Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FANTASY THE INFLUENCER

mkin penasaran dengan kemampuan influencernya dgn wanita lain mntap lanjutkan hu
 
Part 7

Yooo update lagiii
Masih tentang bu Febri :top:

------Part 8: Confront

Bu Febri melihatku seakan ada sesuatu yang aneh. Dia mungkin merasa malu, tapi itu bukan sesuatu yang dia lakukan pertama kali, sehingga dia bisa sedikit mengabaikan rasa malunya. Ya, di rumah tadi bu Febri sempat hanya memakai BH, CD dan Jilbab di depanku. Dan kini ia akan membuka lapisan terakhir miliknya.

Dibukanya pengancing BH dengan satu tangannya. Mata Bu Febri terkunci dengan mataku, aku tak sanggup untuk tidak mengarahkan mataku ke dadanya yang sebentar lagi terbebas. Bu Febri melihat dadanya, melepas BHnya dan diberikannya padaku. Akhirnya aku melihat dada bu Febri yang indah, warnanya sama dengan milik adiknya, kuning langsat dengan urat halus sekilas terlihat disekitar gundukan mengarah ke putingnya yang berwarna coklat muda. Lanjut, Bu Febri menurunkan CD hitamnya, tampaklah jembut tipisnya yang tak mampu menutupi garis lubang vaginanya.

Kini Bu Febri telanjang, tapi jilbabnya masih tepakai. Tubuh Bu Febri memang indah, seksi. Dan Bu Febri tahu kalo dia itu seksi, makanya dia berani untuk mengenakan baju yang bisa dibilang lebih menantang. Body yang indah itu seperti belum pernah dijamah oleh lelaki. Bu Febri memang pernah seks sekali saja dalam hidupnya, bisa dibilang hanya untuk melepas keperawanannya saja. Aku paham seks pertama kali bukan suatu hal yang enak bagi wanita. Apalagi setelah itu ditinggal oleh lelakinya.

"Hoi! malah bengong, Baru pertama liat wanita bugil?"

Bu Febri membuyarkan lamunanku, dia menunjuk plastik yang kupegang. Oh iya, memang kita ingin mencoba set daleman yang di pajang tadi. Kuberikan plastik itu ke Bu Febri.
"Bukain lah, gimana sih?"
Aku membuka plastik itu, mengambil isinya. Aku memilah milah.
"Bra dulu ris, sini"
Aku memberikan BH warna hitam ke Bu Febri, Langsung dikenakannya.
"Stoking ris"

Aku memberikan stoking. Stoking itu warnanya hitam, tapi lumayan transparan. Bu Febri langsung memakainya. Stoking itu membalut kaki hingga paha atas. Kaki yang jenjang itu kini berwarna hitam transparan, memberikan nilai plus dari sekedar telanjang. Aku punya seribu imajinasi ketika melihat wanita berjilbab itu mengenakan stoking, sementara vaginanya terekspos. Bu Febri melihat lihat di cermin, memutar mutar tubuhnya.
"Oke CD ris"
Aku memberikan CD dari plastik ke Bu Febri.

"Gimana menurutmu ris?"
Bu Febri mulai sedikit bergaya, berkacak pinggang, memutar ke kiri kanan, melihat ke bodynya sendiri di cermin. Bu Febri memang akan tetap terlihat cocok memakai apa aja, bahkan tak memakai apa apa.

"Hmmmmm, bagus...... tapi..... aku harus ngecek lebih dalam bu"
Bu Febri menghadapku.
"Maksudnya?"
"Supaya aku bisa menilai, aku harus mengecek vagina bu Febri"

Bu Febri diam saja. Kutaruh plastik itu, Aku maju mendekati Bu Febri. Kini aku berhadapan dengan Bu Febri. Aku mengangkat tangan kananku, mengeluarkan 2 jari telunjuk dan tengahku dan mengarah ke muka bu Febri.

"Supaya licin ga bikin sakit, emut dulu jariku bu"

Bu Febri menatap mataku, kemudian mencaplok dua jari yang kusiapkan di dekat mulutnya. dihisapnya jariku, dijilat jilat, kemudian dikeluarkan dari mulut. Aku masih menatap matanya. Tangan kiriku menyibakkan CD hitamnya ke samping, kemudian kumasukkan jari yang sudah basah oleh liur Bu Febri ke dalam vaginanya.

Sleeppp
"Eehhh...."

Bu Febri sedikit membelalak ada dua jari merasuki vaginanya. Baru setengah jariku yang masuk. Kubiarkan vaginanya beradaptasi dengan jariku yang memutar pelan di dalam. Vagina itu mulai basah. Jariku perlahan masuk. Tiba tiba kedua tangan bu Febri menahan tangan kananku.
"Auw! Bentar sabarrrr, masi kering ini, sakit"

Suara bu Febri sangat pelan. Kutatap bu Febri, mukanya terlihat jutek karena vaginanya kering. Rupanya liurnya di jariku tak cukup untuk melumasi vaginanya.

"Yauda supaya cepet basah, french kiss bibirku aja bu"
Bu Febri melirik bibirku, kemudian dia memejamkan mata dan mencium bibirku. Dia melumat habis bibirku, lidahnya sangat aktif, lebih aktif dari Tante Nur, menerobos kemana mana. Dia sangat hiper dalam french kiss. Aku dengar kata orang, wanita yang selalu menutup dirinya itu kecenderungan libidonya lebih tinggi. 2 jariku perlahan mulai licin, cairan vagina bu Febri mengalir pelan melapisi dinding vaginanya.

3 menit kita frenchkiss, kedua tangan bu Febri yang masih menahan tangan kananku mulai mengendor, alih alih mendorong tanganku untuk masuk ke vaginanya lebih dalam. Kini 2 jariku tenggelam seluruhnya di dalam vagina bu Febri. Bu Febri melepas ciumannya. Matanya sayu, memandangku, kemudian menunduk melihat selangkangannya. Tangannya melepas tangan kananku. Aku mulai menggerakkan jariku di dalam vaginanya.

"Sssshhhst..... harissss....."
Baru juga 2 gerakan bu Febri sudah mendesah. Desahannya begitu menggairahkan, aku yang baru ejakulasi 2 jam yang lalu mulai ngaceng lagi. Aku mempercepat gerakan jariku, kutambah jempol mengerjai klitorisnya yang gagal bersembunyi di balik jembut. Kedua tangan bu Febri bersandar di pundakku, kepalanya masih menunduk, matanya terpejam, dan tubuh bawahnya sedikit maju seolah ingin mendekatkan ke tanganku.

"Aahhh... ssshhhhttt..... hhhh.... aaahhhh..."

Kini aku mengocok vagina bu Febri, kugaet rongga atas lubang kenikmatan itu dengan kuat. Semakin kuat dan cepat, hingga tubuh bu Febri tergoyang karena kocokanku. Bu Febri semakin mencengkram pundakku. Matanya semakin mengerucut terpejam. 5 menit kemudian bu Febri tersentak jinjit.

Sprruutt spruuttt spruutttt
"AAHmmmm..!!!!!"

Tangan kiriku dengan cepat membungkam mulut bu Febri yang teriak. Bu Febri squirt lagi di hari ini. Tanganku yang basah kuyup tersiram air kenikmatan masih mengocok vagina bu Febri tanpa ampun. Cairan vagina bu Febri deras mengalir ke lenganku, paha bawah, dan langsung menetes di lantai.

"Uuu...dah rissss... stop dulu...!! Hhhhhh......"

Aku menghentikan kocokanku. Wajah bu Febri merah padam, ngos ngosan. Dahi dan Dada tengahnya berbulir keringat. Kumpulan tetesan terbentuk di lantai persis di bawah selangkangan bu Febri. Aku melepas jariku dari vaginanya. Pergelanganku masih basah kuyup, aroma kewanitaan bu Febri begitu menyengat.

"Kok jadi basah gini sih bu?"
"Gara gara siapa coba!"
Bu Febri memasang ekspresi teruniknya, ketus plus judes.
"Stokingnya basah?"
"Lumayan ris, merembes ke bawah. Jadi gimana menurutmu?"

Whaat dia masih terfokus dengan penilaianku tentang BH dan CD itu.
"Bagus bu, tapi set daleman ini cuma bagus kalo dipakai di depanku saja. Jadi kalo dipake untuk orang lain atau untuk bu Febri sendiri ga bakal bagus."
"Jadi cuma pas ada kamu aja aku pake set daleman ini?"
"Betul bu Febri. Uda beli aja"
"Oke ris. Ambilin bajuku dong"

Bu Febri melepas BH dan CD yang dipakainya sekarang, kemudian melepas stoking dan garter belt. Stoking itu tak terlihat basah, orang akan tau itu basah kalo memegangnya. Aku memberikan kaos putih dan celana jeansnya.
"Loh bra sama cd dulu ris! Gimana sih!"
Merintah mulu cewek ini.

"Ga usah, ini aja, biar aku gampang meremas dada bu Febri sewaktu waktu"
Bu Febri mengambil kaos putihnya, langsung dikenakannya, berikut celana jeans yang cukup ketat itu. Aku memasukkan kembali set daleman itu ke plastik. Kita hendak keluar fitting room.
Aku membuka korden. What the.....

Ada cewek penjaga toko berdiri di depan korden persis!

"Aahh... eehhh.... eehh... gimana pak buk nyobanya, pas kah?"
Cewek itu salah tingkah karena sudah terlambat kabur.
"Pas banget mbak, oke supaya lebih pas, mbaknya jujur sama saya yah, terbuka ga ada yang ditutup tutupin. Sudah lama disini tadi?"
"Sudah mas... eh.. pak"

Bu Febri hendak maju mendekati wanita itu, tapi kutahan dengan tanganku.
"Okeee, kalo gitu tadi mbaknya ngintip yah? Sejak kapan?"
"Se... sejak jari bapaknya diemut ibuknya....."
"Hmmm.... apa mbaknya merekam aktivitas kita?"
"Iya, di hape saya.....ini....."
Aku menerima hp nokia yang memiliki keypad qwerty itu. Memang ada video aku sedang mengerjai bu Febri, sampe tuntas.
"Ini aja videonya?"
"Iya"
"Apa video ini mbaknya kirim ke orang lain?"
".....tadinya mau kukirim tapi belum sempat"

Bu Febri yang melihat video itu langsung melunjak, tapi tetap kutahan dengan lenganku.
"Hmmm videonya bagus, tapi lebih bagus lagi kalo mbaknya yang ada di video"
"....mmm....maksudnya pak?"
"Iya harusnya mbaknya yang keliatan di video ini, lagi masturbasi. Diulangi aja ya ngerekamnya. Sini masuk"

Mbak itu masuk ke fitting room. Bu Febri terdiam heran. Aku menghapus rekaman di hape itu dan mengembalikan ke mbak penjaga toko itu.
"Nama mbaknya siapa yah?"
"Anis pak"
"Oke mbak Anis, silahkan masturbasi disini, dimulai dengan membuka semua baju mbak Anis"
Mbak Anis mulai membuka bajunya satu persatu. Dia menutupi area intimnya dengan tangannya.
"Oh malu ada kita disini?
"I.... iya pak..."
"Kalo gitu saya keluar ya mbak Anis, oh ya, ga usah cerita tentang kita ada disini ke siapa siapa yah, biar ga ketauan"
"Iya pak....."

Aku mengajak bu Febri keluar.
"Yuk cek out ke kasir bu"
"Loh trus tadi itu gimana?"
"Udaaa beress, bu Febri fokus aja ke kasir"

Bu Febri bergegas ke kasir, memberikan kartu, kasirnya memberikan kertas nota, kemudian bu Febri tanda tangan sesuatu. Kasir itu mengantongi plastik itu. Tak lama kemudian bu Febri berjalan ke arahku.
"Udah?"
Bu Febri memberikanku kantong plastik lagi.
"Yuk"
Kita berjalan ke area elektronik di mall ini.

"Ris itu tadi dia kok mau ngikuti apa kata kamu? Aneh banget"
Bu Febri sepertinya cukup sadar untuk berpikir seperti itu. Aku masih celingukan mencari toko resmi blackberry.
"Yaaaa terkadang kalo seseorang kepergok atau terpojok dia cenderung mengikuti perintah kita bu Febri"
"Tapi ya secara logika itu ga mungkin? Sampe mau buka baju segala"
"Ya kenyataannya kan begitu? Buktinya dia tetep aja merasa malu ketika kita disitu"
"Hmmmm... tapi ya ga segitunya kali ris, terlalu aneh. Siapa orang yang mau menuruti kata orang lain untuk masturbasi di fitting room, hanya karena dia ketahuan ngintip? Semakin kupikir semakin ga masuk akal"

Aku akhirnya menemukan outlet dengan logo Blackberry yang sangat besar menyala di sisi dinding dalam.
"Udaah tambah pusing ntar bu Febri mikirin gituan"
"Nggak nggak nggak, kamu hutang satu penjelasan ke aku. Atau kamu mau kukasi nilai F?"
"Ya jangan bu, Saya kan fokus ngembaliin hati bu Febri yang lagi sakit. Apa harus saya jelasin hal hal yang menurut bu Febri aneh?"
"Yaa.. mmm... Pokoknya jelasin entar!"
"Iya iya.. cari charger dulu yuk"

Setelah sampai di toko resmi blackberry, aku langsung menuju salah satu penjaga yang sedang standby.
"Ada Charger mbak?"
"Boleh lihat hapenya dulu?"
Bu Febri mengeluarkan hapenya yang masih terhubung dengan powerbank milikku, memberikan ke wanita itu.

"Oh batrenya cepet abis ya bu? sepertinya harus ganti juga batrenya. kalo cuma beli charger aja ga bakal nyelesaiin masalahnya"
"Boleh, ganti aja"
"Nah kita ada promosi bu, ini ada merk batre baru, third party, lagi diskon 30%. kapasitas double power"
"Nggak. yang ori aja"
"Baik bu, tunggu sebentar saya ambilkan yang ori"
Well, untuk hal seperti ini bu Febri bener bener tegas banget. Tak lama kemudian pegawai itu kembali dengan set charger dan batrei baru.
"Mau dilihat dulu bu?"
"Langsung pasang aja mbak"
"Baik, tunggu sebentar"

Pegawai itu langsung mematikan hape Bu Febri, melepas dan mengganti batreinya dengan yang baru. Yang lama dimasukkan ke dalam kotak batrei yang baru. Hape itu dinyalakan kembali. lalu dicolokkan ke charger yang baru, ada indikasi charging di layar hape.
"Gimana bu?"
"Oke, ini langsung ke kasir?"
"Iya silahkan"
Bu Febri menuju kasir. Aku menghampiri penjaga toko itu.

"Kalo headset ada mbak?"
"Boleh lihat hapenya?"
"ga ada hapenya disini, tapi headset yang ori blackberry aja"
"Yang ori blackberry koneksinya 3,5 jack mas"
"Ya, oke, boleh lihat dulu?"

"Ini mas"
Wanita itu mengambil headset dari dalam meja etalase.
"Berapaan ini mbak?
"250ribu mas"
"Oke mbak saya ambil"
"Langsung ke kasir ya mas"

Aku menuju kasir. Bu Febri sudah menerima kantong plastik berisi batrei dan charger.
"Beli apa kamu ris?"
"Headset, titipan Fida"
Sejenak wajah Bu Febri berubah menjadi ekspresi jutek.
"Ini gimana caranya bu Febri?"

Aku mengeluarkan kartu kredit dengan motif Batman.
"Loh punya siapa itu ris?"
"Eeee... punyaku?"
"Ga mungkin. Pasti punya Fida. Tapi Fida ga punya kartu yang model itu...."
"jadi gimana ini caranya?"
"Kamu yang punya tapi ga bisa pakenya? Kan aneh?"
"Eeee... pinjam punya temen?"
"Jawab jujur ris!"
".....Gimana kalo saya jelaskan nanti kalo sudah di rumah?"
"Oke, kamu hutang 2 penjelasan ke aku!"

Bu Febri menyahut kartu di tanganku, kemudian memberikan ke kasir. Kasir hanya tersenyum memprosesnya. Setelah pembayaran selesai aku menerima kantong plastik itu berisi headset.
Bu Febri memberiku kantong batrei dan chargernya, kugabung dengan kantong headset.
"Udah? yuk pulang"

30 menit kemudian aku telah sampai di rumah gedongan itu lagi. Setelah bu Febri menelpon Mbok Sri, Pagar itu bergeser ke kanan. Pajero yang tadi masih terparkir di carport sudah tak ada, tapi tergantikan oleh Jazz. Aku memarkir suprax di tempat yang sama. Bu Febri turun dari motorku, langsung memasuki rumahnya. Aku membawa beberapa kantong dan memasuki rumah, kemudian duduk kembali di sofa yang super empuk di ruang tamu.

"Riiiis dimana kamu?"
Aku mendengar suara bu Febri dari kejauhan, sepertinya dari kamarnya.
"di ruang tamu bu Febri"
"Bawa sini barang barangkuuu"
"Oh oke oke siap"

There you go. Mungkin Bu Febri sejak awal memang manja. Mungkin dia menjadi tegas dan disiplin karena dia sadar kalo penampilan dan wajahnya memberikan kesan seperti itu, sehingga dia terpaksa mengikutinya. Seandainya para lelaki tau kondisi asli bu Febri, mungkin mereka akan mengantri untuk memilikinya, bukan hanya untuk memenangkannya. Tak habis aku berpikir, aku sudah sampai di kamar bu Febri. Kamar itu setengah terbuka. Aku mengetuk pintunya.
"Ngapain kamu ngetok segala? mana barang barangku?"

Aku memasuki kamar privat milik Bu Febri. Bu Febri sudah berganti baju piyama coklat louis vuiton dengan jilbab segiempat abu abu.
"Charger tadi mana?"
Aku memberikan bu Febri kantong terkecil. Barang yang lain kutaruh di lantai pinggir kasur. Bu Febri membuka kotak charger itu dan mencoba mencolokkan ke steker dan ke hapenya.
"Saya ke Fida dulu ya bu, mau ngasi headset"
"Kalo uda balik kesini yah, kelamaan disana dimakan Fida kamu ntar!"

Aku keluar kamar menuju kamar Fida. Aku ingat Fida tadi berdiri di sebelah pintu ini, sedang terpaku melihat Kakak kandungnya menghisap penisku, hingga muncrat. Apakah yang kulakukan itu sudah kelewatan? Mungkin itu sudah kelewatan, mengingat keluarga Bu Febri adalah keluarga yang alim. Well, secara agama, kalo ga salah, wanita menghisap penis yang bukan muhrimnya adalah hal yang dilarang, bahkan untuk yang sudah muhrim pun ini masih suatu hal yang tabu, tak boleh ditunjukkan ke orang lain. Apalagi untuk seorang wanita yang masih perawan, masih polos. Aku tak tahu harus bilang apa ke Fida, ketemu cewek aja aku sudah grogi duluan. Oke at least aku punya satu bahan yang bisa dibicarakan, yaitu headset ini.

Aku telah sampai di depan kamar Fida. Kamar itu tertutup. aku mencoba mengetuk. Tak ada respon. Mungkin sedang tidur. Aku coba buka pintu, tak dikunci. Aku membuka pelan pintu itu, kepalaku masuk duluan untuk mengecek keadaan kamar Fida. Kasurnya masih tertata rapi, di dekat situ ada gantungan jas putih ala dokter, beserta pakaian yang dia kenakan tadi. di sebelahnya ada tas punggung yang tergeletak, rupanya itu tas kuliahnya. Aku melihat lebih dalam lagi, ternyata di meja komputer terdapat seorang wanita berambut lurus sepunggung.

Fida!

Fida sedang duduk membelakangiku, menghadap meja komputer. Dia memakai headphone di kepalanya, makanya dia tak mendengar ketukan pintuku. Fida seperti bergerak gerak aneh di kursi depan komputer. Kini aku masuk kamar Fida lebih dalam, membuatku dapat melihat layar komputer. Astaga! ternyata di layar komputer 21 inch itu sedang menampilkan video porno, fullscreen. Terlihat ada penis laki laki sedang menghujam mulut wanita yang tidur terlentang pasrah.

"Aahhhh... ssshhhtt... Aaahhhh...."

Rupanya Fida sedang bermasturbasi. Okeeee ini aneh. Harusnya seorang yang pintar dan alim seperti Fida tak mungkin melakukan hal seperti ini.

Atau mungkin aja?!? Aku semakin tak paham, tapi yang jelas aku punya satu kemungkinan, bahwa Fida tak sepenuhnya alim, jadi mungkin aku masih bisa memberikan pengertian ke dia tentang apa yang sudah dilihatnya. Atau kalo sudah tak berhasil yaudah aku influence aja. Aku menutup kembali pintu kamar, kemudian menguncinya supaya tak ada yang mengganggu.

Aku berjalan ke arah meja komputer itu. Sesaat kemudian aku sampai di samping Fida, Dia memakai T-shirt dress putih, yaitu kaos t-shirt yang panjang hingga ke bawah, jadi sekaligus menjadi rok. Hanya saja t-shirt itu sekarang tergulung hingga ke atas perut, dengan 3 jari sedang menggosok permukaan vagina milik wanita berkacamata persegi panjang itu. Kacamata itu memantulkan cahaya monitor yang menampilkan wanita sedang duduk di muka lelaki.

Tak sampai 1 detik Fida langsung melihat ke sampingnya, dan sadar kalo aku disitu.

"Kyaaammmm....!!!!"
Aku menutup paksa mulut Fida.
"SSSSTTT...!!!"

Fida membiarkan tanganku di mulutnya, dia melihat mataku, kemudian dia refleks menutupi vaginanya dengan kaosnya. Dengan spontan dia melepas headphone dan berlari menuju ke pojokan sambil tetap melihatku. Rambut wanita yang sensual itu sedang acak acakan ke depan namun malah terkesan seksi. Tangannya berusaha menggapai sapu di dekatnya, gagang sapu itu kini digenggam kedua tangannya, melintang miring di tubuhnya.

"Sejak kapan kamu disini?"
"Barusan aja, tadi kupanggil kuketok ketok ga jawab"
Aku duduk santai di kursi yang ditinggalkan pemiliknya, panas sekali kursi itu. Ujung tengahnya ada bercak basah. Kupencet tombol Esc, video itu tertutup, sehingga menampilkan Firefox. Rupanya dia streaming langsung dari internet.

"Trus mau apa kamu kesini?!? Jangan utak atik komputerku!"
Fida sibuk mencari sesuatu di lemarinya selagi aku mengutak atik komputernya, mungkin jilbab dan baju yang pantas karena ada lelaki asing di kamarnya.
"Fid, karena kamu sudah pernah menunjukkan dadamu, jadi mulai sekarang kamu bisa telanjang bulat atau berbuat hal privat yang lain yang kamu inginkan di depanku Fid, sante aja"

Fida berhenti mencari, tapi dia masih menggenggam sapu menjaga jarak dariku.
"Emang kamu mau ngapain kesini???"
"Katanya tadi titip headset"
Aku melambaikan kantong kecil dengan logo blackberry di tanganku.
"Taruh aja di komputer! kalo ga ada urusan lain keluar dari kamarku!"
Aku menaruh headset di sebelah keyboard.

"Fida, karena komputer ini masih menyala, mulai sekarang kamu bakal terbuka sama aku yah, semua yang ada dipikiranmu ceritakan aja ke aku, dan jujur ga usah ditutup tutupin mau sesensitif atau setabu apapun itu. Hanya ke aku aja. Oke?"
"Oke, Tapi kamu keluar dari kamarku sekarang!"
"kan kita mau ngobrol tentang kejadian tadi, supaya clear tidak ada salah paham. Sini duduk disini"
Aku menunjuk pahaku sebagai tempat duduk Fida. Fida berjalan ke arahku. Aku mengeluarkan hp nokia senter dari saku celanaku supaya tidak sakit jika didudukin.

"Taruh aja sapu itu Fid"
Fida melepas sapu itu. Fida mengangkangkan kakinya di atas kakiku kemudian duduk di atas pahaku, tapi dia membelakangiku. Dia mengutak atik komputernya.
"Jadi? apa penjelasanmu tentang...... "hal"..... tadi itu ris?"
"Aku ingin tau perasaanmu dulu ketika melihat kakakmu melakukan itu tadi"

Rambut sepunggungnya harum sekali. Harum pantene. Aku hapal bau pantene, Tante Nung juga pakai pantene, aku tau waktu kita mandi bersama.
"Marah, takut, sedih, kecewa, dan sedikit te... terangsang. Dia kakakku ris!! Apa yang sudah kamu perbuat ke kakakku?!? Dia mungkin agak sedikit kurang imannya, tapi apa harus sampe melakukan hal yang intim seperti itu?!?!"

Layar monitor masih menampilkan firefox, dia membuka google gambar dengan keyword Oral Sex. Oh dia menunjukkan aktivitas yang tadi aku lakukan dengan bu Febri toh.

"Hmmm menurutku bu Febri sudah cukup dewasa untuk bisa memutuskan akan apa yang dia lakukan tadi itu"
"Tapi kan, itu sesuatu yang ga boleh!! Seharusnya dengan suaminya lah! bukan sama penjahat kelamin kayak kamu!"
"Kok penjahat kelamin sih? Karena kamu sudah mengatai aku penjahat kelamin, kamu harus membiarkanku menyentuh dadamu!"

Ahh lumayan, kini aku bisa sambil meremas dadanya dari belakang. Kaosnya tak bisa menyembunyikan betapa kenyal dadanya, dada perawan. Fida hanya terdiam.

"Oke sekarang aku mau justifikasi. Trus kamu tadi masturbasi itu apa bukan sesuatu yang ga boleh juga?"
"Ituu..... Itu kaaan.... Gara gara kamu! Aku belum pernah melakukan itu sebelumnya, trus liat aksi laknat kamu sehingga aku jadi penasaran!"

"Oh jadi kamu tau sekarang kalo itu nikmat Fid?"
"Bukan itu poinnya! kamu harus melakukannya dengan pasangan yang sah ris!"
"Oh tentu saja. Tapi, kalo kamu sudah terlanjur terangsang tanpa pasangan trus gimana dong?"
"Yaaaa.. yaaa.... yaa..... alihkan ke aktivitas lain, olahraga, ngerjain tugas, kuliah..."
"Jangan bohong sama dirimu sendiri Fid, kamu tadi kan masturbasi. Jalan keluar kalo terangsang ya selesaikan hingga tuntas. Apa yang bu Febri lakukan tadi itu semata mata untuk membantuku menuntaskan hasratku Fid."
"Tapi kenapa kok sama Kak Febri ris ?!? Apa kamu yang sudah merenggut keperawanannya?"

Busett merenggut keperawanan, sadis banget bahasanya.

"Oh jadi Bu Febri sudah cerita ke kamu kalo dia sudah tidak perawan?"
"Itu kamu kan?"
"Bukan fid. Kan aku baru aja ketemu bu Febri tadi pagi"
"Trus siapa? kenapa Kak Febri jadi kayak pelacur gini?"
"Jaga mulutmu Fid, dia kakakmu"
"Kamu yang bilang kalo aku harus mengeluarkan semua yang dipikiranku ris"
"Oh iya bener. Jadi tadi itu sebenarnya timbal balik, sebelumnya aku membantu dia orgasme di pagi tadi fid"
"Kenapa sekarang kesannya Kak Feb yang salah? yang.... yang.... yang.... gampang terangsang gitu? Kamu yang bikin dia jadi terangsang, akhirnya dia minta ke kamu, trus kamu minta gantian tadi. Iya kan? Dasar brengsek kamu!"

"Fida, kamu tau nggak, Bu Febri itu uda hampir tunangan?"
"Iya, sama Aldo, dia udah kenal sama Kak Feb sejak aku masih SMA. Sempet lost contact, kemudian setahun lalu ketemu lagi. Dia langsung bilang kalo dia mau nikahin Kak Feb. Kemudian aku denger Kak Feb cerita kalo dia sebenarnya sudah ga perawan, tapi dia ga cerita siapa. Dia cuma bilang sudah lama."
"Okee.... aku kasih update yah, Bu Febri itu sudah putus sama si Aldo itu Fid. baru aja tadi pagi"

"Whaat?!?"

Fida melepas tanganku dari dadanya, kemudian memutar duduknya, kini menghadapku. Aku bisa melihat detail matanya yang terhalang kacamata persegi panjang, bulu matanya lentik banget.

"Serius?!?"

Shit. Tajam sekali matanya mengunci mataku. Wajahnya dekat sekali dengan wajahku. Dia bener bener serius.
"Eeeeehh... tapi jangan bilang ke bu Febri yah, pura pura ga tau. Dia belum ada waktu untuk cerita ke kamu"
Fida mengangkat kepalanya. Kedua tangannya menggapai kedua tanganku, kemudian menempelkan di dadanya. Rupanya dia memintaku untuk meremas dadanya dari luar kaosnya lagi.

"Berarti dia pulang lebih pagi gara gara itu?"
"Yaa kurang lebih sih, dia pinginnya mau nangis seharian gitu awalnya"
"Awalnya?"
"Iya, dia nangis sejadinya di kampus tadi. Nah kebetulan ketemu aku. Aku mencoba menghiburnya, tapi gagal. Yaaa.. aku ga ada pengalaman untuk menghibur wanita yang baru aja putus, nangis lagi. At least aku coba untuk menaikkan hormon endorfinnya"
"Endorfin? Kamu buat dia orgasme? Orang nangis kok disuruh orgasme?"
"Yaaa kurang lebih begitu Fid. Aku tanya persetujuannya, dia oke aja, orang nangis ga bisa mutusin apa apa, dia cuma bilang pingin berhenti nangis. Yauda gitu jadinya"

Fida memandangku, aku tak dapat membaca ekspresinya, sepertinya muak, atau sadar, atau menyesal, atau terangsang, entahlah. Yang kurasakan sekarang hanyalah betapa kenyalnya dada Fida. Aku gemas sekali. kupelintir pelintir putingnya, kanan kiri. kemudian meremas lagi.

"Aku selalu berpikir Kak Feb itu tipe wanita yang sangat manja, ikut ikutan, needy. Dia fragile ris. Aku tau sejak kecil. Itulah kenapa aku tak ingin lelaki hanya mempermainkannya. Tapi setelah dia dua kali gagal menjalin hubungan, aku merasa ada yang tak beres. Dia ternyata desperate, kesepian. Dan dia secara tak sadar menunjukkannya ke laki laki, yang ada malah banyak lelaki yang memanfaatkannya, apalagi tau kalo kaya. Aku selalu mencari tahu seperti apa tiap tiap lelaki yang menjadi temannya, yang ada asshole semua"

"Kamu bicara seolah olah kamu sering sekali ketemu cowok fid"
"Dulu aku tomboy ris, banyak cowok deket aku. Aku tomboy karena tak ingin ada yang mengganggu kak Feb. Tapi yang ada Kak Feb malah ikut ikutan tomboy, dia menyerap semua lifestyleku. Aku sadar ga seharusnya begitu. Mulailah aku berubah, sedikit feminim, Kak Feb ikutan juga. At least dia menjadi selayaknya perempuan sekarang"
"Oh yakin kamu sekarang feminim?"

Sebuah senyum tersungging di bibir tipis Fida.

"Menurutmu ris?"
"Kamu mau jawaban yang jujur atau yang menyenangkan hatimu?"
Fida kini tertawa lepas.
"Udahan dong meremasnya, aku horny berat iniii"
Oh aku lupa kalo dia sedang horny.
"Yauda sambil nonton aja fid"

Fida melepas tanganku, kemudian memutar dan menghadap komputer lagi. Aku inisiatif meremas dadanya lagi. Dia mengetik sesuatu di Firefox dan menampilkan website dengan banyak pilihan video. Fida scroll scroll website itu, sepertinya sedang mencari yang menarik untuknya. Cukup lama dia mencari, tak ada yang dipilihnya.

"Emang hisap penis itu enak ris?"
"Kalo bagi wanita entahlah, Kalo bagi lelaki enak Fid, benar benar diatas awang."
"Aku penasaran ris"
"mau coba?"
"Ya ga boleh lah !! Kan harus sama pasangan masing masing"
"Yaaa kan harus latihan, ntar uda nikah tapi ga tau yang harus dilakukan"

Fida terdiam. Website itu hanya scroll scroll tanpa henti, tak seperti sedang mencari video.
"enggak ah aku menunggu suamiku aja"

Yasudahlah aku malas berdebat lagi.

"Well, gapapa sih, biar aku latihan sama bu Febri aja"
"Kamu bilang APA!? Gak gak, jangan pernah kamu ajarin hal hal yang aneh ke bu Febri lagi"
"Yaaa somehow aku dan bu Febri sampai di kesepakatan dimana kita saling membantu untuk menuntaskan satu sama lain"

Fida masih scroll scroll tak berujung, seolah olah mendeskripsikan otaknya, sedang loading.
"Yaudah, kamu latihan sama aku aja, jangan ke Kak Feb. Tapi dengan syarat"
"Apa syaratnya?"
"Kamu harus mau gini"

Fida berhenti di satu video, dia klik untuk memutarnya. Terlihatlah wanita bule sedang duduk mengangkang di meja, dan seorang laki laki berlutut di tengah wanita itu, sedang menjilat vagina wanita itu. Are you kidding? mau aja lah kalo disuruh gitu.

"Waaah susah itu Fid"
"Kan sama aja yang bakal aku lakukan ke kamu ris?! Adil dong"
"Ya kan beda, kamu masih perawan fid, kamu mau perawan kamu jebol gara gara kugituin?"
"Jangan begoin mahasiswa kedokteran ris"
"Iya mahasiswa kedokteran, tapi nol dalam hubungan seksual. Masa masturbasi aja belum pernah sebelumnya"
"Udah ih jangan ngledek mulu! Pokoknya mau enggak?! Kalo enggak yaudah"

"......iyadeh, tapi aku juga punya satu syarat"
"Kok malah ikut-ikutan bikin syarat sih?"
"Gampang aja, supaya hasil latihan kita bener, kita harus bandingin sama bu Febri. ntar kalo uda merasa bisa kita bisa nemuin bu Febri untuk lihat siapa yang lebih lihai"
"Ooh boleh boleh siapa takut"

Emang dasar setan disampingku idenya brilian. Brilian dan mesum. Inti sebenarnya Fida mau latihan sama aku adalah supaya aku menghindari terlibat dengan bu Febri. Malahan aku bikin influence ke dia supaya berlomba menikmati penisku dengan kakaknya nanti.
"Yaudah sekarang kamu berdiri fid, kita coba seperti video itu"

Fida melepas tanganku yang masih bertengger di dadanya, dia keluar dari zona pahaku, serrr akhirnya pahaku dapat asupan darah yang sebelumnya sangat kurang karena ada pantat panas diatasnya. Fida terlihat berdiri mematung layaknya perawan yang masih tak tahu apa yang harus dilakukan. Emang dia perawan.
"Oke kamu terlentang di kasur yah, kakimu nempel lantai"

Fida menuju kasur megahnya, berwarna putih dan bermotif bunga bunga. Dia duduk di pinggir kasur, matanya menatapku seakan berharap akan sesuatu.
"Tegang banget sih Fid?"
"ehehehe buruan ih"
"Ya kamu terlentang fid, rileks aja"
Fida menghempaskan tubuhnya di kasur yang super nyaman itu. Tangannya memegang ujung terbawah kaosnya, seperti hendak menutupi selangkangannya.

"Buka dikit kakimu Fid, gimana aku bisa nyampe kalo nutup rapat kakimu. Nah gitu, buka lagi, dikit lagi, ih pelit amat sih bukanya"
Kaki Fida kini melebar, tangannya masih berusaha menarik kaosnya menutupi selangkangan.
"Oke angkat tanganmu fid"
Fida melihat selangkangannya sendiri, kemudian melihatku, menggeleng geleng kepalanya.

"Malu ris........"
"Yaudah supaya ga malu tutup aja muka kamu pake kedua tanganmu"
Fida menutup mukanya dengan kedua tangannya, kini kaos itu tak punya penjagaan di ujung terakhir. Kulit Fida memang putih, dengan bulu di tubuhnya terkesan lebih lebat. Tidak, bukan lebat hingga seperti gorila, tapi lebat halus, yang kata orang orang hal itu adalah sebuah indikasi libido yang tinggi. Kulihat di rongga kaosnya masih gelap, tak begitu kelihatan. Tanganku menggapai sisi kaos yang digenggam keras oleh tangan pemiliknya, menariknya ke perut. Saat aku ingin melihat vaginanya,

"Aaaaa... jangan lihaaaattt,"
Fida memutar posisinya menjadi meringkuk ke samping, mukanya masih tertutup kedua tangannya.
Dasar perawan, drama banget sih. Drama ya harus dibalas drama. Aku tarik tubuhnya hingga kembali terlentang. Aku naikin tubuhnya, duduk di perutnya, kemudian kudekatkan wajahku ke punggung tangannya yang siaga.
"Kamu memang udah feminim kok fid"

Aku mencium punggung tangannya, berkali kali. Seperti hendak mengetuk minta ijin membuka apa yang ada di balik tangan itu. Tangan itu mulai mengendor. Kuangkat pelan pergelangan tangannya. Munculah sepasang bibir tipis milik wanita berkacamata persegi panjang itu, dengan beberapa helai rambutnya melintang tak sempat diatur oleh pemiliknya. Kudekatkan perlahan bibirku, kukecup ringan ujung terluar bibir perawan itu, lalu kelepas lagi.

Tiba tiba Fida mengangkat kepalanya, bibirnya menggapai bibirku. Kusambut dengan balasan ciuman, kubantu kutahan kepalanya dengan tanganku supaya tak turun lagi. Kita berciuman mesra. Tidak, tidak sampai french kiss, Fida masih tak tahu french kiss. Ini adalah bibir keempat yang pernah menyentuh bibirku selama hidupku. Ciuman yang sebatas ciuman. Ciuman yang aku tahu tak akan kulanjutkan dengan seks. Kurasakan nafas Fida semakin berat. Dia sangat horny. Saatnya kubantu me-release orgasmenya.

Kulepas perlahan bibirnya, aku menatap matanya, sayu. Kacamatanya yang mengizinkanku untuk me-zoom tekstur bulu matanya yang lentik. Kuletakkan kembali kepala berambut lurus acak acakan itu ke kasur. Aku mundur ke pinggir kasur, kembali ke posisi semula, berlutut dan melebarkan kaki Fida. Satu wujud bagian pada tubuh wanita yang tersembunyi rapat telah tersajikan untukku. Jembut halusnya mirip punya bu Febri, hanya saja warna kulit lebih putih Fida. Garis lurus persis di tengah selangkangan Fida benar benar menggodaku untuk menyentuhnya. Vagina itu milik seorang wanita yang alim, cerdas, dan memilih untuk ta'aruf pada lelaki yang bersedia meminangnya.

Aku mulai dengan mencium paha kiri bagian dalam, Fida sedikit tersentak, tapi tak ada respon berarti. Selagi aku mencium perlahan naik ke posisi utama, Jari tangan kananku mencuri start dengan cara mengelus jembut bagian atas, perlahan turun ke bawah, kugosok memutar di garis labianya. Sekalian kusibakkan pelan jembut yang menghalangi. Bibirku baru saja sampai di pinggir terluar vaginanya. Kulepas ciumanku, kugunakan jempol dan telunjukku untuk melebarkan labianya. Wow, inilah vagina perawan. Hampir sama sih dengan milik bu Febri, tapi warnanya lebih cerah, merah jambu. Aku menemukan klitorisnya, Kugoyang pelan dengan telunjukku.

"Diputar riss... aahh.... gosok lebih kerass.... ke kanan dikit.....mmmmhhhh....."
Weleh, dia sudah menggelinjang rupanya. Aku mengikuti sarannya. Fida rupanya belajar cepat, dia tau titik titik ternikmat pada vagina miliknya, hanya dengan masturbasi siang tadi. Saatnya bibirku menemui bibir bawah milik wanita itu. Fida lumayan tersentak kaget, dia benar benar sadar ada barang asing yang menyentuh labianya, dan barang asing itu seharusnya ada di wajah lelaki. Kulumat habis vagina Fida, kujilat dari bawah ke atas, kuhisap hisap labia minoranya. Kunaikkan lidahku, kini menyentuh klitorisnya. Lidahku berdansa dengan klitoris Fida, naik turun kiri kanan memutar. sesekali kuhisap.
"Uuuuuhhh..mmmmhhh... uuuuuhh... lagi risss..... mmmmhhh...."

Fida refleks menggerayangi kepalaku, dia menikmati layanan lidah di vaginanya. Aku ingin menusukkan jariku ke lubang surga itu, tapi aku sadar bakal beresiko, sehingga hanya memutar di permukaannya saja. 5 menit aku mengerjai vagina Fida, cairannya sudah banjir merembes kemana mana, sepertinya dia bakal squirt kayak kakaknya.
"putar lagi riss... hisap terus... uuuuhhhh... mmmhhhh.. lebih cepet, lebih cepet lebih cepet lebih cepeeeett.. AAAhh MMhhh MMMHHHH..... !!!

Serr serr serrr serrr

Fida menjepit kepalaku dengan kedua kakinya. tangannya menjambak rambutku, sakit banget. Dia orgasme. Cairannya banyak sekali, dia seperti pipis. Tidak squirt, hanya mengalir deras sekali seperti kran yang rusak. jariku masih menggesek gesek permukaan vaginanya yang becek sekali. Klitorisnya tanpa ampun kuhisap dan kubelai dengan lidahku. 1 menit kemudian orgasme Fida reda, jepitan keras kakinya mengendor, tangannya yang menjambak rambutku mengendor juga. Aku mengangkat kepalaku, Tampak 2 gundukan yang terbungkus kaos itu naik turun dengan cepat. Fida ngos ngosan.

"Gimana, enak kan?"
Fida melempar bantal ke mukaku.

"Jangan digigit klitorisku!! berani beraninya~~!!"

Ya, aku tadi sempat menggigit klitorisnya sesaat sebelum dia sampe. Atau lebih tepatnya dia sampe karena klitorisnya kugigit.
"Iya iya, tapi overall suka kann"

Fida terdiam jutek. Nah kalo jutek gitu baru dia mirip bu Febri. Tapi ekspresi itu bukan fokusku. Aku benar benar ngaceng melihat Fida yang kaosnya tertarik hingga ke pusar, vaginanya terekspos, rambut lurusnya tergerai dikasur, semi acak acakan, dan mukanya seperti udang rebus, merah karena dia baru saja orgasme.
Benar benar pemandangan yang menggairahkan.
"Gimana? jadi mau latihan oral?"

Fida yang masih terlentang melirikku, terdiam. Kemudian duduk. masih terdiam.
"Entahlah ris, tapi kenapa kok aku ngerasa bersalah ke Kak Feb jadinya ya"

Alamak, drama lagi.

"ngerasa bersalah karena?"
"Karena kita ngelakuin gini ris"
"Aku jilat vagina kamu tadi gitu?"
"I....Iya ris. Ga usah diperjelas gitu kenapa sih?!"
"Yaa menurutku impas sih, kan bu Febri sudah pernah kugituin juga. Ibaratnya adil lah Fid, Kakakmu dapet kamu juga dapet. Udaah supaya ga mikir kebanyakan, kamu belajar hisap punyaku deh"

Fida beranjak dari kasur. Kaosnya otomatis tergerai, kini vagina itu tertutupi kaos lagi. Aku melepas celanaku yang sudah berbentuk tenda, tersisa boxer yang berbentuk tenda juga. kemudian duduk di kasur. Kita bertukar posisi. Fida sekarang berlutut diantara kakiku. Kita saling bertukar pandang. Fida tersenyum. Kedua tangannya menggapai karet boxerku, kemudian ditariknya. Kini terlihatlah penisku yang sudah menjulang tinggi. Uniknya Fida tak bereaksi apa apa ketika melihat penisku, dia seperti biasa saja, kayak udah sering ketemu penis. Tangannya menggapai batang penisku, dikocoknya pelan.

"Penis kamu besar juga ris"
Aku menarik dagunya, aku ingin menciumnya.
"Aaaa.. tidak tidak kita bukan muhrim!"

Fida memundurkan kepalanya, tapi sambil tetap mengocok penisku. Aku belajar hal baru tentang kemampuanku. Untuk seseorang yang lumayan cerdas, ada beberapa influence hanya akan terbatasi pada aktivitas itu saja, aktivitas kecil yang lain tak dapat mengikuti. Hal ini berbeda dengan Tante Nur atau bu Febri, yang dapat ku-influence satu aktifitas, aktifitas kecil yang mendukung aktifitas utama tersebut bakal otomatis dilakukan. Intinya bakal lebih susah untuk meng-influence orang cerdas, karena otaknya cukup mumpuni untuk mengimbangi kemampuanku. Sesaat kemudian Fida mulai menjilat kepala penisku. Dikulumnya kepala penisku, hanya kepala saja. lidahnya memutar didalam mulutnya menggaet gaet sisi bawah kepala penisku. Tangannya masih mengocok pelan. Cukup expert juga si Fida ini.

"Kamu kayak sering menghisap penis Fid"

Fida melepas emutannya. Tapi masih mengocok.

"Jaga mulutmu!! ini pertama kali aku hisap penis"
Fida kembali menghisap penisku, tapi hanya kepala saja.
"Kok bisa selihai ini hayo?"

Fida melepas lagi hisapannya. Lama lama aku berpikir Fida seperti sedang menikmati lolipop, yang setiap saat bisa dia emut atau dikeluarkan.
"Gara gara kamu! Abis kejadian tadi aku langsung baca baca tentang oral sex di internet"
"Wow cepet banget belajarnya masalah ginian"

Fida menggigit kepala penisku.
"Auuuww! sakit Fid!"
"Rasain! makanya peka dikit jadi cowok!!"
Fida tersenyum unjuk gigi kemudian lanjut mengemut kepala penisku. Sepertinya dia enggan memasukkan seluruh penisku di mulutnya.

"Kok cuma ujung doang fid yang diisep?"
"Iyalah, kamu tadi cuma permukaan punyaku aja. Adilnya ya segini juga kalo punyamu"

What the... Aiih bikin bete deh. Males juga kalo harus influence dia satu satu. Lama lama bikin gemes aja ni cewek.

"Fid, ingat bu Febri tadi gimana isepnya?"
Fida melepas hisapannya.
"Iya inget, kenapa ris"
"Katanya ga mau kalah sama kakakmu, yang notabene sudah lihai. Aku belum ada rasa apa apa tuh sampe sekarang"
"Ga usah mancing mancing ris, aku tau maksudmu"
"bu Febri sanggup bikin aku muncrat sebentar aja looohhh"
"Terusin aja, ga ngefek. Suka suka kamu mau muncrat apa enggak. Bukan urusanku"
Fida dengan santai memasukkan kepala penisku ke mulutnya.
"Mungkin kamu feminim fid, tapi kalo sama bu Febri, jelas beda. Sensualitas bu Febri ituuu.... bikin lelaki bergairah pertama kali liat dia. One woman to create a million of imagination......"

Kocokannya tiba tiba menjadi erat, Fida langsung memasukkan seluruh batang penisku di mulutnya. Hingga pangkal. Maju mundur cepat, lidahnya menggeliat memutar diseluruh area penisku. Akhirnya Fida mengulum juga. Nikmat sekali. Tahan ris, tahaaaann... jangan cepet sampe.....

Tok Tok Tok. Cklek cklek.

"Fiiidd ngapain kamarmu dikunci?? si haris kemana?"
Bu Febri!! Shit, another problem. Fida melepas kulumannya. Dia menatapku takut. Mikir haris... mikir... Mana ini ide ga muncul saat saat gini. Aku mendekat ke telinga Fida, kemudian membisikinya.

"Tadi kan sama kak Feeeb?!?"
Fida berteriak dari jauh menjawab bu Febri. Aku memakai celanaku kembali. Kemudian mencari jalan keluar. ada jendela. tapi ini 2 lantai. aku melihat keluar, mungkin ada pijakan supaya bisa loncat ke lantai 1. Tak ada.
"Looh tadi kan haris ke kamarmu mau ngasi headseeet??"

Fida kembali melihatku, mengangkat kedua tangannya seolah meminta solusi kepadaku. Aku membisikinya lagi. Fida lari ke lemari, mencari sesuatu.
"Iyaa tadi kesini, trus keluar lagi Kaaak. Ga tau kemanaa"

Cklek cklek cklek cklek

"Kamu ngapain siiih?? buka doongg kuncinyaa!!"
Fida melepas kaosnya, Dia gunakan untuk melap vagina yang masih basah, trus dilempar ke keranjang pakaian kotor. Dia kemudian memakai set bikini merah sambil berlari ke pintu.

"Iya bentar kaaak"

Aku sudah tak punya ide lagi. Okelah kalo bgitu kita lakukan prosedur standar, sembunyi di bawah kasur. Syukurlah kasur Fida berukuran king size, bawah dipannya cukup untuk aku sembunyi. apalagi spreinya menjuntai hingga lantai, perfect. Fida melihatku, kemudian membantu merapikan spreinya kembali. Sprei yang menjuntai ke lantai cukup transparan, Aku masih bisa melihat samar pantat yang memakai CD merah itu berguncang menuju pintu kamar.

Cklek
"Kamu ngapain fiid?"
Bu Febri berdiri persis di depan pintu, Fida sengaja menghalanginya untuk masuk kamarnya lebih dalam.

"Lagi nyobain set bikini kak, gimana? bagus kann"
Fida berkacak pinggang, memutar mutar badannya.
"Itu kan yang kamu pake seminggu yang lalu?"
"Yaa... yaaa... yaaaa.. gapapa kak, lagi pingin centil aja. Hehehehe. Tapi bagus kaann"
"Apaan sih, Gedein dulu ini baru pake bikini. si Haris kemana?"
Bu Febri celingukan sambil meremas kedua dada Fida.
"Auuuhh.... ga tau kak, tadi emang ngasi headset, di taruh di komputer"

Fida menunjuk komputer, yang ternyata masih belum selesai memutar video porno. Fida panik, dia lari kemudian mematikan layar monitor. diikuti hard shut down CPU nya.
"Hayooo nonton apa ituuu"
"Ehehehe ga tau kak tiba tiba muncul gitu"

Bu Febri memasuki kamar Fida, dia tolah toleh seperti melihat suatu yang ganjil.

"Kamu masturbasi Fid? Jawab jujur"
"Whaaattt?! E... E.... Enggak kak! kenapa Kak Feb mikir gitu sih?"

"Kamar dikunci, Kasur basah bercak gitu, komputer nyetel video jorok, sama CD mu bekas basah itu, dan kamu buka pintu tadi ngos ngosan? Apa kurang buktinya?"

Kini aku tak bisa melihat mereka, karena posisinya sudah dekat dengan kasur. Aku hanya bisa melihat 2 pasang kaki.

"Oohh.. Aku bisa jawab itu. Kamar dikunci karena ada cowok di rumah ini, kasur basah karena tadi aku minum tumpah, aku nyari bahan tugas kuliah di forum yang banyak iklannya, salah satunya iklan yang porno porno gitu, kalo CD ini basah karena tadi abis pipis, kemudian Kak Feb ngetok jadinya buru buru lari, ngos ngosan dan belum kering jadinya CDku. Gimana?"

"Pinter banget sih bikin alibi"
"Tadi nyari Haris, kok malah main detektif disini sih?"
"Iya iyaaa, bentar aku telpon aja"

Tilililililittt Tililililililitttt

"Loh? Kok ada hape Haris disini?"
Shit aku lupa hapeku kutaruh di komputer tadi. Eh bentar, masi mending, daripada ada di kantongku, malah ketauan.
"Loh? aku juga ga tau Kak, kok bisa ada disini? mungkin ketinggalan kali"
"Duuuh kemana sih Haris ini"
"Cieee baru aja ditinggal bentar uda nyariin"
"Apaan sih? Kalo cemburu bilang"
"Iyaa kak, duuuh aku cemburu deeh. Kayaknya kok mesra banget sih?? Trus Aldo gimana dong??"

Sejenak hening.

"Fid aku pengen cerita, duduk sini"
"Kenapa Kak?"
2 pantat memberi beban ke kasur tempat aku sembunyi.
"Fid aku putus sama Aldo"
"Whaatt...?? Kok bisa? Kapan? Dimana?"

Jago juga si Fida. Memang supel sih orangnya.
"Tadi pagi Fid, di kampus"
"Aldo datang ke kampus nemuin Kak Feb gitu?"
"di BBM aja Fid, trus kutelpon balik, dia angkat, trus jelasin"
"BBM AJA?!? SERIUS KAK?"

"Iya aku juga heran ternyata segitu aja dia nganggep aku. Dia cuma bilang ga sanggup sama sifatku yang bawel sama jutek. Dia emang udah pernah bilang kalo kurang suka sama sifatku itu, aku sudah coba berubah saat bersama dia, semua kuturutin, jarang aku membantah apa katanya. Aku ngajak dia ketemuan hari ini juga, tapi dia menolak. Dia ga mau ketemu lagi sama aku. Yaudah kututup deh telponnya"

Satu tarikan ingusan khas dari bu Febri terdengar.
"Ga pingin coba datengin rumahnya kak??"
"Emang aku cewek apaan Fid, kok kesannya ngejar ngejar gitu"
"Menurutku sih ada yang ditutupin kak, makanya dia ga mau ketemuan"
Kini banyak tarikan ingus mengiringi pembicaraan mereka.
"Yang sabar kak, yuk cerita lagi kak, di kamar kak Feb aja yuk"

2 pantat yang membebani kasur itu terangkat, aku dengar langkah halus kakak beradik itu keluar kamar. Aku tunggu 1 menit, kemudian kepalaku celingukan melihat kondisi sekitar. Aman. Aku keluar dari kasur Fida. Aku mengambil nokia senterku, 2 missed call. 1 dari bu Febri barusan, 1 dari nomor tak dikenal, dia telpon waktu aku naik motor perjalanan kesini.

Ku sms nomor itu,
[Ya? ada yang bisa dibantu?]
Sent.

Aku beranjak keluar kamar Fida. Lantai 2 terlihat sepi sekali. Bukan berarti Lantai 1 rame, sama aja sepinya, apalagi Lantai 3. Aku tak tau apa isinya Lantai 3. Yang jelas cari toilet dulu. Aku turun menyusuri tangga utama, ketemu mbok Sri.

"Loh mas Haris, mau pulang to mas?"
"Belum mbok, kayaknya bu Febri masih butuh saya di kamar."
"Ooooo ini mau kemana kalo gitu mas?"
"Mau cari kamar mandi mbok"
"Looh di kamar Non Febri kan ada mas Haris?"
"Ya ga enak lah secara itu privat punya bu Febri aja. Ntar aku ketemu BH bu Febri gimana hayo"
"Ooooo iya ya. kalo kamar mandi buat tamu ada deket dapur mas, Lurus aja mentok di sebelah kanan"
"Makasi mbok, Oh ya Mbok Sri ada punya terong?"
"Ada mas, di kulkas. Disini kulkas harus lengkap setiap saat mas, apa aja ada. Emang buat apa terong mas?"
"Gapapa, cuma tanya aja"

Mbok Sri menggaruk garuk kepala saat kutinggal.
10 menit kemudian aku berjalan menuju kamar bu Febri. Celanaku sudah kubasah basahin dikit, seolah olah dari kamar mandi. Setelah menaiki tangga utama, aku sampai di kamar bu Febri. Di balik kamar ini ada 2 wanita cantik, yang siap untuk memuaskan saya. Apa yang harus kulakukan selanjutnya?

-----

Satu part lagi baru selesai cerita bu Febri. :ha:

Part 9
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd