Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

TERKUAKNYA AIB KELUARGA

Ijin bangun pos pantau di mari suhu..biar ga ketinggalan sarmin yg lg pantau ibunya. šŸ§
 
Lembar 2: Penyelidikan Awal

Semula kepindahan ke sini tanpak baik-baik saja kupandang, hanya diriku ini yang mesti berusaha adaptasi dengan lingkungan baru,
fasilitas dan sarana yang tak selengkap di Jakarta atau terkadang sinyal yang kerap hilang sehingga tertidur adalah jalan melepas pasrah. Kehangatan hidup bersama Mbah Laki dan Perempuan menyirnakan sejenak bahwa kehidupan keluargaku tak seindah dulu, tak semudah mendapatkan dan mengeluarkan uang. Kini aku dan Mama berharap belas kasih dari orang tua ayah yang menggratiskan semuanya di sini, seraya menunggu kiriman uang dari ayah yang mulai bekerja dan menata usahanya kembali.

Bagiku yang harus pindah sekolah, menemukan teman-teman baru bukanlah soal. Selebihnya aku yang dari Jakarta dianggap istimewa, pintar, dan berharta. Mereka teman-teman yang baik dan ramah serta tutur kata yang masih sopan dibanding sekolah lamaku. Aku berangkat sekolah pukul 6 pagi. Setiap hari Senin hingga Jumat. Mbah Laki membekalkanku sebuah sepeda untuk dipergunakan menuju ke sekolah. Jaraknya tidak begitu jauh. Perjalanan pun tak berat karena udara sejuk pagi hari menyongsong. Aku meninggalkan sekolah pukul 2 siang. Kadang mampir bermain dulu. Jika ada tugas yang membenteng pikiran barulah aku cepat-cepat sampai di rumah.

"Mau dibantu jemur?"

"Sudah pak, gak usah. Tadi bapak sudah bantu aku cuci piring"

"Ya mau bantu lagi, apakah tidak boleh?"

"Bukan tidak boleh, bapak bisa melakukan aktivitas lain yang santai-santai"

"Seumur hidup di sini, santai itu tak pernah ada di benakku. Kalau sakit saja barangkali bisa bersantai"
"Bapak bantu ya?"

"Sudah pak, gak usah, sudah biarkan aku saja yang menjemurnya sendiri", sahut Mama yang sedang menjemur pakaian kami berdua di perkarangan samping rumah Mbah.

"Aku merhatiin saja nih, di sini? Gak apa apa?"

"Iya gak apa-apa"

Aku mondar mandir di dapur seolah mencari makanan. Sebetulnya aku sedang mengawasi gerak Mama dan Mbah yang kucurigai tak beres belakangan. Ah barangkali bukan Mama, tetapi tepatnya adalah si Mbah saja. Entah mengapa jika Mbah perempuan tidak berada di rumah, Mbah Laki suka cari perhatian dengan Mama. Kadang suka membantu aktivitas mama. Kadang juga mengajak mama mengobrol berdua. Namun, ketika ada Mbah perempuan situasi terjadi sebaliknya. Mbah Laki sering keluar rumah atau berdiam diri di kamarnya. Sesuatu yang mulai tak biasa bagiku.

"Ihh, bapak ihhh, gak usah..."

"sudah, enggak apa, masa aku dibiarkan melamun merhatiin kamu, sementara kamu sedang cape menjemur"

"Beneran gak usah"

"Sudah biarkan"

"Duh jadi ngerepotin kan"

"Enggak..."

"Bukan lebih enak duduk lihatin saja?"

"Gerah aku lihatin kamu terus"

"Loh gerah kenapa?"

"Gerah mau bantuin"

"Hhhmmm..."

Percakapan Mama dan Mbah memancingku mengintip aktivitas mereka hari ini yang pernah terjadi beberapa kali. Perlahan bergantian, baik mama dan mbah mengambil beberapa pakaian dalam satu ember besar yang terletak di tengah mereka. Aku cermati mama menggantung pakaian ayah dan aku. Mbah menggantung pakaian ayah dan.. astaga!!! Kok bisa Mbah berani menyentuh pakaian dalam Mama. Apakah mama tahu? Kalau iya mengapa dibiarkan saja. Apakah aku harus memberitahukannya?

"Jemurnya pas banget ketika matahari mulai naik. Sore nanti kalau hujan tidak turun, sudah kering"

"Tapi kalo nasibnya sama kayak kemarin, mesti buru-buru diangkat pak. Ya apalagi kalo sudah tampak mendung"

"Jangan khawatir, aku pantengin selalu pakaian kalian"
"Hehehe"

"Oh ya? Terima kasih"

"Yan, dastermu ini... wah, bingung bapak. Ini daster macam apa?", tanya Mbah Sarwoko yang biasa menjemur daster syar'i istrinya. Kini terperangah dengan daster seksi yang dimiliki Yanti

"Duh, sini pak, biar aku saja yang jemur!", Yanti buru-buru mengambil daster yang dipegang Mbah Sarwoko.
"Itu daster sudah robek pak"
"Hihihi"

"Bolongnya banyak juga ya, ah apakah Teguh senang pakai daster robek?"
"Hehehe"

"Enggak kok, itu kebetulan sudah usang juga"

"Emmh...."

"Ibu pulang jam berapa ya?"

"Seperti biasa, habis Maghrib dia tiba di rumah", ujar Mbah Sarwoko yang berhenti sejenak, mengamati Mama sedang menjemur pakaian. Sebetulnya pakaian yang dikenakan masih dalam batas wajar. Namun barangkali pikiran Mbah Sarwoko sudah terbang melayang terlampau jauh.

"Aku ke kamar mandi dulu ya"

"Silakan pak"

Aku tergesa-gesa ke dapur, menghindari ketahuan dari Mbah Sarwoko. Akan tetapi, aku tetap menjumpainya.

"Min, kamu mengapa hanya diam di sini? Bantu mamamu sana!"

"Iya Mbah", sahutku meninggalkan Mbah Sarwoko. Kini giliran aku menggantikan posisi si Mbah, membantu mama menjemur pakaian. Kami berdua pun saling berbicara, tak ketinggalan aku menanyakan ke mama. Adakah perasaan janggal yang dirasakan olehnya selama tinggal di sini.

"Mama? Baik-baik aja kok"
"Memang anehnya bagaimana? Hantu?"

"Bukan"

"Terus"

"Enghhh...."

"Tuh malah diem"

"Iya, mama gak merasa mbah merhatiin mama selama tinggak di sini?"

"Merhatiin? Ya jelas dong. Kalau gak diperhatiin, kita di sini gak dapat apa apa min"
"Bukan mama aja, tapi kamu juga"

"Bukan itu maksudku, Maaa.."

"Lah terus, bagaimana?"

Aku kesulitan mengatakan dengan terus terang kepada mama. Pilihan kalimat dan kata yang tepat juga tak terlintak di benakku. Aku khawatir salah mengucap. Pada akhirnya aku menahan diri tak melanjutkan hal yang ingin kutanyakan.

"Yaudah kamu terusin ya, mama mau ambil cucian yang lainnya untuk dijemur"

"Siap, Maaah", jawabku sedikit malas.

Aku yang sejujurnya tak berkeinginan membantu, justru terkena efek juga dari diam-diam menyelidik ada apa di balik Mama dan Mbah Sarwoko. Sampai saat ini aku belum memperoleh bukti apa apa yang mengaitkan dengan kedekatan mereka berdua. Duh, malah apes....
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd