Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT TETANGGA PERKASA

Mulai nampak 1/1 sifat, perilaku, karakter tokoh pemerannya yg keren 😊👍

di part ini;
Asty : yg lugu, polos, ditampilkan karakter keibuannya, menenangkan, menentramkan seperti air 😌

Amin : yg jantan petarung, perkasa bagai macan, berapi² ternyaTa pun bisa terisak sesenggukan karna bidadarinya 😅

Semacam saling mengisi, saling melengkapi..
Next tiap part² selanjutnya, mungkin bisa dimunculkan 1/1 karakter, sifat² lainnya si pejantAn/ si betina nya, semisal;
Asty yg rajin ibadah, sangat peduli dgn kbersihan, kerapian
Sedang Amin ibadah bolong², rumah berantakan biasa penting pekerja keraz.
Sehingga bisa saja nanti dijadikan bumbu pemanis tiap akan/ saat/ usai memadu kasih 😊🙏

Hehe, ya sekedar usulan dari imajinasi... tetap semangat 💪
Lancar jaya selalu nulisnya hu.. 📝😁👍
 
Ranu kumbolo jelang pagi
Terpantau dingin, sunyi
Kabut tebal mengelilingi
Kicauan burung bernyanyi
Pohon Cemara-cemara, pada basah berembun
Pojokan suatu tenda, dalamnya berbasah ria keringat badan.

~ absen pagi 😊 ~
 
Sebuah Penyerahan
____________________




Api unggun yang semakin lama semakin membesar menimbulkan suara khas kayu terbakar dan membuat suhu sekitarnya menjadi sedikit hangat. Cahaya terang pun sampai ke tenda belakang milik Amin dan Asty.

Kedua insan yang sedang bergelut dalam rengkuhan nafsu liar sejenak menghentikan pergumulan diatas rumput dan keempat bola mata mengawasi sekitar dengan dada berdegup degup tak beraturan. Mungkin khawatir ada yang mengawasi kelakuan mereka.

Tubuh Amin yang besar dan cukup berat masih berada diatas tubuh mungil Asty meski sekarang diam tak bergerak. Melihat ini Asty tersenyum kemudian sedikit mengangkat pinggulnya memberi isyarat bertanya, bagaimana selanjutnya.

Amin yang paham isyarat itu lantas bangun dan secepat kilat menyeret tubuh kecil Asty kedalam tenda. Asty tentu saja kaget dan tanpa sadar menjerit cukup keras.

"Aduhhh... Heiii..!!.. Kasar amat.... ". Tapi teriakan itu hilang ketika didalam tenda Sang lelaki kembali menindih tubuhnya dengan sangat bernafsu dan terkesan agak kasar. Seperti lelaki yang sudah puluhan tahun tak pernah bercinta dan kemudian bertemu wanita cantik telanjang sendirian di hutan rimba. Kasar dan tergesa gesa.. Asty mengeluh dalam hati menerima cumbuan liar dari Sang kekasih.

Nikmat, seperti biasanya. Tapi malam ini sedikit berbeda. Mungkin suasana alam pegunungan membuat Amin sedikit lepas kendali. Asty pun coba memaklumi.

Pandangan wanita ini lurus keatas dan tanpa respon sama sekali ketika tangan besar Amin mulai membukai baju dan menarik celananya kebawah. Sepasang payudara yang tak seberapa besar kemudian kembali menjadi tumpuan sasaran remasan dan lumatan.

Tangan kiri Amin merangkul leher Asty dan sedikit mengangkat kepala Asty keatas, kemudian kembali bibir mereka beradu dalam lumatan panas. Sementara tangan kanan sang pejantan bergerak liar dibawah sana. Mencari dan menjelajahi setiap lekukan lekukan paha, dan alur kecil ditengah tengahnya.

Tubuh Asty bergetar... Jantungnya berdebar. Dia suka sekali dibeginikan.

"Mas... ". Lirih suara sang wanita memanggil.

"Kenapa dek....? ". Dalam lumatan dan jilatan serta kecupannya, Amin menyempatkan menjawab dengan tanya.

" Anu.... ". Asty melenguh nikmat dan tak melanjutkan kalimat ketika merasakan sebuah tusukan jari tengah menerobos dinding vaginanya.

" Anu apa dek... "

"Anu mu..... ". Asty tertawa lembut dan halus. Melambungkan khayal tinggi sekali ke awang awang. Amin sedikit merinding mendengar tawa itu. Merinding terhempas nafsu birahi. Kejantanannya yang masih terkurung celana terasa telah sampai batas kemampuan untuk menegang. Ujung kepala terasa sesak menabrak tebalnya kain celana. Sang batang berontak ingin keluar.

"Mas, apa gak melanggar pantangan... ? " Tawa lembut terganti suara tanya yang tak kalah lembut.

"Bodo amat lah dek... ". Amin menjawab pendek.

Pantangan apa.. Amin tak perduli. Asty pun memaklumi ke masa bodo an Amin. Jangan kan pantangan dilereng gunung, lah pantangan dari yang punya Alam semesta ini saja toh sudah mereka langgar....? Bukankah selama ini segala macam norma norma telah tak mereka perdulikan...?. Jadi, adalah lucu kalau malam ini mereka membahas segala tetek bengek pantang memantang.

Sampai disitu Asty kemudian memantapkan hati untuk melayani Sang lelaki diatas tubuhnya ini dengan segenap perasaan. Memasrahkan jiwa raga tanpa perlawanan, mengikuti saja kemana Amin akan mendayung dan mengajaknya berpetualang menyusuri kenikmatan di lembah lembah dan gunung gunung birahi.

Memelihara keraguan, disaat tengah mendaki nikmat hanya akan mengurangi kadar kenikmatan yang bisa dirasakan.

Kepasrahan itu membuat paha Sang wanita mulai membuka.. Kedua kaki bergelung manja di punggung Amin yang sudah tak lagi bercelana. Tangan Asty pun memeluk erat tubuh Sang pejantan diatasnya dengan penyerahan total. Semua yang akan terjadi, terjadilah malam ini.

Jika sebelum nya masih ada sedikit rasa ragu didalam hati Asty setiap kali membuka gerbang kewanitaan untuk dimasukin batang perkasa Sang lelaki, maka kali ini tak ada lagi keraguan itu, semua sudah dibuang jauh dan menggelinding kebawah jurang. Yang tersisa adalah sebuah keinginan untuk memberikan segala yang bisa diberikan, dan berharap bisa menerima semua yang mampu diterima.

Dan sepertinya Amin sedang berusaha untuk masuk.
Pinggul perkasa sedikit terangkat, tangan mungil Asty pun cepat tanggap. Diraih batang sebesar lengannya itu, kemudian diarahkan sang kepala batang tepat di muara lobang syurgawi yang sudah membasah dari tadi. Berlahan pinggul Amin turun, seperti turunnya hujan menyegarkan belahan bumi yang gersang. Kepala batang menyeruak masuk, kewanitaan Asty menyambut dengan dan membungkus batang itu dengan kehangatan. Kedua insan itu mendesah bersamaan, nikmat yang lain mereka rasakan malam ini, didalam tenda ini. Seperti berlipat lipat dari yang selama ini mereka nikmati.

Mungkin sudah ada rasa cinta, yang membuat bahkan sebelum pinggul bergoyang saja Amin dan Asty seperti sudah sampai di pintu gerbang orgasmenya.

Tapi Amin mana mau berakhir secepat itu. Terlalu jauh dia membawa Asty mendaki sampai kesini jika hanya dengan sekali tusuk semuanya selesai.




________________




Pulang dari rumah Pak Dahlan, sinar mata Zaid terlihat berbinar binar. Meski wajahnya yang kaku dan pucat tidak memperlihatkan ekspresi apapun, tapi sorot matanya jelas sekali menampakkan kepuasan. Dan hal kecil itu tak luput dari pengawasan Kyai Thoriq yang memang pandai membaca gestur tubuh seseorang.

"Habis dari mana Nak Zaid....? ". Sang Kyai bertanya ketika Zaid memarkirkan motor dihalaman.

"Bertamu kerumah Pak Dahlan, Kyai... ".

"Oohhh.... Kasihan cucu Pak Dahlan... Sekecil itu harus berpisah dengan kedua orang tua... ". Kyai Thoriq berkata dengan pandangan sedikit Menerawang.

" Betul Pak Kyai.. Makanya tadi saya sempatkan mampir... ".

" Kalau ada waktu senggang, bolehlah kapan kapan kau ajarkan anak anak itu mengaji Zaid... ". Ucap Sang Kyai sambil kemudian menyeruput kopi panas diatas meja.

"Saya juga berfikiran seperti itu Pak Kyai.. Nantilah saya atur dulu waktunya.. Kalau bisa sekalian anak anak yang lain juga... ".

"Bagus itu... Nanti Bapak bicarakan dengan pengurus Masjid yang lain... ". Kyai Thoriq kelihatan senang sekali dengan niatan Zaid.

"Oh ya.. Pak Kepala Desa kok gak pernah kelihatan di Masjid ya...? ". Zaid berucap setengah bertanya kemudian duduk di kursi kayu didepan Pak Kyai.

"Pak Wijoyo.. Entahlah.. Mungkin beliau lebih suka beribadah dirumah... ". Kyai Thoriq menjawab seperti enggan.

"Kenapa kau tanya begitu...? ". Lanjutnya sambil menatap Zaid tajam.

"Yo ndak apa apa Pak Kyai.. Hehehe... ". Zaid menjawab dengan tertawa kecil melihat Kyai Thoriq seperti memasang wajah heran.

"Jangan usik orang itu Zaid.. Berbahaya... ".

"Maksud Kyai....? ".

"Terlalu banyak misteri disekitar Pak Wijoyo, saya khawatir rasa ingin tahu mu malah membahayakan keselamatan mu sendiri.... ". Kyai Thoriq berkata berlahan dengan nada khawatir yang terkesan berlebihan.

Sementara Zaid cuma mengangguk angguk mendengar kata kata Pak Kyai barusan. Dalam hatinya semakin penasaran. Dia ingin tahu lebih banyak tentang kepala Desa yang kaya raya itu.

Sepintas saja memperhatikan, Zaid bisa merasakan ada yang aneh tentang Pak Wijoyo. Kehidupan Kepala Desa itu terlalu mentereng untuk level seorang kepala desa, di daerah terpencil pula. Terlalu mewah jika hanya mengandalkan gaji kepala Desa dan hasil panen dari beberapa hektare sawah yang dia punya.

Kemudian aktifitas dirumah kepala desa itu pun terlihat sangat menarik perhatiannya. Jika siang terlihat sangat sepi, tapi memasuki malam akan terlihat kesibukan dari selepas Isya sampai menjelang tengah malam.



___________________




Malam selepas Isya...

Zaid duduk termenung diteras Masjid. Para jamaah sudah pulang semua. Setelah membersihkan lantai Masjid dan kemudian menutup pintu utama, pria 30an tahun itu tak langsung pulang kerumah yang dihuni nya di samping Masjid dekat sumur.

Diatas sebuah bangku panjang dia tepekur cukup lama. Lampu teras Masjid yang menyala terang cukup mampu menampakkan sorot kegelisahan di mata sang pria.

Seperti ada sesuatu yang ditahan, sesuatu yang sudah sangat lama dipendam, tapi belum cukup tepat waktunya untuk di curahkan.

"Mikir apa Nak....? ". Sebuah suara lembut mengagetkan Zaid yang sedang tenggelam dalam lamunan.

"Eh,... Pak Kyai.... Gak ada apa apa kok Pak.. ". Zaid tersipu ketahuan sedang melamun.

"Pak Kyai kok belum pulang.....? ". Ucapnya lagi mengalihkan pembicaraan.

"Tadi habis dari sumur...".

"Ohhh.... ".

"Nak Zaid.... ". Kyai Thoriq membuka suara setelah hening beberapa saat.

Zaid cuma menoleh kemudian kembali menunduk. Sepertinya ada hal penting yang ingin dibicarakan oleh Kyai sepuh ini. Tak urung jantung si pria sedikit berdebar.

" Maaf sebelumnya ya Nak... Tapi bapak tahu ada sesuatu yang kamu sembunyikan... ". Suara Kyai Thoriq terdengar pelan.

"Kamu tak usah khawatir, bapak tidak memaksa kamu untuk berterus terang, bapak cuma berharap apapun tujuanmu datang ke desa ini, semoga itu adalah tujuan baik... ". Lanjutnya lagi.

Zaid menghela nafas berat.

"Maafkan saya Pak Kyai, saya sadar untuk sekelas Pak Kyai, pasti bisa dengan mudah merasakan kejanggalan tentang saya. Tapi saya bersumpah, tidak ada niat buruk dihati saya Pak Kyai.... ".

Kyai Thoriq tersenyum lembut. Kepalanya mengangguk angguk berlahan.

" Tak perlu bersumpah Nak... Bapak justru mendukung jika memang Nak Zaid sedang berada di jalan kebenaran. Tapi pesan bapak, hati hati dalam mengambil keputusan.. Kalau bisa jangan libatkan orang orang yang tak perlu terlibat".

" Iya Pak Kyai.. Saya janji. Apapun resikonya, saya sendiri yang akan hadapi... ".

" InsyaAllah... Tuhan bersama orang orang yang benar.. ". Balas Kyai Thoriq kemudian.

"Aamiin..... ".



_______________




Pukul 01,30 dini hari.

Sesosok bayangan hitam tampak mengendap endap di samping pagar rumah Pak Wijoyo sang kepala desa Rahayu. Pagar rumah bagian belakang setinggi dua meter membuat gerakan sosok tubuh itu tidak terpantau. Ditambah lagi rimbun pepohonan menambah gelap suasana dibelakang rumah.

Sebatang pohon mahoni yang cukup tinggi dan berdaun lebat menarik perhatian sesosok bayangan itu. Kemudian dia mendekati batang pohon dan berlahan tampak memanjat keatas dengan hati hati.

Sesampainya diatas pohon, mata sang pemanjat kemudian bisa melihat kesegala penjuru halaman belakang rumah. Tampak olehnya puluhan orang sedang beraktivitas tanpa suara. Sebuah mobil boks terparkir, sedangkan didalam mobil terlihat puluhan kotak kardus tersusun bertumpuk.

Dua orang menurunkan kotak kardus satu persatu, menyusunnya diatas meja, didepan 7 orang yang berjejer. Setelah kotak kardus itu dibuka, ada sesuatu yang seperti dimasukkan atau diselipkan kedalam kardus tersebut, kemudian kardus cukup besar itu dilakban kembali sehingga tertutup rapat seolah tak pernah dibuka sebelumnya.

Dua orang yang lain lantas mengangkat dan menyusun kembali kedalam mobil boks. Semua kegiatan itu tak luput dari pengawasan sepasang mata diatas pohon mahoni. Terlihat orang diatas pohon mengeluarkan sesuatu dari kantong celana tactical yang dia pakai. Sebuah hape.. Kemudian sang pria diatas pohon seperti mengambil foto menggunakan hape ditangan nya, tanpa flash tentunya. Berulang kali..

Setelah itu sang Pria mulai beranjak turun tanpa mengeluarkan suara sedikit pun, bahkan sepasang burung perkutut yang tengah terlelap diranting pohon sama sekali tidak terganggu tidurnya.

Lima belas menit kemudian tak lagi ada orang dikebun belakang , diluar pagar rumah Pak Wijoyo itu. Sang pria yang tadi mengendap endap dan berhasil mendapatkan beberapa foto kegiatan di halaman belakang yang terlindung pagar tinggi, sekarang sudah berada di rumahnya lagi.

Keringat bercucuran ditubuh sang pria, jantungnya masih berdetak cepat. Tapi sorot matanya menampakkan kelegaan.

Sang pria kemudian duduk di sebuah kursi diruang depan. Meneguk segelas air, lantas menyalakam sebatang rokok. Tangannya mengeluarkan hape dari dalam kantong celana. Membuka Galeri, menatap lekat lekat beberapa foto yang berhasil dia ambil tadi.

Sang pria kemudian membuka Aplikasi WA, dan mengirimkan seluruh foto yang diambil dari atas pohon ke sebuah nomor kontak. Tak butuh waktu lama untuk menunggu dua centang berubah warna menjadi biru.

Melihat itu, Sang pria menarik nafas lega dan kembali menghisap rokoknya dalam dalam......



________________



Sementara itu, di sebuah dermaga beton bekas dermaga bongkar muat milik perusahaan udang yang sudah bangkrut...

Sebuah mobil Pajero sport warna putih tampak terparkir diujung dermaga. Dibawah dermaga, sebuah kendaraan air sejenis speed boad bersandar tanpa mematikan mesin.

"Ini uang kontan, sisanya ku transfer besok.. ". Seorang lelaki setengah baya berkumis tebal dan berkaca mata menyerahkan sebuah koper hitam kepada pria muda didepannya.

"Jumlahnya cukup...? ". Si pria muda bertanya seraya tangannya menyambut koper.

"Ya... Sesuai perjanjian... ". Lelaki berkacamata menjawab dengan tersenyum tipis.

Pengemudi speed boad kemudian turun dari dermaga dan melepaskan tali yang terikat di tonggak dermaga. Kendaraan air itu kemudian meluncur cepat ditengah gelap malam.

"Jarot,.. Sudah kau cek jumlah barang yang dikirim speed boat tadi...? ". Lelaki berkumis tebal bertanya kepada seorang pemuda berjaket hitam yang sedari tadi berdiri dibelakangnya.

"Sudah Om.. Sebelum tadi dibawa pakai motor ke rumah. saya sudah periksa, dan Semuanya lengkap, sesuai pesanan.. ". Pemuda yang dipanggil Jarot menjawab cepat.

"Bagus, mudah mudahan barang itu sudah selesai dikemas dirumah.. Subuh nanti, barang itu harus sudah meluncur...Ayo,. Kita pulang... ".

"Iya Om... ".

Kedua orang itupun bergegas masuk ke mobil dan lalu tancap gas menjauh dari dermaga.



______________




Di Desa kecil lereng Semeru. Sehari setelah Amin dan Asty pulang dari mendaki.

"Mas, kapan pulang...? ".

"Kamu gak betah disini....? ".

"Bukan begitu, Mas... Aku gak enak aja kalau terlalu lama disini.. Kasihan Bapak dan Ibu tiap hari direpotin... ".

"Justru bapak dan Ibu senang kok.. Dengan keberadaan kamu disini, Ibu ada yang bantuin ngurus dapur.... ". Si lelaki menjawab dengan senyum mengembang.

"Betul itu Nak Asty.. Semakin lama kamu disini, Ibu semakin senang kok. Karena ada yang menemani Ibu dirumah... ".

Asty yang mendengar Bu Ratih nimbrung hanya sedikit tersenyum.

"Saya cuma kangen anak saya Bu, bukannya gak mau menemani Ibu disini.. ".

Bu Ratih tertawa mendengar jawaban "menantu" nya...

"Makanya cepetan hamil, biar ada obat kangen...., ".

Asty cuma melengos dan merengut lucu, membuat Bu Ratih semakin terpingkal.

"Minggu depan kami pulang ke Sumatera Bu... ". Amin tiba tiba menyela..

"Hah.... Minggu depan...? Cepat amat Nak... ". Bu Ratih kaget.

"Tambak saya terbengkalai Bu.. Tidak ada yang merawat. Bisa bisa penuh ditumbuhi lumut.. ". Amin beralasan membuat Bu Ratih tak mampu lagi mencegah, meski raut wajah orang tua itu masih menunjukan rasa keberatan..

Belum cukup puas rasanya Bu Ratih menjalani kebersamaan dengan Anak dan "menantu" nya. Dan sebentar lagi akan berpisah. Ada segumpal kesedihan yang menggelayuti jiwa perempuan tua itu. Tapi mau bagaimana lagi. Tuntutan kehidupan membuat dia tak mungkin mencegah kepergian Sang Anak. Sebagai seorang ibu, dia harus ikhlas dan selalu mendoakan yang terbaik untuk anak anaknya. Meski itu berarti Bu Ratih harus merasakan kehilangan lagi.



_______________



Kantor kepolisian daerah Lampung.. Siang hari yang panas menyengat.

AKBP Hermanto Djalil duduk termangu di kursi ruangannya. Matanya tertuju pada layar laptop yang menyala menampilkan beberapa buah gambar.

"Belum cukup jelas... ". Terdengar Sang Polisi menggumam pelan.

"Tapi setidaknya sudah ada arah dan kemungkinan.. ". Lanjutnya lagi.

Sang polisi yang masih kelihatan gagah diusianya menjelang 50 tahun itu menyalakan sebatang rokok.
Kemudian menghisap nya pelan. Sesekali dia memencet tombol zoom, tapi gambar yang muncul memang kurang jelas. Ngeblur.. Pak Hermanto menyandarkan tubuh dikursi dan matanya sesaat terpejam. Seperti sedang berfikir keras.

"Aku memang harus extra sabar... Dia memang belum berpengalaman dengan tugas ini. Mudah mudahan semua berjalan lancar dan sesuai rencana.
Masih banyak waktu.. ". Berfikir seperti itu, senyum Pak Hermanto terkembang tipis. Kemudian Polisi setengah baya itu berdiri dan melangkah keluar menuju kantin disamping Kantor.

Makan siang...



________________



Di sebuah kontrakan kecil di pinggiran kota di daerah Utara Jakarta. Sesosok tubuh wanita sedang telanjang bulat dibawah himpitan pria gendut berkulit hitam legam. Wanita cantik berkulit putih bersih dan mulus itu tersengal sengal menerima sodokan demi sodokan yang sangat keras menghujam. Tubuh seksinya melejang liar menerima terjangan gairah nafsu yang menggerus dinding kenikmatan dan menerbangkan jiwa kelangit tertinggi. Memejamkan mata, dia seperti tengah bercinta diatas awan.

"Dewi... Kau luar biasa... ". Sang pria gendut membisikan kata kata yang semakin membuat wanita nya mabuk dan tenggelam.

"Kang Misdin.. Terus Kang... Ooh.... ". Wanita yang ternyata adalah Dewi mendesah desah. Semetara Misdin Sang nelayan gendut terus memacu, Menggenjot dengan bertenaga, mengejar kenikmatan bersenggama yang sebentar lagi akan mencapai puncaknya. Wanita dalam dekapannya ini memang berbeda sekali dengan puluhan wanita wanita pelacur yang pernah dia nikmati. Bahkan jauh lebih nikmat dibanding tubuh istrinya diwaktu muda sekalipun.

Lalu.., dengan sebuah hentakan bertenaga dan dalam, Misdin terpejam menyambut puncak kenikmatan nya, Dewi mengangkat pinggul setinggi mungkin, ingin batang Besar itu bersarang sedalam dalamnya. Nikmat nya pun telah tiba, mengguyur dengan letupan letupan kecil di seluruh pembuluh darah. Menghadirkan sensasi nikmat yang luar biasa di dasar terdalam lobang kewanitaan nya.

Dewi pun tergolek lemah ketika Misdin bangkit berdiri dan memakai kembali celananya.

Beberapa saat kemudian hening. Sebatang rokok pun dihabiskan Misdin.

"Kamu beneran mau pulang ke lampung...?". Dewi mengangguk pelan ketika Misdin bertanya.

"Boleh kan kang...? ". Wanita itu merayu dengan suara yang lembut dan merdu.

" He he he... ".

"Gak boleh....? ". Tanya Dewi mengejar.

"Tentu saja boleh sayang.. Kamu perlu duit berapa buat ongkos....? ".

Dewi senang sekali mendengar jawaban Misdin, lelaki nelayan yang akhirnya memutuskan untuk mencarikan kontrakan kecil untuk Dewi setelah mengurungkan niat membunuh dan membuang wanita itu kelaut lepas tempo hari. Meski kemudian Dewi harus siap melayani Misdin kapan saja lelaki itu pulang dari berkerja mencari ikan di laut, tapi itu jelas jauh lebih baik bagi Dewi.

"Gak perlu Kang.. Kemarin aku sempat ngecek rekeningku yang lain, dan ternyata tidak di blokir.. "

"Syukur lah kalau begitu..". Misdin menjawab.

"Iya Kang.. Untung dulu aku kepikiran memindahkan sebagian uangku ke rekening baru. Kalau tidak, habis semua hasil jerih payahku diblokir bos besar kejam itu.. ".

" He he.... Salahmu sendiri kenapa berkhianat... ". Misdin menggoda.

" Kalau aku gak berkhianat, trus apa Kang Misdin bisa merasakan nikmat tubuhku.. Hayo......? ". Dewi balas menggoda membuat nelayan gendut itu tertawa bergelak.

" Besok aku berangkat melaut lagi. Mumpung musim bagus. Kalau kamu mau ke lampung, ya berangkat aja.. Tapi usahakan ketika aku pulang seminggu lagi, kamu udah disini. Bisa.....?".

"Akan Dewi usahakan Kang... ". Dewi menjawab dengan senyum terkembang. Senyum manis yang telah membuat Misdin tergila gila dan seperti melupakan anak dan istrinya.

Melihat senyum itu, gairah Misdin kembali bangkit, tangannya pun menggapai meraih tubuh Dewi, memeluk dengan erat dan melumat dengan gairah yang meledak ledak.

Dewi tertawa kecil kesenangan.



__________________



Tak terasa sudah setengah bulan Zaid berada di desa Rahayu. Selain menjadi tukang bersih bersih di Masjid, Pria itu juga menjadi guru ngaji untuk anak anak sekitar Masjid itu.

Zaid cukup mengerti tentang tata cara membaca huruf Arab, jadi dengan demikian dia bisa mengajar anak anak membaca huruf Arab, yang mana hal itu sangat menggembirakan bagi para orang tua di desa itu.

Ada belasan anak yang menjadi murid Zaid. Termasuk Jihan dan Wildan kedua cucu Pak Dahlan. Mereka beramai ramai datang ke Masjid untuk menggali ilmu dari Sang Guru ngaji setiap malam selepas maghrib sampai menjelang Isya.

Ini tentu saja sangat memuaskan hati Kyai Thoriq. Tak sia sia dia menerima Zaid untuk mengabdi, karena ternyata sang pria muda cukup bisa diandalkan. Lambat laun Sang Kyai semakin menyayangi Zaid dan menganggap seperti anak sendiri. Bahkan tak jarang beliau menyuruh anaknya mengantarkan makanan kerumah yang ditinggali Zaid. Makanan dengan lauk pauk yang lezat, yang tentu saja tak akan mampu jika Zaid harus memasak sendiri lauk pauk seperti itu.

Seperti malam ini.. Malam jumat kegiatan pengajian anak anak sengaja diliburkan. Dan selepas maghrib, Zaid hanya duduk duduk saja di teras rumah. Gerimis yang turun sedari sore membuat lelaki muda 30an tahun ini segan untuk kemana mana. Memainkan hape, dengan sesekali menghisap rokok ditangan, Zaid tampak asik sendirian.

"Assalamu'alaikum... ". Sebuah suara mengucap salam. Zaid buru buru mematikan layar hape kemudian bangkit sambil membalas salam.

" Waalaikum salam... Dek Latifah...? ".

" Iya Kang.. Ini kiriman dari Emak.. ". Sahut Si Gadis menyerahkan rantang berisi nasi dan lauk pauk dengan malu malu.

" Tumben Dek Latifah yang nganter.. Nurul kemana...? ".

" Nurul lagi nonton kartun kesukaan nya, mana mau dia disuruh suruh... ". Jawab Latifah masih dengan senyum malunya.

Latifah adalah putri Kyai Thoriq nomor dua. Usianya 19 tahun lebih sedikit. Wajahnya cukup cantik dalam balutan jilbab yang selalu dia kenakan. Latifah adalah teman sebaya dengan Nirmala, gadis cantik putri Pak Mardikun yang tempo hari jadi korban kebejatan Jarot.

Sedangkan Nurul, yang biasanya mengantarkan makanan kerumah Zaid adalah Putri bungsu Kyai Thoriq usianya sebelas tahun..

"Ya udah ya Kang, Latifah pulang dulu... ". Gadis itu kemudian melangkah keluar teras, tapi belum sempat kakinya menyentuh tanah, tiba tiba kilat menyambar menyilaukan disusul suara petir menggelegar. Tak ayal sang gadis terpekik kaget dan tubuhnya refleks melompat kembali masuk ke teras rumah Zaid.

" Astaghfirullah.... ". Bibir Latifah mengucap istighfar. Wajahnya memucat karena terkejut dan juga takut.

Zaid yang baru saja lepas dari keterkejutan kini dilanda bimbang. Membiarkan Latifah pulang dalam hujan yang mulai mengguyur deras tentu tak mungkin. Tapi menawarkan masuk kerumah untuk berteduh tentu saja lebih tak mungkin lagi. Sedangkan air hujan yang tersapu angin mulai masuk membasahi teras rumah yang memang tak seberapa luas. Berteduh diteras sama saja bohong. Badan pasti basah dan kedinginan.

"Berteduh dulu Dek.. Hujan deras sekali... ". Akhirnya Zaid memberanikan diri memberi saran.

"Iya Kang... ". Tubuh Latifah mulai basah terkena terpaan hujan yang masuk ke teras, gadis itu berdiri menggigil di pojok teras, berusaha mencari tempat yang tidak bisa dicapai oleh terpaan hujan yang terbawa angin kencang.

Dan petir besar menggelegar untuk kedua kalinya. Nyali sang gadis benar benar ciut.

" Masuk aja Dek.. ". Zaid berkata setengah kehabisan akal, bagaimana tidak..?. Membiarkan Latifah diluar rumah tentu saja Zaid tak tega. Sementara jika pintu rumah tidak segera ditutup, maka hempasan angin yang membawa air hujan akan membasahi sampai kedalam rumah.

"Iya Kang... ". Latifah menyahut pelan, tapi tubuhnya tak beranjak. Dia diliputi keraguan. Berada didalam rumah berdua dengan laki laki yang bukan muhrim tentu adalah hal tabu yang harus dihindari, begitu yang dia dapat dari didikan kedua orang tuanya sedari kecil. Tapi disini mengerikan... Petir yang kembali terdengar dekat sekali seperti sengaja menakut-nakuti Latifah yang memang sudah ciut nyalinya.

"Saya pulang saja Kang... ". Akhirnya Sang Gadis mengambil keputusan. Zaid tak bisa mencegah karena seperti nya itu pilihan terbaik untuk menghindari fitnah.

Latifah dengan menguatkan hati melangkah menerobos dinding dinding air yang terus tercurah deras. Baru selangkah dia keluar teras, tubuhnya langsung basah kuyup dan wajahnya menyeringai tertimpa tetes tetes besar air hujan yang cukup menyakitkan.

Halaman rumah Zaid yang berupa tanah hitam sebagian telah berubah menjadi lumpur yang licin. Sedangkan Latifah yang terburu buru tidak sempat berfikir untuk melepas sendal yang dipakai. Tak ayal ketika kaki kirinya menginjak bagian tanah yang agak miring, tubuhnya pun oleng dan kemudian terhempas jatuh ditanah berlumpur itu.

Latifah menjerit kaget, apalagi sedetik kemudian kilat kembali menyambar dengan lidah api yang ganas. Gadis itu tergugu kelu dalam hujan. Jantungnya hampir copot ketika kemudian petir menggelegar lagi lebih kuat dari sebelumnya. Wajahnya pucat tak berdarah. Kakinya pun sakit sekali. Mungkin terkilir.

Zaid bingung. Dengan ragu ragu dia kemudian berlari menuju tempat Latifah terjatuh, setelah sampai, Zaid buntu akal. Apa yang harus dilakukan...?

"Dek.. Kamu gak apa apa...? ". Akhirnya Zaid cuma bertanya dengan tubuh berjongkok disamping Latifah yang terduduk menjelepok.

"Kaki Latifah sakit Kang... ". Gadis itu meringis dalam dingin.

" Saya gendong ya....? ".

Latifah menggeleng,

"Gak usah Kang... Di papah aja... ". Jawab sang gadis seperti rintihan.

"Ya udah.. Pelan pelan.... ". Zaid kemudian menarik tangan Latifah agar bisa berdiri.

Sang Gadis berhasil berdiri dengan susah payah kemudian melangkah tertatih tatih. Tapi baru semeter berjalan tubuh Latifah kembali ambruk. Kali ini sang gadis tak mampu bangun bahkan untuk sekedar duduk. Tubuh nya tergeletak ditanah, tersiram hujan yang semakin deras. Wajahnya dikotori lumpur.. Mata terpejam rapat, hanya bibir yang masih terus bergerak gerak seperti sedang mengucapkan sesuatu.

Zaid lantas mengesampingkan segala fikiran buruk, kemudian membopong tubuh sang gadis dan membawa kembali masuk kerumahnya.

Sesampainya didalam rumah, Latifah berusaha untuk bangun. Tapi kakinya benar benar sakit. Sementara Zaid kemudian masuk kedalam kamar, mengambil hape dan mencoba menelpon Kyai Thoriq.

Tapi gagal.. Sepertinya hujan deras disertai petir yang Bersahutan membuat sang Kyai mematikan ponselnya.

"Kamu bisa berdiri dek...? ".

" Seperti nya bisa Kang.. Pelan pelan... ". Latifah menjawab lirih.

" Di kamar mandi ada sarung. Kamu ganti saja Pakaian mu.. Nanti masuk angin... ".

Latifah mencoba berdiri. Meski kakinya terasa sakit, tapi masih biasa dipakai berjalan berlahan. Zaid ingin memapah tapi segan. Akhirnya dia cuma mengiringi langkah Latifah yang tertatih menuju kamar mandi, berjaga jaga seandainya Latifah jatuh lagi.

"Kang Zaid tunggu diluar aja, gak usah masuk.. ". Ucap Latifah setengah bercanda.

Zaid cuma membalas dengan senyum. Gregetan dia. Disaat begini masih sempat sempatnya bercanda.

Tapi jujur saja, dalam keadaan tubuh basah kuyup, Latifah terlihat seksi sekali. Apalagi Zaid menyadari mereka sekarang cuma berdua didalam rumah. Hujan deras pula..

Setengah mati Zaid berusaha meredam gairah yang bangkit tiba tiba. Dia tak mau tergoda dan gelap mata. Latifah adalah putri seorang Kyai yang sangat dihormati olehnya.

Tapi tak urung sesuatu dibawah sana menegang kencang.

Kencang maksimal....





Bersambung......
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd