, wajah jeleknya tak menjadi lebih baik meski kini si kakek tersenyum lebar.
"Wah akhirnya, istri mbah dateng juga! Udah mbah tunggu2 lho non", kata mbah Parto.
Vina merasa mual mendengar kata2 itu, tp ia harus mengikuti kakek2 ini kalau ia masih sayang nyawa,"I... Iya mbah"
"Ya udah, yuk masuk aja non, hehe"
Vina masuk kedalam rumah yg terlihat layaknya rumah normal dg ruang tamu yg dihias dg lukisan2 dan sofa untuk tamu duduk, Vina penasaran apakah ada tamu yg datang kerumah didalam kompleks rumah mewah ini?
"Ayo neng, ke kamar mbah aja, hehe biar enak", kata mbah Parto.
"Ah, j... jangan mbah, d... disini aja dulu", kata Vina.
"Wah, mau disini aja? Gak apa2 klo ada yg liat non?"
Vina menyadari kesalahan kata2nya, dan ia tahu apa yg lbh parah dr disetubuhi oleh kakek2 jelek adalah disetuuhi kakek2 jelek dan ditonton teman2nnya yg tak kalah jelek.
"J... Jangan mbah, k... kita ke kamar aja", kata Vina.
"Hehe nah gt donk neng, biar romantis, hehehe", kata mbah Parto memandu Vina masuk. Setelah melewati ruang tamu, keduanya sampai di sebuah tuang tengah yg di kelilingi pintu2 di tiap sisi tembok, dg 2 buah tangga berputar di ujung ruangan yg mengarah ke balkon dg pintu2 lain seperti di lantai 1. Vina menghitung setidaknya ada 8 kamar di kedua lantai yg membuat rumah ini lbh mirip kost2an daripada rumah.
"Ayo non, kamar mbah disebelah sini", kata mbah Parto membimbing Vina ke kamar di lantai 1. Vina diajak masuk kedalam kamar yg ukurannya cukup besar, mungkin sekitar 6x5 meter dg kasur ukuran sedang dan lemari, juga ada barang2 elektronik seperti kipas angin, tv dan bahkan radio yg kelihatannya cukup tua. Di salah satu tembok terpasang foto yg cukup besar, didalam foto itu duduk mbah Parto dikelilingi pria, wanita dan anak2 dg baju yg rapi. Mungkin foto itu dr acara pernikahan karena banyaknya hiasan dibelakang foto itu.

Vina bergidik saat pintu kamar ditutup dan kemudian dikunci,"K... Kok dikunci mbah?"
"Hehe, ya biar gk ada yg ganggu lah non. Udah, non Vina duduk dulu aja", kata mbah Parto kemudian duduk di ranjang.
Vina masih ogah2an, tp ia pun tetap duduk disamping si kakek. Seperti dugaannya, mbah Parto menghimpitkan badannya yg kurus disamping Vina dan merangkulkan tangan kirinya di lingkar perut Vina.
Vina harus menahan rasa jijiknya saat tangan kanan si kakek mendarat di pahanya, ia tak tahu akan merasa apa saat tangan itu menyentuh langsung kulit halusnya.
"Wah, mbah gk nyangka bs nikah lg diumur segini. Hehe, apa lg sm cewek cantik, sexy, montok pula! Hahaha", kata mbah Parto terus mengelus2 paha Vina.
"Ah mbah, j... Jangan...", kata Vina saat tangan si kakek masuk diantara dua pahanya yg ia jepit.
"Ah gk apa2 non, kata pak John kan non Vina pengen nikah sm pembantu. Saya seneng lho non bs jd suami non Vina"
Vina kaget mendengar kata2 itu, Vina hanya bs menebak si kakek ini adalah bawahan setia pak John. Apakah kalau Vina menolak, ia akan dilaporkan pada pak John? Dan kalau iya, apa yg akan terjadi padanya?
"J... Jangan mbah, oh i... Iya mbah, saya belum sarapan mbah. Bisa... Tolong bawain makan mbah?", kata Vina ragu2 mengingat ia bukanlah majikan mbah Parto.
Mbah Parto awalnya kaget, tp kemudian tersenyum,"Oh, baik non. Hehe, biar gk lemes ya ntar. Udah, non Vina tunggu disini aja hbs ini mbah bikinin mie ya non"
Vina menghela nafas, setidaknya si kakek mau memberinya makan. Vina hanya bs mengulur waktu saja, ia tahu si kakek sudah pasti akan minta jatah.
"Duh... Pdhl gw msh perawan! Sial banget klo perawan gw harus hilang sm kakek2 babu! Pdhl pengennya sm suami gw..."

Vina termenung, dan merasa jengkel lg karena ia teringat bahwa si kakek adalah suami sahnya skrg. Tp... Apa benar seperti itu? Si kakek jelas terlihat bukan tipe yg akan memperkosanya tanpa ampun, terbukti si kakek hanya mengelus2 pahanya saja saat ia bs saja memaksakan dirinya pada Vina. Mungkin... Vina bs mengulur sedikit lg waktu yg ia punya.
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd