"Hmm, kalo tipe yang ini, sama itu beda di
RAM aja, Om. Kalo Spesifikasinya yah mirip, kok. Desainnya juga, hasil kameranya pun berimbang. Tinggal terserah, Om aja, mana yang sesuai kebutuhan, dan mana yang
Worth it. Menurut, Om sendiri?"
"
Hmm..., Ada promo nggak, nih, Mas?"
"Promo?"
Kurang lebih seperti itulah kegiatan sehari-hari yang terlihat olehku, tepatnya itu menjadi sebuah pekerjaan yang mestinya memenuhi kebutuhan hidup.
Mmh, tapi dialog barusan itu, bukan aku, bukan juga kalian.
Aku bukan berasal dari keluarga yang berkecukupan, juga bukan dari keluarga yang miskin. Sederhana, namun cukup banyak masalahnya. Terkadang, saking sederhananya, aku merasa seperti orang susah. Kadang saat keuangan meningkat, kami sekeluarga akan bertingkah seperti orang kaya baru. Hal yang jarang kami rasakan namun menyenangkan. Sedikit sombong agar terlihat ada, padahal esok hari entah makan apa.
Lalu bagaimana dengan kehidupanku, pekerjaanku, siapa aku, siapa yang akan membaca ceritaku dibalik kata-kata yang kujumpai dalam otakku ini dinilai berarti atau tidak, dan kenapa aku memusingkan hal yang harusnya tak kupikirkan.
Aku dimana?
~Tentang aku dan kalian; Mengapa harus berbeda?~
KRIIIIIIIINGGGG!~
"Bangun, Mbel, bangun! Udah jam 9, nih!"
"Hmm, iya, Nyuk, iya. Bentar lagi, ah,"
"Ah, gila lo! Bisa telat kita ke kantor. Ayo, gece!"
"Yaudah lu mandi duluan, gih!"
Aku membuka mata lagi, dan masih mengucap syukur. Sinar matahari menyorot jendela Kost kami, Ya, kamar kecil yang kutempati bertiga dengan teman-temanku yang merupakan kakak-adik. Yang membangunkanku tadi namanya
Raka. Adiknya yang masih tertidur karena masih menganggur bernama
Refan, dan aku
Andar. Makhluk paling sial karena harus berada di kamar yang berantakan dan tiap hari mendengar kakak-adik ini yang tak pernah lelah saling melempar makian.
"Woi, njing! Kunci kost gue lempar dari jendela, ya," ucapku kepada Refan yang masih betah bermimpi.
"Iya, mbel," jawab Refan tanpa membuka matanya.
*****
"Lu udah bikin materi persentase buat produk baru, kan, Ndar?"
Orang yang bertanya kepadaku itu namanya Fira, umurnya 3 tahun lebih tua dariku.
"Duh, lagi puyeng, gue, Mbak Fira,"
"Kebiasaan lu, mah. Lusa kan ada jadwal training karyawan baru, Ndar!"
"Iya, iya, malem gue bikin juga kelar, Mbak,"
"Bener, lu. Besok
meeting, awas lo nggak ada bahan buat
report ke
Mister Sandy!"
"Iya, iya, bawel, dah,"
"Terus lu ada kegiatan apa hari ini?"
"Ngopi,"
Kalian tau aku bekerja di mana? Di sebuah perusahaan apa? Bidang apa? Dan apa-apa yang kulakukan tiap di kantor dalam keadaan tak ada kegiatan seperti ini?
Aku bekerja sebagai seorang
Trainer dalam sebuah perusahaan di bidang Retail Handphone. Dan jika kalian menebak
Smartphone itu pasti merek terkenal, kalian salah besar! Karena ini adalah
smartphone baru yang -katanya- sedang berkembang, dan siap bersaing dengan merek-merek ternama yang sudah lebih dulu dikenal oleh masyarakat. Lalu mengapa aku tertarik untuk meniti karir disini?
- Alasan pertama; Aku tidak menjadi sales promotor yang menjual produk di toko, dan nggak harus menari-nari di pinggir jalan untuk memikat orang-orang sambil menyebarkan brosur. Meski setahun sebelumnya aku juga melakukan itu saat aku bekerja pada merek smartphone ternama.
- Alasan Kedua; Jelas gaji yang ditawarkan membuat tertarik untuk bekerja disini. Meski terpaut tipis dari gajiku sebelumnya.
- Alasan ketiga; Derajat yang orang lain nilai kepadaku jelas lebih besar ketimbang saat masih menjadi sales promotor ataupun team leader.
Oke, jika kalian tidak mengerti dengan dunia pekerjaan yang kumaksud, kalian boleh membaca cerita lain.
Tapi sebaiknya jangan, karena aku ingin membahas tentang kisah percintaanku. Kalian tertarik?
Percintaan adalah masalah yang rumit. Tumbuh lalu mati, tumbuh lagi di tanah yang lain, lalu mati, akan terulang seterusnya sampai kita menemui akhir. Dan aku belum menemukannya, aku masih bernaung pada fase; tumbuh dan mati yang mulai membosankan.
Apa sekarang aku sedang jatuh cinta, atau justru lagi galau. Yap, aku diantara keduanya. Jatuh cinta lalu galau karena tak pernah tahu bagaimana cara mengungkapkan perasaan pada wanita yang kucintai. Dia satu pekerjaan denganku, dan bisa dibilang aku adalah atasannya. Secara tak langsung harusnya itu mempermudah, tapi nyaliku masih berkata menaklukannya adalah hal yang sulit. Memang sudah terlalu sering gagal, namun tak sampai trauma. Stress sering, pake ngocok mulai rileks, tapi kadang butuh yang asli.
"Andar, bonus kamu udah saya transfer, yah,"
Nah, pas banget momentnya. Padahal pengen nge-galau mikirin dia, ada transferan masuk malah sange mikirin yang lain.
Cinta itu satu kata berjuta makna
Ada yang bahagia, ada juga yang terluka
Sebab cinta adalah jalan untuk dewasa
Banyak cerita yang tak lepas dari air mata
Bukan tak mudah mencapai semesta
Hanya perlu bersabar, karena jika masih gagal juga
Masih banyak, kok, cinta satu malam yang harganya sejuta.
Aaaaaaaahhhh!
Hosh,
hosh,
hosh....
"Makasih, yah, Kak,"
Aku pada malam di sebuah kamar apartemen sedang bersama wanita cantik yang baru kukenal barusan lewat aplikasi smartphone. Tertulis di statusnya saat aku melihat profilenya;
Open BO malem ini, Include room. Chat by WA (08214343****)
"Iyah sama-sama, lain kali mampir lagi, yah,"
"Oke, servis kamu memuaskan kok, sejuta? Bikin aku nggak bakal bosen,"
"Hihihihi,"
"
Bye,"
Cuuuupppp
*****
"Dimana, lu, Mbel?"
"Otw balik, Nyuk. Abis nyetor tai macan mumpung lagi ada rezeki lebih,"
"Emang gue nanya?"
Hehehe, Nah itu. Kebiasaan turunan keluargaku. Kalo lagi banyak uang, abis bercinta pun mesti pamer dulu. Nggak mikir kalo kantong seketika udah tinggal dikit. Terlalu ngikutin nafsu, biar enak menjerit.
Dan Kalian Masih harus perlu tahu siapa aku?
dari tata kalimat dan gaya bahasanya, kayaknya bakalan baper ni cerita 
