Part 17
Delicatessen
by: R.M Distrodiningrat
Cerbung baru itu akhirnya dirilis dengan judul
Delicatessen, tidak dengan ID kloningan, melainkan di bawah bendera Trickst∆r yang sudah 2 tahun hiatus. Seperti yang kuduga, hal ini segera memicu kehebohan dengan turun gunungnya suhu yang satu itu.
Star tidak menyianyiakan fasilitas 7 hari
sticky yang disediakan moderator forum. Hampir tiap hari dia mengupdate ceritanya, dan tak pernah alpa menjawab setiap komentar pembaca. Mati-matian Star menolak sebutan suhu, dan minta pembaca agar memberikan kritik saran secara terbuka tanpa memandang suhu atau pemula, karena dia juga masih perlu belajar.
Sudah pasti aku yang jadi tong sampahnya ketika uring-uringan karena sebal selalu dipanggil suhu. Apalagi setelah membaca komentar begini, pantas saja keren, penulisnya kan suhu.
Star pantas kesal. Predikat Suhu tidak lantas menjamin karya seorang penulis itu bagus. Penulis yang menulis cerita (yang dianggap) bagus itulah yang (biasanya) disebut suhu. Dan menurutku, Star masih jauh dari itu. Jangan lantas salah memutarbalikkan hubungan kausalistik antara predikat suhu dan kualitas cerita! Komentar seperti itu hanya akan menihilkan segala daya upaya penulis dalam melahirkan sebuah cerita.
Tidak ada yang bisa menjadi penulis dalam waktu sehari. Cerita pertama Star tata kalimatnya kacau, diksinya monoton, sex scene-nya abal-abal. Tidak ada naskah Star yang diterbitkan tanpa diplonco melalui debat panjang dan kritik pedas dariku. Tapi Star tak pernah berhenti. Setiap kali naskahnya kuhancurkan, setiap itu juga ia bereinkarnasi.
Tidak ada yang tahu, bagaimana anak itu begadang semalaman hanya untuk menyelesaikan
My Final Heaven, cerbung epic setebal 54 bab itu. Satu tahun 6 bulan adalah waktu yang dibutuhkan seorang Trickst∆r untuk mengandung dan melahirkan masterpiece-nya. Effort yang luar biasa, dan tidak serta merta karena predikat suhu semata.
Diam-diam aku kagum. Pada devosi-nya, pada kecintaannya dalam menulis cerita. Pada sepasang mata matanya yang cemerlang dan berbinar-binar ketika mendapat ide yang luar biasa, atau bibir mungilnya yang tersenyum merekah tatkala membalas satu persatu komentar pembaca. Melihat itu semua, siapa yang sanggup untuk tidak terkesima?
= = = = = = = = = = = = = = = = = =
Tentu saja, orang yang paling girang dengan terbitnya cerbung baru ini adalah Flo. Hampir tiap malam dia meneleponku, hanya untuk membahas chapter demi chapter tulisan yang katanya membuatnya labil karena menangis dan tertawa di saat yang sama. Untuk itu kami memerlukan berjam-jam pembicaraan yang hanya selesai ketika adzan Subuh berkumandang.
Aku pikir semuanya akan berakhir buruk setelah kejadian di dalam mobil di depan kost-nya Iko tempo hari. Apalagi Flo bilang dia putus sama cowoknya (katanya, tidak tahu benar atau tidak).
Udahlah, ngapain juga dipikirin udah kejadian juga, imbuhnya kemudian.
Go with the flow. Begitulah prinsip hidup Flo. Kalau dia galau ya sudah galau, tapi cuma untuk hari itu. Tidak ada dendam yang dipendam terlalu dalam. Tidak juga mimpi yang terlalu tinggi untuk masa depan yang penuh ketidakpastian. Flo cuma hidup untuk hari ini. Tidak untuk masa lalu. Tidak juga untuk masa depan. Karena kesedihan terlalu menyakitkan untuk dipendam, dan cinta? Cinta di mata seorang Flo hanyalah berupa
topping strawberry di atas es krim vanilla, yang hanya nikmat untuk hari ini, tapi tidak untuk esok hari. Semua lumat dalam sekejap di atas bibir tebal dan sensual itu. Cepat dan bergelora.
Flo adalah perpaduan sempurna antar birahi, badut, dan sedikit melankoli. Spontan, pragmatis, dan hanya tertaut di detik ini.
Just enjoy the flow, katanya. Siapa yang sanggup untuk melewatkan itu semua?
Flo mengagumi Trix tanpa tahu kenyataan sesungguhnya. Aku tahu, Flo kemungkinan besar akan mati berdiri apabila dia tahu kalau aku ternyata adalah Gusti Kanjeng Distro yang tinggal di samping kamar Trickst∆r. Dan demi mencegah jatuhnya korban jiwa, aku wajib menjaga rahasia.
= = = = = = = = = = = = = = = = = =
Everything life together in harmony. Star kembali bersemangat menjalani hari dengan cerbung barunya. Aku diam-diam TTM-an sama (mantan) ceweknya teman. Untuk itu, aku pantas bahagia. Namun semuanya berubah ketika negara api menyerang...
Awalnya aku hanya mengira dia sakit atau apa, karena sudah beberapa hari ini aku tak melihat Star. Ceritanya dibiarkan tidak di-
update, padahal biasanya setiap detik dia selalu
stand by di depan komputer atau ponsel, berharap-harap ada komentar. Mulai merasa khawatir, aku mengetuk kamarnya, tapi Star hanya bilang dia sedang tidak ingin diganggu untuk sementara. Ya sudah.
Malam harinya, aku baru saja hendak berbincang dengan Flo di ponsel. Tahu-tahu saja Star mengetuk pintu kamarku. Ada apa? Aku pun bertanya. Star menggeleng pelan, lalu duduk di sampingku. Aku tahu ada ada yang salah ketika kulihat matanya berkaca-kaca.
Kenapa? Aku bertanya lagi. Star cuma menggeleng. Star, kamu nggak apa-apa, kan? Berulang kali aku mendesaknya untuk bicara, khawatir telah terjadi sesuatu pada bintang kecil itu.
Jo.... aku... salah... ya... nulis lagi... ucapnya terbata.
Enggak... emang kenapa? Ada yang kritik pedes pasti....
Enggak.... aku... bibir Star gemetar, dan air mata sudah menumpuk di pelupuknya. Aku mengusap rambutnya pelan, dan Star hanya menunduk sambil menggigit bibir Aku... kan... cuma... terbata-bata, Star berkata, sebelum tangisnya perlahan pecah di pelukanku. Star tidak berkata apa-apa, cuma menangis sesengukan di dadaku. Bingung sekali, aku hanya bisa mengusap-usap kepalanya yang berguncang-guncang hebat. Aku... kan... cuma kepingin nulis... aku... aku.... huk... huk.... tangisnya kembali pecah. Makin pilu. Makin menyakitkan. Apa yang aku bisa lakukan selain menampung semua? Sampai akhirnya Star tertidur di kamarku setelah menangis semalaman.
Penasaran, aku kemudian bertanya pada teman-teman terdekatnya. Dari Meiji, aku dikirimi sebuah link. Tidak tahu apa, tapi kelihatan sekali Meiji emosi jiwa. Lihat aja sendiri, Suhu Distro, katanya.
Aku mengikuti tautan yang diberikan Meiji, yang mengantarku ke salah satu komentar di thread
Delicatessen dari sebuah ID yang aku jamin 100% kloningan.
BRAVO! Hebat sekali play yang digunakan suhu kita yang satu ini. Menghilang pada saat mencapai puncak ketenarannya, sehingga tidak perlu takut kalah bersaing dengan penulis-penulis baru. Mungkin saat orang-orang sedang menanyakan keberadaannya, hidung suhu ini kembang kempis kesenengan karena merasa menjadi legenda. Akhirnya saat tulisannya dicari-cari barulah dia merilis karyanya, yang sayangnya biasa-biasa saja. BRAVO! Tepuk tangan buat PLAY YANG SUPER CEMERLANG, TAPI SAYANGNYA PENGECUT!
Sambil menahan geram, aku langsung menulis di bawahnya.
I dont know who you are, but i will look for you, i will find you, and i will kill you...
Bersambung...
PS: Sampai saat ini cerita ini masif fiktif
Adapun bagi yang merasa pernah menulis komen mirip-mirip seperti di atas,
penulis sama sekali tidak bermaksud untuk mengungkit luka masa lalu...
Hanya agar kita sama-sama bercermin, seperti tema cerita ini,
bahwasanya tulisan sederhana di atas bisa melukai hati seorang penulis
yang barangkali sampai detik ini belum terobati...
Salam, Liz