Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT THE LUCKY BASTARD (RACEBANNON - REVIVAL)

njir trisome...... :bacol: :konak: :3some:

kirain sama si rendy, anggia yang kena gangbang....
ternyata tetep si aku yang dapat lucky nya :asyik:
 
Muantab abis ... Anggia emang best friend luar dalam...tengkyu om RB
 
THE LUCKY BASTARD – PART 26

----------------------------------------

messy-10.jpg

Gila. Aku terbangun. Mendapati tubuh Val yang telanjang tidur di sebelahku. Anggia mana? Aku memeriksa handphoneku. Sudah pukul 3 pagi.
"Gue tidur diatas ya fuckboy... XOXO" pesan singkat dari Anggia.

Gila. Di kepalaku masih terbayang bayangan Val dan Anggia yang berciuman dengan sperma membasahi muka dan dada mereka. Aku berusaha bangkit. Tapi Val mendadak memegang tanganku. "Where are you going?" bisiknya tanpa membuka mata. "Outside... Smoking..." balasku. "Come here..." dia menarik lemah diriku, dengan sisa tenaganya. Dia berusaha memelukku hangat. Aku menyerah. Aku berpelukan sangat erat dengan Val.
"Last night was crazy" bisiknya.

------------------------------------------
------------------------------------------
------------------------------------------

gino-f10.jpg

Aku terduduk dengan lemas di kursi rotan itu. Memandangi kolam renang, dengan Anggia berenang di dalamnya dengan pelan. Pagi yang dingin. Aku dan Anggia benar-benar excited semalam. Pengalaman baru bagi kami. Kegilaan baru bagi kami. Aku benar-benar tidak menyangka kalau yang semalam itu nyata. Rendy mendadak keluar dengan muka sangat mengantuk.

"Semalem gue denger suara aneh" celetuk Rendy, saat menghampiriku di pinggir kolam renang. Val masih tidur di kamarku. Lucas juga belum bangun. "Suara orang ML" bisiknya. "Elo ya?"
"Iya..." aku menelan ludah.
"Sama Valerie?" tanyanya lagi.
"Iya"
"Gila temen kita Nggi.... ke Bali malah dia yang dapet, kita ga dapet apa-apa" celetuknya ke Anggia. Aku dan Anggia hanya saling melihat, tersenyum dalam hati.

------------------------------------------

265-pe10.png

Hari ini semua menyebar. Lucas dan Val akhirnya mendapatkan mobil ganti mereka. Sehingga mereka dapat melanjutkan rencana mereka liburan, jadi mereka sudah pasti tidak ikut kami. Rendy, entah kemana dia. Jadi yang dimaksud dengan "kami" hari ini adalah aku dan Anggia. Kami berdua sedang di dalam mobil menuju GWK.

"Geblek ya semalem...." celetuk Anggia.
"Iya" senyumku
"Asik deh, lo jadi ceria lagi gitu..."
"Masa?"
"Makanya... Untung jadi ikut kesini kan??" senyum Anggia.
"Jadi udah ga mikirin Lucas lagi?"
"Siapa tuh..." tawa Anggia.

"BTW pas lo bete seharian kemaren itu gw seharian ngobrol banyak sama Val..." lanjutku
"Soal?"
"Banyak... Salah satunya Nica."
"Oh ya?"
"Iya"
"Bagian apanya soal Nica?"
"Soal sikap dia yang jadi over setelah kejadian di RS"
"Kok bisa cerita ke Val"
"Dia yang ngebongkar gue"
"Lah emangnya dia psikolog"
"Baru lulus memang..."
"Wow... Kebetulan banget ya..."
"Dan tadi dia bilang untuk lanjutin ngobrol..."
"Gw musti makasih banyak ama dia nih" senyum Anggia.

"Makan dulu ya sebelom ke GWK..." ajak Anggia
"Jangan yang mahal2 dong..."
"Bodo" seru Anggia sambil meledek

------------------------------------------

la-fin11.jpg

"Jadi gak sabar balik Jakarta" Anggia membuka percakapan.
"Ngapain?"
"Elo harusnya dah bisa tegas ama Nica entar. Dan siapa tau Dian bisa ilang dari kepala lo" aku hanya tersenyum kecut. "Dan gue udah janjian ama Adrian"
"Gila" balasku
"Kan gue beliin oleh-oleh, kudu ketemuan dong..."
"Itu namanya ngumpanin Nggi..."
"Itu bedanya orang pinter ama bukan kalo mau deketin cowok" balasnya.

Pelayan mendadak menaruh sepasang minuman di meja kami.

"Eh kita gak pesen ini deh" seru Anggia
"Oh iya, itu free cocktail buat couple, ada tulisannya di depan" jawab pelayan.
"Yaudah ambil lagi aj...."
"Makasih ya..." Anggia memotong ucapanku sambil memegang tanganku.

Setelah pelayan itu berlalu, aku protes. "Apaan sih Nggi"
"Gapapa kali" jawabnya.
"Gapapa apaan..."
"Kali ini pura2 jadi couple. Kan gue belom pernah pacaran sama elo. Itung itung test drive" seringai Anggia.
"Terserah"
"Asik"

------------------------------------------

gwk-ba11.jpg

Perempuan cantik itu ada di sisiku. Dengan kemeja flanel, tank top dan hot pants jeansnya. Dengan straw hat dan kacamata hitamnya. Rambut hitam legam yang acak-acakan. Anggia.

"Kesitu yuk. Duduk dulu" lalu ia melangkah sambil menarik tanganku. Kami lantas duduk, dan dia bersender pada tubuhku. "Ini patung kapan jadinya sih?" tanyanya sambil menunjuk kepala sang Wisnu. "Mana gue tau..."
"Dih... Judes amat ama gue" ledeknya. Tangan kami saling menggenggam.

Kami berjalan jalan di komplek GWK layaknya kekasih. Bergandengan, dengan kemanjaan Anggia yang sangat terlihat dimataku. Terbayang ucapan ucapannya dulu "Coba agama kita sama" "Coba lo seagama ama gue" hal-hal itu yang terngiang kalau aku mencoba mengingat Anggia.

--

Pertemuanku pertama dengannya adalah waktu dikampus, 10 tahun yang lalu. "Mahasiswi barunya cakep amat" "Kenalan yuk" "Ih tinggi kayak model" "Wiiih cantiknya" seperti itu suara-suara yang kudengar waktu itu. Sampai-sampai timbul keretakan di panitia ospek. Panitia yang cowok jadi terlalu lemah di hadapan Anggia. Panitia yang cewek jadi kesal. Apalagi ternyata Anggia super nekat dan pemberani. Senior yang galak tak jarang malah jadi adu mulut dengannya karena dia selalu melawan.

"Maaf mas, Pak Antonnya ada?" teguran Anggia membuyarkan lamunanku waktu itu.
"Oh lagi keluar..." jawabku yang sedang di ruangan studio waktu itu.
"Oke saya tunggu disini ya" dia langsung duduk di salah satu kursi dihadapanku. Anak remaja baru masuk kuliah di jurusan seni rupa. Tampangnya judes. Sangat cantik. Celana jeans belel. Sneakers belel. T shirt incubus. Lengannya digulung. Rambut Anggia masih sebahu saat itu.

Aku yang sedang di depan komputer lantas menyalakan rokok.
"Mas emang disini boleh ngerokok?"
"Biasanya juga gitu" jawabku
"Bukannya gak boleh"
"Pak Anton juga suka ngerokok disini"
"Orang salah kok ditiru"
"Kebiasaan"
"Kebiasaan buruk"
"Udah biasa disini"
"Bodo. Pokoknya kalo ga boleh ngerokok disini ya gak boleh" sinisnya. Buset. Belum kenal padahal.

"Kamu siapa sih..." gusarku
"Anggia"
"Bukan maksud saya kenapa kok kamu sok sok ngatur disini"
"Peraturannya kan gitu"
"Peraturannya konyol"
"Tetep aja peraturan"
"Gak ada bahayanya ngerokok di studio grafis"
"Bahaya buat kesehatan mas"
"Bukan urusan kamu"
"Bodo!"

"Lho siapa ini berantem... Katanya ada mahasiswa cari saya ya" Pak Anton menyela kami. Jadilah pertengkaran kami dipotong oleh asistensi tugas Anggia ke dosen tersebut. Aku gusar dan segera keluar dari ruangan studio. Pantesan yang namanya Anggia terkenal. Judes banget. Cantik banget sih emang. Tapi judes. Gila. Gak akan mau gue pacarin. Setidaknya seperti itu pemikiranku dulu.

Ingatanku lari lagi ke kejadian lain dengan Anggia. Sebulan setelah pertemuan pertama. Ada acara kampus, acara band. Angkatan Anggia yang jadi panitia. Aku datang menonton. Sudah jadi rahasia umum kalau ada acara seperti itu, panitia biasanya menyelundupkan minuman keras ke kampus.

"Sendirinya belum cukup umur sudah minum. Pake ngelarang-larang orang ngerokok" ledekku ketika aku menemukan Anggia sedang duduk sendiri di pojokan. Dengan gelas plastik yang berisi bir.

"Biarin" jawabnya ketus. Mukanya merah.
"Jangan mentang-mentang famous terus ngesok" ketusku.
"Jangan mentang-mentang tua terus ngesok" balasnya kasar. Sialan.
"Kampret... Mulutnya ga bisa dijaga ya ni anak..." kesalku sambil menyalakan rokok.

"Eh halo! Anggia ya?" mendadak Rendy muncul, entah dari mana. "Gue mau cari makan nih... Kalian ikut yuk!" ajak Rendy. Kami berdua dengan enggan ikut. Sampai tempat makan bertengkar lagi. Tapi setelah itu mengobrol. Jadi teman. Proyekan bareng. Sahabat. Teman curhat. Teman mabuk. Teman sekantor. Teman main. Friend with benefits. Threesome. Dan sekarang. Aku melihat dia dalam gandenganku.

--

"Kenapa?" tanyanya bingung melihat ekspresiku.
"Inget jaman dulu"
"Jaman kapan?"
"Kuliah"
"Jaman elo masih gondrong culun kan" ledeknya
"Jaman elo masih sok galak" balasku
"haha" senyumnya sangat manis. Dia menggenggam tanganku erat. Kami berjalan berdua mengelilingi tempat itu. GWK. Tempat dimana aku menyatakan ke Dian kalau aku akan menikahinya. Apakah sudah seharusnya aku menempatkan Dian di belakang? Meninggalkan semua kekesalan dan kehancuran hatiku?

"Tempat ini kan?"
"Maksudnya?"
"Tempat lo ngajak Dian nikah" senyumnya. Aku tersenyum kecut. "Gue tau lo berusaha ngelupain dia. Tapi gimana kalo lo ga usah usaha..." lanjutnya.
"Ga usaha? Gimana tuh?" tanyaku.
"Ya ga usah lo lupain. Jalanin aja. Ketemu orang baru. Pengalaman baru" senyum Anggia.

"Ada benernya juga sih.... Gw udah nyobain kayak gitu sama Nica. Tapi ancur total abis dari rumah sakit. Jelasku.
"Anggap aja itu kecelakaan"
"Nica korbannya dong"
"Dan lo harus sembuhin dia"
"Gw harus coba. Gw gak bisa larang dia sayang ama gw, tapi dia gak boleh bertindak yang ngerugiin dirinya sendiri. Minimal itu"

"Janji ya" bisik Anggia.
"untuk?"
"Balik ke Jakarta, lo beresin semuanya. Entah caranya gimana"
"Janji"
"Gue juga mau janji"
"Apaan?"
"Gue pengen serius dalam hubungan gue. Udah capek gue kayak biasa. Gue butuh hubungan yang steady dan serius. Gak tau sama siapa, tapi gak mau ngasal lagi" Anggia menjelaskan panjang lebar dan menggandeng lenganku untuk kemudian berjalan kembali.

------------------------------------------

gino-f10.jpg

Hari ke 7. Pertemuan dengan Val dan banyak kontemplasi bisa kurasakan telah merefresh diriku. Kepalaku tidak hanya untuk Dian. Tetapi harusnya untuk kepentinganku, kebahagiaanku dan kehidupanku ke depan. Memang mungkin salah selalu berusaha memikirkan bagaimana cara melupakan Dian. Tapi mungkin benar, aku tidak harus melupakannya. Aku hanya harus terus maju ke arah yang baik untuk kehidupanku.

Beberapa hari kebelakang memang aku habiskan banyak mengobrol dengan Val. Aku mencoba membuka masalahku dengan Nica dan Dian. Yang menyenangkannya adalah, sama sekali tidak ada judgement atas semua kejadian itu. Entah kenapa dia berhasil meyakinkanku bahwa semua itu terjadi karena waktu dan situasi yang salah. Aku semakin yakin bisa bicara dengan gamblang dengan Nica. Aku akan jujur bahwa aku melukainya. Dan aku akan tegas bahwa aku tidak bisa memperbaiki hubunganku dengannya dan akan berusaha move on dari Dian. Aku tidak sabar menjadikan kedua hal tersebut masa laluku.

Malam yang indah dan tenang. Aku sudah packing dan siap untuk pulang besok. Val dan Lucas masih akan melanjutkan liburan mereka di Bali. Mereka sudah dapat penginapan yang layak untuk seminggu kedepan.

Sepi. Pukul 11 malam. Mereka semua sudah pasti tertidur. Aku masih merokok, menatap ke kolam, duduk di kursi rotan lebar itu, atau lebih tepatnya bersandar dan tenggelam di dalamnya. Sejak kejadian threesome kemarin, tidak ada satupun lagi diantara kami yang berhubungan seks. Tampaknya memang kejadian itu menguras fisik dan mental. Kami bertiga tidur di kamar masing-masing. Aku meluruskan kakiku dan bersandar malas di kursi rotan itu.

"Hey... I thought you already sleeping.." Val menyapaku. Dia mencepol rambutnya, memakai baju terusan bermotif etnis yang sangat Bali sekali. Dia membawa dua kaleng bir. Setelah menyerahkan satu kepadaku, dia langsung duduk di sampingku, di kursi yang sama.
"What's up?" sapaku.
"Beautiful night, isn't it" sambung Val. Kami bertatapan dan tersenyum. Otomatis kami bersulang dengan kaleng bir. What a holiday.

------------------------------------------

BERSAMBUNG
 
mangstab, meski dipercepat liburannya, its ok,,, see you soon in JAKARTA

btw kl ketemu dr. Valery, ane mau konsultasi jg deh, sapa tau dapet abangnya, upss, maksudnya mekinya val, masta... hehehe
 
Mantap chapter 25, 3S yg ngak disangka sangka kejadian deh
Kayaknya bakal seru kalo terjadi duet maut lebih dulu bareng si Bal dan ditutup 3S lagi karena Angia nyusul di malem penutup penutup liburan mereka di Bali...
 
THE LUCKY BASTARD – PART 27

----------------------------------------

gino-f10.jpg

Malam yang indah. Malam terakhirku di Bali, berbincang di pinggir kolam dengan Val.

"So, if you ever visit The States, you're more than welcome to stay at my place" senyum Val dengan segala keramahannya.
"Sure, looking forward to it. It's the same when you visit Jakarta, my place is yours" balasku.
"You live by yourself?" tanyanya
"With Rendy"
"I see..."
"So, what will you do after going back to America?"
"Continuing my study"
"Wow"
"It's not that special... If i want to be a clinical psychologist, i have to enroll to a graduate school after all....." jelasnya.

Aku mengangguk saja mendengar penjelasannya. Menghela nafas panjang, menyalakan rokok kembali dan bersender di kursi rotan itu. Val ikut bersender di sebelahku. Dia mengeluarkan handphonenya, dan iseng membukanya. "I went to this place with Lucas... Those creatures are so cute!" dia menunjukkan foto dirinya dan Lucas selfie dengan latar belakang monyet-monyet khas monkey forest. Aku tertawa melihatnya.
"You're not missing anything back there?"
"No, why?"
"Those creatures are sneaky little thieves..." candaku.
"Really?"
"Haha... A lot of wallets, cameras and sunglasses are belong to them now" penjelasanku disambut tawa renyah Val. Dan kemudian hening.

"It's so quiet..." bisik Val
"This is Ubud" bisikku balik. "Hey... Is that you?" tunjukku pada salah satu foto di instagramnya, dekat foto dia dan Lucas di monkey forest.
"Yes" foto gadis kecil berponytail, dengan muka yang menggemaskan, mengundang orang untuk menjahilinya.
"You're cute" celetukku.
"Until now?" tanyanya jahil, mengerlingkan matanya.
"That depends" jawabku sambil tersenyum.
"Depends on what?"
"Depends on your goodwill to bring another can of beer" godaku bercanda.
"Haha.... Wait" Val tertawa kecil dan bangkit, berjalan menuju dapur.

Selalu ringan bicara dengan Val. Sayang dia turis. Jika tidak aku sangat ingin mengenalnya lebih dalam, merasakan lebih banyak pribadi ceria dan extrovertnya. Dan dia sangat membantuku. Berbicara dengan dia membuatku bebas memuntahkan kekesalanku soal masa laluku. Aku berpikir jangan jangan dia bereksperimen, membuatku jadi pasien pertamanya. Tapi semuanya berjalan sangat smooth. Sangat nyaman dan natural.

"Here" Val menodongkan sekaleng bir lagi ke mukaku. "Don't drink it too much. It will float your belly" ledeknya.
"I don't have beer belly" jawabku.
"Almost"
"Not like Rendy" balasku yang membuat Val tertawa. Perutku memang tidak buncit. Tapi juga tidak kurus dan berotot. Tidak sekencang Anggia.

"Anggia amazed me" Val berpendapat.
"Why"
"Her body is so healthy and her muscles are so firm... Even though she's drinking a lot"
"She's frequently going to a gym. And she does yoga to..." jawabku.
"Really? I always want to try yoga"
"And yoga traumatized me" balasku.
"Why?"
"I got an injury when i try yoga for the first time. Silly me... " ceritaku, disambut lagi oleh senyuman geli Val yang menggemaskan.

"Is that a video?" lanjutku lagi, penasaran akan isi instagramnya.
"yeah..." jawabnya. Lalu ia membukanya. Sekumpulan orang tampak menikmati serunya sebuah konser musik, salah satu diantaranya Val.
"A concert?" tanyaku
"Yeah, DNCE" jawabnya sumringah
"What's DNCE?"
"You don't know?????? They're very famous!"
"Doesn't ring a bell"
"The vocalist is one of the Jonas Brothers!"
"Oh.... Jonas Brothers... I know that one.. But I never heard their song...." jelasku.

Val melongo. Aku memang tidak mengikuti musik jaman sekarang. Memang bukan seleraku.
"What..... Oh man... You're not up to date..."
"That's me" seringaiku.
"What kind of music do you like??" tanyanya penasaran.
"Ah... Emmm..... I like... Radiohead, The Cure, The Smiths, and also....."
"So gloomy! Do you even trying to hear more catchy and upbeat song?" tanya Val.
"Upbeat... Maybe Pearl Jam or Jimmy Eat World? I also like them both"
"Oh God... You're stuck in the 90's.... How about Coldplay?"
"I don't like them now... But old Coldplay... Yellow and Shiver era, that's also my favorite" senyumku.

Val masih tidak percaya kalau selera musikku stuck di tahun 90an. Dia tertawa dan menggelengkan kepalanya. "See... That's me and Lucas at Coldplay show" dia menunjukkan foto lain di instagramnya. "The not gloomy Coldplay" tawanya.

"I envy foreigners" bisikku.
"Why?"
"We don't have many good musicians from outside playing live shows here. Yeah, there's some.. But Radiohead never have any live show here..." jelasku. Val hanya tersenyum dan mendadak mengacak rambutku, mengasihani diriku.

"So... Move along...." Val mencoba memperlihatkan instagramnya. Entah kenapa kami terdiam dan fokus melihat foto-foto tersebut. Entah karena posisi duduk kami dekat, maka aku bisa merasakan nafasnya. Kami diam begitu lama, entah memperhatikan apa. Aku berusaha membuang muka ke arah lain, tapi mata kami malah bertemu. Bertatapan. Lama. Cukup lama sampai aku bisa menangkap seluruh gerakan dan irama udara di permukaan wajahnya.

"You're so pretty" damn. Kenapa aku bicara seperti itu? Dan aku tidak bisa menahannya lagi. Aku maju dengan ragu. Kami saling mendekat, lalu beradu nafas. Beradu bibir perlahan. Tangannya lalu mencium pipiku. Handphonenya sudah entah kemana. Tangannya lalu meraih leherku, melingkarinya, dan kami terus berciuman perlahan.

Kami berciuman di bawah cahaya bulan ubud dan gelapnya malam. Tangannya bertumpu dengan pelan di bahuku, menikmati setiap detik ciuman kami. Val beringsut pelan ke pangkuanku, memaksaku untuk meraih badannya. Aku bisa merasakan ia tersenyum ketika dia menciumku. Tampaknya liburannya ke Bali membahagiakan. Badan kami menempel, tidak menyisakan ruang apapun.

Bibirnya terasa sangat manis. Dan seluruh perasaannya tertumpah saat itu. Tanganku mendadak masuk lewat bawah baju terusannya. Meraba pahanya yang mulus, merayap menuju bagian belakangnya. Dengan lembut aku meremas pantatnya. Dia tidak banyak bereaksi, hanya berusaha untuk terus memelukku dan menciumku. Sempat terpikir untuk berpindah ke dalam, tapi rasanya tempat ini, malam ini, kesepian ini terasa sangat tepat.

Val mendadak menghentikan ciumannya, melihatku dengan muka penuh persetujuan, lalu dia membantuku melepaskan celana dalamnya. Akhirnya aku bisa meraba bibir vaginanya. Terasa lembut dan lembab. Apakah sedari tadi dia sudah memendam hasratnya? Dia langsung berusaha bangkit, dengan tangannya merayap membuka celanaku. Berhasil.

Penisku sudah tegang sedari kami memulai ciuman. Dia lalu duduk kembali di pangkuanku. Kakinya melingkari pingangku. Lalu kami berpelukan dan berciuman, sambil Val membuka jalan untuk penisku ke dalam.

"Mmhhh..." bisik Val di telingaku, ketika penisku perlahan masuk. Kami tidak peduli walaupun rasanya belum terlalu basah. Tetapi suasana di pinggir kolam ini sangat mendukung. "Val..." bisikku. "Ssshh..." Val berbisik menyuruhku diam, sambil terus menaik turunkan pantatnya di atas pangkuanku. Aku hanya meremas pantatnya dari dalam bajunya.

Lalu aku bergerak, tanganku perlahan membuka kancingnya. Dadanya yang dibalut bh berwarna putih menyembul diantara kancing yang terbuka.

Aku meremasnya pelan, sambil berusaha menyembulkan putingnya dari balik bhnya. Val tampak menikmatinya sambil menggigit bibirnya. Dia berusaha agar tak satupun suara keluar dari mulutnya. Ketika aki berhasil membebaskan payudaranya dari bh, itulah saat dimana aku menyerang dan menciuminya. Aku kulum puting nya, dan reaksi badannya yang kegelian sungguh luar biasa. Gerakan pantatnya di atas pangkuanku menjadi tidak beraturan.

Val meringis, menahan semua suara yang mungkin keluar dan menarik perhatian orang. Pelan pelan dia terus menaik turunkan pantatnya, memberikan kenikmatan pada kami berdua. Gerakannya semakin lama semakin liar, suara nafas terengah-engah beradu di pinggir kolam itu.

Val sama sekali tidak memberiku kesempatan untuk mengatur ritme. Dia terlalu mendominasi. Dia hanya mengizinkanku leluasa memainkan payudaranya yang menyembul malu-malu di balik bajunya. Sisanya gerakannya sangat mendominasi. Aku sedikit kepayahan, menahan ledakan di penisku. "Val.. I'm..." bisikku memperingatkannya. "Shh... I know... Trust me..." bisiknya balik menenangkanku.

Aku kembali menjilati dan menciumi buah dadanya. Sedangkan dia fokus kepada gerakan pantatnya.

"Val...." bisikku sambil mencoba menahan tubuhnya. Val hanya tersenyum nakal sambil terus bergerak. Bergerak semakin liar. Aku panik. Khawatir akan sesuatu yang tidak diinginkan, karena kami melakukannya tanpa kondom. Tapi gerakannya makin liar tanpa suara.

Mendadak. Dia menghentikannya. Lalu dengan hati-hati turun dari pangkuanku, duduk disebelahku dan tersenyum nakal. "You're panicking..." bisiknya menggoda. Dia lalu mencoba mengajakku berdiri sambil mengambil pakaian yang berjatuhan di bawah.

Dengan playful dia menarikku ke arah Villa, untuk memasuki kamar, menjalani ritual perpisahan antara kami berdua.

------------------------------------------
------------------------------------------
------------------------------------------

17194610.jpg

Aku menatap langit. Beberapa saat lagi kami akan sampai di jakarta. Rendy dan Anggia duduk tertidur disebelahku. Pandangan yang menggelikan karena Anggia bersender pada pundak Rendy. Coba saja handphoneku dapat kuraih, akan kufoto dan pasti Rendy akan bangga dibuatnya.

Langit begitu tenang. Bayangan akan Val semalam terus terpaku di kepalaku. Semua ciuman dan pelukan kami di kamar, nafas yang beradu, dan tubuh telanjang indahnya di dalam gelap. Aku akan merindukannya, walau kami saling berjanji untuk berkabar setibanya di tempat asal masing-masing.

Kepalaku kali ini benar-benar terasa ringan. Sungguh curang memang, pertemuan dengan Val, dengan dia bertindak seakan-akan psikolog pribadiku, membuatku bisa bernafas dengan lega. Itu kuncinya. Cobalah untuk tegas dengan baik kepada Nica, dan jangan coba untuk lupakan Dian. Biarkan dia disana, sebagai bagian dari masa lalu. Sebagai bagian yang membentuk masa depanku.

-------------------------------------------

BERSAMBUNG
 
Good lust story..
Keep waiting for next chapters..
 
Muantab bener om RB....nggak sabar nunggu Part 28...tengkyu
 
Nice update hu...and really nice 3some scene......and great goodbye sex with Val....

Thank Hu
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd