Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

the florist

aventador

Kakak Semprot
Daftar
9 Jun 2012
Post
163
Like diterima
67
Lokasi
garage
Bimabet
#bagianawal

..seharusnya Sabtu pagi itu menjadi hari yang cerah dan tenang bagi Rose --perempuan nyaris separuh baya, berambut panjang dengan garis mata yang tipis, namun tidaklah sipit. Ditemani sang pegawai setianya, seorang pemuda bermata lentik, ia akan membuka toko dan menata karangan-karangan bunga sesuai rangkaian ciamik hasil kreasinya.



2728018001cab1fad65bf6e776b166ccf4689bdb.jpg



Lalu, ia akan membikin segelas teh lemon yang ditambahi sedikit gula—entah mengapa ia paling tidak bisa menghabiskan teh tawar sejak kecil—meletakkannya di salah satu meja di dalam toko. Tak perlu ada tambahan biskuit atau kudapan ringan untuk menemani ritual minum teh paginya. Ia tak ingin tubuhnya menjadi gembrot. Meski tak mungkin lagi jatuh cinta dan atau bercinta. Bercinta? hmm.. Rose tetap ingin menjaga tubuhnya tetap ramping.

Namun, dering telepon pagi itu membuyarkan segala rutinitas akhir pekan yang cerah dan menyenangkan. Seseorang di seberang sana memesan karangan bunga untuk kematian. Gangguan semacam ini tak pernah menjadi masalah bagi Rose karena untuk itulah ia membuka toko bunganya; menyediakan bunga baik untuk kegembiraan seperti pernikahan, pesta ulang tahun, lamaran, dan juga untuk berita duka seperti barusan.

"Baik, satu karangan bunga untuk..." Rose mencatat setiap pesanan dengan teliti.

Ia membacakannya sekali lagi untuk memastikan. Ada perasaan aneh saat ia menyebut, "Tulip dan white acacia untuk hand bouquet."

"Itulah satu-satunya pesan yang aneh yang diminta oleh mendiang suamiku," suara merdu namun lirih di seberang sana menjelaskan, seolah-olah bisa merasakan ketidakmengertian Rose.

"Oh ya, baiklah," jawab Rose. Dan ia tak pernah menolak setiap jenis dan rangkaian bunga apa pun yang diminta pelanggannya. Pelanggan adalah raja, right...?!

Namun, keanehan kali ini bukanlah tentang hand bouquet untuk seseorang yang sudah mati. Tapi, lebih pada jenis bunga yang dipilih; tulip dan white acacia. Mantan suami Rose yang telah bercerai dengannya beberapa tahun yang lalu sangat menyukai jenis bunga ini.

Rose memeriksa nama dan alamat tujuan. Namanya persis seperti nama mantan suaminya. Ah, paling hanya kebetulan, perempuan yang kini berumur nyaris 40 tahun itu mencoba berpikiran positif dan tak ambil pusing. Ia segera menyiapkan pesanan dibantu salah seorang pegawainya.

Saat karangan bunga sudah jadi, ia memutuskan untuk mengantarnya langsung ke alamat. Tak menggunakan jasa antar yang telah menjadi langganan mereka seperti biasanya. Entah kenapa.. mungkin hanya sebuah kebetulan. Ya kebetulan.

"Hanya karangan bunga kecil," katanya beralasan. "Aku juga ingin berkeliling sambil melemaskan kaki. Kau jaga toko baik-baik, ya?!"

Sang pegawai hanya mengangguk pelan. Tersenyum dan kembali masuk.



27280204a07b26ec3b65bc998e8738e144c2c514.jpg



Name : Lilyas 'Rose' Rosaline
Age : 38 Years Old




2728020862ee07db3ae12b3628e05f68f9da5c51.jpg



Name : Caitlin Maria Halderman
Age : 26 Years Old



Rose mengantarkan karangan bunga ke alamat pemesan. Selepas berpisah dengan mantan suaminya, Ted, ia tak lagi mengikuti kabar laki-laki itu. Sempat ia diberi tahu oleh seorang kawan bahwa laki-laki itu menikah lagi. Tapi, menikah dengan siapa; kemudian tinggal di mana; dan apakah akhirnya laki-laki itu mau punya anak atau tidak, Rose tak akan mau tahu. Ia sudah tak ambil pusing, tak lagi peduli.

Tiba di alamat tujuan, Rose segera menurunkan rangkaian bunga dan menatanya sesuai dengan petunjuk Maria, seorang istri yang sedang berduka, juga sang pemesan bunga. Perempuan blasteran itu mengenakan gaun berwarna hitam dengan kalung mutiara—entah asli atau sekadar tiruan—sederhana. Tampangnya terlihat sedih, matanya sembab.

"Anda membawakan hand bouquet tulip dan white acacia itu?" tanya Maria.

Rose menyerahkan bungkusan kertas cokelat berisi rangkaian bunga pesanan. Maria menerimanya sembari menghela napas. "Pilihan yang aneh, bukan? Lagian, untuk apa, sih, kau sudah mati tapi masih menenteng-nenteng buket bunga meski cuma diletakkan di dalam peti?"

Rose mengamati Maria yang melangkah pelan-pelan ke arah peti. Maria terlihat begitu muda dan.. rapuh. Bibirnya mungil dan berwarna merah muda. Kulitnya putih pucat agak kemerahan.

Sebujur sosok terbaring tenang di dalam peti. Seperti sedang tertidur pulas dengan kedua telapak tangan diletakkan tepat di tengah. Digoda rasa penasaran, Rose mencoba menengok, namun ia urungkan. Ia tetap pada posisinya.

Namun akhirnya, ia menengok juga.. Ya, itu Ted, mantan suaminya.

Entah seperti sebuah kebetulan, Rose dihinggapi perasaan terkejut.

Maria menghenyakkan buket bunga ke dalam peti begitu saja. Tatapannya letih dan setengah jengkel. "Akhirnya mati juga."

Rose menoleh saat jemari Maria menyentuh lengannya. "Kau masih tampak cantik, Ma'am. Dan, aku juga mengerti kenapa akhirnya kau memilih berpisah dengan...." perempuan yang sedang dalam pakaian berduka itu menunjuk ke dalam peti menggunakan dagu, "Mantan suamimu."

Rose memerhatikan lagi paras pucat nan dingin yang sedang terbaring di dalam peti. Laki-laki yang kerap berkata dan berperilaku kasar. Dan, tak pernah menganggap memiliki anak dalam sebuah perkawinan adalah ide yang menarik. Rose merasa pernikahannya sudah tak sehat manakala mereka kerap cekcok. Pertamanya, mereka bertengkar mengenai prinsip hidup yang tak lagi sepaham. Berikutnya, mereka bertengkar mengenai hal-hal sepele yang sebenarnya tak patut untuk dijadikan sumber masalah.

Maria menyentuh lengan Rose sekali lagi. Tatapannya seperti tertarik, namun hanya sekejap. Ia segera berlalu untuk menyambut tamu-tamu yang berdatangan. Rose mengamati sosok Ted yang terbujur kaku sekali lagi sebelum kemudian pamit.

Seharusnya Selasa pagi itu menjadi hari yang cerah dan tenang bagi Rose. Pukul sembilan ia akan membuka toko dan menata karangan-karangan bunga dengan rangkaian ciamik hasil kreasi tangannya. Lalu, ia akan membikin secangkir teh lemon yang ditambahi sedikit gula—entah mengapa ia paling tidak bisa menghabiskan teh tawar sejak masih kecil. Tak perlu ada tambahan biskuit atau kudapan ringan sebagai teman minum teh. Rose tak suka lingkar pinggangnya bertambah sekian inci.

***​

Bel di pintu berkelinting ketika Rose baru saja meletakkan nampan teh hangat untuk ia nikmati sendiri. Pegawai yang bekerja di toko segera menyambut dan menanyakan keperluan pelanggan yang baru datang.

"Aku ingin bertemu Bu.. Ibu Rose. Apa ia ada?"

Rose mengenali suara Maria. Senyum Maria segera mengembang ketika melihat si pemilik toko ternyata berada di ruang yang sama. Perempuan itu, Maria, semestinya masih dalam masa berkabung/berduka tapi ia mengenakan pakaian berwarna cerah.

Rose menyilakan Maria duduk dan ngeteh bersama. Pelayan toko mengambilkan satu cangkir kosong. Maria lebih senang teh tawar. Ia menyeruput perlahan, tampak begitu menikmati tehnya.

"Ted benar-benar laki-laki kasar, ya," katanya saat meletakkan cangkir tehnya.

Rose tak kaget dengan kenyataan bahwa mantan suaminya adalah laki-laki tak berperilaku halus. Ia hanya kaget dengan kehadiran Maria dan kalimat pembuka obrolan mereka.

"Ia tak pernah setuju kami punya anak." Maria memain-mainkan cangkir tehnya.

"Saat aku berkeras ingin punya anak, ia menyebut nama Anda dan mengatakan banyak hal yang buruk."

"Oh," tanggap Rose pendek. Ia sudah tak ada perasaan dan takkan ambil pusing dengan segala perkataan mendiang Ted.

"Aku penasaran dengan Anda. Aku mencari tahu dan senang mendapati bahwa Anda juga menyukai bunga—bahkan punya toko bunga," kata Maria. "Aku jadi menyangsikan perkataan Ted tentang Anda yang katanya perempuan berhati keras dan dingin. Seseorang yang menyukai bunga tentunya berhati lembut, kan?"

Rose hanya mengangkat bahu. Ia tak mengiyakan atau menolak karena bibirnya sedang sibuk menyeruput minuman.

"Aku sering mengamati Anda. Aku juga sering membayangkan betapa harum tubuh Anda, Ma'am Rose..." seperti ada yang tersentak dalam dada Rose, manakala mendengar kata-kata terakhir yang dilontarkan Maria. "..Harum wewangian bunga-bungaan. Aku penasaran bagaimana rasanya tidur dalam pelukan Anda."

"Ted tak lagi tidur memelukku sejak aku berkeras ingin punya anak darinya."

"Ia memang tak pernah menyukai ide tentang memiliki anak," ucap Rose.

"Sejak melihatmu kupikir ide memiliki anak itu tak lagi penting." Maria mengikih malu.

"Suatu malam Ted tersedak makanannya. Aku membiarkannya selama beberapa saat." Maria menatap Rose dengan tatapan aneh. "Ia jatuh pingsan dan barulah aku menghubungi dokter keluarga kami. Nyawa Ted tak bisa diselamatkan. Aku berpura-pura menangis begitu sedih. Keesokan pagi, aku menghubungi Anda. Kupesan karangan bunga kematian dan hand bouquet berisi jenis kembang yang aneh."

Maria mencondongkan tubuhnya mendekat ke arah Rose.

"Aku hanya berbekal googling saat mencari nama bunga itu; tulip dan white acacia. Semua kulakukan supaya agar aku bisa bertemu dan bertegur sapa dengan Anda, Ma'am." Wajah Maria memerah.

Rose tak yakin Ted tak pernah menyebut jenis bunga kesukaannya pada Maria. Apa yang diceritakan Maria barusan mengindikasikan dua hal; gadis itu berbohong, atau hanya sedang mengarang-ngarang untuk diceritakan saat bertandang ke toko bunga dan bertemu dengan pemiliknya.

Maria kembali tersenyum malu. "Kuberanikan diri datang ke mari. Anda benar-benar cantik."

Rose merasakan wajahnya menghangat. Ia ingin bangkit untuk mengaca dan memeriksa apakah wajahnya menjadi kemerahan—tapi ia menahan diri. Ada perasaan aneh yang menyeruak dalam sanubarinya. Perasaan yang mungkin tak terlukis oleh kata-kata, atau sebuah gambaran yang siapapun itu, tak akan mampu mendeskripsikannya.

"Aku penasaran....," sorot mata Maria berubah. "Apakah Anda... juga... terasa wangi... saat ku... cium...." Rose diam sejenak sebelum kemudian ia tertawa.

"Haha.." Maria menatap bingung.

"Wangi bukan rasa, Sayang. Wangi adalah aroma," jelas Rose.

Gadis muda berambut panjang dengan sedikit berwarna brunette itu menyadari kesalahannya. Ia mengikih malu. "Maaf. Beginilah kalau seorang janda yang masih dalam masa berkabung malah keluyuran." Ia kemudian berpamitan.

"Terima kasih atas waktunya, Ma'am. Kuharap kau tak keberatan bila aku mampir lagi kapan-kapan." Rose tersenyum, ada sedikit perasaan untuk menahannya, namun ia bangkit. Hendak mengantar Maria ke pintu. "Mampirlah kapan pun kau mau."

Maria yang sudah berdiri memunggungi Rose, tiba-tiba berbalik. Kedua tangannya merengkuh bahu Rose. Bibirnya yang merah muda dan kenyal mengecup bibir milik Rose. Mereka berciuman, lidah mereka bersentuhan, begitu ringan, begitu tanpa paksaan. Waktu terasa terhenti. Mobil-mobil terhenti, angin-angin terhenti, kicau burung, ayunan kelopak bunga dan orang-orang yang berhilir mudik, berhenti. Sebuah dunia dari dimensi baru seolah tercipta hanya untuk mereka berdua. Ya. Ini bukan imajinasi, bukan pula halusinasi.

Maria menarik kepalanya ke belakang dengan lembut. "Anda terasa manis, Ma'am. Ada sedikit kecut... Anda mencampur lemon dalam teh Anda, ya kan? Aku suka."

Wajah Rose kembali meruap hangat.

Maria kembali berpamitan. "Au revoir."

Bel di pintu toko berkelinting. "Au revoir," balas Rose lirih. Jari tangannya menelusuri bibirnya, merasakan kembali betapa lembut ciuman Maria di sana.

Manakala malam bersambut, hingar bingar gemerlap kota seolah mengalahkan kerlipan bintang yang jemu bersinar. Juga bulan, ia nampak malas memerlihatkan diri. Meringkuk di balik kelabunya awan awan. Denting sebanyak 12 kali baru saja berdentang dari jam yang terpojok di sudut ruang. Rose belum juga tertidur. Jari jemarinya yang lentik sibuk mengetik tuts keyboard yang terlentang di atas pangkuannya, sementara ia, ia terduduk di atas ranjang. Sinar temaram dari lampu di meja rias mengisi seluruh antero isi kamar. Kamar yang tak luas, tak juga sempit --untuk seorang perempuan yang tinggal seorang diri.

Tak lama, beberapa menit kemudian, kedua matanya menatap nanar layar di laptop. Tatapan yang lama lama berubah menjelma sayu dan.. digigit bibir bawahnya. Kalau boleh ngomong, ia sudah lama menyenangi Crystal Greenvelle. Seorang superslut asal Russia yang masih berusia belasan. Kaukasian bervagina shaved, mulus tanpa bulu, tubuhnya tinggi semampai laksana setangkai mawar. Berambut hitam panjang sepertengahan punggung.

Satu lengannya kini mulai menjamahi payudaranya yang tersembunyi di balik gaun tidur berwarna hitam mengkilap, seolah basah. Dipilinnya pelan demi pelan sepucuk puting yang memuncaki payudaranya.

"Aaacchh.." Pelan Rose mendesis, membayangkan jika Greenvelle ada di kamarnya dan mulai menjamahinya kini.

Apa jadinya jika Greenvelle menjamahi perutnya, lantas pusar dan turun ke vagina bagian atas?

"Ooohh!"

Ia meringis tertahan manakala lengannya kini telah berada pada clitorisnya. Ia usap perlahan seraya merasakan desir demi desir yang mulai sedikit menderu. "Oouugh..."

Namun tetiba seraut wajah datang bagai angin malam yang menghembus tiba tiba. Seraut wajah yang cukup menghentak. Seraut wajah sendu yang disirami cahaya keperakan bulan nan pucat. Maria, --entah siapa nama lengkapnya-- bayangan wajah Maria cukup mengganggu malamnya kini. Mengenyahkan khayalannya dengan Greenvelle yang dihembus entah kemana..


Bersambung...
 
Hu sebaiknya nama karakternya jangan pakai nama asli,

Kalau memang suhu mau pake nama asli. Kalau cerita fiksi kasih penjelasan kalau cerita ini fiksi, Atau masukin ceritanya ke genre fantasi

Kalo real no comment.
 
Ini menjurus kepada suka sesama wanita? Atau nantinya antara rose dengan pemuda yg bekerja di tokonya?
 
maaf suhu mohon pencerahannya....ini cerita asli atau saduran ya.
 
Hu sebaiknya nama karakternya jangan pakai nama asli,

Kalau memang suhu mau pake nama asli. Kalau cerita fiksi kasih penjelasan kalau cerita ini fiksi, Atau masukin ceritanya ke genre fantasi

Kalo real no comment.

ini 100 persen fiktif, Om. Hanya pemakaian nama asli itu berharapan pembaca bisa lebih merasakan sesuatu yang "real".
 
maaf suhu mohon pencerahannya....ini cerita asli atau saduran ya.
cerita ini hanya berisi 3 bagian ; bagian awal, bagian tengah dan bagian akhir. Untuk bagian awal memang saduran dari sebuah cerpen (ya dengan beberapa pembenahan). Tapi untuk bagian selanjutnya, 100 persen itu adalah karya ane, Hu.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd