Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Tiga Putri

Empat​

Ke esokan harinya, ansel dan anggit bersikap seperti biasa, melupakan sejenak apa yang terjadi kemarin. Walau anggit masih tak berani menatap wajah ansel sekarang, dan masih teringat terus soal itu.

Kali ini anggit memakai kaos, dan tentunya memakai dalamannya tangtop, itu terlihat sangat jelas dari kaos putihnya. Tangtop berwana hijau muda.

Ansel langsung keluar dari toko saat anggit datang, datang dengan langkah buru-buru langsung kembali kearah toko. Ia membawa dua bungkus roti bakar untuk anggit.

“belum ada orang” ucap ansel yakin, tetapi pas dia mau masuk ke dalam toko, ternyata sudah ada anggit dan cece nia sedang mengobrol sambil berdiri dekat pintu.

“ada apa tumben mau ngomong langsung?” tanya cece nia menyilangkan kedua tangannya. Bersikap dengan wajah yang seperti biasa dengan wajah yang jutek.

“itu soal, aku mau pulang kampung ce, tapi kata cece tunggu satu bulan lagi,” anggit tak berani menatap cece nia yang menatap dengan tajam.

“kan gue udah bilang, tunggu ada karyawan lagi anggit,”

“tapi.. udah sebulan lebih” lanjut anggit.

“gue bukannya gak mau izinin, tapi omset toko kita kan agak berkurang, kalau berkurang gimana buat gaji lo?” ansel mengeduskan nafas kencang mendegar ucapan cece nia.

“gimana kalau lo bisa jual seratus potong pakaian dalam seminggu gue izinin lo pulang”

“haaaa?” anggit terkejut, seratus potong dalam seminggu itu mustahil, karena paling banyak aja lima puluh potong pun itu saat lebaran. Di tambah satu bukan cece nia aja yang jualan pakaian. Satu lantai sini isinya yang jual pakaian semua.

“itu sebagai gantinya, kalau mau” anggit tak berkata apa-apa hanya mengangguk, cece nia pun langsung keluar toko.

Ansel yang berdiri depan toko langsung berpapasan dengan cece nia, senyumnya nakal menggoda ansel yang berdiri.

Ansel membalasnya dengan senyum genit juga, di lain sisi ia merassa benar-benar gregetan dengan ucapan cece nia terhadap anggit, di tambah kenapa si anggit juga betah kerja disana.

“lo ngapain” ucap anggit pas ikut keluar juga dan melihat kearah cece nia yang berjalan, anggit pun menatap ansel yang arah matanya sejajar dengan bongkahan pantatnya.

“isssh,, udah punya cowok cece nia mah, jangan ngarep lo” ucap anggit.

“haa?,” ansel agak kaget dengan ucapan anggit,

“ohh,itu pemilik toko ini,?” angguk anggit

“ini sekalian buat lo buat ganjel, ” ansel langsung kasih dua bungkus isi roti bakar.

“kok dua?”

“buat lo lah, biar nganjel lama” lanjutnya.

“oh ia, tadi gak sengaja dengar pembicaraan lo sama dia” anggit menoleh kearah ansel, dan langsung menunduk,

“kenapa lo gak pulang aja langsung?”

“kan lo dah denger, tunggu ada pegawai baru” jawab anggit menghela nafas.

“Menurut gue si cece lo itu cuman mau peralat lo doang kali” ucap ansel berterus terang,

“gak kok, dia baik” anggit seolah tak mau membahas sisi negatif dari cecee nia.

“baiknya darimana?”

“yah, di kasih tempat tinggal selama kerja disini, terus dia mau terima gue yang lulusan SD doang, “ ucapan anggit membuat ansel terkejut, ia menatap dalam-dalam wajah anggit yang berusaha tersenyum. Gak nyangka anggit hanya lulus SD.

“terus gaji lo?”

“lima puluh ribu” ansel kembali terkejut mendengarnya, lima puluh ribu sehari, belum termasuk uang makan, ongkos dia kesini,

“gilaa, gak manusiawi!!!” ceteluk ansel, jadi mebayangkannya. Bagaimana anggit bertahan hidup dengan gaji segitu. Memang baginya duit segitu terbilang kecil untuk ansel. Tapi bagi anggit itu nilai yang besar.

“sok tau ah, buktinya gue bisa makan setiap hari??” ansel melirik wajah anggit yang seperti tak ada beban, ia melakukannya dengan senang hati. Di tambah walau hanya lulusan Sd, tapi anggit pekerja keras,

“seterah lo dah,”

“Oh ia, sebagai ucapan terima kasih gue, gue bantuin lo jualan seratus potong pakaian dalam seminggu, gimana?” anggit yang mendengarnya langsung mendongakan kepala ke arah ansel yang tersenyum.

“haaa?” anggit terkejut ansel juga tau soal perjanjian dirinya dengan cece nia.

“tapi gak mungkinlah, lo gak liat toko sebelah? Lebih rame dari sini”

“mungkinlah, gue bantuin, karena gue gak mau liat lo di peralat lagi sama dia” ucap ansel dengan nada serius.

“gue kerja kok, bukan di peralat!” balas anggit tak mau kalah.

“kalau bukan di peralat, kenapa lo kerjain sendirian lakuin pekerjaan di toko? Terus dia malah enak-enakan?”

“itu udah tugas gue kerja di toko ini yah gitu,”

“terus kenapa lo yang protess?” anggit menjawab balik, ia merasa tak ada yang salah kerja di toko ini, selama itu di bayar baik-baik aja.

“aahh, batu emang ini bocah” ucap pelan ansel sambil menghela nafas,

“bodo amat,”

“eh eh eh mau ngapain?” ansel tiba-tiba masuk toko mengambil beberapa pakaian yang di bungkus keluar toko,

Tak sampai situ, ansel meletakan meja di dalam keluar toko, dan langsung menjejerakan pakaiannya di atas meja.

“issh, lo mau ngapain?”

“bantuin, biar sadar, ucapan gue bener apa ngak” tatap ansel, langsung merergangkan tangannyanya.

“pakaiannya mbak, kakak, tante om. !!!!” ucapnya keras saat beberapa orang melewati tokonya, tak lama ansel membuka baju yang di pakainya, anggit sedikit terpukau saat ansel memakai kaos kutang menunjukan otot-otot legannya,

“ayo di pilih-pilih” ansel melakukannya sambil memamerkan otot-ototnya. Anggit yang di dalam terlihat malu apa yang ansel lakukan.

Beberapa menit melakukannya, ada beberapa wanita yang datang. Memilih-milih pakaian khusus wanita,

“itu cocok buat kakak, terlihat seksi” kedipan mata ansel membuat wanita itu terspu malu, anggit yang melihatnya hanya bisa berdiri sambil menutup mukanya, bisa-bisa ansel melakukan hal seperti itu.

“wah benar-benar cocok pakai yang itu, kayak gitar spanyol kak” lanjut ansel memuji wanita wanita yang datang, di mulai dari yang muda sampai tante-tante.

“nah, tante cocok buat si om dasternya, di jamin bangunn!!” anggit hanya menggelengkan kepalanya sambil mencari ukuran saat beberapa wanita yang ansel tawarkan jadi beli pakaiannya.

Usaha ansel benar-benar berhasil untuk para wanita, karena dengan ansel memujinya, wanita itu langsung membelinya.

“Silahakan cari ukuran, sama mbak-mbak yang di dalam” tunjuk ansel kearah anggit yang lumayan kerepotan mencari ukuran.

“iah iah sebentar” anggit dengan sigap mencari-cari ukuran yang pas, sesekali kepalanya menoleh ke ansel yang di kelilingi para wanita,

“terima kasih, kak, ” kedipan mata ansel dengan sedikit pamer otot di lengannya.

“terima kasih” ucap anggit beberapa kali setelah hampir sepuluh orang benar-benar membeli pakaiannya. Anggit tertawa kecil bertemu orang yang sangat aneh dan susah di tebak seperti ansel.



***

Ansel berselonjor di lantai sambil menggeliatkan tubuhnya, terasa kakinya keram berdiri berjam-berjam di depan toko.

Selesai mencatat, anggit agak terkejut karena dia menjual dua puluh potong pakaian dalam satu hari. Terutama pakaian daster, kaos, dan juga lingire.

Anggit terdiam terpaku melihat tangan-tangan ansel, dan teringat soal kemarin, telapak tanganya yang ternyata lebar meremas buah dadanya.

“gue cari makan sore dulu,” ansel bangun memakai kemejanya lagi,

“gue gak usah, “ ucap anggit,

“dih, kepedean lo, siapa yang mau beliin” anggit yang tersipu malu, dia lupa kalau tadi siang juga ansel sudah membelikannya roti bakar.

Ansel yang turun sengaja melewati konter hp yang kemarin, dan ia melihat cece nia baru keluar dari dalam konter.

Raut wajahnya begitu kesal, seperti orang yang tak terpuaskan, karena si cowok sibuk melayani pembeli.

Ansel tak memperdulikannya ia langsung mengarah keluar mal, membeli makanan yang murah. Karena uang di dompetnya tak terlalu banyak.

“besok gue jual-jualin aja,” sebelum keluar dari apartemennya ansel membawa semua koleksi jam tangannya. Semua pasti laku terjual kalau ada surat pembeliannya.

“laku satu, gue borong tuh pakaian biar kebeli semua seratus potong” gumamnya, yang merasa kasian terhadap anggit. Anggit terlalu lugu, dan keluguannya di manfaatsin sama cece nia.

Selesai makan, ansel keliling mall untuk mencari toko jam tangan rolex. Dia juga baru sadar ini mal termasuk mal besar. Andai ada mereka lagi ansel mencari jalan untuk kabur.

“itu dia,” ucapnya saat melihat ada toko jam tangan rolex di mall iini, tepatnya di lantai paling bawah. Tunggu waktu yang pas ia akan menjualnya

Sambil menunggu malam ansel terus berputar-purat di dalam mal, karena asel merasa satu-satunya tempat bersembunyi paling aman di toko yang sekarang.

Tepat jam sembilan malam ansel naik lagi ke tokonya, pasti anggit menunggu dia, tapi saat sudah di depan toko, ansel melihat anggiit masih duduk di lantai dengan tatapan kosong.

“lo kenapa?” saat itu juga anggit menyeka air matanya yang keluar sedikit dengan tangannya.

“ngak” jawabnya menarik nafas dalam-dalam langsung membuang muka, dan tangannyua kembali mengelap wajahnya, seolah malu anggit nangis di depan ansel.

“bilang aja kali,” ansel langsung bantuin lagi memasukan patung -patung ke dalam toko. Anggit masih diam duduk,

“soal tadi” ucapnya tiba-tiba. Ansel pura-pura dan terus merapihkan patung. Membiarkan anggit menceritakannya tanpa di tanya lagi.

“penjualan tadi, gak masuk hitungan ke seratus potong” ansel yang mendengarnya langsung terdiam.

“haaaa~” ansel benar-benar kaget, usahanya terbuang sia-sia.

“gak masalah, gue bantuin lagi besok” ucapnya menenangkan anggit.

“tapi, “

“lo mau pulang kampung apa ngak?” anggit langsung menunduk dan mengangguk pelan.

“ya udah gak sudah di pikirin, sekarang tutup toko, dan pulang” ansel berjalan melewati anggit sambil mengusap-usap kepalanya pelan. Anggit mengigit bibirnya karena tersipu malu saat kepalanya di usap seperti itu,

“okeh,” anggit langsung menutup tokonya, ia tak langsung pergi melainkan berdiri sebentar memikirkan ucapan cece nia, dan ucapan ansel

Anggit masih gak percaya kalau cece nia cuman memperalat dirinya, walau sifatnya seperti itu anggit masih mencoba berpikir positif.

“hee orang yang kemarin” anggit berpapasan dengan orang yang kemarin mengejar ansel, mereka berdua berdiri di depan pintu, sambil melirik ke kiri kanan. mencari seseorang.

“ya tuhan, “ gumamnya berjalan pelan, karena tak ada jalan lain selain pintu itu, kakinya tiba-tiba gemetar saat berjarak beberapa meter dengan dua orang itu. Anggit menghela nafas saat melewati mereka berdua dan sesekali memejamkan matanya.

“aahh” jeritnya kaget anggit saat ada yang menepak pundaknya, anggit langsung berdiri tegak sambil memegang tangannya yang gemetar. Orang yang menepaknya bukan orang yang anggit lihat kemarin,

“maaf salah orang dek” ucapnya melepaskan tanganya di pundak anggit, ia cuman mengangguk langsung melangkah perlahan.

“gila lo, itu masih bocah gitu” omel orang yang tadi mencegat anggit,

“sorry boss salah liat, gue yakin dia bareng cewek tinggi seukuran bocah itu” jawab satunya yang bertumbuh tinggi tegap, kepala plontos.

“haaaa, gila.. kenapa deg degan gini,” gumamnya, setelah berjalan cukup jauh dari mereka langsung berpegangan di tembok. Anggit memejam kan mata sambil mengambil nafas dalam-dalam.

Di dalam toko, ansel kali ini tak bisa memejamkan matanya, di otaknya sekarang hanya soal cece nia dan anggit. Baginya sikapnya sudah kelewataan dengan anggit.

Ansel merasa harus berbicara empat mata dengan cece nia tanpa sepengetahuan anggit. Karena anggit pun gak tau kalau dirinya menjadi alasan buat dirinya masih tinggal disini. Apa lagi dia secara gak langsung hampir melibatkan anggit dalam masalahnya,

Diam-diam ansel menyobek kalender, ia langsung menuliskan sesuatu untuk cece nia, yang intinya ketemuan untuk besok,

Ansel langsung menaruh secarik kertas di salah satu laci, tepatnya di laci tempat biasa cece nia menaruh ponselnya. sebenarnya dengan menitipkan nomor telepon lebih gampang, tapi ansel memilih dengan surat ini untuk tidak terikat dengan cece nia

“cuman masalah kecil, “ senyumnya percaya diri, bisa membantu anggit pulang kampung.

Besoknya,

Anggit sedikit merasa aneh terhadap cece nia untuk hari ini. ketawa sendirian setelah melihat sesuatu dari laci.

“gue mau ke wc dulu, jagain toko” pintanya seenaknya, padahal toko lagi ada pembeli, cece nia pun datang ke pintu tangga darurat. Dimana ansel sudah menunggunya sekitar jam satu.

Dan benar ansel sedang duduk di anak tangga langsung bangun saat pintu darutat terbuka,

“buat lo” ansel kasih minuman kopi yang baru saja ia beli.

“gak lo kasih obat perangsang kan?” celetuk cece nia langsung menyeruputnya tanpa ragu.

“kasih lah,” jawab ansel,

“yah di entot dong gue disinii” godanya memainkan sedotan dengan lidahnya seolah sedang memainkan penis.

“bukan itu yang mau gue omongin, ini soal anggit” nada ansel terlihat serius membuat cece nia sedikit penasaran.

“kenapa?”

“gue udah denger soal perizinan anggit pulang kampung, dan gue tau lo sengaja biar anggit tinggal lebih lama kan?”

“hmmm, gak juga, kan udah gue bilang lagi cari karyawan lagi”

“udahlah, kasih anggit pulang kampung, lo manfaatin kepolosan itu anak” ucap ansel langsung ke inti masalahnya.

“hahahahah” tawanya menggelengkan kepalanya.

“lo juga kan? Manfaatin keluguannya buat dapetin tubuhnya?” ansel terdiam, karena dia ingat soal omongannya.

“itu beda cerita, gue kan cowoknya”

“lagu lama, kalau lo udah bosen paling di tinggal” cece nia menyilangkan tangannya sambil menyeruput kopinya.

“gak akan, terjadi, terus gimana caranya biar gue bisa buat anggit pulang kampung?” ansel berjalan mendekatinya sampai ia memepetkan cece nia ke tembok.

“mau tau?” tangan ccece nia langaung merangkul lehernya.

“apa?”

“puasin gue malam ini, “

“hhahahaa, gak masalah, satu jam cukup buat lo lemes, kayak kemarin” ansel memegang pinggul cece nia, tak lupa meremas bongkahan pantatnya sedikit yang terlihat bulat karena memakai celana jeans panjang, tak seperti biasanya.

“oh ya? Itu gue belum ada persiapan, beda cerita nanti malam” cece nia membalasnya sambil mengelus penis ansel dari luar celana.

“jadi giman?” cece nia langsung julurin ponselnya memeinta nomor ponsel ansel, dengan senang hati ansel memberikannya.

“di toko?” tanya ansel saat cece nia berjalan keluar pintu.

“ya gak lah, gak leluasa, dan jangan tidur di toko mlama ini,” kedipan matanya langsung keluar pintu tangga darurat.

“makasih buat kopinya” ucapnya lagi sampai lambaikan tangan tanpa menoleh ke arah ansel.

“ah sial, terpaksa gue kasih nomor teleponnya” ucapnya pelan langsung menyeruput kopinya sendiri.

Anggit penasaran apa yang membuat cece nia tertawa sendiri, ia langsung mengeceknya ke mejanya, tapi tak menemukan apa-apa.

“itu kan condom” angit tak sengaja melihat satu bungkus kondom dari tasnya.

“mau ngapain, mau minta?” ucap cece nia yang sudah di berada di belakang anggit. Yang yang kaget langsung melompat agak jauh.

“gue kasih kok satu ini,” senyum cece nia memberikan satu bungkus condom durex ke kantong celana anggit.

“buat jaga-jaga, umur lo segini bisa bunting tau kalau keleuar di dalem” bisiknya ketawa cekikikan.

“ishh cece apaan sih, takut-takutin” anggit sendiri tak paham apa yang di maksud cece nia, apa lagi dia sendiri gak ada cowok. Dan anggit teringat ansel, apa mungkin cece nia tau soal itu.

“udah lanjut kerja sana” pinta cece nia sambil kedipin matanya ke anggit. Ia pun mengambil tasnya dan langsung pergi lagi entah kemana.

“jangan- jangan cece nia tau aku kenal dengan ansel?” ucapnya pelan sambil berjalan ke depan toko.

“gak, gak mungkin cece nia tau, aku sama ansel pun gak ada hubungan apa-apa”

“kalau sampai cece nia tau,”

“ahh pasti bakalan salah paham” pertanyaan yang terus keluar untuk dirinya sendirinya sampai ia tak sadar mengacak acak rambutnya sendiri.

“Napa lo? “ suara ansel tepat di sampingnya, perlahan anggit menoleh dengan tangan yang masih di kepalanya.

“plakk” tanganya langsung menampar dada ansel cukup kencang. Itu cukup membuat ansel menjerit.

“wah udah gila ini anak” ucapnya mendesis sambil memegang dadanya yang nyeri karena tamparan anggit.

“lo yang kayak setan, muncul tiba-tiba” omel anggit yang langsung merapihkan rambutnya dengan jari-jari tangan.

Ansel melirik ke kantong belakang anggit, terlihat setengah dari satu bungkus kondom yang masih utuh. Matanya langsung melirik tajam kearah anggit.

kenapa anggit mempunyai satu bungkus di kantongnya. Apa mungkin dia berjaga-jaga kalau gue macam-macam sama dia. Ansel terus berpikiran liar soal itu.

“oh ini kopi.. Jangan nolak ini gratis” lanjut ansel kasih kopi yang ia beli tiga. Satunya buat anggit.

“Gue ngak ngopi.. Lambung Gak kuat”

“ouh.. “ angguk ansel.

“tapi kalau belum makan itu juga hehe” anggit langsung ambil dari tangan ansel.

“Yeeee.... “ desis ansel antara kesal, rasanya mau ia jitak kepalanya.

“Oh ia.. Nanti malam gue gak nginap disini. Ada urusan” ansel langsung mengambil tas kecilnya. Dan mengambil satu buah koleksi jam tangan rolexnya dengan jenis Rolex Gmt Mater Ii 116710 Bnlr.

“yakin?, gue gak mau bukain pintu kalau udah tutup” ucap anggit dengan nada serius.

“Ia yakin. “ senyum tipis keluar dari ansel, Ucapnya dengan sepenuh hati. Ansel langsung melangkah pergi menuju toko jam tangan rolex.

Berharap ia bisa menjual dengan harga bagus, dengan begitu ia bisa bertahan beberapa bulan.



Bersambung.

#Note. update tipis ya hu,... mumpung sempet..
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd