mastermind31
Suka Semprot
- Daftar
- 30 Jan 2020
- Post
- 19
- Like diterima
- 577
Intro
"Nis, thai teanya satu yaa..."
"Siap vee.." kataku sambil mulai mengambil gelas dan meracik thai tea pesanan vera.
Memang siang ini terasa begitu panas. Tidak seperti biasanya dan dari tadi aku juga tak berhenti kedatangan pelanggan untuk melepas dahaga mereka.
"Gimana nyokap lo nis?" Tanya vera membuka percakapan.
"Emm, masih belum baik sih. Malah kayanya makin parah deh." Sahutku.
"Sabar ya nis.." vera memelukku dari belakang.
"Eehh, ini jadi dibuatin gak? Kapan jadinya kalo kamu peluk kaya gini.."
"Hahaha" tawa kami pecah.
Vera ini memang salah satu sahabat yang paling akrab denganku. Penampilannya modis, dengan pakaian ala ala anak metropolitan.
Sangat berbeda denganku, anak kampung yang menggunakan jilbab dan pakaian serba panjang tertutup. Tapi, aku sendiri adalah orang yang mudah bergaul. Jadi, bisa dibilang teman-temanku merata mulai dari ukhti bercadar hingga yang pakaiannya terbuka sekalipun.
Mungkin ini juga yang jadi nilai plusku, sehingga kerja part time sebagai penjual thai tea selalu banyak pembeli. Lumayan laah bonusnya bisa buat bayar kuliah dan kehidupan di tanah rantau.
Aku dan vera kini masuk ke semester 6 perkuliahan di kota B. Kalau lancar sih, 1 taun lagi kami bisa lulus kuliah.
"Nih vee, 12rb yaa.."
"Iyaa cantiik, nih uangnya. Aku duluan yaa. Ada kelas nih bentar lagii. Oiya, coba dipikirin lagi tawaranku kemaren" katanya sambil mengusap tangan dan menatap tajam mataku
Aku termenung sebentar. Memikirkan ibuku yang hanya bisa tergolek lemas di kampung menahan sakit. Beberapa bulan terakhir bahkan sakitnya makin parah.
Kanker payudara. Yaa, penyakit itu yang menyerang ibuku. Katanya biaya pengobatan hingga operasinya itu tidak murah, sehingga kini ibuku hanya dirawat di rumah saja.
Aku yang hanya kerja part time inipun jelas ga mampu untuk membiayainya. Gaji dan bonusku hanya mampu untuk bertahan hidup di kota ini. Bayar kos, makan, keperluan kuliah, dan bayar kuliah tentunya.
Tapi, perkataan vera akhir-akhir ini mulai menggangguku. Aku ditawari menjadi gundik om om. Duuh, aku selalu mual ketika membayangkan om om tua, gemuk, dan berkumis tebal mulai menggerayangi tubuhku.
Katanya, kalo aku mau, pengobatan ibuku bakal ditanggung. Plus aku bisa hidup lebih enak. Tapi jelas akalku masih sehat, aku mentah-mentah menolaknyaa..
"Nis, thai teanya satu yaa..."
"Siap vee.." kataku sambil mulai mengambil gelas dan meracik thai tea pesanan vera.
Memang siang ini terasa begitu panas. Tidak seperti biasanya dan dari tadi aku juga tak berhenti kedatangan pelanggan untuk melepas dahaga mereka.
"Gimana nyokap lo nis?" Tanya vera membuka percakapan.
"Emm, masih belum baik sih. Malah kayanya makin parah deh." Sahutku.
"Sabar ya nis.." vera memelukku dari belakang.
"Eehh, ini jadi dibuatin gak? Kapan jadinya kalo kamu peluk kaya gini.."
"Hahaha" tawa kami pecah.
Vera ini memang salah satu sahabat yang paling akrab denganku. Penampilannya modis, dengan pakaian ala ala anak metropolitan.
Sangat berbeda denganku, anak kampung yang menggunakan jilbab dan pakaian serba panjang tertutup. Tapi, aku sendiri adalah orang yang mudah bergaul. Jadi, bisa dibilang teman-temanku merata mulai dari ukhti bercadar hingga yang pakaiannya terbuka sekalipun.
Mungkin ini juga yang jadi nilai plusku, sehingga kerja part time sebagai penjual thai tea selalu banyak pembeli. Lumayan laah bonusnya bisa buat bayar kuliah dan kehidupan di tanah rantau.
Aku dan vera kini masuk ke semester 6 perkuliahan di kota B. Kalau lancar sih, 1 taun lagi kami bisa lulus kuliah.
"Nih vee, 12rb yaa.."
"Iyaa cantiik, nih uangnya. Aku duluan yaa. Ada kelas nih bentar lagii. Oiya, coba dipikirin lagi tawaranku kemaren" katanya sambil mengusap tangan dan menatap tajam mataku
Aku termenung sebentar. Memikirkan ibuku yang hanya bisa tergolek lemas di kampung menahan sakit. Beberapa bulan terakhir bahkan sakitnya makin parah.
Kanker payudara. Yaa, penyakit itu yang menyerang ibuku. Katanya biaya pengobatan hingga operasinya itu tidak murah, sehingga kini ibuku hanya dirawat di rumah saja.
Aku yang hanya kerja part time inipun jelas ga mampu untuk membiayainya. Gaji dan bonusku hanya mampu untuk bertahan hidup di kota ini. Bayar kos, makan, keperluan kuliah, dan bayar kuliah tentunya.
Tapi, perkataan vera akhir-akhir ini mulai menggangguku. Aku ditawari menjadi gundik om om. Duuh, aku selalu mual ketika membayangkan om om tua, gemuk, dan berkumis tebal mulai menggerayangi tubuhku.
Katanya, kalo aku mau, pengobatan ibuku bakal ditanggung. Plus aku bisa hidup lebih enak. Tapi jelas akalku masih sehat, aku mentah-mentah menolaknyaa..