Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Tono dan para wanitanya... Arc 2 : Intan

The EX 01 - Chapter 54
Timeline : 2010 Februari

--POV Rency--

Pekerjaan ku di pabrik sekarang sudah mulai banyak dengan mulai belajar menjadi asisten utama om Chen menggantikan pak Ruli. Banyak hal yang harus aku kerjakan sekarang, termasuk untuk perjalanan keluar negeri om Chen. Untuk bulan ini om Chen ada urusan ke Thailand dan pak Ruli mencoba melepasku dari bimbingannya. Semacam trial untuk ku kerjakan sendiri. Aku mengurusi semuanya dari jadwal selama di Thailand, memesan hotel untuk menginap, dan menyewa mobil.

Saat ini aku juga sudah pindah ke kost baru sejak dari awal Februari ini. Sebelumnya aku ingin pindah bulan depan di awal Maret tetapi bulan depan rasanya aku terlalu sibuk dan tidak sempat untuk mengurus pindahan. Di tempat kost ku yang baru ini sekarang membuat ku tenang. Di pagar ada security nya yang berjaga bergantian selama 24 jam dan juga kamar yang ku huni di lantai 4 khusus untuk cewek saja.

Hal ini membuat ku sudah terbebas dari pak Anto dan mas Sapto. Sudah hampir 1 bulan sepertinya aku tidak lagi melayani mereka mulai dari mens terakhir ku bulan lalu sampai sekarang. Bahkan aku juga sudah tidak sempat lagi untuk “bermain” dengan siapapun karena kesibukanku. Dengan job desc baru dan juga skripsi yang harus ku kejar, rasanya sehari 24 jam sangat kurang.

Di kantor pun aku menghindari untuk bertemu dengan pak Anto. Kalau ada berkas yang butuh di tanda tangani sekarang aku lebih memilih untuk mengantar lewat OB kantor. Dan kalau response nya lambat, aku segera mengadukan ke HRD. Hampir saja pak Anto kena SP karena sengaja mengulur-ulur waktu biar aku sendiri yang kesana.

Hubungan ku dengan Tono yang rasanya semakin memburuk membuatku lebih memilih menyibukkan diri di pekerjaan dan menyelesaikan skripsi ku secepat mungkin. Walau terkadang kami masih jalan-jalan berdua saat weekend. Tapi hanya seperti menghabiskan waktu bersama tanpa menikmati setiap momen nya lagi. Walau begitu sikap Tono kepadaku tak berubah, tetap seperti biasanya. Mungkin hanya aku yang sudah mulai lelah dengan Tono dan semua permainan kami.

Besok aku akan berangkat ke Bangkok untuk menemani om Chen mengurus beberapa urusan dengan client nya disana. Tono yang aku beritahu tentang ini tetap saja menyuruhku untuk menggoda om Chen. ini membuat ku marah dan mengatakan kalau Tono tetap memaksaku, aku lebih memilih putus darinya.

--next day--
Pagi-pagi aku sudah harus sampai lebih dulu di bandara untuk mengurus surat-surat dan check in dulu di bandara. Setelah itu aku tinggal menunggu om Chen untuk datang. Hari ini beliau diantar oleh supirnya ke bandara.

Om Chen : “hai Ren...sudah beres semua?”
Rency : “sudah pak. Ini tiketnya. Tinggal saya masukkan bagasi bapak saja.”
Om Chen : “kalau diluar kantor jangan panggil pak Ren.”
Rency : “eh iya maaf om.”
Om Chen : “panggil papa aja juga gak apa Ren. kan kamu calon mantu saya. Haha”
Rency : “eh iya om. Maaf belum biasa. Hehe”

Om Chen : “ngomong-ngomong gimana skripsi mu? Lancar?”
Rency : “lancar om. Ini saya juga terima kasih boleh pakai kasus yang ada di pabrik.”
Om Chen : “iya sma-sama. Gak apa apa kalau kamu ambil kasus di pabrik. Toh juga nanti kalau berhasil yang untung juga pabrik kita kan.”
Rency : “iya om”

Om Chen : “terus ada kendala gak buat risetnya?”
Rency : “hmm..***k ada kok om sudah semua. Saya juga sudah pegang data data arsip nya.”
Om Chen : ”bagus lah kalau begitu. Saya berharap banyak dari kamu untuk nanti mendampingi Nico memegang pabrik.”
Rency : “iya om. Tapi om saya mau nanya nih om. Mungkin saya agak kepo. Katanya ko Rico mundurin nikahannya lagi ya om?”

Om Chen : “iya itu Ren. aku juga gak tau kenapa si Rico sekarang seperti ragu sama calonnya. Dia selalu mengulur-ngulur waktu gak jelas kenapa. Saya juga jadi malu sama calon besan saya. Untung saja mereka keluarganya open minded jadi ya tidak seberapa memusingkan hal itu. Maklum pacarnya Rico sekeluarga tinggal di Ausie.”
Rency : “oh gitu ya om. Mereka awalnya ketemuan dulunya gimana om?”

Om Chen : “iya mereka temen kuliah di Melbourne. Terus deket dan ternyata keluarganya juga dari Indonesia. Masih Chinese Indo lah yang buka usaha disana.”
Rency : “hmm begitu ya om. Sudah lama berarti ya mereka pacarannya. Eh maaf om jadi kepo saya. Hehe”
Om Chen : “gak apa Ren. kan kamu sudah saya anggap keluarga juga.”
Aku sempat curiga jangan-jangan ko Rico mengundurkan pernikahannya gara-gara aku. Sebenarnya pacar ko Rico jauh lebih cantik daripada aku. Cuma memang untuk urusan boobs aku tidak kalah.

Tak lama kemudian terdengar panggilan untuk masuk ke pesawat dan kami pun mengantri masuk. Sesampai ku di Bangkok, aku yang mengurusi semua mulai agak keteteran. Om Chen yang tau aku mulai agak panik karena jemputan mobil sewaan belum datang memberikan bantuannya. Beliau menelpon langsung ke tempat penyewaan mobil dengan agak marah-marah dalam bahasa Thailand. Aku terkejut beliau bisa banyak bahasa. Setelah menunggu sekitar 30 menit akhirnya mobil penjemputan datang juga dan kami segera ke hotel.

Aku membooking hotel dengan 2 kamar dan 1 meeting room. Om Chen tinggal di president suit seperti biasanya. Sedangkan aku di kamar biasa di 1 lantai bawahnya. Acara hari ini cukup banyak, nanti sore sekitar jam 4 waktu Thailand kami harus meeting di hotel tempat kami menginap. Aku sudah membookingkan ruangan meeting untuk beberapa hari kedepan juga. Besok jadwal kami ke daerah Kanchanaburi untuk ke pabrik client dari om Chen.

Meeting kali ini untung saja client nya berbicara dalam bahasa Inggris. Kalau saja dalam bahasa Thai mungkin aku tidak bisa mengikuti karena tidak paham mereka berbicara apa. Meeting baru selesai sekitar jam 7 malam dan kami langsung makan bersama di resto hotel dengan client. Client om Chen juga menanyakan kemana asisten nya yang kemarin dan kenapa digantikan oleh ku. Om Chen yang menjaga profesionalitas memperkenalkan ku hanya sebagai asistennya (bukan sebagai pacar Nico anaknya) dan asisten yang kemarin dipindah tugaskan ke tempat lain.

Client om Chen juga memuji kalau pintar mencari asisten yang cantik. Aku yang tersanjung juga hanya bisa mengucapkan terimakasih. Hari ini aku mengenakan dress terusan berwarna krem dan tertutup tidak memperlihatkan belahan dada ku seperti biasanya. Tetapi karena dress ini press body tetap saja membuat payudaraku menonjol. Aku melihat 4 client om Chen yang semuanya laki-laki ini tak melepaskan pandangannya ke arah payudaraku.

Salah satu client om chen ada yang mencoba PDKT kepadaku dengan menanyakan apakah aku masih single, lalu kesukaan ku apa, lalu banyak hal lagi yang ditanyakan olehnya. Demi menjaga nama baik om Chen, mau tak mau aku meladeni omongannya. Namanya pak Kao, masih muda memang dia umur 30 dan belum berkeluarga juga masih single. Beliau bukan orang asli Thailand juga, asalnya dari Taiwan dan kebetulan saja karirnya yang membuat dia berada di Thailand sekarang.

Sebenarnya aku agak risih juga diajak ngobrol seperti ini karena pak Kao terlihat jelas seperti orang yang PDKT bahkan saat makan tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk “mengorek” informasi tentangku. Terlebih lagi pandangannya tak lepas ke arah “situ”. Ditambah lagi aku kan juga pacarnya Nico, anak dari om Chen.

Sekitar jam 9 malam akhirnya selesai sudah, aku dan om Chen kembali ke menuju kamar masing-masing.
Om Chen : “Ren sory ya, tadi ada client kita yang kurang ajar” nampaknya om Chen juga melihat gerak gerik para client nya yang kurang sopan kepadaku tadi.
Rency : “eh iya om gak apa kok. Saya yang sebenarnya kurang enak hati juga bukan karena perilaku mereka, tapi lebih ke personal om. Saya kan pacarnya anak om. Terus ada yang godain saya gitu saya nya yang malah gak enak hati ke om.”

Om Chen : “oh untuk itu saya malah gak apa Ren. saya tau kamu berusaha seprofesional mungkin juga kan untuk meladeni setiap client kita. Jadi saya tidak ada masalah kok.”
Rency : “makasih ya om. Eh saya sudah di lantai saya. Saya duluan ya om.”
Om Chen : “iya Ren, besok jangan panik lagi kalau ada hal yang diluar kendali kamu. Sama istirahat yang cukup juga besok kita ke luar bangkok soalnya.”
Rency : “baik pak...eh om...selamat malam...”

Setelah itu aku kembali ke kamar dan mengecek hape ternyata ada sms dari Tono dan Nico. Karena aku sudah cukup lelah untuk hari ini maka aku abaikan saja dan segera tidur karena besok masih banyak yang harus ku kerjakan terlebih dahulu. Aku tak ingin kejadian lagi seperti hari ini ada kendala di transportasi.

--next day--
Hari hari berikutnya aku dan om chen meeting dengan client nya di pabrik yang berada di daerah Kanchanaburi dan menghabiskan waktu di jalan sekitar 6 jam pulang pergi dari hotel kami yang di Bangkok. Selama 2 hari kami bolak balik dari Bangkok ke Kanchanaburi. Hari berikutnya sudah tidak ke pabrik dan meeting terakhir dilaksanakan di hotel tempat kami menginap lagi.

Setelah meeting terakhir hari ini yang dilaksanakan di hotel, client kami mengundang kami untuk ke club malam. Aku hanya mengikuti om Chen saja dan om Chen tidak masalah dengan hal ini. Seperti merayakan kesepakatan bisnis mereka dan karena aku juga sebagai asisten om Chen disini aku juga di undang untuk ikut. Tapi sebelumnya om Chen berpesan kepadaku.
Om Chen : “Ren...kamu join ya ke club ini sekali sekali. Tapi nanti apapun yang terjadi disana jangan beritahu Nico atau istri saya ya.”
Rency : “baik Pak...”

Kami akhirnya berangkat menggunakan mobil masing-masing. Aku dan om chen beserta sopir yang kami sewa. Sedangkan client kami berangkat sendiri dengan mobilnya. Awalnya aku tidak mengerti apa yang dimaksud om Chen. Tetapi setelah disana akhirnya aku paham. Client om Chen “menjamu” dengan menyuguhkan wanita dan minuman keras.

Aku yang hanya bisa menemani om Chen kali ini kembali “diganggu” oleh pak Kao. Terlebih lagi hari ini aku mengenakan pakaian yang sedikit “mengundang”. Atasan kemeja putih dengan kancing yang kubuka 3 dan dalamnya dipadukan dengan tanktop putih lalu bawahan rok krem. Pak Kao mengajakku untuk minum sedangkan om Chen aku lihat sudah “bersenang-senang” sendiri.

Pak Kao menyuguhi ku wine dan untuk menghormatinya aku pun meminumnya sedikit pada awalnya. Tapi entah kenapa makin lama aku tak sadar menghabiskan cukup banyak dan mulai sedikit mabuk. Untungnya kesadaran ku masih ada dan aku menolak ketika diberikan lagi oleh pak Kao. Disisi lain aku melihat om Chen sudah mabuk dan ditemani oleh 2 wanita di kanan dan kirinya.

Karena aku menolak untuk minum lagi dengan alasan sudah tidak kuat lalu pak Kao mengajakku melantai. Kami pun akhirnya berdansa di lantai berdua dan kurasakan pak Kao seperti curi-curi kesempatan dia meraba-raba tubuhku. Hal ini membuat gairah ku juga bangkit. Walau hanya sentuhan pelan dari luar membuatku entah kenapa tiba-tiba horny.

Mungkin karena sudah sekitar 1 bulan aku tidak melampiaskan nafsuku sama sekali. Akhirnya aku pun mulai berdansa dengan lebih hot dengan pak Kao. pak Kao yang sepertinya mendapatkan lampu hijau dariku mulai memelukku dari belakang sambil tetap berdansa. Aku merasakan penisnya yang sudah tegang mulai digesek-gesekkan ke belahan pantatku. Tangannya yang awalnya memeluk perutku mulai iseng naik dan sedikit meraba underboob ku lalu mulai sedikit meremas dari bawah. Aku yang sudah mulai bernafsu juga hanya membiarkannya melakukan semua itu kepadaku.

Untungnya tak lama kemudian rekan pak Kao memanggilnya dan ternyata om Chen sudah ingin kembali ke hotel kalau tidak aku sudah pasti juga tidak bisa mengendalikan nafsuku lagi. Entah ini dianggap keberuntungan atau malah kesialan karena akhirnya nafsuku menggantung begitu saja. Kami (aku dan om Chen) akhirnya kembali ke hotel, awalnya mereka menawarkan untuk mengantar kami. Tapi aku menolak tawaran mereka karena sudah membawa mobil sewaan sendiri beserta sopirnya.

Aku dan pak Sopir membopong om Chen yang sudah mabuk parah ke dalam mobil. Meski masih bisa berjalan tetapi beliau sudah seperti orang yang hilang kendali atas dirinya sendiri. Ucapannya juga meracau tidak jelas. Setelah sampai di hotel, aku dibantu oleh bellboy untuk mengantar om Chen ke kamarnya. Aku rebahkan om Chen di kasurnya setelah itu bellboy tadi aku beri sedikit tips beberapa baht.

Rency : “om Chen, saya kembali dulu ke kamar saya ya. Kalau butuh apa-apa om chen bisa BBM saya saja.”
Om Chen : “tunggu dulu...sini...temani saya dulu...”
Rency : “baik om.” aku mengira mungkin om Chen butuh sesuatu atau mungkin akan memarahiku karena tadi berani mengambil keputusan sendiri saat diberi tawaran untuk diantar client kami. Tapi ternyata om Chen malah menarik tanganku yang membuatku tertarik ke kasurnya.

Rency : “eh… om Chen… mmmmhhhhh...om chen...” tak lama kemudian om Chen sudah menindih tubuhku dan mulai menciumku.
Rency : “mmmhhh… om Chen… sadar om...mmmmhhhh...” om Chen tetap menciumi ku dan berusaha memasukkan lidahnya kedalam mulutku. Aku berusaha melawan dengan mendorong om Chen tetapi tenaga om Chen yang lebih kuat dariku akhirnya mengunci tangan ku.
Rency : “mmmmhhhh….mmmhhhhh….”

Aku yang diperlakukan demikian lama-lama akhirnya menyerah juga karena tidak bisa menahan lagi nafsuku sendiri yang tertahan sedari tadi. Aku sudah pasrah dan membiarkan lidah om Chen menjelajahi rongga dalam mulutku. Kami akhirnya mulai french kiss di atas kasur lalu tangan om chen meremas remas payudaraku. Perlahan lahan om Chen membuka pakaianku sampai tersingkap semua atasan yang kukenakan.

Rency : “mmmhhh...mmmhhhh...mmhhh...ohs...mmmhhh...” sambil tetap berciuman, om Chen mulai merangsang ku dengan memainkan payudaraku. Beliau mulai meremas-remas dan memilin puting payudaraku. Aku pun mulai menikmatinya dengan memejamkan mata dan memeluknya.
Rency : “ohs...om...terus om...oohs...” ciuman om chen akhirnya turun ke payudaraku kemudian menghisapnya bergantian kanan dan kiri.

Tak lama kemudian om Chen membuka celananya dan terbebaslah sudah penisnya dari dalam. Ternyata sudah keturunan genetik, penis om Chen tidak kalah besar dibanding ko Rico dan Nico. Beliau menyingkap keatas rok ku dan dengan sentakan kasar menarik turun melepaskan celana dalam ku. Setelah terlepas, om Chen kembali memeluk ku. Aku pun merasakan kepala penisnya mulai menggesek-gesek labia mayoraku.

Penisnya perlahan lahan mulai menusuk masuk sedikit demi sedikit.
Rency : “aahs...om...aahs...aahhs...om...aahhs...OOOHH….” akhirnya semua penisnya masuk kedalam dan om Chen menggenjotku dengan ritme yang kencang.
Rency : “aahhs...ooohhh...yes...om...ooohhh...aacchh...achhh...”
Om Chen : “ungghh...unggghh...call me daddy you bitch….ungghh...unggghhh” plak plak plak…
Om Chen menggenjotku sambil menampar payudaraku.

Rency : “oochh..yes...daddy...ooochhh...fuck me...ooocchhhsss...ooocchh...” karena terlalu bernafsu, om Chen menarik tanktopku sampai sobek karena tanktop yang kukenakan memang berbahan tipis. Genjotan om Chen yang semakin cepat membuatku terguncang-guncang diatas kasur.
Rency : “ooochhh...yes...ooochhhh...terus...daddy….oochh...oooochhhss...” penis om Chen yang panjang dan gemuk ini aku rasakan seperti menusuk-nusuk area bibir cervix ku.

Rency : “oochh...daddy...ooochh...fuck me...aaachhh...impregnate me daddy...aaaccchhhss” akhirnya aku memperoleh orgasme pertama ku dan om Chen tetap menggenjotku meski tau sekarang aku sedang mengejan-ngejan. Bibir cervix ku pun mengecup ngecup kepala penisnya seakan ingin dimasuki lebih dalam lagi. Dan akhirnya hantaman demi hantaman seperti membukakan jalan untuk kedalam rahimku.

Sekitar 20 menit om Chen menggenjot ku dan tiba-tiba beliau mencium bibirku lagi.
Rency : “oohhs...oohhss...mmmmhhh...mmmmmmhhh….NNNGGGGGHHHHH” om Chen yang sedang menciumku melesakkan penisnya dalam dalam dan menyemburkan spermanya tepat di bibir cervixku sehingga spermanya langsung masuk semua ke rahimku. Aku yang terkejut menerima semburan panas spermanya reflek mengaitkan kaki ku ke om Chen dan memeluknya erat-erat. Om Chen juga seperti terus menekan kedalam agar penisnya bisa masuk lagi. Nampaknya vaginaku tidak cukup untuk menampung semua panisnya karena terlalu panjang.

Rasanya cukup lama om Chen menahan tubuhnya yang menindih tubuhku dengan tetap melesakkan penisnya didalam akhirnya beliau menarik penisnya dan menyuruhku untuk ganti posisi merangkak di kasur. Om Chen kemudian menggesek-gesekkan lagi penisnya di labia mayoraku dan menjambak rambutku dengan melesakkan penisnya kembali sedalam mungkin.

Rency : “AUCHH….AAACHHH...ACHH...AAACHHH...AACHHH...YES...AACHHHSS...” kembali aku disetubuhinya dengan posisi doggy style sekarang. Aku pun bebas mengerang-ngerang keenakan sambil meremas kasur.
Om Chen : “UNGGHH...UNGGHH...im gonna make you dead with my dick...UNGGHH you sexy bitch...UNNGGGHHH...” plak plak plak plak… om Chen mulai menampar nampar pantatku.
Rency : “OOCHH...OOOCHH...FILL ME WITH YOU CUM DADDY...OOOCHHH...OOCHH”

Sekitar 10 menit kemudian…
Rency : “ACH...AACHHSS...FASTER DADDY...AACHH...AAAAARRGGHHHHHH” akhirnya om Chen memegang pinggulku dan kembali melesakkan penisnya dalam dalam sampai menembus bibir cervix ku kemudian langsung menyemburkan spermanya didalam rahimku.

Tak lama kemudian aku dan om Chen yang sudah lelah ambruk di kasur. Kami pun tertidur berdua diatas kasur yang sudah basah oleh keringat dan berantakan karena pergumulan tadi. Aku pun tertidur membelakangi om Chen dan beliau memelukku dari belakang.

--next day jam 6 pagi--
Om Chen : “astaga. Apa yang sudah aku perbuat semalam...” om Chen terduduk dikasur dan akupun terbangun dari tidurku. Aku yang semalam masih sadar dengan apa yang kami perbuat hanya termenung sekarang duduk disamping om Chen dan menutupi tubuhku yang terbuka ini dengan selimut.
Om Chen : “maafin om ya Ren. semalam om gak sadar. Kamu gimana? Kamu gak apa-apa?”
Rency : “iya om… sudah tidak apa-apa...”
Om Chen : “tapi kan kamu sudah saya anggap anak sendiri. Calon menantu saya. Aduh..maafin om ya Ren...om benar-benar tidak sadar.”

Aku yang melihat om Chen masih panik, ingin aku menenangkannya.
Rency : “cuupp... gak apa kok om… sudah yang semalam biarlah sudah. Saya tahu om tidak sadar semalam. Sudah ya om...jangan dipikirin lagi...” aku pun mencium dan merangkul lengannya.
Om Chen : “terimakasih ya Ren. om benar-benar minta maaf ke kamu. Tolong rahasiakan kejadian ini ya.”

Rency : “iya om..tapi aku punya 1 syarat..hihi”
Om Chen : “syarat apa Ren?” om Chen yang kaget kini menatapku.
Rency : “puasin aku lagi sekarang...mmmhhh...” aku pun mencium om Chen dan akhirnya persetubuhan kami berlanjut pagi ini. Om Chen yang kuberi lampu hijau tidak menyia-nyiakan kesempatan dan langsung “menghajarku” habis-habisan sampai kami berdua kelelahan dan kembali tidur berpelukan di kasur.

Saat bersetubuh dengan om Chen, aku tahu ternyata beliau punya fantasy yang ingin menyetubuhi putrinya dan sekarang aku bisa mewujudkan hal itu untuknya. Beliau sangat -sangat berterima kasih kepadaku karena aku mau untuk “melayani” keinginannya dan tetap menjaga rahasia kami berdua dari keluarganya. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana nanti bila aku menjadi anggota keluarganya dengan memilih Nico daripada Tono.

Karena hari ini tidak ada jadwal untuk bertemu client dan pesawat kami masih besok. Seharian kami gunakan untuk bergumul didalam kamar hotel. Kami memuaskan semua hasrat dan fantasy yang ada dibenak om Chen yang selama ini hanya bisa dia simpan sendiri. Aku pun tak menceritakan ini kepada Tono. Walau hanya untuk saat ini.

--1 bulan kemudian Maret 2010--
Pagi ini aku terbangun dan tidak enak badan rasanya. Aku merasakan mual-mual yang terlalu sangat. Sampai-sampai aku harus izin hari ini tidak ke kantor dan ke kampus untuk bimbingan skripsi. Padahal hari ini ada jadwal untuk meeting pagi jam 9 sampai jam 12, lalu jam 3 sore aku harus ke kampus untuk menemui pak Robi.
Rency : “hoekk...hoeekk…..hoekk...” pagi ini aku muntah-muntah di kamar mandi. Segera aku hubungi Tono untuk menemuiku di kost.

Rency : “yank...kesini dong...aku gak enak badan nih...”
Tono : “wah..kenapa yank? Aku segera meluncur ya terus kita ke RS.”
Rency : “ok yank...aku tunggu...bawa mobil aja yank...”
Sekitar 1 jam kemudian Tono datang dan dia melihatku lemas karena sedari tadi muntah-muntah akhirnya membopongku kedalam mobilnya lalu kami menuju ke RS terdekat.

Setelah di cek ternyata aku tidak apa-apa. Hanya saja aku sedang hamil sekarang. Seketika itu aku kembali shock. Setelah keluar dari rumah sakit, Tono mengintrogasiku.
Tono : “yank...sudah 2 bulan kita gak berhubungan badan. Sekarang aku tanya, ini di dalam anak siapa?”
Rency : “emmm...maaf ya yank...aku gak cerita ke kamu...ini...”
Tono : “anak siapa? Jangan bilang pak Anto? Atau si Sapto yang kayak preman itu?” belum selesai aku bicara sudah dipotong oleh Tono.

Rency : “bukan yank...”
Tono : “terus siapa? Kamu sudah berhubungan dengan siapa sebulan ini?“
Rency : “emm...maaf aku gak cerita ke kamu...aku sudah gak berhubungan dengan pak Anto maupun mas Sapto...”
Tono : “terus siapa? Pacar gelap kamu si Nico?”
Rency : “dengerin dulu yank...aku susah ini mau ngomongnya darimana...aku mau minta maaf ke kamu sebelumnya karena aku gak cerita...aku gak cerita kalau di Thailand kemarin aku berhubungan dengan om Chen...”

Tono : “hah?”
Rency : “iya, om Chen perkosa aku pas dia mabuk tapi akhirnya aku yang sukarela melayaninya...sekarang kamu puas sudah kan...aku sudah melayani om Chen seperti yang kamu mau...dan hasilnya ini...puas kamu Ton...”
Entah kenapa aku yang awalnya ingin meminta maaf ke Tono sekarang malah marah-marah ke Tono.

Tono : “kok kamu gak pakai pengaman sih yank?”
Rency : “ya mana aku sempet juga yank minta om Chen buat pakai pengaman dulu...hikss...kamu kan tau...aku divonis susah hamil gara-gara kista ovarium ku...hikss...hikss...tapi sekarang aku hamil lagi...hikss...” dan sekarang mood ku sedang tidak karuan. Tiba-tiba aku jadi sedih sekarang. Tono yang melihatku menangis kini memelukku dan dia mencium keningku.

Tono : “maaf ya yank...”
Rency : “aku gak butuh maaf mu yank… aku minta kamu buat tanggung jawab nikahin aku.”
Tono : “iya yank...aku akan tanggung jawab...tapi setelah aku selesaikan skripsi ku ya...dan aku ingin kamu yang ikut aku...”
Rency : “aku bisa nunggu kamu setelah selesai skripsi...tapi untuk pindah ke kamu...aku masih gak bisa yank...kamu aja yang ikut dengan ku...” aku mulai keras ke Tono agar ia mengerti kalau aku tidak bisa “pindah” ke sisi dia dan Tono hanya terdiam tidak menjawab atau meng-iya-kan omonganku barusan.

Tono : “sudah yuk yank...kamu aku antar balik ke kost dulu...biar kamu istirahat” akhirnya dia mengantarku pulang ke kost dan merawatku seharian disana karena aku tidak kuat untuk ngapa-ngapain. Lemas rasanya mual-mual terus. Aku pun mengambil cuti 1 minggu dari kampus untuk beristirahat. Tono pun tak tinggal diam, dia selalu merawatku seminggu ini. Bahkan ketika aku rewal pun dia tetap menemani disisiku.
 
The EX 01 - Chapter 55
Timeline : 2010 April

--POV Tono--

“Ah sialan...kenapa Rency hamil lagi sih...kenapa juga dia gak pakai pengaman...” aku jadi melamun sendirian di kampus dan tidak konsen untuk mengerjakan skripsi ku. Jujur saja aku suka dengan cewek yang “nakal dan kotor”. Tetapi hasilnya sekarang yang membuatku tidak siap mengambil tanggung jawab.

Bila Rency mau berpindah ke “sisi” ku setidaknya aku lebih tenang dan tidak galau mengambil sikap. Tetapi kenyataannya Rency yang ingin aku berpindah ke “sisi” nya. Hati nuraniku mengatakan tidak. Sudah cukup berdosa saat ini aku dengan semua kelakuanku. Aku tidak ingin lebih berdosa lagi dan menjadi kekal di neraka. Baru saat seperti ini saja aku ingat akan dosa. Sedangkan kemarin-kemarin, aku terus diumbar dengan hawa nafsu.

Lamunan ku di kampus tiba-tiba dibuyarkan dengan nada dering dari hape ku. Ada telpon masuk dari nomor yang sudah lama tidak aku lihat. Ternyata Rasti yang menelpon ku. Ada apa kah ini, tumben sekali dia menelponku sekarang. Sudah hampir 1 tahun rasanya kami tidak kontak-kontakan.
Tono : “halo...”
Rasti : “hai Ton...aku lagi di rumah nih...bisa ketemuan gak?” aku mendengar nadanya agak berat.

Tono : “Rasti...tumben?”
Rasti : “iya Ton… aku mau ketemu kamu nih sekarang… bisa?”
Tono : “kok mendadak banget? Diluar aja gimana?”
Rasti : “boleh deh… dimana Ton?”
Tono : “di mall **** aja aku tunggu di depan food court nya.”
Rasti : “ok Ton...aku berangkat sekarang...sampai ketemu ya...”

Akhirnya aku pun segera ke mall **** yang cukup dekat dengan kampus ku. Kurang lebih 30 menit menunggu akhirnya Rasti datang juga.
Rasti : “hai Ton. udah lama ya nunggunya?”
Tono : “enggak juga kok Ti. kamu apa kabar?” sebenarnya aku sudah malas bertemu dengan Rasti setelah dia lebih memilih teman kampus nya dibanding aku yang selama ini berjuang untuknya.
Rasti : “baik… kamu gimana kabar? Sudah lama loh kita gak kontak-kontakan.”

Tono : “iya...kan kamu sudah gak single lagi Ti… gak enak lah aku call kamu. Nanti cowok mu cemburu. Eh ya mana cowok mu? Gak kamu ajakin kesini?”
Rasti : “emmm… enggak Ton. aku sudah putus sama dia 1 bulan ini.”
Tono : “hah? Kok bisa? Emang putus kenapa?”
Rasti : “hmm...aku gak bisa cerita kenapanya Ton...”

Tono : “hmm...ayolah...aku penasaran nih...jadi kepo aku...hehe” karena aku penasaran akhirnya ku desak terus Rasti untuk cerita.
Rasti : “emm ya sudah aku ceritain. Tapi sambil jalan-jalan yuk.” akhirnya Rasti mau cerita juga dan dia mengajakku ngobrol sambil jalan.

Rasti : “emm Ton… sebelumnya aku minta maaf ya ke kamu. Soal kemarin aku lebih memilih teman SD ku yang ketemu lagi di kampus. Padahal aku tau kamu sayang banget kan sama aku.”
Tono : “ah sudah lah Ti...yang lalu lalu udah gak usah dipikirin.”
Rasti : “iya aku merasa sudah salah memilih Ton. kamu sudah maafin aku kan?”
Tono : “Ti Ti… aku sudah gak ada masalah, gak perlu ada yang dimaafkan dari kamu kok. Itu pilihanmu kan. Aku cuma berjuang sekuat tenaga ku saja dulu. Keputusannya kan tetap di kamu. Kalau kamu sudah memilih yang lain ya sudah aku gak apa apa kok. Santai.”

Rasti : “kamu baik banget sih Ton”
(gak tau aja Rasti aslinya aku bejad banget...) pikirku
Tono : “iya sudah gak apa jangan memuji muji gitu deh...jadi gak enak aku hahaha. Btw tadi katanya mau cerita kenapa putus.”
Rasti : “iya deh aku cerita tapi janji ya ini rahasia. Tadi aku mau cerita ke kamu dirumahku aja mumpung sepi jadi aku bisa leluasa cerita.”
Tono : “ya udah buruan cerita, mumpung kita lagi di lorong yang sepi loh.” kami berjalan sampai di lorong yang tokonya masih belum ada yang menempati karena mall ini sebagian baru selesai di renovasi untuk menambah space.

Rasti : “emm...gimana ya...aku malu ceritanya...”
Tono : hem..sudah kayak sama siapa aja kamu nih...cerita gih...aku ada disini kan buat dengerin kamu...”
Rasti : “iya Ton… emm aku yang putusin si samsul kemarin soalnya… dia sudah berani-beraninya gituin aku.”
Tono : “hah? Gituin gimana?” aku sedikit shock.

Rasti : “iya Ton. dia perkosa aku di kosannya bulan lalu. Akhirnya aku putusin dia.”
Tono : “hah? Serius?”
Rasti : “iya Ton mangkanya, aku merasa salah pilih kemarin dan bersalah banget ke kamu.”
Akhirnya Rasti melanjutkan ceritanya sambil berjalan. Aku yang mendengar cerita Rasti seperti antara simpatik dan juga tidak menutupi kalau aku puas Rasti kena batunya. Sambil terus berjalan-jalan, aku mulai menggandeng tangan Rasti dan dia tidak ada penolakan. Dia pun memeluk tanganku erat-erat.

Tono : “sudah ya Ti… gak usah dipikirin lagi yang kemarin. Sekarang aku temani kamu mau ngapain juga hayuk.”
Rasti : “beneran Ton… temani aku nonton yuk… aku yang bayarin deh...”
Tono : “ok… karena kamu yang bayarin, film nya juga terserah kamu aja.”
Rasti : “siap Ton”

Akhirnya sore itu kami menonton film di bioskop. Memang dasarnya aku saja yang sudah bejad, aku beranikan diri untuk mencoba mencium Rasti saat nonton. Saat Rasti aku cium, dia tidak menunjukkan penolakan dan justru menerimanya. Kami seperti bertukar ludah di dalam bioskop dan sudah tidak fokus untuk menonton. Kami berdua sudah terhanyut dalam perasaan yang mungkin selama ini kami pendam.

Setelah itu kami pergi ke arena bermain, untuk bermain bersama, mulai dari basket, pingpong meja, balapan, DDR, bahkan sampai mesin gacha ticket. Sudah seperti orang pacaran rasanya kami berdua sore ini. Setelah itu kami makan dulu di food court lalu aku mengantarkannya pulang. Saat diatas motor Rasti memelukku erat. Tapi seketika itu juga aku ingat kembali dengan Rency. Orang yang sebenarnya aku cintai bukan Rasti, tapi Rency.

Sekitar 1 jam kemudian kami sudah sampai di rumah Rasti.
Rasti : “makasih ya Ton buat hari ini.”
Tono : “iya Ti...sama-sama, sudah gak sedih lagi kan?”
Rasti : “iya Ton...makasih ya… emm… Ton...” Rasti memegang tanganku.
Tono : “iya Ti?kenapa?”
Rasti : “emm...kita jadian yuk...”

Mendengar hal ini seketika itu aku sedih. Air mata ku mengalir tak bisa kubendung lagi. Aku harus tegas kali ini.
Tono : “emmm...Ti...maaf ya… aku gak bisa. Aku sebenarnya sudah punya pacar. Meski beda agama. Tapi aku sayang sama dia. Doain aja ya biar dia mau ikut aku. Diluar sana juga masih banyak kok yang lebih baik dari aku.”
Dengan menangis juga Rasti menjawab.
Rasti : “iya Ton… maaf ya… ini salah ku juga. Aku yang melewatkanmu demi cinta pertamaku yang ternyata tidak sebaik kamu. Tapi… kita tetep berteman kan?”
Tono : “iya Ti… sampai kapanpun, kamu tetap sahabatku kok. Aku janji...”
Akhirnya kami mengikat janji kelingking (pinky swear) untuk tetap bersahabat.

Tono : “sudah ya Ti… aku balik dulu… kalau ada yang gangguin kamu, bilang aja ke aku ya. Hehe… sudah jangan sedih...” aku mengusap kepalanya.
Rasti : “iya Ton...hati-hati ya pulangnya...”

Setelah itu aku tancap gas dan berfikir lagi dijalan.
(Bego banget sih Tono, seharusnya sudah tinggalkan saja Rency. Rasti kan sudah open buat kamu. Dia yang kamu kejar-kejar dari SMP akhirnya baru ngasih lampu hijau sekarang. Malah kamu sia-siakan dan pengen sahabatan aja. Sudah gak waras mungkin kamu Tono Tono.) rasanya hati nuraniku mengumpat karena kebodohanku “LAGI”.


Timeline : 2010 Agustus

--POV (masih) Tono--

Tak terasa sudah bulan Agustus dan kehamilan Rency menginjak usia yang ke 6 bulan. Perutnya yang semakin membesar sudah tidak bisa ditutupi lagi. Hal ini membuatku bingung. Terlebih lagi skripsi ku yang gagal semester kemarin harus ku ulangi lagi. Aku yang semakin down tidak tahu harus bagaimana sekarang.

Kalau aku dan Rency menghadap ke orang tuanya, yang ada aku semakin dipersalahkan. Sedangkan anak yang berada di dalam kandungan Rency bukan anak ku. Ingin ku teriak rasanya dan mungkin saja sebentar lagi aku jadi gila bila tak kuat mental. Aku cinta dengan Rency, tapi aku tak siap untuk bertanggung jawab. Terlebih lagi aku belum punya penghasilan sendiri. Selama ini aku masih meminta uang ke orang tua ku. Bagaimana nanti aku bisa menghidupi Rency dengan statusku yang masih pelajar pengangguran ini.

Rency juga seperti selalu memaksaku untuk ikut beribadah dengannya setiap hari minggu. Mulai dari memintaku mengantar jemputnya, bahkan sampai terkadang aku dikenalkan ke teman di tempat ibadahnya. Ini sungguh bertentangan dengan jiwa ku. Aku tak ingin sama sekali pindah ke “sisi” Rency. Entah karena ego ku sebagai laki-laki yang harus memimpin atau memang iman ku masih tebal. Aku tak ingin ikut ke sisi Rency.

Aku semakin sering bengong dan melamun sekarang menghadapi semua ini. Aku dan Rency tidak bisa menutupi masalah ini terus menerus. Dan benar saja, akhirnya semua terbongkar saat keluarga Rency mengunjunginya di kost karena sudah tidak pernah pulang. Keluarganya shock melihat Rency yang tengah hamil 6 bulan sekarang dan aku kembali dipanggil untuk disidang.

Orang tuanya bertanya kepadaku, kapan aku akan menikahi Rency, kapan aku ikut beribadah dengan mereka. Tetapi aku hanya bisa diam saja tidak menjawab. Pukulan dan tamparan papa Rency kembali kuterima dan aku hanya bisa tetap diam. Sahabat-sahabat Rency juga shock mengetahui Rency sekarang “hamil” lagi. Sahabat-sahabat Rency tak begitu saja menyalahkanku, karena sebelumnya mereka sudah mendapatkan penjelasan dari Rency tentang siapa bapak dari anak ini sebenarnya. Mereka hanya marah kepadaku karena aku tidak bisa menjaga Rency dan menjadi laki-laki dengan bertanggung jawab.

“Ah yang benar saja, masa aku harus bertanggung jawab atas apa yang tidak kulakukan” ego ku pun muncul. Sebenarnya ini semua juga salahku. Kalau saja Rency tidak aku suruh untuk tampil sexy dan menunjukkannya agar orang-orang tergoda. Mungkin sekarang hal ini semua tak akan terjadi. Mungkin juga aku bisa mengajak Rency pindah ke “sisi” ku. Tetapi semua rasanya sudah terlambat.

Dihadapan orang tua Rency, aku cuma bisa meminta maaf dan meminta waktu. Karena jujur saja aku tidak tahu harus bagaimana saat ini. Terlebih lagi bila orang tua ku tahu. Tak mungkin aku bilang yang sejujurnya kalau aku yang menyuruh Rency untuk bermain dengan “Bos” nya. Tak mungkin juga aku cerita semua kejadian yang terjadi pada Rency ke orang tua ku. Terlebih lagi tak mungkin juga aku cerita kalau keluarga Rency ingin aku untuk pindah ke “sisi” mereka.



Timeline : 2010 September

--POV (masih) Tono (lagi)--

Akhirnya kandungan Rency menginjak 7 bulan dan orang tuanya tetap menagih ku untuk bertanggung jawab segera menikahi Rency. Aku sadar mereka menekan ku karena aku sebagai pacar dari Rency. Dalam tekanan seperti ini rasanya sudah tidak bisa lagi aku untuk fokus segera menyelesaikan skripsi ku. Itu artinya semakin lama aku akan lulus. Semakin lama juga aku tidak bekerja.

Saat aku galau seperti ini tiba-tiba saja ada panggilan masuk dari nomor yang tidak aku kenal.
“Halo...ini Tono ya? Pacarnya Rency?” ternyata suara cowok yang menelpon
Tono : “iya ini siapa ya?”
Nico : “ini gua Nico. lu pasti tau gua siapa kan?”
Tono : “oh Nico… ada apa Nic? Kamu tau nomer hape ku darimana?”
Nico : “dari Rency. Bisa ketemuan gak?” wah ini Nico mengajakku ketemuan bisa bahaya bila aku berangkat sendiri dan di tempat yang tidak aku ketahui. Apalagi nada nya kelihatannya tinggi.
Tono : “boleh, di parkiran motor mall **** jam 7 malam ini ya.”
Nico : “ok gua tunggu lu disana.”

Aku pun mengajak Handy sore ini untuk ke mall ****. Untuk jaga-jaga saja bila terjadi apa-apa. Aku memilih parkiran motor karena tempat itu terbuka dan ada cctv untuk meminimalisir bila ada kejadian pengeroyokan kepadaku. Setelah mendekati jam 7 malam, aku menuju ke parkiran motor dan aku menunggu disana. Tak lama kemudian Nico muncul.

Nico : “Lu Tono ya?”
Tono : “iya...” ternyata dia cukup sopan datang sendiri dan mengajakku bersalaman.
Nico : “gini Ton. gua sudah tau Rency sekarang hamil. Dia selama ini gak mau gua temui soalnya pengen nyembunyiin ini. Dan gua juga udah tau bukan lu pelakunya.”
Tono : “terus? Mau lu apa nih ngajakin gua ketemuan disini?” ingin rasanya aku bilang kalau pelakunya bapaknya.
Nico : “ok to the point aja. Gua mau lu pergi dari kehidupan Rency. Biar gua yang tanggung jawab anak dari Rency nanti.”

Nico : “gua tau lu beda agama kan sama Rency. Dan lu juga gak bisa kan pindah ke dia. Gua mau lu sudah gak ngehubungi Rency lagi. Menghilang dari kehidupan Rency.”
Tono : “enak aja lu. Meski yang lu omongin itu bener. Gua gak bisa pindah ke Rency.”
Nico : “sudah lah Ton. jangan keras kepala. Lu lebih tua dari gua. Lu gak mikir sama sekali itu anak di perut Rency gak ada yang tanggung jawab? Buat kebaikan bersama, gua yang ambil tanggung jawab ini. Pikirin lagi deh. Lu mau Rency sedih terus terusan hah?”

Kata-kata Nico seperti menampar ku saat ini. Aku yang tidak berani mengambil sikap, sudah keduluan sama bocah yang aku anggap masih ingusan ini.
Nico : “sudah gini deh. Lu pergi aja sudah dari kehidupan Rency. Biar gua yang tanggung jawab. Ini dari gua ada 25 juta buat lu.” Nico lalu menyodorkan amplop coklat berisi uang kepadaku.
Tono : “apaan nih? Lu mau gua pergi dari hidup Rency dengan ngebayar gua gini?”
Nico : “gini ya Ton. bukan gua mau nge hina lu atau gimana. Anggep aja ini pemberian dari gua. Rency juga lebih bisa gua cukupi kebutuhannya. Lu kan juga belum kerja. Anggep aja ini uang dari gua buat lu bikin usaha atau lu kelarin kuliah lu. Urusan Rency biar gua yang tanggung jawab.”

Mendengar kata-kata dari Nico ini membuatku sadar. Siapa aku yang sebenarnya. Cuma pengangguran yang kuliahnya tidak selesai selesai dan masih jadi beban orang tua.
Nico : “sudah ya Ton. gua cabut dulu. Gua harap lu bisa ngejauh dari Rency demi kebaikannya dia juga.”
Akhirnya Nico pergi dan meninggalkan segepok uang disebelahku. Aku pun mengambilnya dan memikirkan lagi kata-katanya. Benar juga rasanya. Aku akan hanya jadi beban Rency bila tetap berada disisinya tanpa memberi kejelasan.

Akhirnya kuputuskan sudah untuk tidak lagi menemui Rency dan benar-benar menghilang darinya. Semenjak itu aku tidak lagi membalas sms dari Rency dan mengangkat telponnya. Aku putuskan untuk menjauh dan pergi ke kota P**** menginap di rumah Ramdan. Aku sudah izin ke orang tua ku untuk ke kota P**** demi mencari materi skripsi.

Beribu-ribu sms dari Rency tak ku balas. Rasanya aku sedih juga harus meninggalkannya seperti melarikan diri sekarang. Bahkan aku sering menangis sendiri membaca sms darinya. Sampai suatu malam Rency menelponku dan akhirnya aku angkat karena aku tak kuat lagi. Jujur saja dalam hati ku, aku sangat mencintai Rency. Walau aku telat menyadarinya dan menyia-nyiakan dia selama ini.

Rency : ”yank...kamu kemana aja sih? Hiks hikss...” aku mendengar suaranya yang menangis disana.
Tono : “maaf sayang...aku sengaja pergi...maafin aku...aku sudah gagal buat kamu...aku gak bisa jaga kamu dan bertanggung jawab buat kamu...maafin aku...”
Rency : “kamu mau ninggalin aku? Hikss hikss..”
Tono : “aku gak mau sebenarnya… tapi aku juga gak bisa ikut ke agamamu… maafin aku...”

Rency pun terdiam mendengarkan ucapanku lalu agak lama kemudian…
Rency : “yank… kamu yakin? Hiks hikss...”
Tono : “iya yank… maafin aku… aku gak layak buat ngedampingi kamu… aku gak bisa pindah ke sisi mu… maafin aku...”
Rency : “iya yank..aku ngerti pasti berat buat kamu juga sekarang...hikss..aku juga...ngerasain berat...hikss..aku gak mau pisah sama kamu...hiks hikss...”

Tono : “maafin aku yank...maafin aku….” aku pun mulai menangis…
Rency : “iya yank...mungkin ini jalan kita sekarang sudah harus begini...maafin aku juga ya...hikss...hiks… aku berdoa… semoga kamu… orang yang aku sayang dan aku cintai… mas Tono… selalu dalam lindunganNya dan sehat selalu ya mas… aku sayang sama kamu...”
Karena aku sudah tak kuat lagi akhirnya aku tutup telponnya.

Malam itu merupakan malam terakhir aku menerima telepon dari Rency. Aku mendapatkan kabar dari Fredy kalau Rency akhirnya dilamar oleh Nico dan mereka menikah di bulan Oktober. Tetapi mereka baru akan mengadakan pesta setelah Rency melahirkan terlebih dahulu. Fredy mengatakan kepadaku kalau sebaiknya aku datang ke pesta pernikahan mereka. Tetapi aku yang masih tak sanggup untuk menemui Rency, tidak datang ke pesta itu.

--ARC 1 : RENCY TAMAT--
 
Terakhir diubah:
boleh-boleh saja, mulustrasi hanya pelengkap, tidak perlu dipaksakan kehadirannya
takutnya ada PK lagi sih suhu...
sudah semangat semangat nulis story sambil inget-inget masa lalu kalau tanpa mulustrasi rasanya kurang gitu. ane sendiri jadi agak lupa sama mantan dulu seperti apa, karena sekarang pastinya udah berubah. itu aja yang mulustrasi Rency ane pakai yang agak mirip Rency tahun 2015. bukan di tahun 2007 awal pacaran. kalau mulustrasi yang sebelumnya sudah pas semua. hehehe.
 
Mantab, makasih updatenya hu @haze1998 , ditunggu intannya
ane rehat dulu buat beberapa hari suhu.
buat intan sambil cari-cari mulustrasi yg mirip juga.

BTW suhu suhu yang mungkin sudah tamat baca ARC 1.
kalau ada masukan saran / kritik bisa disampaikan biar ARC 2 lebih seru.
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd