Part 4.
Dear Diary
Aku dan Feri ngentot lagi tadi malam.
Dia datang ke kamarku saat ayah dan ibu sudah tidur. Dia bertanya seperti biasanya apakah aku mau ngentot dengan nya. Kali ini aku beranikan diri dan menyetujui ajakannya, asalkan dia bisa membuatku merasakan nikmat juga dan berjanji akan mencabut kontolnya kalau aku kesakitan.
Dia kemudian menjilati memekku cukup lama. Rasanya nikmat sekali, apalagi saat dia memasukkan dua jarinya kedalam memekku sambil lidahnya bermain dengan kelentitku. Aku tidak tau kalau ternyata rasanya enak saat memekku dimasuki sesuatu, lalu aku membalikkan tubuhku dan dan meminta Feri memasukkan kontolnya.
Memekku sangat basah dan licin karena jilatannya tadi, jadi hampir tidak terasa sakit saat Feri memasukkan kontolnya. Aku dapat merasakan pinggangnya mengenai bokongku saat kontolnya sudah sepenuhnya masuk kedalam memekku. Memekku terasa penuh tapi juga terasa enak dan saat dia mulai bergerak maju mundur, rasanya sungguh luar biasa. Kontolnya keluar masuk dan menyentuh setiap inci isi memekku. Aku tidak bisa menahan desahan keluar dari mulutku.
Feri tiba-tiba berhenti dan bertanya apakah aku kesakitan, kujawab tidak, kubilang kalau rasanya enak dan kuminta dia untuk meneruskan menyodok memekku. Mendengar jawabanku dia mulai menyodok memekku, kali ini lebih cepat dan keras. Aku mulai mengerang karena kenikmatan yang kurasakan. Dia menyodok-nyodok memekku dengan cepat, sangat cepat sampai aku terdorong dan dan lenganku yng bertumpu pada kasur terlepas. Aku hanya terbaring dikasur dengan wajah menekan bantal agar eranganku tidak sampai terdengar orang lain, kontol Feri terus keluar masuk memekku. Tidak lama kemudian feri mulai mendesah, desahan yang kukenal karena karena dia pasti melakukannya setiap akan orgasme. Dengan cepat Feri mencabut kontolnya dan terasa cairan hangat tumpah diatas punggungku. Setelah selesai menyemprotkan spermanya kemudian dia rubuh di kasur tepat disampingku.
Esoknya kutemui Lisa dan bertanya apakah dia punya kondom untuk kuminta. Dia bilang dia tidak punya. Tapi kemudian Lisa mengajariku cara agar tidak hamil walaupun sperma keluar di dalam. Dia bilang Cuma beberapa hari tertentu saja setelah siklus menstruasi saat wanita ada dalam masa subur. Kalau kita tahu hari apa saja maka kita bisa menghindari kehamilan. Awalnya aku sedikit ragu, tapi Lisa bilang dia sudah ngentot dengan pacarnya puluhan kali dan sampai sekarang aman-aman saja.
Akhirnya kuputuskan untuk percaya pada saran Lisa. Kuperiksa kalender di kamarku dan kucocokkan dengan siklus haid ku. Menurut perhitungan ku sampai beberapa hari kedepan aku aman. Aku akan coba besok pagi saat ayah dan ibu pergi.
Kesesokan paginya kuajak Feri untuk ngentot lagi dikamarku, kali ini dia kuminta untuk menyemprotkan spermanya didalam memekku. Awalnya dia menolak tapi setelah kuceritakan saran dari Lisa kemarin akhirnya dia mau juga. Kami ngentot cukup lama, jauh lebih lama dari biasanya.
“kak, menurut kakak yang dilakuin nenek salah gak?” tiba-tiba Nisa bertanya
“apanya yang salah?”
“nenek kan ngelakuin itu sama kakak kandungnya”
“kenapa salah, nenek dan kakaknya kan saling mencintai, tidak ada paksaan sedikitpun dan mereka sama-sama suka ngelakuinnya”
“tapi tetap aja salah” sanggah Nisa
“orang yang bilang itu salah pasti dia gak punya adik yang cantik” ucapku mencoba mencairkan suasana.
Namun tiba-tiba Nisa menutup diary yang sedang dipegangnya, matanya yang kecoklatan menatapku dalam-dalam.
“kalau kakak bagaimana, bisa ngelakuin itu dengan adik sendiri” tanya Nisa serius.
“kamu...ngajak kakak ML ya?” tanyaku bercanda. Tidak mungkin Nisa serius bertanya seperti itu pikirku.
“Enggak!” Nisa setengah berteriak, wajah manisnya bersemu merah.
Setelah beberapa saat terdiam penuh kecanggungan, akhirnya dia kembali bertanya.
“serius kak, kakak bisa?” seperti berbisik, hampir tidak terdengar. Dari suaranya aku tahu kali ini Nisa benar-benar serius bertanya, suaranya terdengar tulus.
“kakak gak tau, tapi....kakak gak bilang kalau kakak gak mau” jawabku sedikit gugup “kalau kamu”
“aku mau” jawab Nisa pendek.
Kini tinggal aku dengan jantung berdebar-debar, bingung langkah apa yang harus kuambil selanjutnya. Mata kami masih saling menatap. Ini nyata pikirku, bukan adegan-adegan mesum yang selama ini bermain di otakku setiap melihat adikku.
Tiba-tiba aku tersadarkan akan betapa dekatnya wajah kami saat ini. Tanpa kami sadari kami bergerak saling mendekat, lebih dekat, sehingga akhirnya bibir kami bertemu.
Kukulum bibir Nisa dengan lembut. Nisa membalas ciumanku, pagutan dan hisapan menyibukkan bibir kami. Bibir kami saling mengunci selama sekitar sepuluh menit diiringi dengan lidah yang beberapa kali bertautan sedangkan tangan kami sibuk menjelajahi bagian-bagian tubuh yang tidak seharusnya disentuh.
Dengan bibirnya yang masih melumat bibirku, Nisa mendorongku jatuh keatas kasur dan menindihku. Tanganku sejak tadi sudah masuk kedalam baju tidurnya dan menyentuh serta membelai punggungnya perlahan naik lebih tinggi hingga jari-jariku tiba di payudaranya yang bulat sempurna dengan puting yang yang sudah mengeras. Nisa mendesah lembut saat kumainkan kedua putingnya, selangkangan kami yang masih tertutup kain salin menekan. Hanya beberapa potong kain yang saat ini memisahkan kemaluan kami. Dapat kurasakan panasnya selangkangan Nisa saat dia menggesek-gesek batang kemaluanku.
“masukin kak” bisik Nisa setelah melepaskan ciumannya.
Rasanya seperti mimpi basah yang jadi kenyataan. Nisa kemudian turun dari tubuhku dan duduk di atas kasur didepanku. Dan dengan satu gerakan dilepaskan nya baju tidur yang dikenakannya diikuti dengan bra dan celana dalam yang dikenakannya.
Aku terpana melihat betapa cantiknya adikku ini, jauh lebih cantik dari apa yang kubayangkan selama ini, sangat sempurna, senyumnya, matanya, dadanya, kulitnya.
Tanganku menjulur dan menangkap pinggangnya, kuremas kedua bongkahan bokongnya yang kenyal kemudian naik meremas kedua buah dadanya, bibirku kini sibuk menghisap dan mempermainkan dadanya. Nisa mendesah saat lidahku menggelitik kedua putingnya.
Nisa mendorongku mundur lalu meraih dan menarik ujung baju yang kupakai hingga terlepas. Lalu nisa turun dari kasur dan berlutut didepanku. tangannya meraih pinggangku dan menarik lepas celana panjang serta celana dalamku secara bersamaan.
Penisku yang tegang akhirnya terpampang tepat didepan wajahnya. Aku tau apa yang akan dilakukannya, tapi tidak akan aku perbolehkan, aku tidak mau orgasme pertamaku hanya tumpah dimulutnya.
Dia menatapku beberapa saat sambil membasahi bibir dengan lidahnya. Namun sesaat sebelum dia memasukkan penisku kedalam mulutnya, kutarik nisa dan kurebahkan punggungnya diatas kasur dan dengan cepat aku berjongkok didepan selangkangannya.
Kujulurkan lidahku menyapu belahan vaginanya dari atas kebawah berulang-ulang. Desahannya kini semakin keras. Kucari lubang vaginanya dan kumainkan lidahku disana selama beberapa saat lalu kusapukan lagi lidahku diseluruh belahan vaginanya.
Di bagian atas vaginanya sejumput bulu tipis terlihat basah terkena sapuan lidahku. Dengan kedua jariku kubuka lipatan kulit yang menutupi bagian paling sensitif dari kemaluannya. Setelah mencari beberapa saat akhirnya kutemukan gundukan daging kecil ynag sudah mengeras. Tangannya langsung menjambak rambutku pelan saat lidahku mengenai klitorisnya. Kujilati berulang-ulang dengan sesekali kuhisap. Desahan dan lenguhan Nisa semakin keras saat kupusatkan gerakan ujung lidahku di klitorisnya. Setelah beberapa menit tubuhnya mulai bergetar dan kakinya menegang saat akhirnya gelombang orgasme pertamanya datang.
Setelah reda getaran dari tubuhnya, perlahan aku naik dan mensejajarkan wajahku dengan wajahnya. Kucium bibirnya yang setengah terbuka lalu dibalasnya dengan lumatan. Kami berciuman dan saling melumat beberapa saat sampai akhirnya kedua kaki Nisa mengunci pinggangku.
Tangannya menggapai kebawah sampai ia menemukan penisku yang sejak tadi beristirahat diatas belahan vaginanya. Diarahkannya kepala penisku tepat didepan lubang kemaluannya. Dengan satu sentakan lembut kepala penisku masuk kedalam vaginanya.
Nisa menarik nafas saat tubuhnya menerima penisku. Vaginanya terasa sempit lembab dan hangat. Sekali lagi kudorongkan pinggangku hingga penisku kini masuk seluruhnya. Otot-otot vaginanya serasa meremas penisku. Kudiamkan beberapa saat penisku didalam vaginanya sambil merasakan betapa hangatnya dinding vaginanya.
Mata kami saling memandang saat perlahan kugerakkan pinggangku maju mundur sehingga penisku keluar-masuk divaginanya. Awalnya gerakan kami sedikit kaku hingga akhirnya kami menemukan irama yang pas.
Aku hampir tidak percaya kalau ini benar-benar terjadi. Bibir kami kembali terkunci dan saling melumat. Setelah beberapa menit penisku memompa vaginanya, tubuhnya mulai menegang dan bergetar. Nafasnya semakin memburu diikuti desahan yang sudah tidak terkontrol. Dinding vaginanya berkontraksi seolah memerah penisku untuk segera menumpahkan isinya.
“aku mau keluar” ucapku sambil bersiap menarik penisku keluar dari vaginanya.
“Jangan” ucap nisa sambil menahan pinggangku. Nisa tidak mau aku menumpahkan spermaku diluar, lagipula sudah terlambat juga untukku menarik keluar penisku, karena remasan dinding vaginanya yang terakhir berhasil membuatku menumpahkan spermaku didalam vagina sempitnya. Aku rubuh diatas tubuhnya.
Nisa juga sepertinya telah menguras habis seluruh tenaganya, rambut hitamnya terlihat kusut dan beberapa menutupi wajah manisnya. Kusapu wajahnya dan menyingkirkan rambut yang menghalangi pandangannya. Nisa membuka matanya lalu sebuah senyum manis terbentuk diwajahnya. Ditariknya kepalaku mendekati wajahnya dan dengan sangat lembut dikecupnya bibirku, ciuman terlembut yang pernah kurasakan seumur hidupku.
(Bersambung)