Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Wanita Yang Menutup Aurat

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
Chapter 25

Aku terpaku melihat wanita cantik yang sangat anggun itu. Wanita yterlihat sangat menghormati Pak Jalu terlihat dari caranya mencium tangan Pak Jalu lalu menempelkan tangan Pak Jalu ke keningnya. Rasa hormat dan cinta yang begitu besar.

"Kapan kamu mengambil sample darah anak ini?" tanya Pak Jalu terlihat heran.

"Aku sudah beberapa bulan menemukan tempat persembunyian Rini dan terus mengawasi anak ini, Agus. Jadi bukan perkara sulit mengambil sample darah anak ini.." jawab Lilis tersenyum. Senyum yang indah namun ada sesuatu di balik keindahannya. Sesuatu yang membuatku takut.

"Kalian orang tua kandungku?" tanya A Agus memotong perkataan wanita cantik itu. Mata A Agus seperti tidak percaya menatap wanita yang berdiri di hadapannya.

"Ya, kamu adalah anakku, hasil tes DNA yang kuterima sebulan yang lalu menunjukkan hal itu." jawab wanita cantik itu menatap A Agus dengan air mata berlinang. Aneh, wanita yang terlihat kuat ternyata bisa menangis.

"Aku tidak pernah diambil darah untuk sample pemeriksaan DNA." kata A Agus heran.

"Medical chek up saat kamu mengajukan lamaran ke PT XXX, orang ku yang sengaja mendatangimu memberi informasi adanya lowongan untuk posisi tertentu dan kamu tertarik untuk melamar ke tempat tersebut. Dan orangku pula yang kamu datangi untuk medical check up." jawab wanita itu membuatku kagum dengan strategi dan kecerdasannya. Andai aku memiliki kecerdasan seperti wanita itu. Dengan kecerdasan seperti yang dimilikinya, aku akan dengan mudah mendapatkan pembunuh ayahku.

"Jadi anda tahu siapa yang membunuh Kang Kosim?" tanya ibu memotong pembicaraan wanita itu. Terlihat jelas ibu tidak berani menatap wanita ibu. Sepertinya ibu sangat mengenal wanita itu yang pasti adalah istri Pak Jalu.

"Aku tidak tahu siapa yang membunuh suamimu. Tapi yang pasti suamimu mati tidak ada hubungannya denganku dan tidak ada hubungannya dengan sindikat. Orang yang membunuh suamimu seorang amatir yang berusaha meniru film film. Terlalu kasar." jawab wanita itu. Suaranya yang lembut dan merdu mengandung sebuah kekuatan yang membuatku takluk.

"Tapi aku menemukan surat dengan dengan gambar pisau belati yang menusuk seekor ular. Persis seperti surat yang diterima ayahku seminggu sebelum kematiannya." jawab ibu sambil mengeluarkan selembar kertas dari dompetnya dan memberikannya kepada wanita itu.

"Memang orang yang sama yang pernah mengirim surat ini padamu dan itu tidak ada kaitannya dengan kami maupun sindikat yang pernah jadi bagian hidup suamimu. Suamimu hanyalah kurcaci yang tidak tahu apa apa, jadi kalaupun dia keluar, hal itu tidak akan membahayakan sindikat. Jadi ada atau tidak ada suamimu, itu tidak berpangaruh. Orang yang membunuh suamimu adalah orang yang sama yang sudah membunuh ayahmu. Orang yang ingin memilikimu." jawab wanita itu tidak sepenuhnya aku pahami. Aku hanya paham separuhnya saja.

"Mak, Kokom mau keluar jalan jalan dulu, ya?" pamitku. Pembicaraan mereka terlalu berat untukku, sorang gadis berusia 18 tahun.

"Sama siapa? Ini sudah malam..!" jawab ibu keberatan.

"Di luar rame, Kokom mau liat liat ke atas sepertinya rame..!" jawabku sambil melirik ke arah Satria, berharap dia mau menemaniku.

"Biar saya temani, Bu..!" Satria sepertinya mengerti apa yang kuinginkan.

"Ya sudah, nitip Kokom ya, Sat..!" kata ibu dan di ruangin ini sepertinya tidak ada yang keberatan.

Kami segera berpamitan untuk berjalan jalan. Tanpa sadar aku meraih tangan Satria dan kami saling berpegangan tangan menaiki tangga yang akan membawa kami ke puncak bukut. Suasana malam ini benar benar rame. Warung sepanjang jalan penuh oleh para pengunjung yang datang dari segala tempat. Mungkin banyak yang tidak kebagian kamar sehingga harus mendatangi setiap warung yang berada di tempat ini mencari kamar yang kosong.

Di pumcak bukit Satria mengajakku duduk di akar pohon yang melintang. Teman ini adalah tempat yang tersisa yang bisa kami duduki sambil melihat berbagai macam atraksi yang dipamerkan tukang obat.

"Cari kamar, yuk..!" bisik Satria membuatku tersipu malu. Sepertinya dia tahu apa yang kupikirkan. Entah kenapa birahiku terus menerus membara.

"Kamu gak cape dari kemaren ewean terus..!" bisikku takut terdengar oleh beberapa pasangan yang berada tidak jauh dari kami.

"Ngewe sama kamu gak akan ada capenya. Memek kamu enak banget. Sayang perawan kamu bukan aku yang dapet...!" bisik Satria tangannya yang merangkul pundakku turun ke payudaraku dan meremasnya dengan keras membuatku mendesah nikmat.

"Kita puas puasin ngewe malam ini, besok kita udah pulang...!" bisik Satria, remasannya pada payudaraku semakin keras. Nikmat sekali. Kalau saja tempat ini sepi dan hanya ada kami mungkin aku sudah menjerit nikmat dan balas meremas kontol jumbo Satria.

"Kamar di sini jelek..!" kataku sambil bersandar di dada bidang Satria. Bau tubuhnya yang has semakin membakar gairahku. Aku ingin bercumbu dengannya dan kembali menikmati pejuhnya yang gurih.

"Bukan kamarnya yang penting. Kamunya yang palimg penting." bisik Satria sangat dekat dengan telingaku, hembusan nafasnya membuat bulu kudukku bangkit. Perlahan aku mendesah menikmati sensasinya. Mumgkin seperti ini rasanya saat sedang berpacaran hingga terjerumus dalam pergaulan bebas. Walau aku sangat berbeda dengan mereka. Aku belum pernah berpacaran, aku langsung kehilangan perawan tanpa mengenal kata pacaran. Dan aku tidak mau melewatkan momen seperti ini begitu saja. Aku ingin berlama lama menikmatinya.

Sebuah pesan WA masuk ke hpku, getarannya sangat mengganggu keasaikanku menikmati momen indah ini.

"Pulang, sudah malam. Kami sudah selesai bicara. Pak Jalu dan Bu Lilis malam ini juga pulang." kata Ibu membuatku harus menuruti perintahnya. Rasanya tidak enak kalau tuan rumah pergi dan kami asik asikan pacaran. Pacaran, ah itu hanya keinginan sepihak.

"Pak Jalu dan Bu Lilis sudah mau pulang." bisikku di telinga Satria sehingga aku bisa mencium bau Satria yang membuatku semakin terbagar gairah. Aku ingin menikmati malam ini hanya berdua dengan Satria, aku bisa menciumi sekujur tubuhnya tanpa ada yang mengganggu. Aku ingin memiliki Satria seutuhnya malam ini tanpa berbagi dengan wanita lain walau itu ibuku sendiri.

"Ayo...!" jawab Satria sambil mengantongi HPnya, rupanya diapun menerima pesan yang sama dengan pesan yang kuterima tapi datangnya dari orang yang berbeda. Kami jalan bergandengan tangan menuruni tangga seperti sepasang kekasih. Aku bahagia. Tidak perduli pasang mata menatap kami iri. Para wanita yang melihat Satria pasti cemburu dan iri karena tidak bisa jadi pasangan ritual Satria, sedangkan para prianya pasti menginginkanku jadi pasangan ritual mereka.

******

"Jadi pasangan ritual Emak siapa donk?" tanya ibu melihatku yang terus bergandengan tangan dengan Satria dan Mbak Ratih yang tidak mau melepaskan pegangannya pada A Agus. Tinggal ibu sendiri yang tidak mempunyai pasangan.

"Kan diluar banyak cowok yang belum punya pasangan, Mak.!" jawabku. Malam ini aku tidak rela harus berbagi kontol Satria dengan ibu. Aku ingin memiliki seutuhnya.

"Gus..!" ibu menatap A Agus seperti meminta ijin.

"Tanya Ratih, Mak..!" jawab A Agus menahan tawa melihat ibu yang bingung.

"Malam ini Ratih cuma pengen berdua dengan Agus. Besokkan kalian pupang, kapan lagi memek Ratih disodok kontol segede ini..!" jawaban Ratih sambil meraba kontol A Agus.

"Kalian ko, tega sich?" terlihat wajah kecewa ibu yang harus melewati Malam Satu Suro sendirian. Sesuatu yang pasti sangat menyiksa.

Aku hanya tertawa geli sambil menarik tangan Satria masuk salah satu kamar di rumah ini. Kamar yang ditempati oleh Satria. Mbak Ratih ikut ikutan menari tangan A Agus masuk kamarnya meninggalkan ibu yang duduk bengong di ruang tamu.

"Kasian ibumu ditinggal sendirian di luar..!" bisik Satria sambil menciumi bibirku yang kata orang sensual. Aku mengindar dari ciuman Satria. Ada rperasaan cemburu menyebut ibu.

"Kamu mau ritual sama ibuku? Ya udah sana, biar aku tidur sendirian. Kataku jengkel. Birahiku langsung turun.

"Dasar gadis nakal, kamu gak kasian ibumu di luar sendirian? Kamu benar benar nakal..!" kata Satria sambil meremas pantatku yang bulat dengan keras. Birahiku yang surut kembali bangkit saat Satria menyebutku anak nakal.

"Kamu harus dihukum di depan ibu kamu...!" bisik Satria sambil terus meremas pantatku dengan kasar. Gila, aku benar benar terangsang oleh perkataan dn remasannya yang kasar. Memekku berdenyut dan mengeluarkan cairan yang sangat terasa saat bergerak di dalam memekku.

"Emakkkk..!" teriakku memanggil ibu agar bisa melihat hukuman apa yang akan Satria berikan padaku.

"Ada apa, geulis...!" belum habis suaranya, ibu sudah masuk kamar yang memang tidak terkunci.

Aku tidak menjawabnya. Aku lebih tertarik melihat Satria yang membuka baju Syar'iku dengan kasar. Pengait BHkupun dilepas dan menarik BHku. Satria melempar BHku ke pojok ranjang. Satria segera berjongkok dan menarik CDku lepas dari kakiku yang mulus.

Aku melenguh nikmat saat Satria menjilati memekku, reflek aku melebarkan kakiku untuk mempermudah Satria menjilati memekku yang tertutup paha. Tapi lidah Satria masih kesulitan mencapai memekku, aku mengangkat kaki kiriku ke atas kursi yang kebetulan berada tidak jauh dari tempatku.

"Aduh, Makk...!" aku merintih nikmat saat lidah Satria menggeliti memekku dan menghisapnya dengan rakus. Aku memegang kepala Satria agar tidak terjatuh.

"Nungging...!"Satria melepas memekku dan bangun sambil menarikku agar menungging dan kedua tanganku di atas ranjang.

Aku menuruti kemauan Satria dengan jantung berdegup kencang. Aku menoleh ke belakang melihat Satria begitu cepat membuka seluruh pakaiannya dan kemudian dia meremas pantatku. Tanganku meraih kontol Satria yang menempel memekku dan mengarahkannya pada lubang yang tepat.

Begitu kontolnya tepat pada kubang memekku, Satria langsung mendorong kontolnya dengan bertenaga menobos hingga dasar memekku, saking bertenaganya henyakan Satria membuat wajahku tersungkur di atas kasur. Satria sepertinya tidak perduli dengan keadaanku. Dia langsung memompa memekku dengan kasar, untungnya memeku sudah basah sehingga aku tidak kesakitan. Rasanya nikmat sekali.

"Satria, kasar amat ngewenya...!" kata ibu sepertinya merasa iba melihatku yang tersungkur di ranjang. Padahal aku sangat menikmatinya.

"Terusssss, Sattt...ennnnak..!" aku menjerit menikmati sodokan Satria, mematahkan anggapan ibu yang menganggapku tersiksa.

"Tuh, Bu. Kokom paling seneng diewe kasar...!" kata Satria terus membombardir memekku sehingga ranjang ikut bergoyang berbenturan dengan dinding kayu jati. Suaranya gaduh sekali.

Tapi siapa yang perduli, kenikmatan yang kurasakan sangatlah dahsyat, sodokan demi sodokan kontol Satria menerobos memekku, remasan Satria diselingi tepukan pada pantatku semakin menambah sensasi nikmta yang tiada taranya sehingga ahirnya aku menyerah kalah saat badai orgasme menyeretku ke dalam kenikmatan tiada taranya.

"Makkkk Kokom kellluarrr,!" jeritku menyambut orgasme dahsat.

"Gantian Sat, sekarang Bu Haji ewe...!" kata ibu menarik tangan Satria. Ibu berbaring di pinggir ranjang, kakinya diangkat ke atas hingga memekny terbuka indah. Aku lihat ibu masih berpakaian lengkap, bajunya diangkat ke atas untuk memudahkan Satria menyodok memeknya.

"Emak, gak boleh Kokom enak lanhsung direbut.?"Protesku melihat kebinalan ibu yang tidak mau ngalah dengan anak gadis satu satunya. Aku masih tetap menungging sambil melihat kebinalan ibuku.

"Emak juga penhen diewe kontol gede...!" kata ibuku sambil menarik kontol Satria ke arah memeknya .

Saat aku asik melihat adegan Satria mencoblos memek ibu, tiba tiba ada yang meremas pantatku dan sebuah kontol menerobos memekku dengan keras membuatku meringis nikmat. Aku menoleh ternyata A Agus yang menyodok memekku dengan kasar.

"A Agus, memek adek sendiri diewe...!" protesku sambil menikmati sensasi nikmat yang kembali kurasakan.

"Aa udah gak tahan pengen nyobain memek kamu dari dulu..!" jawab A Agus sambil memompa memekku dengan cepat. Kontolnya begitu keras seperti kontol Satria, nikmat yang kurasakanpun tidak kalah dahsyat dibandingkan kontol Satria.

"Ennnak A, terus ewe Kokom..!" jeritku menikmati sodokan demi sodokan kontol A Agus yang begitu kasar. Rintihan dan eranganku bersambungan dengan rintihan dan erangan ibu. Benar benar gila, ibu dan anak gadisnya sedang diewe dua pejantan tangguh.

"Emakkkk kelllluar...!"/ibu berteriak menyambut orgasme dahsyatnya.

"Akkkku juga, Bu Haji...! " Satria mengeram menembakkan pejuhnya ke memek ibu.

A Agus semakin kasa sja memompa memekku bahkan dia menarik rambutku yang panjang seperti joko kuda yang menarik tali kekang kudanya. Benar benar gila, aku diewe kakakku sendiri dengan kasar, tapi rasa nikmtnya sangat sulit diungkapkan kata kata.

Aku melihar pejuh Satria keluar dari memek ibu membuatku tergoda untuk menelannya. Aku bergerak ke arah selangkangan ibu sementara A Agus terus menyodok nyodok memekku. Aku membungkuk menjilati pejuh Satria yang merembes keluar dari memek ibu. Aku menelannya dengan lahan, menyedotnya agar semua pejuh Satria yang berada di lobang memek ibu dapat kutelan hingga tidak tersisa.

"Terusss Kom, jilat memek Emak, ennnnak...!" rintih ibu menikmati jilatan di memeknya.

"Kom, Aa kelllluar...!"A Agus menjerit dan menekan kontolnya sampai dasar memekku. Kontolnya berkedut menyemburkan pejuhnya ke dasar memekku.

"Kokom juga kelllluar...!"akupun menjerit mencapai orgasmeku.

"Agus,....!" teriak Mbak Ratih. Serentak kami menoleh ke arah pintu. Mbak Ratih berkacak pinggang.

Bersambung
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd