Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Wanita Yang Menutup Aurat

Status
Please reply by conversation.
Chapter 29

"Kokom, ari maneh ka Emak embung ngelehan..! ( kokom, kamu ke Emak gak mau ngalah..!" kata Ibu tertawa melihatku yang melotot karena merasa hakku direbut.

"Kan yang salah Kokom, jadi Kokom yang harus dihukum..!" kataku merebut kontol A Agus dari tangan Ibu.

"Aduh, sakit donk kontol Aa jadi rebutan..!" protes A Agus melihat kelakuan ibu dan anak yang sedang rebutan kontol besarnya. Kontol yang diharisi dari ayahnya. Karena kontol Mang Jalu sebesar punya A Agus atay lebih tepat kontol A Agus sebesar kontol Mang Jalu.

"Iya nich Kokom gak mau ngalah..!" jawab ibu membiarkanku mengulum kontol A Agus dengan berbafsu.

Benda keras dan kenyal itu agak bau pesung, mungkin A Agus tidak mencuci kontolnya setelah kencing. Tapi itu bukan masalah buatku. Kata sebuah penelitian air kencing bisa dijadikan obat awet muda, walau aku tidak tahu detilnya gimana.

"Anak emak kok jadi doyan kontol..!" kata ibu sambil membelai kepalaku yang sedang asik mengulum kontol A Agus. Ada keasikan tersendiri saat aku melakukannya. Keasikan yang tidak bisa kujelaskan.

"Enak...!" jawabku melepaskan kontol A Agus yang menjadi basah oleh air liurku. Aku mengocoknya dengan cepat dan berharap pejuhnya keluar agar aku bisa menelannya. Kata mitos pejuh adalah obat awet muda paling mujarab. Entah fakta atau hanya sekedar mitos. Siapa yang mau perduli. Yang penting buatku rasa pejuh sangat nikmat. Hanya orang bodoh yang tidak menyukainya.

"Terus Kom, dikocok sambil diemut..!" kata A Agus menarik kepalaku agar menghisap kontolnya yang sangat panjang sehingga hanya sepertiganya saja yang mampu masuk ke mulutku.

Perlakuan kasar dari A Agus justru semakin membuatku bernafsu. Ibu rupanya tidak mau tinggal diam, dia menarik celana A Agus hingga terlepas. Bukan hanya celana, juga kaos A Agus dilepasnya, sehingga dada bidang A Agus akan menggoda setiap wanita normal, termasuk ibu yang berdiri menciumi dadanya dengan bernafsu.

"Keteknya, Mak...!" kata A Agus mengangkat tangannya ke atas sehingga keteknya terbuka. Aku melihat ibu yang tanpa rasa jijik menciumi dan menjilati ketek A Agus. Aku tidak perduli dengan yang dilakukan ibu. Tanganku sudah pegal mengpcok kontol A Agus yang tidak juga menunjukkan tanda tanda akan keluar.

"Pegel, A..! Gantian donk jilatin memek, Kokom" kataku merengek manja sambil berdiri membuka seluruh pakaianku. Memekku berkedut keras membayangkan jilatan A Agus. Aku membuka jilbab dan juga ikatan rambutku sehingga rambutku yang panjang tergerai bebas semakin membuatku merasa sexy.

Aku duduk dengan kaki mengangkang lebar, memekku agak terbuka memperlihatkan bagian dalamnya yang berwarna merah dan basah, has memek remaja berusia 18 tahun berusaha menggoda A Agus.

"Gelo, memek Kokom bagus amat..!" kata A Agus berjongkok menghadap memekku. Hidungnya menghirup aroma memekku membuatku merinding nikmat. Senikmat inikah rasanya, padahal A Agus belum menyentuhnya. Aku menggigit bibir sambil meremas payudaraku yang besar.

Tubuhku menggeliat saat lidah A Agus menyentuh memekku. Refelek aku menjambak rambut A Agus, menariknya ke memekku.

"Ennnak, A...!" mataku terpejam menikmatinya. Aku merasa payudaraku diremas dengan keras disertai hisapan pada putingnya yamg mengeras. Aku membuka mata, ternyata ibu yang melakukannya. Sama sepertiku, ibu sudah bugil.

Pantatnya yang besar bergoyang goyang. Entah apa yang menyebabkannya. Saat kuperhatikan dengan seksama ternyata memeknya sedang dikobel A Agus yang asik menjilati memekku.

"Aa, Kokom kelllluar...!" jeritku merasakan sensasi nikmat yang tiada taranya. Tanganku semakin keras menjambak rambutnya, menekannya ke memekku. Aku kehilangan kendali atas tubuhku yang mengejang.

Mataku terpejam menikmati sensasi yang menjalar ke otakku tanpa melepaskan jambakanku. Aku tidak rela lidah A Agus menjauh dari memekku hingga ahirnya seluruh tubuhku lemas kehilangan tenaga. Jambakannkupun terlepas.

"Sekarang ewe memek, Emak...!" kata ibu terdengar jelas membuatku membuka mata menopeh ke arah Ibuku yang duduk di sampingku dengan kaki mengangkang lebar. Tangan ibu memegang pahanya yang gempal dan putih mulis tanpa cacat.

"Agus pengen nyodok memek Kokom dulu. Kan tadi Emak udah Agus ewe...!" kata A Agus tidak tertarik mencoblos memek ibu. Dia malah membuka pahaku lebar lebar dan tanpa memberiku kesempatan, kontolnya mencoblos memekku.

"Makkkk...!" aku menjerit nikmat saat kontol A Agus menerobos memekku dengan kasar. Mataku melihat ke arah ibuku dengan perasaan senang karena A Agus lebih memeilih memek dari pada memek ibuku.

"Agussss..!" seru ibu kecewa melihat kontol A Agus menerobos memekku. Entah kenapa aku tergoda untuk meraba memek ibu dan memasukkan jariku ke memeknya yang gundul karena selalu dicukur.

"Terussss Aa. Yang kenceng...!" kataku. Aku memasukkan tiga jariku ke memek ibu dan mengocoknya dengan cepat. Jariku terasa lengket di lobang memek ibu yang hangat dan lembut.

Rasa nikmat yang kurasakan semakin menggila terlebih A Agus meremas payudaraku dengan keras hingga ahirnya orgasme kembali menerjang tubuhku. Membuatku menjerit histeris.

"Kokom kelllluar lagi...!" aku menyerah dihantam gelombang prgasme bertubi tubi. Melihat kondisiku, A Agus tidak memberiku ampun. Dia swmakin mempercepat koncokannya. Memompa memekku dengan keras sehingga aku meraih orgasme dalam waktu sangat singkat.

"Udah Gus, kasian adek kamu..!" kata Emak menjadikan keadaanku sebagai alasannya untuk merasakan sodokan kontol A Agus.

"Iya, Mak...!" kata A Agus mencabut kontolnya dari memekku, membuatku agak kecewa. Karena aku masih menginginkan gelombang orgasme menghentakkan tubuhku. Tapi aku juga harus mengalah, Ibu pasti sudah tidak tahan menginginkan sodokan kontol A Agus.

A Agus langsung memompa memek ibuku dengan kencang membuat payudaranya yang besar bergoncang keras. Aku tergoda membalas perbuatannya. Kuremas payudara ibuku dengan keras dan menghisap pentilnya seperti yang kulakukan saat bayi. Ternyata tidak ada setetespun ASI yang keluar dari dalamnya.

"Sini Kom, memek kamu Emak jilatin. Kamu diri..!" kata ibu.

Sebagai anak aku harus berbakti, jadi aku turuti kemauan ibuku berdiri mengangkang di kursi dengan memek tepat pada wajah ibuku. Berbakti atau kurang ajar, entahlah. Aku hanya menuruti kemauan ibuku yang langsung membuka belahan memekku dan menjilatinya dengan bernafsu. Gila, rasanya sungguh nikmat. Terlebih sensasinya merasakan memekku dijilati ibu kandungku sendiri sehingga cairan memekku menetes ke mulutnya.

"Mak, Agus gak tahannnnn...!" kudengar A Agus menjerit membuatku menoleh ke belakang. Wajah A Agus terlihat menegang menyambut orgasme.

"Emakkkk jugaaaaa sayang....?" rupanya ibuku mangalami hal yang sama. Pemandangan yang terjadi membuatku tidak tahan lagi. Apa lagi jilatan dan hisapan pada memekku tidak mengendur.

"Kokom jugaaaaa....!" kataku menjerit histeris... Aku tidak tahan lagi. Tubuhku lunglai setelah badai orgasme reda. Aku duduk di pangkuan ibuku sambil memeluknya. Payudara kami saling berhimpitan.

"Enak, geulis?" tanya Emak sambil mencium bibirku. Gila, aku membalas ciuman Ibuku dengan bernafsu.

Tiba tiba aku teringat dengan pejuh A Agus di memek ibuku. Aku segera bangun dari pangkuannya dan berjongkok di selangkangannya. Kubuka kaki ibu lebar lebar sehingga aku bisa melihat pejuh A Agus keluar dari memeknya. Tanpa ragu aku segera menyedotnya hingga tidak ada yang tersisa.

"Kokom, kamu kok jadi doyan pejuh?" tanya ibuku takjub melihatku menyedot semua pejuh yang ada di memeknya hingga tidak ada yang tersisa.

"Kan anak Emak, sama sama doyan kontol dan pejuh..!" kata A Agus menimpali perkataan ibuku dengan santai.

Aku melihat ke arah kontol A Agus yang setengah tegang. Tanpa memberi aba aba aku langsung berpindah ke selangkangan A Agus dan menghisapnya membuat A Agus kaget.

********

"Kom, kamu anterin ini ke kebon awi, Mang Gandhi sama Asep lagi bikin kandang bebek..!" kata Ibu keesokan harinya setelah pesta sex semalam yang menguras tenagaku.

Gila, ibu dan anak melakukan 3some dan A Agus begitu perkasa mampu melayani kami berdua. Kontolnya yang perkasa mampu menaklukan kami seolah tenaganya gak pernah habis. Bahkan ibu sampai memuji dan membanding bandingkannya dengan Mang Jalu. Pria yang sudah merenggut keperawananku dengan alasan penyempurna ritual Gunung Kemukus.

"Iya, Mak...! Tunggu sebentar lagi nunggu Ecih dan Tina." jawabku.

Aku berjalan ke teras melihat ke arah jalan, berharap Ecih dan Tina datang seperti janji kami semalam. Rencana yang kususun menurut pandanganku sudah matang dan sempurna, tinggal dijalankan saja. Tidak menunggu terlalu lama, dari kejauhan aku melihat ke dua sahabatku berjalan beriringan ke arahku.

"Kita ke kebon yuk bawa makanan buat Mang Gandhi dan Asep..!" kataku begitu mereka berada dihadapan.

Aku mengajak ke duanya masuk ke dapur mengambil rantang, termos buat bikin kopi dan teko air. Kami masing masing membawa satu jingjingan.

"Tiga serangkai beraksi...!" gumamku pelan agar tidak oleh ibuku.

"Tiga serangkai beraksi..!" timpal ke dua sahabatku. Suara Tina paling nuaring membuatku melotot jengkel padahal aku sudah memberi contoh mengucapkan kalimat itu dengan pelan.

"Tiga serangkai mau beraksi apa?" tanya ibuku muncul ke dapur dengan tatapan heran.

"Beraksi ke kebun, Mak..!" jawabku spontan.

"Awas, jangan beraksi mesum..!" kata ibuku dengan kerlingan mata menggoda. Sudah tidak ada lagi rahasia di antara kami tentang hal hal mesum. Soleolah itu berubah menjadi sebuah kewajaran.

"Emak, apa apaan, sich..!" jawabku berjalan melintasinya diikuti oleh ke dua sahabatku yang mencium tangan ibuki seperti kebiasaan yang sudah terjadi.

"Gimana, kamu sudah nanyain ayah kamu, Cih?" tanyaku ke Ecih saat kami sudah berada di jalan menuju Kebun Awi.

"Belom sempet nanya nanya..!" jawab Ecih singkat.

"Kamu kenapa, Cih?" tanyaku heran, seperti ada yang sedang dipikirkan oleh Ecih.

"Semalam kamu ewean sama A Agus, ya?" tanya Ecih, nada cemburu terdengar jelas dari suaranya.

"Kamu ini mikirnya udah ketularan Tina.." jawabku berusaha menghindari pertanyaan Ecih. Aku tahu, diam diam Ecih naksir A Agus.

"Enak aja aku ketularan, Tina...!" kata Ecih tertawa veli. Aku kega melihat Ecih kembali bisa tertawa.

"Kontol A Agus gede, gak?" tanya Tina menyambar pembicaraan kami.

"Segede pentungan hansip..!" jawab Ecih menahan senyum.

"Bohong, mana ada kontol segede pentungan hansip..!" jawab Tina mencibir.

Saking asiknya berjalan sambil ngobrol, tanpa disadari kami sudah sampai di tempat tujuan. Dari kejauhan aku melihat Asep yang sedang sibuk memotong kayu sementara aku tidak melihat Mang Gandhi, entah ke mana.

"Sep, Mang Gandhi ke mana?" tanyaku heran.

"Mang Gandhi lagi nebang bambu..!" jawab Asep tanpa menoleh. Tangannya terus memotong bambu satu demi satu. Asep bekerja tanpa memakai baju sehingga otot otptnya terlihat menonjol secara alami karena pekerjaanya.

Lagi lagi bau keringan Asep mampu membangkitkan gairahku. Aku mengeluh, kenapa bau keringat lelaki selalu saja mampu mengusik gairahku. Kenapa libidoku begitu besar. Berarti pakeanku yang selalu menutup aurat tidak mampu meredam birahiku.

"Kamu lihat gerak gerik Mang Gandhi yang mencurigakan, gak?" tanyaku berusaha mengalihkan gairahku yang menggebu mencium bau keringat Asep.

"Belum, kan aku baru sehari kerja." jawab Asep menghentikkan pekerjaanya dan duduk menghadap ke arah kami yang duduk berjajar di selembar tikar pandan yang mulai sobek di sisi sisinya. Ada yang menarik perhatianku saat Asep duduk bersipa, celananya sobek tepat di bagian selangkangan sehingga aku bisa melihat kontol Asep yang masih tertidur.

"Sep, itu kontol kamu keliatan. Kamu gak pake kolor, ya?" celutuk Tina membuatku mencubitnya.

"Hehehe, iya nich. Celanaku tadi sobek..!" kata Asep dengan cueknya malah memperlihatkan kontolnya ke arah kami. Apa lagi sobekan celananya yang besar mungkin sekitar sepuluh centi panjangnya.

"Ada yang mau, gak..?" tanya Asep berdiri dan memamerkan kontolnya di hadapan kami bertinlga dengan kurang ajarnya. Baunya begitu tajam tercium olehku yang berjarak satu meter.

"Swp, bau amat kontol kamu...!" kata Ecih menutup hidungnya.

Berbeda dengan Tina yang tanpa sungkan justru meraih kontol Asep. Apa Tina punya kelainan sepertiku yang sangat menyukai bau keringat lelaki, terlebih bau kontol. Aku hanya melihat apa yang akan dilakukan Tina.

Gila, ternyata Tina lebih gila dariku. Dia berjongkok di hadapan kontol Asep dan langsung mengulumnya dengan bernafsu. Aku hanya bisa menggelengkan kepala dengan kelakuan Tina yang tidak tahu malu.

"Mantab sepongan kamu...!" kata Asep memejamkan matanya menikmati kuluman Tina. Asep menjambak rambut Tina dan menekan ke kontolnya.

"Gila kamu, Tin...!" omel Ecih melihat kegilaan Tina. Aku menoleh ke sekeliling, takut ada seseorang melihat apa yang dilakukan oleh Tina, itu pasti akan mencoreng nama kami.

"Tin, udah. Nanti ada orang...!" kataku sambil menarik bahu Tina agar melepaskan hisapannya pada kontol Asep.

"Gak apa apa, Kom...!" jawab Asep yang meram melek menikmati hisapan Tina.

"Iya, gak apa apa.!" jawab Tina sambil melepaskan hisapannya. Belum selesai Tina berkata, Ecih sudah menariknya sehingga mau tidak mau Tina menjauh dari kontol Asep.

Tapi hal itu justru menjadi bumerang buatku. Asep malah mengangsurkan kontolnya ke arah mulutku. Baunya yang menyengat memenuhi rongga dadaku.

"Kulum...!" kata Asep terus menjejalkan kontolnya yang sudah tegang ke mulutku yang mengatup rapat.

"Asep, apa apaan kamu?" suara Mang Gandhi seperti petir di siang hari membuat kami menoleh ke arahnya dengan wajah pucat.

Bersambung
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd