Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT VALKYRIE Management

CHAPTER 35: DOOMSDAY (1)
Belum habis-habisnya kekaguman Saktia setiap dia memasuki kawasan kompleks The Platina Pavilion. Kompleks yang benar-benar menunjukkan level yang berbeda dari semua perumahan seantero Ibukota. Perumahan yang membuat rakyat ekonomi menengah ke bawah bahkan tidak berani bermimpi untuk memiliki properti di sana. Saktia dibuat kagum oleh deretan rumah megah dan lingkungan yang tertata asri. Dia terkadang merasa seperti tidak berada di Indonesia.

Setelah sampai di rumah Bos-nya, Saktia langsung menuju kamar utama. Dengan pelan dia mengetuk tiga kali dan dari dalam terdengar jawaban,

“Masuk.”

Tampak Shania duduk di kursi malasnya yang nyaman. Tungkainya yang indah dan mulus bertumpu pada tangan kursi yang empuk. Shania sedikitpun tidak menoleh ke arah Saktia yang mendekatinya. Perhatiannya terpusat pada lembaran kertas yang dipegang. Semua sudah sesuai keinginannya.

“Siang Bos. Ada berita gembira nih Bos. Tim pengacara tambahan sudah setuju dengan proposal yang kita ajukan. Mereka kini sedang bersiap menyusun materi untuk kemungkinan di pengadilan.”

“Hmm bagus.” Shania acuh tak acuh menjawab. Itu memang sudah sesuai dengan prediksinya.

“Kemudian Bos, untuk narasi kesaksian Tania Dara, dia sudah menguasainya. Timingnya sudah ditetapkan kapan. Pastinya akan mendukung proses takeover.”

“Hmm oke bagus.”

“Dan sekarang, ada yang saya ingin usulkan ke Bos Shania,” Saktia tersenyum misterius. Dan berhasil. Shania kini mengalihkan pandangannya ke apa yang sedang dipegang Saktia.

“Jadi,” Saktia berbisik pelan, “beberapa hari lalu Bos bilang sepertinya kita perlu mata-mata tambahan kan?”

***

Veranda tahu Melody sangat membencinya saat ini. Veranda juga tahu betapa rumitnya hubungan mereka saat ini. Dan Veranda juga tahu, rasa kesalnya ke Melody dan yang lain tidak akan hilang dalam waktu dekat.

Namun kalau sudah masalah orgasme, Veranda tidak mau diintimidasi seperti ini.

Satu jam berlalu, Veranda dibuat orgasme berkali-kali oleh Melody. Kenikmatan dalam tubuh Veranda dibuat naik turun oleh permainan Melody. Jilatan, jepitan, ciuman dan sentuhan penuh pengalaman dari Melody memanjakan Veranda begitu nikmat. Sementara Veranda, jangankan membalas, di menit pertamapun sudah tak mampu melawan gerayangan Melody yang pasti lebih berpengalaman darinya.

Nafsu berahi mereka sedikitpun tidak menurun. Keringat mengucur dari kulit mereka. Udara sedikit gerah karena Bos Titan memang sengaja tidak menghidupkan pendingin kamarnya. Kini seprei merah marun di tempat tidur Bos Titan sudah basah di beberapa tempat.


“Nggghh brrengseekk kamu Meell arrghhh..!” Untuk kesekian kalinya cipratan air bening menyembur wajah Melody yang tengah menyedot klitorisnya. Tidak sedikitpun cairan squirting Veranda luput dari hisapannya.

Namun bukan Veranda namanya kalau hanya bisa pasrah. Dia merasa sudah waktunya untuk melawan. Tidak mungkin Veranda terus disiksa oleh kenikmatan berahi ini.

Veranda beranjak duduk dan kemudian meraih lengan Melody yang tertumpu di pahanya. Melody terkejut melihat manuver Veranda yang kini mengangkat tubuhnya sehingga menimpa tubuh Veranda. Dengan cepat Veranda menjepit dan menarik kasar puting payudara Melody. Melody mengerang geli. Veranda merebahkan tubuh Melody di sampingnya kemudian meraih dildo merah yang terletak di permadani bawah ranjang.

Tanpa membiarkan Melody bergerak lebih jauh, Veranda dengan cepat membenamkan penis silikon itu ke vaginanya. Jleb! Melody kembali mengerang nikmat. Sementara jari Veranda bergerilya menggesek klitoris Melody. Melody menggelinjang menahan geli nan nikmat di sekujur tubuhnya. Bulu kuduknya meremang. Ayo brengsek! Ayo puaskan aku gadis kampung! Melody menyergah dalam hati.

Namun kini Veranda tidak merasakan lagi kenikmatan itu. Dia ingin lagi. Dia kembali haus berahi. Veranda melangkahi wajah Melody dan mengarahkan selangkangannya ke wajah Melody. Melody yang sedang menutup mata menikmati jalan menuju puncak kenikmatan, tersentak melihat seonggok vagina putih meminta untuk dipuaskan. Maka kembali lidah dan bibirnya mengisap sekaligus menyemprotkan lelehan kenikmatan di vagina Veranda.

Bos Titan yang sedari tadi santai menyaksikan Lesbian Show di kasurnya sendiri, akhirnya mengambil ancang-ancang untuk bergabung di pergelutan penuh gairah itu. Bos Titan merasa lubang kenikmatan kedua selirnya itu sudah cukup siap dan basah untuk menerima penis gaharnya.

Dengan sekali gerakan Bos Titan menarik rambut panjang Veranda sampai-sampai dia mengaduh. Penis Bos Titan perlu dibasahi. Dilumuri air liurnya. Veranda tentu paham. Maka Veranda langsung berlutut di pinggir kasur dan mulai memasukkan penis Bos Titan ke mulutnya. Tenggorokannya menggelegak. Melody juga langsung berlutut di kasur untuk menjilati puting Bos Titan.

“Siapa yang suruh kamu jilat ini!” Bos Titan menjambak rambut Melody dan menariknya ke bawah, untuk ikut membantu Veranda membasahi penis Bos Titan yang ternyata semakin besar. Mulut Veranda kewalahan menerima ukuran penis Tuannya. Mengetahui Veranda akan mengeluarkan penis Bos Titan dari mulutnya untuk beristirahat sejenak, Bos Titan justru mendorong kepala Veranda, membuat Veranda tersedak. Wajahnya kini merah, pernafasannya terhalang. Berkali-kali Veranda tersedak dan memuntahkan angin. Namun Veranda tahu, itu yang ingin dinikmati Bosnya. Menikmati Veranda yang tersiksa oleh ukuran penisnya. Maka setelah mengambil sekali tarikan nafas, Veranda kembali mendorong masuk penis Bos Titan memenuhi pangkal mulut dan amandelnya.

“Hok! Hooeek! Kkhook!” Pelupuk mata Veranda berair hasil dari sedikit rasa nyeri di tenggorokannya.

Melody yang sedari tadi asyik mengulum buah zakar Bos Titan, berinisiatif mengambil posisi Veranda. Ditariknya badan Veranda sehingga akhirnya Veranda mundur ke belakang. Kamu mau cari perhatian ya dari Bos? Enak aja, Melody mendelik ke arah Veranda yang sedang mengambil nafas.

Dengan mengambil satu tarikan nafas panjang, mulut Melody terbuka lebar dan mulai menelan batang penis Bos Titan. Lidahnya bermain-main di bagian bawah penis Bos Titan. Sementara tangan kanannya mengocok pangkal penis dan tangan kirinya meremas-remas pelan buah zakar Bos Titan. Pengalaman memang tidak bisa dibohongi. Bos Titan tampak menikmati pelayanan selirnya satu ini. Matanya tertutup rapat, mencoba menghayati setiap nikmat yang menjalar di tubuhnya. Tanpa sadar mulutnya mendesah.

Veranda langsung kembali berlutut di depan Bos Titan, mengelus pahanya untuk memberitahu bahwa dia sudah siap dipakai kembali. Bos Titan yang melihat Veranda tersenyum sopan menunggu instruksinya, mencubit Labia Majora vagina Veranda.

“Memekmu sudah siap untuk digagahi, hah?”

“Nggh su-sudah, Bos. Erghh.”

“Bagus. Jangan buat aku kecewa.”

“Baik, B-bos.”

Bos Titan mencabut penisnya dari mulut Melody kemudian menghentak-hentakkan penisnya di lidah Melody yang terjulur untuk melepaskan liur berlebih. Bos Titan kemudian mendorong pantat Veranda ke kasur. Veranda langsung mengambil posisi menungging membelakangi Bosnya.

Bos Titan yang sudah tidak tahan melihat onggokan vagina Veranda yang dihiasi klitoris yang kuncup dan Labia Majora yang putih dan gempal, langsung meraih paha Veranda kemudian mengarahkan penisnya yang tegang maksimal ke mulut vaginanya. Tanpa ampun Bos Titan mendorong penisnya dan membobol lubang kenikmatan Veranda.

Dengan pil Ultimate dan balsem jasmine merah, sampai saat ini vagina Veranda tetap belum bisa mengimbangi keganasan penis Tuannya. Tubuh Veranda mengejang tatkala penis Bos Titan menjalar pelan di dinding vaginanya. Veranda belum terbiasa dengan penis berukuran seperti ini. Vaginanya berontak ingin melepaskan rasa sakit yang dibungkus nikmat senggama.

Namun Veranda tidak membiarkan vaginanya mengecewakan Bosnya sendiri. Dia mendorong pantatnya ke belakang untuk mempercepat masuknya penis Bos Titan. Sambil meringis menahan nyeri Veranda bertekad membiasakan vaginanya menerima penis gahar Bos Titan. Tangannya yang bertumpu di kasur mulai bergetar. Keringat membasahi tengkuk dan punggungnya.

Sementara Melody mengerti, Bos Titan di momen seperti sekarang ini tidak boleh diganggu, karena akan mengganggu kenikmatannya. Maka Melody menunggu sambil menyaksikan proses pencabulan Bos Titan ke Veranda. Sesekali jari Melody menggesek pelan klitorisnya sendiri, mencoba ikut meraup berahi berlimpah Bosnya.

Akhirnya vagina tebal Veranda sukses melahap tuntas batang penis Bos Titan. Bos Titan mencoba mendiamkan penisnya sesaat, namun rasa nikmat tidak berkurang atau hilang malah semakin mengelitiki penisnya. Bos Titan melihat Melody menatapnya dengan penuh nafsu sambil menggesek kasar klitorisnya. Melody mendesah manja, berharap dia diikutkan dalam senggama ini. Keinginannya terkabul. Bos Titan menjulurkan tangannya, yang langsung dengan sigap disambut Melody. Namun yang selanjutnya terjadi tidak terpikirkan oleh Melody. Tubuh mungilnya diputarbalik bosnya sehingga vagina Melody tepat berada di depan wajah Bos Titan. Tangan Melody langsung bertumpu pada punggung Veranda, sedangkan pahanya melebar di bahu Bos Titan.

Lengkap sudah formasi pergelutan nikmat ini. Vagina Veranda bertugas memuaskan penis Bos Titan, sedangkan vagina Melody ditugaskan memuaskan lidahnya. Bos Titan menampar bokong putih Veranda, sehingga Veranda mulai memajumundurkan pinggulnya dengan cepat. Melody yang bertumpu pada punggung Veranda menjadi goyang sehingga mau tak mau memeluk perut Bos Titan. Posisinya sangat tidak enak. Pahanya menegang. Untungnya Bos Titan mencengkram keras badannya sehingga Melody tidak perlu menahan posisi tubuhnya.

Veranda dan Melody mendesah bergantian, menikmati posisi masing-masing. Kegaharan penis Bos Titan menggesek liang vagina Veranda tidak hanya memberikan rasa geli nikmat tapi juga memaksa vaginanya melebar semaksimal mungkin. Veranda merasakan penis Bos Titan semakin besar dan sesak. Bahkan dia bisa merasakan urat-urat penis Bos Titan yang mendenyut. Sesekali Veranda mengaduh menahan sakit.

Sedangkan Melody memejamkan matanya menahan geli dan nyeri tatkala Bos Titan melumat sekujur vaginanya. Hampir saja pelukannya lepas saking menikmati permainan lidah Bos Titan. Bulu halusnya meremang. Melody tidak ingin kenikmatan ini berlalu. Melody ingin setiap senti dari tubuhnya dapat dipakai Tuannya.

Namun keinginannya pasti tidak dapat selalu terpenuhi. Setelah beberapa menit puas dengan selangkangan Melody, Bos Titan melemparkan tubuhnya ke kasur bak sekarung beras. Bos Titan mulai memfokuskan ke tubuh yang sedang menungging di depannya. Tubuh mulus nan bersih milik Veranda. Bos Titan menampar keras bokong Veranda hingga yang tadinya putih bersih kini memerah.

“Segini doang kamu bisa goyangnya hah?! Apa gunanya kamu training rutin?!” Bos Titan menyergah melihat kualitas pelayanan budaknya yang dirasa menurun.

“Maaf, Bos.” Veranda hanya bisa mengatakan itu.

“Kurang ajar kamu! Mel! Kalian ngapain aja pas training?! Tidur-tiduran ya?! Pada santai karena ga diawasi?!!”

Melody tahu Bosnya sering menyiksa tubuhnya dan para Pegawai Terpilih lain saat berhubungan badan. Namun malam ini dia kaget melihat Bos Titan sampai marah. Melody berusaha mencairkan keadaan.

“Kami selalu serius saat training, Bos. Maafkan saya, kalau layanan Veranda tidak optimal juga adalah kesalahan saya.” Sesaat Melody mendelik ke arah Veranda. Gimana sih nih orang kok bisa ga maksimal ngelayanin Bos, pikirnya tidak mengerti.

“Ergh brengsek!” Umpatan Bos Titan mengawali penyiksaan terhadap tubuh Veranda malam itu. Bos Titan mulai menggoyang cepat pantat Veranda, menimbulkan bunyi tepukan antara pahanya dan pantat Veranda. Plok plok plok. Bos Titan yang sedari tadi mencengkram pantat Veranda, kini menarik tangannya ke belakang. Tubuh Veranda bergoyang lebih hebat diterjang Bos Titan dari belakang. Payudaranya yang menggantung berayun cepat.

Walaupun sedikit kesal dengan mutu pelayanan Veranda, Bos Titan tetap tidak bisa menampik fakta bahwa vagina Veranda tidak pernah mengecewakannya. Entah kenapa vaginanya bisa memberi rasa dan sensasi yang berbeda. Tidak sampai situ saja, Bos Titan merasa penisnya dapat ereksi paling maksimal hanya pada saat menggagahi liang vagina Veranda.

Melody benar-benar diabaikan. Namun dia rasa tidak masalah. Prioritasnya saat ini adalah mood dan kepuasan Bosnya. Satu hal yang Melody pikirkan adalah Bos Titan yang tidak seperti biasanya. Walau tadi tidak melihat langsung, Melody yakin Veranda tetap sepenuh hati melayani Bos Titan. Melody juga memperhatikan raut wajah Bos Titan yang sedikit tegang. Pasti ada sesuatu yang dipikirin, tebak Melody.

“Ngh ngh yes Bos yesh. Fuck my pussy bossh ahh! Fuckk yes yes yess..” racau Veranda menikmati genjotan dari belakang, sekalian mencoba meredam suasana hati Bos Titan. Namun Bos Titan masih tetap diam fokus menggoyang selangkangannya. Sesekali desahan yang tertahan keluar dari mulutnya.

Kala kenikmatan semakin menggerayangi batang penisnya, Bos Titan menarik keluar penisnya dari jepitan vagina Veranda. Dia memutar tubuh Veranda sehingga rebah di kasur. Bos Titan melebarkan paha Veranda dan kembali memasukkan penisnya dalam-dalam ke lubang kenikmatan Veranda. Tangannya kini bebas menggerayangi sekaligus menyiksa tubuh Veranda.

Bos Titan mulai dari payudara Veranda yang dari tadi tak tersentuh. Tangan kiri Bos Titan manahan satu paha Veranda, sementara tangan kanannya meremas payudara Veranda. Tak lupa putingnya ditarik sampai Veranda menggeram menahan sakit. Bos Titan memajumundurkan pinggulnya begitu stabil dan cepat, sampai-sampai…

Plop. Penis Bos Titan terlepas dari liang vagina Veranda. Veranda yang merasakan hal tersebut, dengan sigap menuntun dan memasukkan kembali penis Bosnya masuk ke lubang vaginanya. Veranda tidak mau sedetikpun menyia-nyiakan kenikmatan penis Bosnya. Nafsunya kini memuncak. Desahan-desahannya makin tak terkendali. Tubuhnya menegang. Tangannya mencengkram lengan kekar Bos Titan dan mengarahkan untuk mencekik lehernya.

“Hell yeahh! Yeah! Fuck me please boss! Fuck harder! Fuck your slave boss! Load me with your cum ahh! Ahh ahh ahh!” Sedari tadi sudah tak terhitung lagi orgasme di dalam vaginanya.

Keinginan Veranda berbuah hasil. Sesaat setelah dia merasakan orgasme untuk kesekian kalinya, Bos Titan juga merasakan akhirnya kenikmatan yang melebur di liang vagina Veranda mencapai klimaksnya. Veranda yang mengerti Bosnya akan keluar, meracau setengah berteriak,

“Penuhi memekku Boss ahhh!”

Tubuh Bos Titan benar-benar menegang hebat. Kenikmatan puncak dari vagina Veranda tidak dibiarkannya sampai disitu saja. Saat penisnya mulai deras menyembur-nyemburkan lelehan putih kental, Bos Titan tidak sedikitpun mengendurkan goyangannya. Bos Titan dapat merasakan batang penisnya benar-benar keras dan tebal. Kemampuan vagina Veranda yang tidak dia dapatkan dari vagina selirnya yang lain benar-benar tidak disia-siakannya. Bos Titan tanpa sadar mencengkram keras kedua paha Veranda. Dia sampai setangah berteriak mengekspresikan rasa puas dalam dirinya.

“Argghh fucckk!!”


Cairan sperma belum juga berhenti menyembur. Menit-menit yang tidak akan dilupakan Bos Titan. Melody yang dari tadi diam hanya bisa takjub menyaksikan kegirangan Bosnya. Dari ekspresi dan wajah Bos Titan yang memerah Melody dapat merasakan kenikmatan yang amat sangat.

Hingga akhirnya Veranda merasa batang penis dalam vaginanya sudah berhenti menyemprot air mani. Hanya menyisakan denyutan urat. Bruk! Bos Titan ambruk di atas tubuhnya. Bos Titan dan Veranda sama-sama terengah puas. Salah satu malam terhebat yang pernah mereka nikmati. Veranda mencoba semakin memperbaiki mood Bos Titan. Veranda mulai menghisap bibir Bos Titan. Meliukkan lidahnya mencari lidah Bos Titan. Tangannya lembut merangkul tengkuk Bos Titan. Sementara penis Bos Titan yang masih terbenam dalam vagina Veranda, kini melemas.

Namun ciuman itu hanya terjadi beberapa saat. Bos Titan mencabut penisnya dan beranjak ke tengah kasur, berbaring lemas di antara bantalnya. Tanpa menoleh ke arah dua gundiknya Bos Titan menggumam,

“Malam ini vaginamu nyelamatin kamu dari service-mu yang sampah itu. Udah sana kembali ke kamar kalian.”

“Baik, Bos. Kami permisi kembali ke kamar.” Veranda langsung turun dari kasur dan melilit tubuh telanjangnya dengan handuk putih besar. Saat melewati pintu kamar Bos Titan, Veranda menyadari ternyata Melody masih berdiri di pinggir kasur. Dengan isyarat tolehannya, Melody menyuruh Veranda keluar duluan. Veranda mengangguk dan akhirnya kini tinggal mereka berdua.

Melody tahu walaupun Bosnya sedang dalam mood tidak baik, tetap punya celah untuk dia bujuk. Perlahan Melody mendekat dan ikut berbaring di samping Bos Titan. Jarinya membelai lembut dada Bos Titan yang lembab oleh keringat. Sesekali Melody mengusap dan merapikan juntaian rambut Bos Titan. Pendekatan yang tak akan bisa dilakukan Pegawai Terpilih lain selain Melody yang paling senior dan bertahun-tahun melayani Bosnya. Yang mengerti kepribadian Bosnya.

“Tadi aku lihat Veranda not bad kok servicenya. Sayang, lagi ada yang dipikirin ya? Kalo kamu belum mau cerita, gak apa-apa. Tapi aku izin tidur disini ya. Manatau kamu pengen pake aku, atau kamu pengen cerita.” Ujar Melody selembut mungkin.

Bos Titan tidak menjawab. Namun tangannya meraih tubuh Melody, merangkulnya sehingga Melody kini dalam dekapan Bos Titan. Melody mengulum senyumnya. Untuk beberapa momen, Om Minmon mungkin tidak bisa mengerti apa maunya Bos Titan. Tapi Melody bisa.

“Aku capek seharian kesana-kemari. Belum lagi beberapa kesepakatan mentok. Pengen pulang cepet untuk nikmati kalian, macetnya gila-gilaan. Hahh!” Akhirnya Bos Titan buka suara.

“Yaudah besok untuk meetingnya aku aja yang handle ya. Kamu di kantor aja gimana? For some company we need different approach. Kamu aku handukin dulu ya. Kamu basah lho ini. Badan kamu leng-”

“Ditambah lagi,” potong Bos Titan namun terhenti, menimbang-nimbang apakah perlu memberitahu Melody hal yang remeh namun akhir-akhir ini menganggu.

“Apa?”

Akhirnya Bos Titan bersuara, “Perasaan aku ga enak belakangan ini. Seakan ada hal ga diinginkan bakal terjadi.”

***

Photo credit to Suhu Ndaskoplak. Selamat menikmati cerita ini kembali Suhu. Kalau berkenan silahkan like dan reply, serta kalau ada saran monggo. Sampai jumpa besok malam.
ninggalin sendal ya sebentar
 
akhirnya ada update... mantab kapan nih menjelang tamat nya.. penasaran sama suhu mau dibuat kaya apa si V
 
CHAPTER 57: BERTEMU!


“TOLOL! TOLOL KALIAN SEMUA! BRENGSEK! NGURUS ITU AJA GA BECUS!”

The Turncoat, para anak buah Saktia, benar-benar tidak berani meladeni kemarahan bosnya. Malam itu, di Hotel Royale di lantai 19, Saktia mengamuk saat mendapati kabar Veranda kini kabur dan tidak diketahui jejaknya. Sudah setengah jam dia mengumpat dan memaki semua orang yang hadir di ruangan itu.

“GUE BILANG TUNGGU INSTRUKSI ITU SETELAH MASUKIN VERANDA KE MOBIL! MASA LO GA NGERTI SIH MAN BRENGSEK! ANJING!”

Arman yang dari tadi menjadi sasaran kemarahan mulai naik pitam. Dia tidak mau disalahkan sepenuhnya seperti ini. Toh Saktia juga tidak tuntas dalam memberi perintah. Dia menggertak giginya kesal. Dan ekspresi kesalnya terlihat oleh Saktia. Saktia langsung mencengkram kerah Arman.

“Heh bangsat! Lo mau ngajak berantem gue?! Itu tadi apa muke lo kayak gitu hah?! Lo mau ajak gelut gue?! Ayo! Ayo! Bunuh gue disini! Bunuh gue kalo lo berani! Gapapa gue mati disini! Tapi ntar liat apa yang terjadi ama keluarga lo! Nih!” Saktia menyambar salah satu garpu yang tertata rapi di meja. “Bunuh gue! Bunuh, Anjing!”

Arman jiper. Dia sadar Saktia memegang seluruh informasinya. Tentang keluarga. Apa yang dia sembunyikan dari anak istri dan orang tuanya. Bahkan dosanya di masa lalu juga Saktia tahu. Arman bisa bergabung Valkyrie dan hidup nyaman juga berkat Saktia. Dia pun tidak berani berkata sepatah kata apapun.

“Ma-maaf, Bu Saktia. Saya salah. Saya membiarkan Nona Ve di dalam ruangan. Tapi saya yakin saya sudah mengunci pintunya.” Pak Pur mencoba membela Arman. Namun itu benar-benar keputusan yang salah. Saktia mendekatinya lalu berbisik,

“Heh, Tua Bangka. Lo itu disuruh ngangkut ke bawah malah ninggalin di lantai atas.” Plak! Saktia mulai menampar Pak Pur, “Lo itu anak buah gue atau anak buah Arman hah?!” Plak! Tamparan lain mendarat. “Lu itu gue yang gaji! Kontol lo itu udah gue kasi memek!” Plak! Tamparan terakhir mengiring makian Saktia. “Itu aja lo ga becus!”

“GUE GAK MAU TAU! LO SEMUA CARITAHU SIAPA YANG NYULIK SI ANAK KAMPUNG ITU! BAWA KESINI ORANGNYA! SEMUA YANG PENGEN GUE BUNUH LO BAWA KESINI! LO GA AKAN TAU GIMANA GUE SIKSA HIDUP LO KALO INI GA BERES! NGERTI LO SEMUA?!”

“Me-ngerti, Bos.” Serempak mereka patuh menjawab.

“NGAPAIN LO MASIH DISINI?! MALAM INI LO SEMUA GA BOLEH TIDUR! BESOK GUE HARUS DAPET JAWABANNYA!”

Maka tunggang-langgang mereka semua menghambur keluar ruangan, kecuali Arman. Dia mematung, menunduk tidak berani menatap Saktia. Saktia yang melihat itu menggeram,

“Perintah gue kurang jelas ya?! Hah?!”

“Bos. Dengerin dulu penjelasanku. Aku tau aku salah. Tapi kamu perlu dengar ini.”

Saktia sebenarnya masih sangat murka atas kejadian ini. Namun nalurinya berkata dia harus mendengarkan Arman kali ini. Saktia melipat tangan, “Lo kasitau gue info berharga atau pantat lo gue tendang keluar dari ruangan ini.”

“Begini Bos, Dikin itu udah jalani perintah Bos. Dia udah ngawasi kalo ada orang yang mencurigakan baik di lift atau pintu tangga darurat. Benar-benar ga ada yang lewat.”

“Pur gimana? Si Tua Bangka itu orang yang paling gue curigai sekarang ini.”

“Dia itu cuma beda 5 menit dari aku sampe di bawah. Ga mungkin juga dia bisa ngangkut atau pake cara lain tanpa aku lihat.”

“Jadi maksudmu apa?” ujar Saktia tidak sabar.

“Aku curiga,” Arman berbisik, “ada kelompok lain yang juga berurusan dengan Veranda.”

***


Srek! Tit.

Riskha membuka pintu kamarnya, menghidupkan lampu dan menjatuhkan dirinya di sofa dekat pintu. Hari ini sangat melelahkan. Dia harus mengurus pekerjaan di tiga tempat berbeda. Dan harus selesai hari ini. Ditambah lagi macet yang semakin membuat moodnya jelek. Akhirnya hari ini selesai juga, pikirnya sambil matanya tertutup.

Dari balik sudut lemarinya, sesosok bayangan mendekat. Semakin mendekat dan kini berdiri di belakang kepalanya.

“Heyaa!” Dengan satu gerakan terlatih Riskha memutar badannya untuk melancarkan satu tendangan memutar vertikal. Riskha kaget seseorang bisa masuk ke dalam kamarnya. Namun sosok itu juga kaget Riskha bisa mengeluarkan jurus yang tidak pernah dia tahu.

“Hah?!”

Riskha tersentak ketika sosok itu bisa menangkis tendangannya. Terlebih lagi dia terpana saat mengetahui siapa sosok itu.

“Kak Ve!”

***


Suasana lantai dasar gedung Valkyrie hening. Malam itu hanya ada petugas sekuriti yang berjaga di luar. Saktia berdiri di depan lift, menunggu pintu lift terbuka. Tak jauh dari tempatnya berdiri, Gino siaga untuk mengawasi sekitar. Tring! Pintu lift terbuka. Tanpa menoleh, Saktia berujar,

“Aku mau berita baik besok. Jangan berani menghadap kalau tidak ada berita yang ingin aku dengar.”

“Baik, Bos.”

Saktia pun masuk lift dan pintu lift tertutup.

“Ayo, kita periksa sekarang.”

Dengan gerakan cepat dan terkoordinasi, sepuluh orang berbaju hitam di belakang Gino melesat menyebar ke segala penjuru. Malam ini mereka akan mencari petunjuk di gedung Valkyrie, apapun itu, yang dapat membawa mereka pada jejak Veranda.

***


Riskha masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya sekarang ini. Orang yang paling dicari seantero Valkyrie, orang yang paling dicurigai membocorkan data penting perusahaan, rekan kerja dan sahabat yang sekarang ini berstatus buronan, Jessica Veranda, kini berdiri di depannya.

Rasa kasihannya timbul kala melihat tampilan Veranda saat ini: rambut yang diikat sembarang, bekas darah yang diusap sekenanya, baju yang dekil dengan debu yang menempel hampir di semua bagian, dan wajah Veranda yang lusuh, mungkin tidak kena air selama beberapa hari.

“Ngg-Ka-ng-Ve.” Riskha bahkan tidak tahu bagaimana cara memulai percakapan. Veranda yang melihat hal itu hanya tersenyum dan membuka percakapan,

“Apa kabar kamu Kha?” Riskha yang belum nyaman menjawab akhirnya memilih diam.

“Aku tahu kamu bingung kenapa aku ada disini dan bagaimana aku disini. Mungkin jika Yang di Atas mengizinkan, aku akan menceritakan semuanya padamu. Namun khusus saat ini, jujur aku hanya ingin menyampaikan sesuatu.” Riskha menundukkan kepalanya.

“Boleh aku duduk?”

“Ng-iya, silahkan.” Akhirnya Riskha menjawab, tanpa melihat Veranda.

Setelah mengambil posisi nyaman, Veranda menatap Riskha dalam-dalam, “Kamu inget ga, kamu pernah bilang ke aku kalo kita merasa sesuatu itu benar, kita harus perjuangkan itu semaksimal mungkin. Kamu bahkan sampe ngasi contoh ekstrem yaitu teroris, yang meledakkan diri karena mereka menganggap diri mereka benar.”

“Dan sampai sekarang, aku sangat setuju Kha dengan pendapatmu itu. Dan hasilnya, sekarang ini, ”Veranda menghela nafas sejenak, “aku bisa sampai sejauh ini karena ucapanmu, Kha.”

“Aku datang kesini bukan karena mau dikasihani, bukan karena mau minta tolong ke kamu. Aku cuma pengen kamu tau, kalo aku akan perjuangin kebenaran di Valkyrie.”

“Biarkan aku selesaikan apa yang aku mulai. Dan kalau pada akhirnya aku mendapati kalo aku ternyata salah, aku bakal jalani semua konsekuensinya. Karena begitulah Valkyrie menempahku.”

“Karena begitulah yang kamu ajarin ke aku.”

“Terima kasih, Kha. Terima kasih udah jadi teman yang baik. Aku tau bukan aku aja yang sekarang ini dalam posisi sulit. Kamu juga. Kita. Bos Titan. Om Minmon.”

“Nah,” Veranda beranjak berdiri, “makasih ya Kha. Di tengah statusku sebagai buronan ini, kamu masih mau dengerin aku. Aku udah takut tadi kamu bakal keluar dan laporin aku hehehe. Kalo gitu aku pamit dulu. Aku bakal naik lagi ke plafon kamar mandi. Maaf ya aku bikin dinding kamar mandimu kotor.”

Riskha masih saja tertunduk diam. Dia tidak berani menatap teman dekatnya sedetik pun.

“Oh iya,” Veranda berhenti, “jujur satu hal lagi yang bikin aku mutusin masuk ke kamar kamu,” Veranda terdiam, menimbang-nimbang apakah dia harus mengatakannya atau tidak,

“itu karena aku kangen kamu, Kha. See you, when I see you, girl.”

Veranda langsung masuk ke dalam kamar mandi dan perlahan mulai menapak ke beberapa pijakan di dinding dan akhirnya masuk kembali ke atas plafon yang gelap dan berdebu. Dia bahkan tidak sempat untuk membersihkan mukanya atau sekadar bercermin.

Sementara di ruang tamu kamar, Riskha mulai sesunggukan. Tangisnya pecah. Rasa haru dan rindunya tak tertahankan lagi. Kini dia mulai menyesali rasa sungkan yang tadi menguasai hatinya. Sambil terisak Riskha menatap nanar kamar mandi di belakangnya.

“Maafkan aku, Kak Ve…”

***


“Darimana kamu?”

Deg! Nabilah menoleh ke sumber suara. Jauh di sisi kiri lift, Yona berdiri dengan melipat tangan. Matanya menatap tajam wanita yang kini sangat dicurigainya. Sementara Nabilah salah tingkah saat dipergoki baru pulang semalam ini.

“Ng-eh-a-aku baru selesai survey tempat training karyawan minggu depan, Kak.”

“Halah bohong lu!” Yona perlahan mendatangi Nabilah.

“I-iya, Kak! Saya ga bohong!”

Nabilah mundur perlahan seiring Yona yang terus mendekat. “Be-bener, Kak, tanya aja Pak Bandri yang tadi nyupirin sa-“

“Halah diem lo! Gue tau lo pasti yang bocorin data kantor!”

“Hah kok jadi gitu, Kak? Saya berani sumpah-“

“Sumpah mata lo!” Akhirnya Yona mencengkeram kerah kemeja kantor Nabilah.

“Hey, berhenti!” Yona dan Nabilah tertegun di posisi masing-masing. Melody!

“Ada apa ini ribut-ribut?” Melody mendekati mereka. Yona cepat-cepat melepas cengkeramannya.

“Ngga apa-apa kak.” Nabilah langsung menjawab. Dia tidak ingin hari yang melelahkan ini diperpanjang lagi dengan interogasi tidak berfaedah.

“Yaudah kembali ke kamar sana. Jam segini ngapain masih disini.” Melody bergumam acuh tak acuh. Nabilah dan Yona refleks saling berpandangan. Kak Melody kayak ga biasanya. Agak cuek, kurang semangat dan… sedikit misterius.

“Mel, kamu mau kemana?”

Tanpa menoleh Melody terus berjalan ke arah pintu utama lobby Valkyrie, “Sudah kalian cepat naik ke kamar.”

“Baik, Kak Mel.”

Melody tidak bersuara lagi, sebelum akhirnya menghilang dari pandangan.

Emosi yang menguasai Yona dan Nabilah, membuat mereka tidak menyadari, ada yang aneh dengan Melody malam itu.

***


10 tahun.

10 tahun tubuh dan jiwaku sudah mengabdi kepada Valkyrie.

Bahkan di saat terpuruk aku tetap setia. Saat tidak terlihat harapan aku tidak pergi.

Namun hanya karena satu orang. Pegawai yang sudah terbukti berkhianat.

Kepercayaan pemimpinku tidak lagi seperti dulu.

Hubungan dengan sahabat-sahabatku tidak mesra lagi.

Orang itu. Si anak kampung itu.

Mesti kumusnahkan.


Melody turun dari taksi dan memandang sekitar. Dipegangnya erat ranselnya yang sedikit berat. Sepi. Jalanan basah bekas hujan singkat tadi sore. Lampu jalan temaram menerangi hanya beberapa titik di sekitarnya. Suasana yang sangat menyeramkan dan sangat tidak cocok untuk wanita seranum Melody. Bak daging segar di kandang singa, dia bisa saja dalam waktu singkat menjadi lahapan para penyamun.

Namun Melody membulatkan tekadnya. Kartu hitam itu sudah dipegangnya, dia tidak akan mundur.

Dengan kartu ini anda tidak akan disentuh siapapun di daerah kekuasaan Bapak, Melody masih ingat perkataan utusan yang datang kepadanya tempo hari.

“Mari.”

Melody tersentak. Seorang pria dengan kepala ditutupi selendang hitam panjang yang hampir menyentuh tanah, tanpa disadarinya sudah berdiri di belakangnya.

“Bapak sudah menunggu.”

Tanpa mempedulikan Melody pria itu berjalan menuju gang sempit nan gelap. Mau tak mau Melody berjalan cepat mengikutinya. Sepanjang lowong sempit itu dia harus melompati beberapa genangan air bekas hujan. Anehnya, pria itu tidak terlihat menghindari becek disana sini namun ujung selendang hitamnya tetap kering.

Ujung lorong mulai terlihat saat Melody memandang lampu merah temaram di bawah satu pintu. Lebih dekat lagi, dia menyadari bahwa di pintu tersebut tergantung benda bulat dengan warna hitam mengkilat. Dari balik lubang benda tersebut Melody dapat merasakan tatapan yang tajam menusuk. Saat melihat benda itu Melody paham dia sudah sampai di markas mereka,

Tengkorak Hitam.

***
 
Terakhir diubah:
Terima kasih Suhu semua untuk antusiasme dan reply-nya! Benar-benar jadi penyemangat untuk namatin cerita ini. Begini ternyata rasanya jadi penulis cerita haha! Selamat menikmati cerita selanjutnya.

CHAPTER 58: TENGKORAK HITAM


‘Pembunuhan mantan anggota militer oleh sekelompok orang’

‘Kerusuhan yang berujung tewasnya satu orang polisi. Siapakah dalangnya?’




“Eh tau ga, katanya yang demo kemaren itu jadi ricuh gara-gara ulah orang-orang jubah hitam.”

“Hah apaan dah jubah hitam hahaha.”

“..seriusan gue. Temen gue liat langsung di lokasi kerusuhan.”



‘Anak Ketua Partai X sampai sekarang tidak diketahui keberadaannya. Pencarian masih dilakukan.’



Kejadian-kejadian tersebut tentu tidak luput dari perhatian masyarakat, termasuk Melody. Namun dirinya masih tidak mempercayai bahwa itu adalah aksi golongan tertentu. Sampai pada suatu hari, Ryan teman sekolahnya dulu yang kini berprofesi sebagai penyidik menceritakan suatu hal pada saat pesta reuni.

“Mel, gue tau lo sekarang orang penting di Valkyrie. Orang terkenal di industri hiburan, walaupun lo bukan artis. Nama lo sering terpampang di media. Gue pengen lo buka mata, supaya hidup lo aman.”

“Maksud lo apa, Yan?” Ryan, temannya, tidak langsung menjawab. Dia memandang sekitar, seakan ingin membisikkan rahasia yang seorangpun tidak boleh tahu.

“Begini, gue sekarang ini ditugasin untuk menyelidiki sindikat yang dicurigai sebagai dalang dari banyak kerusuhan dan pembunuhan di ibu kota. Kerusuhan di depan gedung DPR, penculikan anak ketua umum Parpol X, mantan anggota militer yang dibunuh, lo ingat semuanya kan? Dari hasil penyelidikan tim gue, dalangnya adalah sindikat yang sama. Mereka itu kayak asasin, yang bisa disewa untuk membunuh, menculik atau bahkan bikin kerusuhan. Penyebabnya apa? Biasanya karena ‘nyenggol’. Makanya gue bilang ama lo, kalo ga penting-penting amat ga usah ganggu. Kita ga pernah tau siapa temennya siapa.”

“Dan sekarang, ada satu mantan napi yang jadi pembuka arah penyelidikan kami. Dicurigai sebagai anak buah sindikat itu, entah masih aktif atau sudah mantan anggota.”

“Sindikat? Sindikat apa sih ini yang lo maksud?” Hingar bingar pesta kini tidak mereka pedulikan lagi.

“Mungkin ini kedengaran konyol bagi lo, tapi kami berhasil mendapat nama kelompok itu,” kali ini Ryan benar-benar berbisik di telinga Melody. Di antara dentuman musik yang memenuhi ruangan pesta reuni, Melody mendengar jelas bisikan Ryan yang membuatnya sedikit bergidik.

“Tengkorak Hitam.”

***


Tak pernah terbersit di pikiran Melody saat itu bahwa sekarang dia berada di sana. Di markas Tengkorak Hitam. Kelompok ini benar-benar nyata. Apakah mereka benar-benar dalang dari semua kejadian itu? Sejenak Melody bertanya, namun tidak ambil pusing. Dia punya urusan sendiri. Melody yakin, tawarannya tidak akan ditolak oleh Bapak, begitu sebutan yang dia dengar.

“Silahkan.”

Pria berkerudung hitam itu mengarahkan Melody ke depan pintu kayu gelap dan besar. Pintu tersebut kelihatan berat untuk didorong. Melody menatap pintu tersebut. Satu langkah lagi, di balik pintu ini dia akan bertemu dengan pemimpin kelompok ini.

“Bapak sud- eh-“ Melody menoleh dan mendapati pria berkerudung hitam tersebut sudah hilang. Dia bahkan tidak mendengar langkah kaki pria tersebut. Melody sedikit merinding. Apakah mereka ini hantu?

Melody pun mendorong pintu besar tersebut. Tidak seberat yang dibayangkannya. Di balik pintu tersebut, puluhan cahaya lilin berpendar menyambutnya. Ruangan yang remang tersebut membuatnya beradaptasi dan waspada. Ranselnya semakin dicengkram erat.

Setelah mempelajari isi ruangan tersebut, Melody tersadar di depannya, di sisi yang sedikit gelap karena jarangnya lilin, seseorang duduk di kursi besar yang terlihat seperti singgasana. Dia melipat kaki sambil tangannya memangku dagu. Melody menyipitkan matanya, mencoba menangkap raut wajah sosok tersebut.

“Anda… Bapak?”

Sosok itu pun berdiri dan mendekat ke Melody. Saat tubuhnya diterangi cahaya lilin, barulah Melody dapat melihat jelas siapa Bapak yang disebut-sebut sebelumnya: pria yang ternyata tidak setua yang Melody bayangkan, mungkin sedikit lebih tua dari Bos Titan, rambut yang disisir klimis disertai kumis janggut tipis. Tubuhnya tegap walau tidak berotot, yang dibalut kaos abu-abu dan celana bahan hitam. Tidak seseram bayangan Melody.

“Hahaha iya betul. Padahal saya belum tua ya.” Melody semakin kaget saat mendapati ternyata pembawaannya ringan dan santai. Begini yang disebut dalang dari kerusuhan?

“Jadi ada maksud apa Anda datang ke sini, Melody? Pasti ini sesuatu yang serius ya? Silahkan duduk.” Bapak mempersilahkan Melody duduk di kursi di dekat pintu.

“Ya. Saya langsung ke permasalahannya saja.” Melody mengambil selembar foto dari saku samping tasnya. “Ini. Saya ingin kalian mencari wanita ini. Bawa ke saya. Hidup-hidup.”

“Setelah itu?”

“Dia menjadi urusan saya. Urusan kita selesai disitu… mungkin. Kalau saya ingin bantuan lagi untuk mengurus wanita ini, saya pasti akan menghubungi utusan Anda.”

Tanpa basa-basi Melody membuka tas yang dari tadi dipegangnya. Dari balik tas itu, terkuaklah tumpukan uang tunai yang berlimpah dan menyesaki tas tersebut sampai hampir tidak muat. Kau tidak akan bisa menolak tawaran ini, Melody tersenyum tipis.

Namun dia melihat Bapak hanya memandanginya. Sedikitpun Melody tidak melihat ketertarikan pria di depannya kepada tumpukan uang tersebut. Mereka saling menatap beberapa saat sampai akhirnya Bapak tertawa terbahak.

“Hahahaha lucu sekali Anda ini ya.” Melody bingung apa yang lucu dari dirinya.

“Anda ini benar-benar pertama kali berurusan dengan kami ya. Belum paham sedikitpun peraturan di sini. Eh, tentu anak-anak saya sudah memberitahu kan?”

“Sudah. Saya sudah tahu peraturan Anda. Jumlahnya Anda yang tentukan, saya paham. Tapi sekarang waktunya mendesak. Tidak ada waktu lagi. Saya akan memberi ini terlebih dahulu. Sisanya, saya pasti akan melunasinya.”

Bapak masih mengikik geli dan mendekatnya wajahnya ke depan Melody. “Anda benar-benar tidak menyimak apa yang utusan saya katakan. Anda menemui Bakri kan? Anak saya yang mantan napi itu?”

“Iya betul.”

“Nah apalagi dia. Bakri tidak pernah salah dalam melakukan tugas yang saya beri, termasuk memberitahu peraturan kami.”

Melody pun sebenarnya masih ingat apa yang dikatakan kepadanya. Bakri, mantan napi yang dicurigai Ryan sebagai anggota Tengkorak Hitam, berhasil ditemuinya di salah satu rumah susun kumuh jauh dari kota. Dari dia, Melody mendapatkan cara untuk menghubungi Tengkorak Hitam, berikut dengan detailnya. Melody juga tentu ingat, yang Bapak tentukan adalah bentuk upeti, bukan jumlah bayaran.

“Saya tahu, Anda bukannya tidak ingat, tapi pura-pura tidak ingat kan?” Melody reflek buang muka, akal-akalannya ketahuan.

“Hahaha Anda kira kami ini butuh uang? Anda tidak akan bisa mengira betapa mudahnya kami mendapatkan barang fana itu.”

“Yaudah jadi apa yang Anda mau?” Desak Melody tidak sabar.

Bapak tidak menjawab. Dia hanya tersenyum memandangi Melody, sampai Melody merasa tidak nyaman. Tangannya kembali menopang dagu. Tak lama Bapak beranjak berdiri dan berjalan kembali menuju singgasananya.

“Saya tunggu Anda di sini.” Pada saat itulah Melody merasa seperti ada yang memberi pemahaman ke dalam pikirannya: Bapak ingin menikmati ranum tubuhnya. Melody langsung berdiri dan menyergah, “Anda gila!”

Bapak tidak menggubris protesnya. Dia mengambil posisi santai di kursi kebesarannya. Sambil matanya tertutup, Bapak menggumam, “Saya orangnya fair kok. Klien yang tidak sepakat boleh keluar. Saya juga tidak memaksa.”

Melody terdiam di tempatnya. Dia mencoba berlogika. Kini tidak ada lagi yang bisa dia andalkan selain Tengkorak Hitam. Pekerjaan ini jelas bukan pekerjaan yang gampang dan hanya orang-orang yang punya sepak terjang seperti Tengkorak Hitam yang dapat diandalkan untuk sekarang ini. Tapi dia mau memperkosaku? Tidak mungkin!

Melody berpikir lagi. Tapi Bos Titan tidak tahu hal ini. Om Minmon juga. Toh setelah semua ini selesai, Veranda aku dapatkan, urusanku dengan orang ini akan beres. Aku tidak akan menginjakkan kaki lagi di tempat ini.

***

Bapak yang seperti akan tertidur, refleks membuka matanya saat mendengar suara langkah kaki mendekat. Perlahan dia bangun dari rebahnya.

“Nah gimana?”

“Oke, saya beri apa yang Anda mau. Tapi ingat, Anda dan kelompok Anda ini, harus bisa mengerjakan apa saya mau. Benar-benar apa saya mau. Kalau sampai gagal,” Melody menatap tajam wajah Bapak, “saya akan melakukan segala cara untuk membuat Anda menderita.”

Bapak yang mendengarnya spontan terbahak sambil menepuk tangannya. “Bravo hahaha! Saya suka wanita pemberani seperti Anda. Hahaha. Anda tahu, kalau ada klien saya yang berani mengatakan seperti itu, tidak sampai lima menit kepalanya pasti sudah putus.”

“Tapi Anda. Melody Nurramdhani Laksani. Dari awal saya sudah menyangka Anda adalah wanita yang menarik. Sekarang,” Bapak membetulkan posisi duduknya, “Saya ingin menikmati tempahan Valkyrie.”

***

Melody perlahan membuka bajunya. Tidak pernah dia sangka akan memperlihatkan tubuh bugilnya di depan orang selain kedua Bosnya. Namun dia sudah membulatkan tekad. Dia sudah mendapatkan armada untuk membuat semua ini kembali normal. Bos Titan akan kembali mempercayainya. Para Pegawai Terpilih akan kembali harmonis. Anak kampung itu akan lenyap dari dunia ini, tekadnya.

“Peliharaan Tristan dan Mino benar-benar tidak sembarangan.” Gumam Bapak saat melihat tubuh telanjang Melody di depannya. Kulit putihnya diterangi cahaya lilin. Lekuk tubuhnya dihiasi remang ruangan. Buah dadanya terpampang indah.


“Jaga mulutmu!”

“Hahaha maaf.”

“Sekarang Anda mau apakan saya?”

“Terserah Anda.”

Dengan malas Melody mendekat dan mulai membuka celana hitam Bapak. Dari balik celananya, Melody mendapati penis berukuran normal yang belum tegang. Sekilas Melody tersenyum mengejek. Hah ini mah jauh lebih kecil dari ukuran penis kedua Bosku. Ini tak akan terasa. Tak akan tahan lama, ejeknya dalam hati.

“Silahkan.” Bapak tersenyum sambil menatap Melody.

Maka Melody mulai memasukkan penis Bapak ke dalam mulutnya. Dengan gerakan terlatih Melody mulai memajumundurkan mulutnya, menyedot sambil lidahnya memutar menjilati kepala penis Bapak. Bapak tersenyum melihat gaya Melody yang terampil dan berpengalaman.

Bapak sudah mempelajari latar belakang Melody jauh sebelum dia sampai di markas Tengkorak Hitam. Wanita yang sangat menarik, baik dari kepribadian maupun penampilannya. Juga sedikit… misterius. Kesempatan ini tentu tidak disia-siakan Bapak. Dan kini, wanita yang membuatnya penasaran sudah hadir di depannya.

Penis Bapak mulai menegang, namun tetap tidak terlalu berbeda ukurannya dengan kondisi lemas. Dalam hati Melody tertawa mengejek. Betapa beruntungnya kau dengan penismu yang tidak seberapa ini bisa menikmati selangkanganku, batin Melody.

Setelah dirasa cukup tegang, Melody mengambil posisi Woman on Top dan memasukkan penis Bapak ke dalam vaginanya. Bles! Penis Bapak dengan lancar tertelan oleh vagina Melody yang gempal. Melody mulai menggoyang pinggulnya naik turun. Namun anehnya, Bapak seperti tidak merasakan kenikmatan bersenggamanya. Dia hanya tersenyum sampai akhirnya berkata,

“Kamu tau, Mel, penis itu tidak selalu tentang ukuran.”

Deg. Melody tertegun. Bapak seperti bisa membaca isi hatinya. Pria ini tentu bukan sembarang orang. Tapi sampai bisa tepat membaca isi hati, membuat Melody sedikit merinding.

Detik setelah Bapak mengatakan itu, Melody mulai merasakan sensasi yang aneh. Seiring dengan goyangan pantatnya, Melody merasakan gesekan penis Bapak dan dinding vaginanya sangat lembut dan nikmat. Melody mencoba mempercepat goyangan naik turunnya dan semakin merasakan rasa geli senggama di selangkangannya.


Melody pun mencengkram bahu Bapak dan semakin cepat, semakin cepat, menggoyang pinggulnya. Dirinya mendadak ingin meraup segala kenikmatan dari penis Bapak. Tanpa sadar matanya memutih dan mulutnya menganga keenakan. Liurnya menetes membasahi kaos Bapak.

“Ngghh! Ngghh! Enak! Enak! Ergh!” Melody meracau. Rasa nikmat yang tidak bisa digambarkan membuatnya kesetanan. Kini dia mulai memutar dan memajumundurkan pantatnya, mencoba mencari kenikmatan lain. Baru beberapa menit berlalu, keringat yang mulai deras membasahi tubuhnya. Cahaya lilin semakin menerangi tubuhnya yang kini basah.

“Pak! Pak! Enghh! Errh! Argghh!” Tak sedikitpun Melody mengendurkan goyangannya tatkala cairan squirting mulai muncrat dari balik liang vaginanya. Crrrt! Crrrttt! Pantat Melody kini malah menghentak-hentak paha Bapak. Vaginanya semakin menuntut kenikmatan lebih dan mulai menyedot-nyedot penis Bapak. Dinding vaginanya mengempot. Nadinya berdenyut kencang. Tidak pernah dirasakannya seenak ini saat bersenggama dengan Bos Titan dan Om Minmon. Satu hal yang baru dia tahu, penis tidak selalu tentang ukuran.

Melody memelototi Bapak saat dia merasakan penis Bapak terasa seperti makin menyesaki liang vaginanya. Squirting keduanya akan datang. Dan benar, air bening mulai membeceki Labia Minora-nya dan membasahi bagian bawah kaos Bapak. Refleks, Melody memagut bibir Bapak membabi buta. Tangannya memeluk erat kepala Bapak, tanpa sedikitpun menunjukkan tanda-tanda lelah.

“Anjingg! Entot aku! Lagi! Lagierrghh!” Setengah jam tidak terasa saat Melody mendapat orgasmenya. Pil Ultimate dan balsem Jasmine menunjukkan taringnya. Bapak pun terpana melihat ketangguhan tubuh Melody. Belum pernah dia melihat wanita segarang ini dalam bersenggama. Apa yang kalian lakukan pada wanita ini Mon, Tan, batin Bapak.

“Kayaknya penis kurang tegang.”

Seperti anjing peliharaan, Melody langsung menurut. Dengan cepat dia mengeluarkan penis Bapak dan mulai mengisapnya. Dengan kesetanan Melody menyedot dan menjilat batang penis yang warnanya sedikit gelap dibanding warna kulit Bapak. Dan kini Melody merasakan sensasi lain. Semakin dia mengisap penis Bapak, semakin lidahnya merasakan gurih dan manis. Melody seperti anak kecil yang asyik menikmati permen.

Kini tidak ada lagi dinding gengsi di diri Melody. Dia merasakan pengalaman yang baru. Matanya terbuka. Apa yang dia nikmati di Valkyrie ternyata belum seberapa dibanding dengan dunia luar. Ini pertama kalinya dia menikmati penis selain penis kedua Bosnya dan langsung mendapat pengalaman yang luar biasa.

Saat dirasa sudah tegang maksimal, Bapak menarik tubuh Melody dan menunggingkannya di kursi. Dari belakang, Bapak pelan-pelan memasukkan penisnya ke dalam memek Melody. Dia ingin menyiksa Melody yang sangat ini ingin dipuaskan hawa nafsunya. Dan benar saja, Melody meracau saat mendapati penis Bapak hanya diam saja di dalam vaginanya.


“Ngghh Bapak jangan siksa akuu ngghuhuhu..” setengah menangis Melody menuntut dipuaskan. Pantatnya mulai maju mundur agar dapat merasakan kembali gesekan penuh kenikmatan dari penis Bapak.

Memajumundurkan pantat dengan posisi menungging tentu melelahkan, namun Melody tidak peduli. Dia mencoba secepat mungkin. Dan kini, rasa enak itu kembali memenuhi liang vaginanya. Mulutnya melenguh sakau, memohon rasa enak itu lagi dan lagi.

Setelah membiarkan Melody berjuang mendapatkan kenikmatan penisnya, kini Bapak tak tahan lagi. Dia pun mulai menggoyang penisnya. Tubuh Melody pun meremang. Otot-ototnya menegang. Ini dia, batinnya. Rasa enak yang kuinginkan. Bapak pun merasakan sensasi yang sama dari vagina Melody. Dia dapat merasakan vagina Melody terus menekan, menjepit serta menyedot penisnya, seakan tidak ingin melepasnya. Vagina Melody terasa seperti vagina gadis yang baru saja direnggut keperawanannya.

Setelah satu jam bersenggama, Bapak mulai merasakan puncak kenikmatannya. Semakin cepat dia menggoyang penisnya. Sementara Melody baru saja merasakan orgasme untuk kesekian kalinya. Lapisan sutra tebal singgasana Bapak kini basah oleh cairan squirting Melody yang muncrat berkali-kali.

“Mel… Rasakan peju-ku”

“Pak! Pak! Muncratkan Pak! Ergh ayo Pak!” Melody terus meracau kesetanan. Setelah Bapak merasakan momen cairan pejunya akan keluar, dengan cepat Bapak mengeluarkan penisnya dan mengarahkan ke mulut Melody. Melody dengan sigap menyedot kencang penisnya sampai Bapak menggelinjang. Sambil tangannya mengocok cepat pangkal batang penis Bapak, lidahnya meliuk-liuk menjilati kepala penisnya. Hingga akhirnya,

Crrroott! Crrrott! Sperma Bapak tumpah ruah di dalam mulut Melody. Melody langsung menelan lelehan sperma Bapak yang dirasanya gurih. Sambil menelan Melody terus mendesah, ingin lagi dan lagi. Semakin cepat dia mengocok penis Bapak, berharap air mani yang bisa ditelannya tidak habis-habis.

Sementara Bapak menegang. Nafasnya memburu. Semasa hidupnya menikmati tubuh wanita, baru ini Bapak merasakan kepuasan tidak terkira. Dia merasa mantra yang dilekatkan di penisnya mendapat selangkangan yang padu dan serasi. Lama dia menatap Melody yang masih asik menyedot penisnya. Wanita ini benar-benar istimewa, batinnya.

***

Melody tersentak. Entah sudah berapa lama dia tertidur karena lelah. Setelah tersadar penuh, dia mendapati dirinya terbaring di ranjang yang dikelilingi lilin. Tubuh bugilnya diselimuti kain sutra merah. Di sampingnya, Bapak duduk santai di pinggir ranjang. Melihat Melody yang sudah sadar, Bapak mengambil gelas kayu di meja samping ranjang dan menyodorkannya kepada Melody.

“Ini, minum dulu. Biar kamu cepat pulih, bisa beraktivitas seperti biasa.” Melody yang enggan akhirnya meraih minuman itu dan meneguknya. Sedikit pahit namun entah kenapa terasa segar.

“Ini jam berapa? Aku sudah tidur berapa lama? Kenapa kamu ga bangunin aku?”

“Kamu terlihat lelah sekali, jadi aku ga berani bangunin. Toh ini belum subuh kok.”

Entah sejak kapan percakapan meraka tidak seformal awal tadi.

***

“Jadi semua kejadian itu, memang ulah kalian? Kamu dan kelompokmu?”

“Semua yang kami lakukan, ada dasar kuatnya. Kami tidak pernah mau mengerjakan sesuatu yang tidak ada nilainya. Ketua Parpol X itu, sudah berapa orang yang dia makan untuk bisa dapat posisi penting. Itu alasannya sampai sekarang kami menyekap anaknya. Sampai dia mau mengganti rugi orang-orang yang sudah dia korbankan.”

Melody terdiam. Ternyata Tengkorak Hitam tidak seseram apa yang dia dengar selama ini. Mereka punya prinsip. Mereka punya nilai tersendiri. Bapak tidak sembarangan memutuskan sesuatu, batinnya sambil menatap mata Bapak dalam-dalam.

***

“Serius ini saya ga ketahuan?”

“Tidak, Bu Melody. Bapak sudah memerintahkan kami untuk mengantar Ibu dengan aman dan tanpa ketahuan seorang pun.”

“Oke saya pegang janji kalian. Saya akan tuntut kalian kalau saya sampai ketahuan.” Padahal dalam hati Melody bahkan tidak tahu cara untuk menuntut mereka kalau benar mereka tidak bisa menepati janjinya. Namun entah kenapa dia merasa bisa mengandalkan Tengkorak Hitam yang kini sudah mengikat janji dengannya.

“Baik, Bu Melody.”

“Sejak kapan kalian mau panggil saya ‘Bu Melody’. Kayaknya dari awal saya datang kalian main hilang-hilang aja.” Melody mendengus.

“Atas perintah Bapak, Bu.” Langkah Melody terhenti. Pintu lobi sudah beberapa langkah lagi. Dia terdiam. Mengingat sosok Bapak.

“Tugas kami sampai di sini. Ibu sudah aman. Silahkan melanjutkan ke tempat Ibu. Saya permisi.” Melody refleks menoleh ke belakang, namun sudah tidak mendapati pengantar yang bersamanya tadi. Cepat-cepat dia menyusuri ruangan besar loby yang entah kenapa tidak terlihat satupun satpam.

***

“Bapak senang dengan apa yang terjadi malam ini?”

Wanita berkerudung hitam tampak menunduk menunggu Bapak mengganti baju yang dibawanya. Jawaban dari pertanyaannya tidak kunjung didapatnya. Namun dengan patuh dia mengambil kaos abu-abu dan celana bahan hitam Bapak yang sudah lusuh.

“Kalau begitu saya permisi, Bapak.”

Saat kakinya sudah menapak pintu ruangan Bapak, saat itulah Bapak menggumam pelan namun jelas didengarnya,

Sye nara dalhi oura valekh. Bintang Kejora lenyap di bentangan Samudera Biru.”

Perempuan itu terkejut, kemudian cepat-cepat menghilang.

***
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd