Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TIGA ISTRIKU (Sequel Maya Istriku Versi KW)

BAGIAN 5

SKENARIO





POV BAH YOYO

Cigetih, Senin 15 April 2024


Sejak kejadian masturbasi di depan Maya 3 hari yang lalu, aku selalu mebayangkan tentang keponakan cantikku ini, tiada waktu kulalui tanpa memikirkannya. Memang sempat ada penyesalan telah melakukan hal gila seperti itu, tapi sayangnya itu hanya sesaat karena nafsu lebih mendominasi pikiranku.

Kini aku sering mencuri-curi pandang kepada Maya, sikapku pun yang tadinya cair dan lumayan akrab kini justru menjadi kikuk dan canggung saat berhadapan dengannya. Untungnya Maya tak menyadari hal itu.

Tadi pagi sebelum Gio pergi ke Jakarta, aku dan istrik diberitahu oleh Gio, bahwa akan ada jasa pengamanan dari Ormas GELEGAR di sekitar rumah, mungkin mereka akan meminta tanda tangan persetujuan juga, tanda tangan saja. Aku menjawab hanya iya-iya saja, meskipun dalam otakku tak mengerti apa yang sedang terjadi. Bukankah Ormas GELEGAR adalah salah satu penuntut dalam kasusnya Gio? Skenario apa hingga tiba-tiba sekarang mereka menjadi petugas keamanan di rumah? Aku juga sebenarnya merasa tak perlu ada petugas keamanan, meskipun aku sama sekali tak bisa ilmu bela diri, tapi rasanya keadaan masih aman-aman saja.

Tak lama kemudian, ketika aku bersama istriku dan juga Dimas bercengkrama di tengah rumah, terdengar ketukan di pintu depan. Istriku langsung membuka pintu dan terlihat ada 3 orang lelaki bertampang preman dengan seragam Ormas Gelegar bermotif loreng itu datang memperkenalkan diri, namun tanpa dipersilahkan masuk oleh istriku ketiga orang itu langsung nyelonong masuk dan dua orang langsung duduk di ruang tamu, sementara yang satu lagi masih berdiri sambil melihat-lihat foto dan pajangan di ruang tamu.

Khawatir orang tersebut akan masuk hingga ke dalam rumah, istriku memberikan isyarat dengan kedipan mata kepadaku yang saat itu masih menjaga Dimas di atas karpet ruang tengah. Meskipun tanpa bersuara, tapi aku tahu maksud istriku itu… yaitu ‘lindungi’ Maya agar tidak terlihat oleh orang-orang asing tersebut seperti yang diamanatkan oleh Farin dan Gio kepada kami selama ini.

“Jagain Dimas dulu, Bu…” Ucapku pada istriku sambil langsung berdiri dan berlari ke arah belakang rumah, menuju kamar Maya.

Tak seperti biasanya aku yang tak berani masuk kedalam kamar siapapun selain kamarku, kali ini aku tanpa mengetuk pintu langsung masuk ke dalam kamar keponakanku ini.

Maya terlihat baru saja mandi dan masih mengenakan handuk membelit di tubuhnya. Tentu saja dia kaget dengan kedatanganku yang masuk secara tiba-tiba tanpa permisi.

“Ada ap…” Tanyanya yang langsung kubekap mulutnya agar tak bersuara.

Kamar Maya ini ada 3 buah pintu, 1 pintu menuju ke ruangan utama, 1 pintu ke kamar mandi, dan 1 pintu menuju teras belakang rumah. Sambil memberikan isyarat untuk tutup mulut, aku langsung menarik tangannya dan menuju pintu keluar ke teras belakang.

Aku melakukannya terburu-buru dan begitu panik karena kudengar suara dari luar sepertinya ketiga orang tamu tersebut sudah bergerak ke tengah rumah. Tidak ada sopan santun sekali mereka, jaga rumah sih jaga saja di depan, tak perlu masuk sampai ke dalam rumah!

Aku segera menarik tangan Maya agar dia lebih cepat dan sedikit berlari, aku takut anggota ormas ini menuju halaman teras belakang.

Tersadar kalau Maya sedang hamil, akhirnya dengan spontan aku langsung menggendong tubuh Maya ketika kami sampai di taman belakang yang cukup luas ini. Aku sadar betul, Maya saat itu hanya mengenakan handuk, tapi aku tak memiliki pikiran cabul sedikitpun di saat ini, yang penting keponakanku ini ‘selamat’ dan tidak terlihat oleh orang lain. Aku berlari menuju gerbang kayu yang ada di ujung taman tersebut, setelah kolam renang. Gerbang tersebut menuju sebuah kolam ikan alami yang berada di luar benteng rumah, kolam yang sangat luas, bahkan saking besarnya kami sering menyebutnya dengan sebutan danau.

Setelah sampai di area danau, aku langsung turunkan tubuh Maya, lalu aku mengunci gerbang kayu tersebut agar tidak ada yang bisa masuk ke area ini. Maya pun sepertinya melangkah menuju sebuah gazebo kayu di tepi danau ini disaat aku sedang sibuk mengunci gerbang.

Setelah kurasa aman, Maya yang masih kebingungan tampak melamun di tepian gazebo sambil menatap kosong ke arah danau.

“Ada apa ini? Siapa mereka?" Kata Maya setengah berbisik begitu aku datang mendekatinya.

“Nggak ada apa-apa, tenang aja, mulai hari ini ada yang ditugaskan Gio untuk ngejaga rumah ini, tapi maaf Abah terpaksa melakukan ini karena kewajiban Abah itu melindungi kamu agar tidak terlihat oleh siapapun," jawabku.

Maya tak berkata-kata lagi, sepertinya dia sangat paham dengan posisinya, meskipun aku lihat dari rona wajahnya terlihat kesedihan, mungkin di dalam pikirannya terlintas sebuah pertanyaan, “mengapa aku harus diperlakukan seperti ini?”

Aku pun mulai duduk di sampingnya, dan sialnya kali ini aku yang benar-benar sudah tenang tapi justru penisku ereksi dengan kerasnya setelah melihat Maya yang hanya berbalut handuk dengan tubuhnya yang harum sabun mandi atau entah lotion. Tadinya aku mau berdiri lagi untuk menghindari kontak fisik dari keponakanku ini, maklum Maya hanya duduk di tepian tempat masuk menuju gazebo yang hanya berukuran satu meter saja sehingga kami duduk cukup berdempetan. Tapi aku harus berhati-hati menyembunyikan reaksi penisku, kalau aku berdiri bisa-bisa Maya melihat tonjolan besar di selangkanganku ini. Akhirnya aku tetap duduk di sampingnya dengan posisi kaki yang dirapatkan dan kututupi gundukan penis dengan tanganku.

Maya masih melamun dengan duduk di sebelahku sambil menyilangkan kakinya, dari ujung mataku aku bisa melihat paha dan betisnya yang begitu putih dan mulus. Posisi duduknya yang demikian membuat penis dan perasaanku semakin tak nyaman.

"Makasih ya, Bah.. udah jagain aku," ucap Maya setelah sekian lama terdiam.

"Yang sabar ya, May…. Begitu kamu dinyatakan sembuh kamu tidak akan lagi harus seperti ini," ucapku mencoba menghibur.

Maya hanya mengangguk pelan. Kemudian kami saling berdiam diri tanpa suara. Oh Maya, seandainya aku dulu sudah dekat denganmu saat kau masih liar, tentunya aku sudah ikut menikmati tubuh indahmu ini, setidaknya aku tahu semua cerita keliaran masa lalu Maya ini dari istriku. Dan terlalu bodoh jika sekarang aku memiliki hasrat kepada orang yang sedang berjuang untuk kesembuhannya, apalagi dia itu keponakanku sendiri.

“Gimana sekarang keadaanmu, apa kamu udah ngerasa ada kemajuan?” Tanyaku menetralisir situasi canggung diantara kami. Baru kali ini aku menanyakan secara langsung masalah kesehatannya itu kepada Maya.

“Banyak kemajuan, Bah…. sekarang aku udah bisa mengontrol diri…. Aku harus banyak berterima kasih sama orang-orang di sekitarku, yang sayang banget sama aku…. termasuk Abah….” Ucapnya pelan lalu dia tersenyum cantik sekali ke arahku.

“Syukurlah…” Hanya itu yang bisa kuucapkan sambil menelan ludah. Lalu aku kembali melemparkan pandanganku ke tengah danau untuk menghindari pesonanya yang begitu luar biasa.

Namun beberapa saat kemudian tanpa kuduga tubuh Maya miring ke arahku lalu memelukku dengan erat. Tubuhku mematung, tanganku diam tak membalas rangkulannya. Aku rasa ini pelukan seorang anak kepada orangtuanya, lagipula baru saja dia mengatakan kalau sekarang dia sudah bisa mengendalikan diri. Justru aku lah yang sekarang harus mengendalikan diri dan nafsuku. Sampai aku mendengar suara isak tangisnya, meskipun pelan tapi sungguh terdengar menyayat hati.

“Kenapa nangis, May?” Tanyaku sedikit bingung.

“Aku udah ngecewain Gio, udah bikin malu keluarga….” Jawabnya sedikit terisak.

“Udah May, jangan diinget-inget lagi yang dulu, jangan jadi beban pikiran… yang penting sekarang kamu harus sembuh..”

“Tapi Gio sekarang harus terus menerus ditanyai Polisi..”
Jawabnya yang ternyata sama dengan tebakanku selama ini, bahwa dia memang menanggung perasaan bersalah yang teramat dalam.

Aku mencoba melepaskan tanganku yang tertekan oleh gundukan payudaranya, lalu aku melingkarkan tanganku ini ke pundaknya yang langsung bersentuhan dengan kulit mulusnya karena handuk yang melilit hanya sebatas payudaranya saja. Mencoba menenangkannya, aku mengusap-usap lembut pundaknya. Semakin kuusap kulitnya, penisku semakin tegak mengeras, apalagi kini tonjolan payudaranya langsung bersentuhan dan menekan ke tubuhku karena Maya semakin erat memelukku. Aku menghela nafas.

“Yang sabar ya May… Gio pasti bisa ngeberesin masalah ini semua…” Ucapku mencoba sok bijak walau pikiranku sudah melayang jauh kemana-mana.


÷÷÷÷÷÷​



POV GIO

Hari ini aku menjalani pemeriksaan yang cukup panjang dan melelahkan di Kepolisian kota Jakarta. Daftar pertanyaan yang diajukan kepadaku sepertinya lebih banyak daripada yang diberikan kepada Frieska. Aku tidak tahu persis karena kami berada di ruangan yang berbeda, namun setahuku Frieska sudah selesai menyelesaikan semua pertanyaan untuknya sejak siang tadi, sementara untukku masih berlangsung hingga sore hari.

Beruntung, hari ini dari kantor Pengacara hanya hadir Bang Oerip, aku tak tahu kemana si Leo itu. Seharusnya aku merasa rugi karena Frieska tidak ada yang mendampingi, tapi justru ketidakhadirannya cukup membuatku tenang. Dengan didampingi seorang pengacara saja, membuat Bang Oerip harus bolak-balik mendampingi aku dan Frieska.

Kami pun menyelesaikan proses hukum di hari ini dengan lancar sesuai arahan dan skenario dari tim pengacara kami. Kami keluar dari Kantor Polisi sekitar pukul setengah enam sore.

Ketika berada di mobil, tiba-tiba Frieska bertanya, “Papa Gio, tau nggak hari ini hari apa?”

Dahiku mengkerut tak mengerti.

“Hari Senin?” Ucapku ragu.

“Iiih… masa nggak inget?”

Aku berpikir keras, ini pasti bukan hari ulang tahunnya, karena aku hapal ulang tahunnya itu di Bulan Juli.

“Hari apa dong?” Aku balik bertanya dan menyerah.

“Ini hari pernikahan kitaaaa….!!!” Jawabnya sumringah.

“Hah?! Anniversary?” Kataku kaget.

“Iyaaa…..”

“Mpris Sayang….. anniversary itu dirayainnya tahunan, kita kan baru 2 bulan, masa anniversary segala!”
Kataku sambil mengacak rambutnya dengan gemas, tapi aku paham… sejatinya Frieska ini masih ABG yang selalu ingat tanggal jadian atau pernikahan, kalau aku sih tidak pernah ingat hal-hal semacam itu.

“Ya biarin..” Ucapnya cemberut.

“Ya udah, mau dirayain dimana?”

“Hah?! Beneran?”
Tanyanya begitu bersemangat.

“Iya, Sayaaang….. kita nggak usah pulang ke Cigetih, malam ini kita nginep di hotel… oke?” Tawarku yang tiba-tiba memiliki rencana lain.

“Tapi nanti Kak Maya marah….” Ucapnya bersedih.

“Nggak akan…. Nanti Papa Gio yang bilang, kita di Kantor Polisi sampe malem, capek buat pulang ke Cigetih, jadi nginep dulu di Jakarta…” Balasku.

“Makasih Sayaaaang…..!!!!” Pekik Frieska dan aku tidak menduga dia seantusias ini.

“Ya udah deh, kita jalan-jalan dulu….” Ucapku yang akan mendedikasikan hari ini menjadi hari yang spesial dan memanjakan dirinya. Mobilku kubelokkan ke sebuah Mall yang cukup mewah.

“Ah jangan ke Mall ini, Papa Giooo…” Ujarnya tiba-tiba lalu dilanjutkan, “Aku udah pernah…”

“Hah? Kapan?”

“Nggg…. Dulu… waktu… SMP…”
Jawabnya ragu-ragu.

Aku pun membatalkan niatku untuk masuk, dan memilih sebuah Mall yang lain yang tidak begitu jauh dari Mall yang pertama.

“Kita nginepnya di hotel itu aja ya?” Kataku sambil menunjuk sebuah Hotel & Bar yang ada di sebelah Mall.

“Iyaa, Sayang… terserah Papa Gio aja…” Jawab Frieska masih tampak begitu bahagia.

Kami pun sempat makan cukup romantis di dalam Mall dan setelah itu kami pun berjalan-jalan santai, dari raut wajah Frieska aku bisa melihat kebahagiaan yang baru kali ini aku lihat lagi setelah pernikahan kami. Astaga Gio…. Dia memang butuh waktu berdua lebih banyak darimu!! Tapi apa benar dia kemarin sudah berselingkuh? Entahlah… dan aku mencoba untuk menyingkirkan pikiran tentang itu, aku tak mau merusak momen kebahagiaan yang kurasakan hari ini.

“Kenapa nangis, Sayang?” Aku bertanya saat tak sengaja aku menatap wajahnya.

“Eh… nggak kok…” Jawabnya panik.

“Jangan bo’ong!” Kataku sambil memegangi kedua sisi kepalanya dan menatap erat ke wajahnya yang memang menitikkan air mata.

“Nggak… aku cuma.. terharu…” Jawabnya tersendat.

Aku pun langsung memeluknya, pelukan penuh kasih sayang, padahal ini di Mall, dan aku tak peduli orang-orang melihat kami berpelukan seperti ini.

“Maafin Papa Gio ya… Papa Gio selama ini nggak ada waktu sama kamu…” Ucapku penuh penyesalan.

“Aku yang minta… ma’af…..”

Setelah mengucapkan itu, justru isak tangis Frieska malah semakin bertambah keras.

“Udah dong, malu….. diliat sama orang-orang, disangkanya Papa Gio ngapa-ngapain kamu…” Ucapku berusaha menenangkannya.

Untuk menghiburnya, maka aku mengizinkan Frieska untuk berbelanja apapun yang dia mau, meskipun banyak hal yang dia tolak, tapi setelah aku paksa akhirnya dia mau membeli beberapa pakaian.

Aku kemudian menunjuk sebuah lingerie sexy, dia pun menggeleng. Ya aku tahu maksud penolakannya itu, bukannya dia tak mau tampil sexy untukku, tapi mau dipakai kapan? Frieska pasti malu jika menggunakannya di rumah, ketika kami melakukan seks bersama Maya dan Farin….

Tapi aku tetap memaksanya untuk membeli satu buah saja yang sangat sexy…. Setidaknya untuk malam ini, aku ingin dia tampil binal dan liar, suatu hal yang tak pernah aku lihat darinya, dan dia pun setuju.

Lalu ketika aku melihat ke bagian dress, aku pun menawarkannya lagi, tapi lagi-lagi dia menolak karena tidak terbiasa menggunakan pakaian seperti itu. sampai mataku tertuju pada sebuah mini dress yang sangat sexy berwarna hijau tosca gelap, dengan belahan dada yang sangat rendah dan mungkin akan menampakkan paha mulus pemakainya…. Aku membayangkan Frieska menggunakan pakaian itu, pasti sangat cocok dan sexy….. dan langsung terbersit sebuah rencana gila…. Aku pun membisikkan rencanaku itu di telinganya, cukup lama karena dia tak juga mengerti dengan skenarioku ini.

“Ih… Papa Giooo…. Ga mau ah….. malu tauuu!” Ucap Frieska dengan wajah merona merah, tapi tampaknya sekarang dia sudah mengerti detail maksudku.

“Pleaseeee…… Papa Gio mohon, Sayang….. sekaliiiiii aja….” Ucapku memelas.

Sampai pada akhirnya dia pun tersenyum lalu mengangguk pelan yang berarti dia telah menyetujui rencanaku ini!!! Dan setelah itu kami membeli sepatu, beberapa make-up dan parfum baru untuk Frieska, lalu kami langsung check-in di Hotel dan langsung melakukan seks yang begitu luar biasa.


÷÷÷÷÷÷​



Permainan seks yang kami lakukan tadi begitu liar dan sungguh luar biasa, tapi itu belumlah apa-apa. Karena rencana utamanya akan dijalankan malam ini. Kini waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam.

Setelah Frieska mandi, dia pun mulai berdandan… tapi aku tak mau melihatnya sekarang, biar surprise. Aku langsung masuk ke kamar mandi.

Dari balik kamar mandi aku pun berteriak… “Sayang, kalau udah selesai, duluan aja yaa….”

“Iya Sayang… tapi Papa Gio jangan lama-lama datangnya yaa?”
Jawabnya.

“Iyaaa….”

Inilah rencanaku malam ini, kami akan mengunjungi sebuah bar yang ada di lantai atas hotel ini, Frieska dengan pakaian mini dress-nya itu akan pergi lebih dulu, dan aku menyusulnya…. Nanti kami akan pura-pura tidak kenal, dan aku akan mendekati dan merayu dia… aku harap dia tampil begitu binal dan liar layaknya pelacur di malam ini, dan rayuanku itu akan sampai mengajaknya untuk masuk ke kamar hotel, lalu tentu saja kami akan melakukan seks yang sangat panas. Begitulah rencanaku, cukup gila memang… tapi itulah fantasiku dan aku ingin mewujudkannya sekarang.​



÷÷÷÷÷÷​
 
Duhh... Apa mungkin Gio yg jadi terkejut ya, tiba-tiba liat Frieska bersama Leo di Bar tsb...? Mungkin aja Leo lagi berada di Bar itu juga.

Si Abah juga rasanya punya peluang nih bisa ngegarap Maya sang keponakan.

Menarik ceritanya, suhu @Robby0608
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd