Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT TETANGGA PERKASA

LOLOS
-----------



Setelah diliburkan selama 3 hari, malam ini pengajian anak anak kembali dimulai lagi. Selepas Magrib Zaid sudah duduk diantara belasan anak yang berkumpul mengelilinginya di ruangan masjid yang cukup besar itu. Masing masing anak menghadapi sebuah tatakan buku yang terbuat dari papan pendek yang disusun bersilangan sehingga bisa untuk meletakkan buku Iqro' yang menjadi tuntunan mereka belajar mengaji.

Tapi mata Zaid tidak melihat keberadaan Wildan, hanya Jihan sendiri yang datang. Sementara Zaid menangkap jelas aura yang murung diwajah gadis kecil itu. Jihan seperti tidak bersemangat malam ini.

Selesai mengaji, setelah kemudian dilanjutkan dengan ibadah Shalat Isya berjamaah, menjelang bubar Zaid memanggil Jihan.

"Nak, adekmu mana...? ". Zaid bertanya ketika Jihan sudah mendekat.

"Adek meriang Pak.. ". Disini, Jihan meyebut Sang Guru dengan panggilan "Pak".berbeda jika d irumah, biasanya Jihan memanggil "Om".

" Meriang...?. Sudah berapa hari...? ". Ada gurat kecemasan terlihat dari sorot mata Zaid.

"Baru kemarin, badannya panas... ".

"Ya sudah... Kita ke rumah sama sama... ". Sahut Zaid kemudian berjalan agak tergesa-gesa. Jihan membuntuti dari belakang tapi langkah kaki yang pendek membuat dia sedikit ketinggalan. Sehingga bocah perempuan itu harus berlari lari kecil agar tak semakin jauh tertinggal.

" Bapaaaak....!! ". Teriakan lirih bocah lelaki kecil menyambut kedatangan Zaid dirumah Pak Dahlan.
Wildan yang sedang berada dipangkuan Sang Ibu seketika melompat turun dan berlari menyongsong Zaid dan kemudian menenggelamkan diri dalam pelukan sosok lelaki yang entah kenapa malam ini dipanggilnya Bapak.

Zaid tertegun merasakan badan Wildan sangat panas. Bocah ini dilanda demam tinggi.

"Wildan kok panas sekali badannya.. Kenapa..? ". Tanya Zaid lembut.

" Idan meliyang Om.. ". Jawab Sang bocah seraya menggelendotkan tubuh kecilnya. Dia sudah memanggil Zaid dengan sebutan Om lagi.

"Udah minum obat...? ".

"Udah... ". Wildan kemudian mencium pipi Zaid, kangen sekali dia karena selama tiga hari ini tidak bertemu Sang Guru Ngaji. Meriangnya pun mungkin karena menahan kangen. Bagi bocah itu, Zaid adalah sosok Bapak yang dia rindukan setiap saat dan setiap detik berlalu. Memori nya masih bisa mengingat bagaimana raut wajah bapaknya, tapi dengan waktu yang hampir setahun tidak bertemu, maka siapa saja yang paling dekat dengannya dan memberinya rasa nyaman, maka itulah bapaknya. Sederhana sekali jalan fikiran Sang bocah. Dan memang harus dibuat sesederhana itu, karena otak anak kecil berbeda dengan otak orang dewasa. Dan biarlah begitu, selagi Sang bocah bisa berbahagia.

Melihat begitu akrab Wildan dengan sosok Zaid, bathin Asty teriris pedih. Kenapa Zaid yang justru bisa mengambil hati Sang bocah, kenapa bukan Amin sekalian, agar masalah yang dia harus hadapi tidak semakin rumit. Tapi fakta nya, Amin memang telah berusaha mengakrabkan diri dengan kedua anak Asty, tapi sejauh ini belum berhasil, baik Jihan ataupun Wildan terlihat masih berjarak dengan hubungannya terhadap Amin, atau mungkin sengaja menjaga jarak.

Tak akan pernah mau Wildan di gendong Amin berlama lama. Tak betah dia. Wildan lebih suka bermain main sendiri ketimbang digendong gendong oleh Amin.

Itu sangat berbeda dengan perlakuan Sang Bocah terhadap Zaid. Dia begitu akrab dan seperti tak mau dipisahkan. Hal itu juga terjadi pada anak sulungnya Jihan. Jika Amin yang datang, Jihan lebih suka duduk menyendiri didapur atau mendekam dikamar. Tidak keluar jika tidak di panggil. Tapi jika Zaid yang datang, bocah perempuan itu seperti sengaja mencari perhatian. Tak mau jauh jauh, ada saja alasan yang dibuatnya.

Terlihat sekali Wildan begitu ceria sekarang. Seperti telah sembuh dari demamnya. Tawanya yang terdengar sedari tadi seakan tak mau berhenti. Tak bosan sama sekali dia bercanda dengan Zaid Sang Guru Ngaji. Jihan pun ikut Nimbrung, sehingga rumah yang biasanya sunyi itu kembali terdengar ramai oleh teriakan teriakan Wildan yang berebut Zaid dengan kakak perempuannya.

Tak sadar meleleh air mata Asty melihat pemandangan itu. Pemandangan yang mengingatkan dia kepada Deni. Karena dulu, kepada Deni lah kedua anaknya saban hari bermanja manja. Keberadaan Deni jugalah yang membuat suasana rumah kedua orang tuanya itu akan menjadi ramai. .

Ketika Wildan berusia satu tahun, Deni dan Asty dulu memutuskan pindah ke desa Rahayu, karena kehidupan mereka di daerah Kalianda tempat tinggal Deni sebelumnya tidak berkembang baik. Deni menggarap sawah peninggalan kedua orang tuanya didesa. Tapi sawah yang tidak seberapa luas, dan juga hasil yang harus dibagi dengan saudara saudaranya lagi, membuat tahun demi tahun kehidupan mereka begitu begitu saja. Sehingga akhirnya keluarga kecil itu memutuskan mencari peruntungan didesa Rahayu.

Deni sewaktu belum menikah dengan Asty dulu pernah bekerja sebagai karyawan tambak di perusahaan tambak yang sekarang sudah bangkrut, sehingga ketika ditawari mengelola tambak oleh Pak Mukhlis, Deni langsung menyanggupi.

"Nak, kasihan Om Zaid capek tuh... ". Asty memanggil anaknya yang semakin asyik bermain main dengan Zaid.

"Jihan bikin kopi dulu ya... ".

"Oke.. Siap Mak... ". Sang bocah menjawab sambil tertawa dengan tangan kanan terangkat di kening, seperti menghormat. Asty hanya mencibir lucu.

"Gimana kabarnya...? ". Asty mengalihkan perhatian dengan bertanya kepada Zaid. Sebuah pertanyaan dengan suara yang lembut.

"Baik. Kamu....? ". Zaid menjawab dan balik bertanya.

"Yah.... Seperti yang terlihat... ".

"Kamu kok gak ngomong kalo Wildan meriang...? ".

"Emangnya situ Siapa....? ". Jawab Asty dengan senyum. Sengaja dia menggoda Zaid.

"Kamu gak denger tadi, Wildan memanggil aku apa....? ". Sahut Zaid balas menggoda. Asty tertawa lebar, Zaid pun ikut tertawa.

"Cuman panas biasa kok, lagipula udah kubeliin obat tadi siang.. ". Asty kemudian berucap pelan. Sikapnya sengaja dibuat ramah kepada Zaid, karena bagaimana pun, sosok Zaid sangat berarti bagi kedua anaknya, terutama bagi Wildan Sang Bocah lelaki 4 tahun lebih sedikit.

Terlihat dari sikap Wildan yang langsung ceria ketika bertemu Zaid, seperti sudah hilang meriangnya.

Bocah itu malah memejamkan mata dalam pangkuan Sang lelaki, mungkin rasa nyaman membuat bocah itu mengantuk.

"Idan ngantuk....? ". Tanya Zaid lembut yang hanya dibalas anggukan kecil Sang bocah.

Biasanya susah sekali menyuruh Wildan tidur. Tapi dipangkuan Zaid dia malah terlena sendiri. Memejamkan mata tanpa harus disuruh suruh.

" Ma, Idan mau bobok sama Om Zaid ya....? ". Wildan berucap pelan setengah tertidur.

"Ma...... ". Panggil nya lagi ketika Asty tak segera menjawab.

Pandangan mata Asty tertuju kepada Sang lelaki, dia bingung harus menjawab bagaimana.

"Iya.. Om Zaid nanti nemenin Idan bobok.. ". Zaid yang kemudian menjawab. Sehingga Wildan yang mendengar itu lantas memamerkan senyum dan kemudian terlelap.

Jika suasana hatinya sedang baik, maka mudah saja bagi bocah kecil seusia Wildan untuk tertidur. Bahkan beberapa detik saja setelah berucap, dia bisa langsung tenggelam dalam lelap.

Setelah memastikan Sang bocah dipangkuannya benar-benar telah tertidur pulas, tanpa meminta persetujuan Asty Zaid lantas berdiri berlahan dan membawa Wildan masuk kedalam kamar.

Dengan hati hati zaid Zaid meletakkan bocah kecil itu diatas kasur, menyelimuti dan membenarkan posisi tubuh Sang bocah. Kemudian Zaid bermaksud untuk kembali keluar ketika hampir saja tubuhnya menabrak tubuh Asty yang hendak menyusul masuk. Pintu kamar yang Dilapisi sehelai hordeng membuat Zaid tak mengetahui keberadaan Asty di ambang pintu kamar.



"Maaf.... ". Ucap Zaid setelah hilang rasa kagetnya.

Asty cuma membalas dengan senyum. Kemudian tak jadi masuk karena dilihatnya posisi tidur Sang anak sudah benar.

"Kopinya.. Sudah jadi tuh... ". Asty memberi tahu. Zaid hanya Mengangguk mengiyakan lalu mengikuti keluar kamar menuju kembali ke ruang tamu.

"Cowokmu gak kesini...? ".

"Siapa....? ". Asty menjawab sambil lalu. Malas sekali dia jika membahas tentang hal itu.

"Dek, jangan bermain dibelakang...".

"Maksudnya...? ". Asty bertanya setelah duduk di kursi diseberang Zaid.

" Simpel, kalau kau sudah mantap dengan laki laki itu, menikahlah, tapi cerai dulu dengan suamimu... ". Zaid merasakam perih di hatinya ketika mengucapkan itu.

"Jangan menumpuk dosa.. Suamimu pasti mengerti keadaan mu, asal kau jujur kepadanya.. ". Lanjut Zaid lagi. Sementara Asty cuma diam mendengarkan.

"Jangan menunggu semuanya menjadi rumit... ". Katanya lagi.

"Rumit....? ".

"Iya.. Katakanlah hubunganmu semakin jauh dengan pria yang bernama Amin itu, dan jika nanti kau hamil baru kemudian memberitahu suamimu, itu akan terlambat sekali. Lebih baik kau putuskan sekarang, lanjut dengan suamimu, atau menikah dengan Amin. Simpel kan....?".

"Tak semudah itu... ". Asty menyahut lirih.

"Kau mencintai suamimu...? ".

"Pasti.. Dia tidak tergantikan.. ". Asty menjawab mantap.

"Tapi.... ". Lanjutnya menggantung. Zaid diam menunggu.

"Semua menjadi sulit ketika semua akar masalah akhirnya tetap kembali kepada bagaimana caranya mengisi perut.. ".

Zaid masih diam tak menjawab. Pikirannya kusut. Disaat seperti ini, ingin sekali dia membuka kedok dan mengatakan terus terang siapa dia kepada Asty. Apalagi tugas yang sedang dia emban tidaklah main main. Resiko nya besar, bisa saja dia kehilangan nyawa jika semua rencana tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Zaid berfikir, bagaimana kalau dia mati, sementara dia belum sempat mengatakan tentang siapa dia kepada Asty dan kedua anaknya...?.

"Begini saja.... ". Akhirnya Zaid membuka suara setelah berdiam diri cukup lama.

"Kalau kau masih ingin mempertahankan rumah tanggamu,jauhi Amin. Setidaknya sampai sepuluh hari lagi. Nanti akan ada kejutan besar yang aku belum bisa mengatakannya sekarang.. ".

Asty menatap Zaid heran setelah mendengar ucapan pria itu.

"Sepuluh hari saja. Kau pasti bisa. Setelah itu, serahkan semua kepada Yang Kuasa.. ".

Kata kata Zaid sangat membuat Asty dilanda bingung. Bahkan dia tak tau harus berkata apa.

"Seandainya sepuluh hari lagi suamimu bebas, kau mau kembali kepadanya, kan...? ".

"Tentu saja... ". Asty menjawab cepat. Dia masih tak mengerti arah pembicaraan Zaid itu. Tapi tak ada salahnya menjawab jujur sesuai dengan isi hatinya.

Ada sedikit harapan yang muncul di dalam lubuk hati Sang wanita. Benarkah Deni akan bebas....?.
Tapi seiring tumbuhnya harapan itu, tumbuh pula rasa rendah diri, rasa bersalah yang teramat sangat besar, mau kah Deni menerimanya,...?. Dirinya telah sangat kotor dan ternoda, masih pantaskah untuk Deni....?.

"Pikirkan matang matang, jangan sampai salah mengambil keputusan... ". Ucap Sang Guru ngaji itu kemudian.

"Kau masih rajin tahajjud...?, cobalah mengadu kepada Tuhan, minta dikuatkan hati, dimudahkan dalam menentukan masa depanmu... ".

Asty sedikit tersentak mendengar kata kata Zaid, sudah lama sekali Asty melupakan hal itu. Semenjak Deni di penjara, Asty tak lagi pernah beribadah, dia seperti telah disesatkan hawa nafsu. Padahal dulu Deni rajin sekali membimbingnya, Mengingatkan jika Ia lupa.

Asty merinding, dia sangat merindukan suasana itu, merindukan kedamaian ketika bersimpuh berdoa di sepertiga malam, mengadukan semua permasalahan hidup kepada Sang Pencipta, dan memohon kemudahan dalam menjalani hidup kedepannya.

Sebuah kebiasaan lama yang sudah hampir setahun ini tidak pernah dia lakukan.

Lebih merinding lagi dirasakan oleh perempuan itu ketika terpikirkan secara tak sengaja dibenak nya kalimat Zaid tadi, "masih rajin tahajjud". Dari mana Zaid tahu kalau dulu dia rajin...?. Tak ayal didalam hati asty bertanya tanya.. Siapakah pria ini sebenarnya...?. Kenapa dengan sepuluh hari lagi...?. Kenapa Wildan sangat nyaman berada dipelukan Zaid....?. Dan sejuta kenapa kenapa yang lain berebut meminta jawaban membuat kepala Sang wanita menjadi sedikit pusing, dia ingin menduga duga, tapi ngeri sendiri dengan aneka macam kemungkinan yang bisa saja benar, bisa juga salah.

Di depannya, Zaid menghirup kopi dengan berlahan. meresapi manisnya rasa kopi itu tanpa mengeluh meski sudah agak dingin. Karena tadi kopi itu panas, tapi cuma dia diamkan.




_________________


Jarum jam yang tergantung didinding rumah besar itu hampir menunjukkan angka dua belas. Tapi Jarot yang ditugaskan menjemput kiriman barang di dermaga tua belum juga kembali. Pak Wijoyo kelihatan sekali sangat gelisah. Biasanya perjalanan pulang pergi hanya ditempuh Jarot dalam waktu paling lama setengah jam. Tapi sekarang....,?.

Satu jam lebih telah berlalu, Jarot belum juga kelihatan barang hidungnya. Tak terhitung sudah berapa kali lelaki tua kepala Desa itu mencoba menelpon Sang Keponakan, tapi nihil. Tak bisa tersambung sama sekali. Pak Wijoyo terlihat mondar mandir diruang tengah yang berukuran 6x8 itu. Tengkuknya sedikit terasa dingin, entah karena hembusan angin malam, atau ada sesuatu yang mengganggu pemikirannya.

Berulang kali diedarkan pandangannya kesekeliling, menatap satu demi satu para anak buahnya yang duduk berjejer diam tanpa suara. Semua diliputi ketegangan dan sejuta tanda tanya.

"Mungkin ada kendala di kendaraan Speedboat yang mengantarkan barang itu... ". Pak Wijoyo terdengar bergumam. Berucap pada kesunyian.

Semua orang di ruangan itu hanya menundukkan kepala mendengar itu. Tak terkecuali Zaid yang tefekur dipojokan. Ada beberapa percik keringat dingin di dahi sang pria muda. Raut wajahnya terlihat tenang, seperti biasanya. Tapi tak seorangpun tahu, wajah yang berada dibalik topeng tipis itu pada kenyataannya sangat tegang sekali. Jantungnya berdebar sedemikian kencang. Degupnya menyesakkan dada.

Pak Wijoyo masuk kedalam kamar. Menelpon seseorang dengan suara yang cukup bisa didengar oleh Zaid diruang tengah, meski kadang samar samar.

Tak lama kemudian lelaki paruh baya itu keluar dengan langkah tergesa-gesa. Ada raut kepanikan terlihat di wajah yang mulai berkerut itu. Dengan kode jari tangan kemudian dia meminta Alek untuk mengikutinya ke sebuah ruangan khusus disebelah kiri ruang tengah. Nampak sekali ada sesuatu yang besar yang sedang terjadi.

Satu menit kemudian Alek kembali ke ruang tengah dan memberi kode memanggil kepada beberapa rekannya yang dari tadi sudah berdiri gelisah. Zaid tak diperdulikan saat itu. Mungkin dianggap dia bukanlah orang penting. Hanya pekerja biasa yang tak perlu tahu banyak.

Alek ditambah sepuluh rekannya kemudian masuk kembali kedalam ruang khusus tadi. Tinggal Zaid dan empat orang lagi yang masih berdiri bingung ditempat semula. Lima menit kemudian dalam bingungnya mereka mendengar suara pintu depan didobrak dengan paksa diikuti suara teriakan keras.

"DIAM DI TEMPAT.. JANGAN BERGERAK...!!! ".

Delapan anggota polisi berseragam lengkap menyerbu masuk dengan senjata di tangan. Lima orang termasuk Zaid yang berada disitu sontak mengangkat tangan tinggi tinggi. Beberapa anggota polisi dengan cepat menuju ke sebuah kamar kemudian membuka pintu yang tidak terkunci.

Tidak ada seorangpun didalam kamar itu. Kemudian ruangan satunya yang tadi disebutkan sebagai ruangan khusus pun tak luput dari penggeledahan. Tapi ruangan itu kosong. Zaid mengerenyit heran. Kemana pak Wijoyo dan anak buahnya tadi...?. Darimana mereka keluar....?.

Istri pak Wijoyo yang sedang beristirahat di kamar utama di bagian belakang terbangun ketika anggota polisi mengetok pintu. Wajahnya berubah panik ketika pintu terbuka. Tanpa banyak bicara wanita setengah baya itu keluar kamar dan menuju ruang tengah untuk di interogasi.

Pak Hermanto mengumpat gusar.

"SIALAN....!! ". Jengkel sekali dia, buruannya berhasil meloloskan diri.




__________________



Kurang lebih dua jam sebelumnya.

Jarot hampir sampai ke dermaga tempat biasanya dia menjemput barang kiriman yang dibawa oleh sebuah Speedboat. Barang itu dibawa oleh kapal nelayan dari bangka. Kemudian Speedboat menjemputnya di tengah lautan. Lantas mengantarkan ke dermaga, dimana didermaga itu Jarot biasanya sudah menunggu.

Ketika memasuki areal dermaga, Jarot melihat ada sepasang kekasih sedang duduk berduaan di salah satu bagian dermaga. Sementara Speedboat yang ditunggu belum terlihat.

Jarot memarkirkan motornya agak jauh dari sepasang kekasih yang nampak Tengah asyik bermesraan itu Sepasang matanya menyipit ketika cahaya lampu motornya sempat menyorot kearah pasangan tanpa sengaja.

"Asty.....?. Dengan siapa dia....? ". Jarot tersenyum. Dia belum lupa dengan wanita cantik itu. Terasa baru kemarin dia menikmati kehangatan tubuh wanita itu bersama Alek rekannya.

Ingin sekali Jarot mendekati mereka. Tapi mengingat apa tujuannya ke sini, akhirnya pemuda itu membatalkan niatnya.

Yang ditunggu pun tiba. Dari kejauhan meluncur dengan cepat sebuah Speedboat dengan lampu yang menyorot sangat terang. Cepat sekali kendaraan air itu kemudian tau tau telah datang ke pinggir dermaga. Jarot mendekat. Pengemudi Speedboat kemudian mengulurkan sebuah kardus yang sudah dilakban kuat. Baru saja tangan Jarot hendak meraih kardus, tiba tiba....

"ANGKAT TANGAN.. JANGAN BERGERAK.. !! ".

Tiba tiba beberapa sosok bayangan hitam datang mengepung dengan senjata terkokang. Jarot terkejut sekali. Dalam kejutnya Pemuda ini kemudian mengangkat dua tangan keatas. Seperti akan menyerah tapi benaknya berputar mencari cara meloloskan diri. Dilihatnya Asty dan kekasihnya ikut terkejut dan berdiri kemudian melangkah sedikit mendekat. Mungkin ingin tahu.

"Ada apa itu Mas...? ". Asty terkejut bukan kepalang ketika mendengar suara teriakan dari orang orang yang baru datang itu. Padahal dia tadi baru saja terkesima melihat kedatangan sebuah Speedboat, eh malah ada lagi keributan.

Amin yang ditanya tak menjawab. Dia masih dongkol karena acara bermesra mesraannya dengan asty menjadi terganggu. Asty lantas berdiri dan tanpa sadar melangkah mendekat kearah Jarot yang sedang mengangkat tangannya.

Hanya beberapa detik. Beberapa detik tapi mampu mengubah arah angin. Jarot tiba tiba seperti mendapat jackpot. Dia yang tadi sempat pasrah akan tertangkap polisi, tiba tiba menyeringai mendapati sebuah peluang datang tanpa dicari.

Mata Jarot melirik kearah pengemudi Speedboat yang sedang diborgol tangannya oleh anggota polisi yang mengepung. Smentara Asty saat ini berjarak kurang lebih sepuluh meter dari posisinya.

Asty yang melangkah berlahan dalam suasana agak gelap luput dari perhatian anggota polisi. Luput beberapa detik, beberapa detik yang sangat berarti. Karena ketika pemimpin polisi menyadari keberadaan Asty, semua telah terlambat. Jarot secepat kilat melompat kearah sang wanita dan memodongkan pistol kelehernya, menjadikan wanita cantik mungil ini sebagai sandera.

"Mendekatlah.. Dan kepala wanita ini pecah... ". Jarot berkata dingin. Sedingin angin malam yang bertiup kencang. Asty yang kemudian mengenali suara itu langsung lemas. Jantung nya seperti mau lepas.

" Kita ketemu lagi.. Aku kangen lobangmu... ". Jarot terkekeh setelah berbisik di telinga Asty.

Petugas kepolisian sedikit bingung. Sang komandan terlebih lagi. Dia menyesal tidak memperhatikan keadaan sekitar dermaga terlebih dahulu. Sekarang salah satu buruannya mendapat peluang besar untuk lolos.

Jarot pun tak mau membuang waktu. Dengan menjadikan Asty sebagai tameng dia melangkah kearah Speedboat yang terikat dipinggir dermaga. Para polisi tak bisa berbuat banyak ketika Jarot kemudian masuk kedalam kendaraan air itu bersama dengan Asty.

"Biarkan aku pergi.. Dan wanita ini akan selamat... ". Ucap Jarot pelan dengan senyum kecil terukir. Tangannya bergerak melepas tali pengikat Speedboat.

Jika puluhan polisi saja tidak bisa mencegah, apalagi Amin sendirian. Pria itu tegang sekali. Tapi dia tau tak ada yang bisa dia lakukan. Karena Asty sekarang di bawah todongan senjata api.

Jarot menekan tombol menghidupkan mesin kendaraan air itu, Asty dia dudukkan disamping tubuhnya sehingga menyulitkan polisi untuk membidik.


Dan tak lama kemudian kendaraan air super cepat itu telah melaju kencang diatas sungai membelah kegelapan malam. Meninggalkan puluhan anggota polisi yang akhirnya masih bisa menghela nafas lega setelah berhasil mendapatkan barang bukti satu kardus narkotika dan seorang kurir yang membawa barang itu,meski satu pelaku berhasil kabur dengan membawa sandera.

Jika para polisi itu masih bisa tersenyum, tidak demikian dengan Amin. Hatinya tercabik. Perih. Dia merasa gagal jadi laki laki. Dia tak berdaya ketika sang wanita di culik dan dijadikan sandera.

Sebenarnya tadi Asty sendiri sudah menolak untuk keluar bersamanya malam ini. Wanita itu beralasan badannya kurang sehat. Tapi siapa yang bisa meredam kehendak hati yang sedang di landa rindu...?.

Amin sedikit memaksa, dan sedikit mengungkit jasa, sehingga sang wanita tak mampu berkata apa apa dan menurut saja ketika diajak berputar putar melaju dengan sepeda motor hingga akhirnya Amin mengajak Asty ke dermaga ini, untuk memadu kasih tentunya. Karena beberapa beberapa hari tak jumpa, Amin sedang berada di puncak kerinduan.

Tapi rasa rindu yang memang tidak pada tempatnya itu membawa malapetaka. Entah kemana Asty dibawa.. Entah bagaimana nasibnya..

Bagaimana kalau Asty dibunuh kemudian mayatnya dibuang ke sungai....?. Berpikir seperti itu hati Amin benar benar terkoyak. Dia bingung apa yang mesti dilakukan sampai akhirnya komandan polisi menepuk bahunya sambil berkata...

"Saudara ikut kami.. Banyak keterangan yang kami butuhkan... Saudara tunggu saja kami dirumah Kyai Thoriq". Komandan polisi itu berkata ramah namun tegas, membuat Amin cuma bisa mengangguk lesu.

" Kami sudah tahu siapa yang membawa kabur istri Anda, kami berjanji akan segera menemukannya.. ". Lanjut sang komandan lagi mencoba menenangkan hati pria muda di depannya.

" Dia bukan.... ". Amin tidak melanjutkan ucapannya karena sang komandan telah melangkah pergi mengikuti para anak buahnya yang telah berjalan kaki duluan. Kardus BB dipanggul salah satu anak buahnya, sementara sang pengemudi Speedboat melangkah lunglai dengan tangan terborgol..

Sementara ketika dirasa sudah aman, dalam kegelapan malam ditengah sungai Jarot menghentikan laju Speedboat, mengeluarkan hape kemudian dengan segera mengabarkan apa yang telah terjadi kepada bosnya. Sehingga kemudian sang bos dan beberapa anak buahnya bisa lolos dari sergapan polisi.

"Jarot, kau tau siapa polisi yang menyergapmu..?". Pak Wijoyo bertanya ketika Jarot selesai bercerita.

"Saya tidak kenal, bos. Bukan polisi daerah sini.. ".

"Apa ada petunjuk lain...? ".

"Ada bos.. Ini tentang para polisi itu. Wajah mereka tidak asing, Jangan-jangan, mereka adalah para pekerja Jembatan yang menginap dirumah Kyai Thoriq. Saya mengenali beberapa wajah itu.. ".

" BANGSAT... !! ". Pak Wijoyo mengumpat kemudian mematikan telepon.

Jarot memasukan kembali hapenya kedalam kantong celana,

"Terimakasih sayang, kau telah menyelamatkan aku... ". Tawanya kemudian terdengar mengekeh ketika Asty memekik karena remasan tangan Jarot di buah dadanya.

"Kurang ajar... Antar aku pulang sekarang.. ". Sang wanita berucap dingin kemudian.

"Santai saja.. Kita nikmati dulu malam ini... ". Jarot tertawa terbahak bahak. Speedboat kembali melaju kencang setelah sebelumnya Jarot menyempatkan melumat bibir Asty sekilas.

Batang kejantanan milik Jarot tak urung menegang dengan sangat keras, apalagi Pemuda itu masih mengingat dengan jelas lekuk lekuk tubuh yang dulu pernah dia nikmati meskipun tak sampai rampung karena keburu Deni datang dan kemudian menembaknya meski tak sampai membahayakan.

Sementara Asty sendiri mulai menebak nebak nasib buruk apa yang akan segera menimpanya. Airmata sang wanita meleleh, ditambah lagi kencangnya angin yang menerpa wajahnya ketika Speedboat melaju kencang membuat matanya semakin basah berair.

Wanita cantik itu menangkupkan kedua tangan di wajahnya. Seakan tak menyangka nasib buruk belum juga mau menjauh dari kehidupannya.

"Tuhan... Dosa apa yang kuperbuat dimasa lalu, sehingga karma buruk datang beruntun dalam hidupku... ". Sang wanita merintih dalam hati. Sempat terbersit niat dihatinya untuk melompat terjun saja ke sungai, melepaskan segala permasalahan hidup, meninggalkan segala rasa perih dan pedih yang bergantian datang mengikis kebahagiaan dalam hidupnya yang semakin lama dirasa semakin tak berarti.

Tapi tawa lucu Wildan membayang, membuat Sang wanita membuang jauh jauh niat buruk itu. Kini dia hanya bisa menguatkan hati dan tubuh, demi menyongsong hal seburuk apapun yang akan menimpanya nanti. Apapun akan dia lakukan asal dia bisa bertahan hidup, demi buah hatinya, demi Wildan dan Jihan yang masih sangat membutuhkan kehadirannya, meski mungkin orang lain tak ada lagi yang perduli, setidaknya dia masih bisa berarti dalam hidup kedua anak tercinta.

Asty menegakkan tubuh, mencoba untuk tegar.. Sementara itu tangan kanan Jarot semakin liar bergerilya d ibagian bagian sensitif tubuh Asty disaat tangan kirinya fokus mengendalikan laju speedboat.

Kendaraan air itu melaju kencang keluar dari sungai dan mulai menyusuri pinggiran pantai berlumpur di laut Timur pulau Sumatera. Tak berselang lama kemudian kendaraan itu berbelok masuk ke areal pertambakan tradisional yang sudah tidak lagi difungsikan. Menyusuri sungai kecil berkelok-kelok, jauh sekali masuk kedalam. Seperti nya Jarot mencari tempat paling aman untuk bersembunyi.

Wilayah tersembunyi ini dikenal sebagai sarang perompak atau bajak laut. Dan pengemudi speedboat yang tadi tertangkap adalah salah satu dari mereka.

Sudah sangat lama Pak Wijoyo berhubungan bisnis dengan para bajak laut ini, karena Bondan, pemimpin tertingginya adalah saudara kandung Jarot. Keponakan pak Wijoyo. Bukan orang lain. Makanya Jarot memutuskan untuk bersembunyi di perkampungan kecil ini.

Bisa dibilang, saat ini Asty ibarat kijang betina yang dibawa masuk ke sarang Hyena.

Belum ada lima menit kemudian kendaraan air yang di kendalikan Jarot sampailah kesebuah perkampungan kecil yang tak lebih dari sepuluh rumah. Kesemua rumah itu dibangun dari kayu dan berdinding daun nipah serta beratap dari jenis daun yang sama. Sederhana sekali. Tapi jangan tanya perabotannya. Didepan rumah rumah kecil itu berdiri tegak tiang antena parabola, dan didalam rumah juga terdapat aneka macam barang elektronik berharga mahal seperti televisi, lemari es dan speaker aktif berukuran besar.

Diantara rumah rumah kayu itu terdapat gubuk gubuk kecil tempat dimana terdapat mesin genset yang digunakan sebagai sumber tenaga listrik. Sehingga meski ditengah hutan, perkampungan kecil itu terang benderang ditengah malam.

Ketika mesin Speedboat dimatikan, maka semakin jelas terdengar ditelinga Asty suara musik berirama jedag jedug dengan volume maksimal, berasal dari rumah rumah kecil itu. Hingar bingar dan berisik sekali. Tapi sangat menyenangkan bagi mereka yang menyukai.

Belumlah Asty diajak naik ke rumah rumah berbentuk panggung itu, aroma minuman keras sudah tercium tajam menyengat hidung.

Dua orang lelaki terlihat turun ke dermaga kecil itu untuk menyambut mereka.

"Jarot, tidak ada yang mengikutimu..? ". Seorang lelaki tinggi besar bertanya.

"Aman Kang... ". Sang pemuda menambatkan tali Speedboat ke sebuah pancang kemudian menarik tangan Asty untuk segera naik ke dermaga.

"Siapa... ?". Sang lelaki tinggi besar bertanya ketika melihat wanita cantik bertubuh mungil yang dituntun oleh Jarot itu.

"Sandera Kang... ". Jarot tertawa kemudian melanjutkan kalimatnya.

"Dia yang bikin adikmu ini bisa lolos.. ".

Lelaki tinggi besar yang ternyata adalah Bondan kakak kandung Jarot menyeringai.

"Cantik sekali.. Mau gak jadi istriku...? ". Ucapnya menggoda.

"Heiii... Dia milikku, jangan macam macam... ". Jarot segera saja menyergah dengan suara tinggi yang langsung disambut tertawa ngakak Bondan.

"Nyicip aja lo.. Sekali... ". Bondan kembali berucap dengan senyum genit kearah Asty membuat Ibu muda cantik itu bergidik ngeri.

" Ayo masuk... ". Bondan kemudian meraih pergelangan tangan Asty dan menariknya menuju rumah. Jembatan kayu kecil yang menjadi penghubung antara dermaga dan rumah Bondan cukup licin karena basah oleh embun membuat langkah Asty tertahan tahan takut terpeleset.

" Oh ya Dik, gimana kabar paman...? ". Bondan bertanya tentang Pak Wijoyo sesampainya mereka kedalam rumah yang tidak ada kursi tamu didalamnya sehingga mereka hanya duduk lesehan sembari bersandar di dinding rumah.

" Sementara aman.. Mereka sudah sampai di persembunyian.. ". Jarot lantas menunjukan sebuah pesan WA yang baru saja masuk ke hapenya. Meski ditengah hutan dan terpencil, para penghuni kampung itu masih bisa menikmati jaringan telepon dan juga internet melalui jaringan Wifi.

"Sekarang jam satu. Apa tidak sebaiknya kita jemput saja mereka malam ini... ? ". Jarot memberi ide.

"Ya sudah, coba kau telpon, kalau mereka siap, kau dan satu Speedboat lagi luncuran menjemput.. ". Jawab Bondan sambil matanya tak lepas dari wajah Asty yang cantik jelita.

"Jenengmu sopo Nduk... ? ". Tanya Bondan dengan senyum dikulum.

" Nyapo takon takon...? ". Jarot yang menjawab dengan nada sedikit sewot. Bondan tertawa mendengar itu. Kemudian lelaki yang berusia puluhan tahun tahun lebih tua dari Sang Adik itu menggeser duduknya lebih mendekat kearah Asty. Rambut gondrong acak acakan dan cambang bawuk yang tumbuh liar membuat wajah lelaki itu sangat menyeramkan di mata Asty, tak urung jantung Sang wanita berdetak tak menentu. Dia hampir saja lumpuh ketakutan. Dia tau lelaki yang punya rumah ini bukanlah orang baik baik, Asty mengenalinya. Karena semasa muda dulu Bondan pernah juga tinggal di desa Rahayu meski tak pernah menetap lama.

Kakak kandung Jarot itu seusia dengan Ambar, kakak perempuan Asty. Sekitar 45 tahun kurang lebih. Bahkan dulu sekali ketika Desa Rahayu baru dibuka, Bondan dan Ambar berteman cukup akrab. Tapi setelah beranjak dewasa dan kedua orang tuanya meninggal, Bondan lebih sering menghilang dari Desa, merantau entah kemana. Pulang pulang pun cuma sebentar. Sedangkan Jarot yang saat itu masih bocah diasuh oleh Pak Wijoyo, Sang paman.

"Mereka siap, jemput jam tiga subuh di parit sepuluh.. ". Jarot berucap ketika selesai menelpon Pak Wijoyo Sang paman sekaligus bos besarnya.

"Ya sudah, siapkan segala sesuatunya, ajak Dodo, Speedboat miliknya adalah yang paling kencang larinya.. " Bondan menjawab dengan mata masih saja tertuju kepada Asty yang semakin merapatkan tubuh mungilnya ke dinding.

"Hati hati.. Aku khawatir Jeki buka mulut.. ". Tambahnya kemudian. Jeki adalah pemilik Speedboat yang tertangkap di dermaga tua tadi. Jarot cuma mengangguk kemudian menenggak minuman keras berwarna hitam di sebuah botol.

"Anak itu lagi apes.. Mudah mudahan dia bisa menyimpan rahasia... ". Bondan bergumam pelan. Bondan belum tau pasti polisi dari mana yang menangkap Jeki. Makanya lelaki ini masih bisa bersikap tenang. Karena kalau hanya polisi dari daerah situ situ saja, maka itu bukanlah masalah besar. Penangkapan itu cuma sekedar topeng, supaya para polisi itu dianggap kerja. Begitulah yang selama ini terjadi. Untuk beberapa bulan sekali, memang sengaja para polisi itu melakukan penangkapan, agar tidak dicurigai atasan kalau ada kongkalikong antara polisi yang bertugas di wilayah itu dengan para bandit dan bandar besar narkoba.

Jika saja Bondan tahu dari mana polisi yang menangkap, tentu pemimpin perompak itu sudah ngacir jauh jauh, menyingkir cari selamat. Karena Pak Hermanto bukanlah polisi kaleng kaleng. Seumur hidupnya menjadi polisi, belum pernah dia makan uang haram. Apalagi uang sogokan dari para penjahat. Pak Hermanto termotivasi untuk memberantas habis gembong gembong penjahat seperti Pak Wijoyo dan juga Bondan, meski pada dasarnya kejahatan perompakan ditengah laut bukanlah bidang tugas Pak Hermanto, tapi apapun itu, yang namanya penjahat harus dibasmi sampai ke akar akarnya, begitulah tekat Pak Hermanto meski harus mengorbankan nyawa sekalipun dia tak takut.

Benar benar sosok petugas kepolisian yang patut di apresiasi dengan acungan dua jempol.


_______________

. Tepat pukul dua dini hari, dua buah speedboat melaju kencang meninggalkan perkampungan kecil itu. Jenis kendaraan air yang bisa melaju paling cepat itu seperti sedang adu kecepatan ditengah kegelapan malam. Sementara dirumah Bondan, sepeninggal Jarot pergi menjemput Sang bos, lelaki tinggi besar pemilik rumah bangkit berdiri dan meraih tangan Asty.

"Ayo Nduk, Saatnya kau berkerja sekarang. Mumpung masih malam dan cuaca masih dingin.. Hehehehe... ".


_Jenis Speedboat yang banyak terdapat di perairan Sumatera dan Kalimantan_




Bersambung...
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd