Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Wanita Yang Menutup Aurat

Status
Please reply by conversation.
Next update kapan hu
Mantep ih si Kokom and family, texas giealaa
 
Lanjut kom, ambil geh perjakanya si imron. Masa kalah ma bu haji... wekekekeke
 
Asik tu di LOJI
kokom ewean dicurug cigentis dan curug bidadari

Aaaah kangen ke loji
Inget nyolong kecapi hehehe
 
Chapter 31

Aku mengikuti Emak yang menuntun Imron masuk ke dalam, langsung menuju kamar mandi. Heran, kenapa Imron begitu nurut saat digandeng Emak, padahal dia mati matian menolak bersentuhan kulit denganku. Bukan muhrim, alasan yang terus menerus diulangnya. Aku benar benar jengkel Emak begitu mudah menggandeng Imron, apa karena Imron melihat penampilan Emak yang mengundang syahwatnya. Keliatannya saja alim, ternyata Imron sama saja seperti pria lain.

"Kamu mandi dulu, Bu Haji ambilin kamu pakaian peninggapan almarhun dan handuk...!" kata Emak menyuruh Imron masuk kamar mandi. Emak meninggalkanku yang berdiri dekat kamar mandi.

"Dasar munafik...!" kataku sesaat Imron akan menutup pintu kamar mandi, aku yakin dia mendengar perkataanku yang cukup keras.

Imron menatapku sabil tersenyum. Matanya mengedip, perlahan Imron mentup pintu kamar mandi membiarkanku yang menatapnya heran. Anak ini jadi berubah 180 derajat, apa jangan jangan dia pernah..... Ah, gak mungkin.

Saat aku berpikir keras dengan perubahan Imron yang tadinya alim, ibuku datang dengan membawa baju koko dan sarung peninggalan ayahku dan sebuah handuk. Kenapa Emak membawa handuk yang sudah dipakaianya. Tertlihat jelas handuk itu masih lembab. Kenapa tidak membawa handuk bersih yang kering? Aku tahu, stok handuk Emak sangat banyak.

"Kok kamu melihat Emak seperti itu, apa ada yang aneh?" tanya Emak sambil mengedipkan matanya yang bulat dan indah.

"Gak apa apa...!" jawabku melengos risih, melihat kedipan mata Emak. Pasti ada sesuatu diantara mereka.

Emak melewatiku begitu saja. Perlahan Emak mengetuk pintu berusaha mengalahkan suara air yang tumpah dari kamar mandi.

"Imron, ini baju salinnya...!" kata Emak memanggil Imron. Aku jadi ingin tahu apa yang akan dilakukan Imron, membuka pintu memamerkan tubuh telanjangnya atau hanya mengulurkan tangannya melalui celah pintu.

********

"Mak, Kokom diajak Ustadzah Aisyah ke Kudus buat bezuk Nyai Jamilah istri kyainya yang lagi, sakit." kataku ke Emak yang sedang sibuk mencatat pembukuan.

"Bagus kalau kamu mau ikut, barokah kalau mau bezuk Ibu Nyai..!" kata Emak tanpa menatapku. Tangannya begitu cekatan mengisi kolom kolom yang ada di buku besar. Aku tidak pernah merasa tertarik dengan pembukuan seperti itu. Aku beranggap, angka adalah pelajaran yang membosankan.

"Males Mak, tapi Kokom sudah nyanggupin." kataku cemberut. Bersama Ustadzah Aisyah selama seminggu pasti sangat membosankan. Tidak akan ada bau keringat lelaki yang akan memacu andrenalinku.

"Gak apa apa, kapan kalian berangkat?" tanya Emak sambil menutup buku besarnya.

"Rencananya besok, Mak..!" kataku menatap Emak, berharap Emak tidak mengijinkanku pergi. Padahal dari ucapannya dia jelas jelas dia mengijinkanku pergi. Tapi tidak ada salahnya aku berharap Emak berubah pikiran.

"Ya sudah, sekarang kamu siapin pakaianmu. Kalian sudah pesan tiket, belum?" tanya Emak memupus harapanku untuk tidak ikut Ustadzah Aisyah. Mungkin ini adalah rencana Emak agar aku membatalkan niatku melakukan penyelidikan kematian ayahku. Bisa jadi, begitu.

Tapi sejak semalam aku sudah memikirkan rencana B. Penyelidikan akan tetap berjalan diwakili oleh Ecih, Tina dan Asep. Semalam aku sudah memberi instruksi sejelas jelasnya apa yang harus mereka lakukan selama aku pergi dengan Ustadzah Aisyah. Untuk mempermudah komunikasi, aku sudah membuat grup chat WA dengan nama, Empat serangkai. Kami akan saling memberi informasi lewat grup.

Dengan malas malasan, aku masuk kamar. Tidak ada pilihan lain, aku harus berkemas mempersiapkan pakaianku untuk keberangkatan esok hari. Perjalanan liburan yang pasti akan sangat membosankan.

Tiba tiba sebuah chat masuk, dari Ustadzah Aisyah. "Kamu sudah dapat ijin dari, Bu Haji?"

"Sudah, Ustadzah..!" jawabku dengan perasaan enggan.

"Kalo gitu, kamu bisa ke rumah Teh Aisyah sekarang?" tanya Ustadzah. Aku menganggapnya sebagai sebuah pertanyaan. Tapi sebuah perintah yang sulit kutolak.

"Iya, Teh. Nanti Kokom ke sana." jawabku singkat.

"Assalam mu'alaikum...!" suara Mang Gandhi terdengar jelas sampai kamarku. Hmmm, mau apa Mang Gandhi datang?

Masa bodoh, itu urusan Emak. Aku segera menyelesaikan pekerjaanku memasukkan seluruh pakaian yang akan kubawa ke dalam tas. Ustadzah Aisyah pasti sedang menungguku, entah apa yang akan dibicarakannya. Selesai, semua baju yang akan kubawa sudah masuk tas, aku segera bergegas ke luar kamar untuk berpamitan dengan Emak.

"Mak, Kokom mau ke rumah Ustadzah Aisyah..!" kataku dari depan pintu kamar Emak yang tertutup.

Tidak ada jawaban dari Emak. Padahal Emak pasti akan menjawab setiap kali aku bicara. Kecuali...... Bukankah yadi Mang Gandhi datang, apa jangan jangan? Penasaran, perlahan aku membuka pintu kamar dengan jantung yang berdegup kencang. Entah apa yang sedang Emak kerjakan di dalam, padahal hari masih siang. Bagaimana kalau ada tetangga yang melihatnya, bukankah itu akan membuat nama Emak akan menjadi semakin jelek.

"Mak....!" suaraku langsung terhenti. Kulihat Emak sedang shalat dengan khusu, pantas Emak tidak menjawab.

********

"Assalam mu'alaikum...!" kataku mengucapkan salam di rumah Ustadzah Aisyah yang tertutup rapat. Kembali aku mengucapksan salam karena tidak ada yang menjawab ucapan salamku. Seharusnya Ustadzah Aisyah menungguku, tapi kenapa tidak ada yang menjawab ucapan salamku.

"Wa 'alaikum salam...!" jawaban dari dalam membuatku lega, walau itu bukan suara Ustadzah Aisyah.

Pintu terbuka, Imron tersenyum menyambut kedatanganku. Aku menunduk malu menghindari tatapan Imron yang lebih berani dari pada biasanya. Aku malu mengingat kejadian semalam, kejadian yang sangat memalukan.

"Kamu disuruh masuk kamar Teh Aisyah..!" kata Imron menyuruhku masuk.

Tanpa menunggu lama, aku segera masuk melewati Imron yang memberiku jalan. Sampai ruang tengah aku berdiri bingung, tidak tahu kamar Ustadzah Aisyah yang mana. Ada 4 buah kamar yang berderet saling berhadapan. Aku perhatikan setiap pintu kamar yang tertutup dan melihat ada nama Aisyah yang tertulis di salah satu pintu. Ini pasti kamar Ustadzah Aisyah.

"Assalam mu'alaikum..!" aku mengucapkam salam di pintu yang tergantung nama Aisyah.

"Wa 'alaikum salam. Masuk aja Kom, gak dikunci...!" kata Ustadzah Aisyah dengan suaranya yang merdu dan selalu membuatku merasa nyaman mendengar suaranya. Suara yang biasa melantunkan ayat ayat suci Al Qur'an.

Perlahan aku membuka pintu kamar dan aku kaget melihat penampilan Ustadzah Aisyah yang sangat berbeda. Hanya dengan memakai daster putih yang tipis sehingga bagian dalam tubuhnya membayang. Aku tidak percaya dengan yang aku lihat, Ustadzah Aisyah yang selalu memakai baju gamis lebar dan jilbab yang menutupi dadanya kini berpakaian sexy.

"Masuk Kom, pintunya tutup. Nanti Imron liat Teh Aisyah pakai pakaian begini...!" kata Ustadzah Aisyah menyadarkanku yang buru buru masuk dan menutup pintu.

Di kamar Ustadzah Aisyah aku mencium aroma yang sangat kukenal, aroma yang membaur dengan pengharum ruangan. Pengharum ruangan yang sepertinya baru saja disemprotkan ke seluruh penjuru kamar tidak mampu menutup aroma yang sangat aku kenal. Aroma yang sangat kusuka.

Apakah Ustadzah Aisyah baru saja melakukan hal itu? Tidak mungkin, ini hanya halusinasiku saja. Wanita se alim Ustadzah Aisyah tidak mungkin melakukan hal hal nista seperti yang kulakukan. Astaghfirullah... Aku membuang jauh pikiran yang tidak seharusnya aku pikirkan.

"Kamu heran ya, Liat Teh Aisyah berpakaian seperti ini? Duduk, Kom..!" tanya Ustadzah Aisyah sambil menggelung rambutnya yang panjang dan lebat sehingga aku bisa melihat lehernya yang jenjang, putih mulus memperlihatkat urat urat lehernya yang biru. Ternyata di balik pakainnya yang selalu tertutup, tersembunyi keindahan yang akan membuat setiap lelaki beristri akan lupa dengan keluarganya.

Aku bingung harus duduk di mana, tidak ada kursi di dalam kamar. Berarti aku harus duduk di ranjang besi Ustadzah Aisyah. Sekilas aku melihat bercak yang mulai mengering di bagian tengah ranjang. Noda yang sangat aku kenal. Apa mungkin Ustadzah Aisyah tidak sealim seperti penampilannya?

"Iya, Teh..!" jawabku jujur. Baru aku sadar, ternyata Ustadzah Aisyah tidak memakai BH, putingnya yang berwarna coklat tua menerawang. Bentuk payudara Ustadzah Aisyah indah sekali, mungkin ukurannya cup B, seperti payudara Tina, cuma bentuknya lebih indah.

"Di kamar panas benar, makanya Teh Aisyah cuma pake baju tidur. Gak akan ada yang liat. Pakaian kamu sudah disiapin, belum?" tanya Ustadzah Aisyah sambil merebahkan tubuhnya menutupi bercak noda yang mengotori sprei berwarna putih.

"Sudah, Teh..!" jawabku. Entah apa yang akan dibicarakan Ustadzah sehingga menyuruhku datang. Tidak mungkin dia menyuruhku datang hanya untuk memamerkan tubuhnya yang indah.

"Besok kita berangkat, Teteh sudah nyuruh Imron beli tiket bis tiga." kata Ustadzah Aisyah memiringkan tubuhnya yang indah, membuatku menggeser dudukku ke arah kakinya sehingga aku bisa melihat wajahnya.

"Kok, tiga?" tanyaku heran. Satu tiket lagi untuk siapa?

"Iya, Imron ikut. Biar ada lelaki, bahaya kalau cuma kita berdua yang berangkat. Kamu gak keberatankan?" tanya Ustadzah Aisyah sambil bangun dari tidurannya. Ustdzah Aisyah duduk bersila berhadapan denganku, dasternya tersingkap sehingga aku bisa melihat pahanya yang putih mulus dan berisi. Andai aku cowok, pasti ustadzah Aisyah sudah kuperkosa.

"Iya Teh, gak apa apa kok." jawabku heran dengan perubahan penampilan Ustdzah, apa dia tidak risih dengan penampilannya walau aku seorang wanita

"Syukurlah kalau kamu tidak keberatan. Jujur, Bu Haji yang nyuruh Teteh ngajak kamu ke Kudus biar kamu tidak terlalu sedih dengan kematian ayah kamu. Biar kamu terhibur..!" kata Ustadzah Aisyah membenarkan semua dugaanku selama ini.

"Sudah Kokom duga, pasti Teteh disuruh Emak.." kataku senang ternyata tebakanku tepat. Ternyata aku benar benar cerda. Senyumku mengembang tanpa kusadari.

"Kenapa kamu ngotot mau menyelidiki kematian ayahmu?" tanya Ustadzah membuyarkan senyumku.

"Penasaran, kenapa polisi belum juga menangkapa pelakuny..!" jawabku dengan mimik wajah yang berubah 180 derajat. Tanpa kusadari, air mataku menetes membasahi pipiku yang halus.

"Maafin Teteh, jadi bikin kamu sedih lagi.!" kata Ustadzah Aisyah sambil memelukku.

"Gak apa apa, Teh. Kokom boleh nanya gak, Teh?" tanyaku berusaha mengalihkan kesedihanku dengan mengajukan sebuah pertanyaan yang sudah lama kusimpan.

"Boleh, kamu mau nanya apa?" tanya Ustadzah sambil melepaskan pelukannya. Dia menatapku dengan senyumnya yang manis. Senyum has yang selalu terlihat saat sedang mengajar.

"Kenapa Teh Aisyah belum nikah, padahal Teh Aisyah cantik. Pasti banyak cowok yang tergila gila..!" tanyaku heran. Pertanyaan yang disambut dengan senyum.

"Teh Aisyah takut kalau suami Teteh nanya, kenapa Teteh sudah gak perawan..!" jawab Teh Aisyah membuatku terkejut. Jawaban yang diluar perkiraanku.

"Teh Aisyah sudah gak perawan?" tanyaku tidak percaya dengan apa yang aku dengar. Bagaimana mungkin, Teh Aisyah mengatakan rahasia yang tidak seharusnya aku ketahui.

"Iya, Teteh takut suami Teteh gak bisa nerima keadaan Teh Aisyah yang sudah ternoda..!" Ustadzah Aisyah menunduk sambil memainkan ujung bajunya. Kesedihan membayang jelas di wajahnya yang cantik.

Bagaimana bisa seorang wanita alim dan menyandang predikat Ustadzah ternyata sudah tidak perawan? Bagaimana bisa hal itu terjadi. Ternyata penampilannya tidak sealim yang aku duga. Aku bersyukur, aku bukanlah seorang Ustadzah, sehingga kehilangan perawan tidaklah seberat yang di alami oleh Ustadzah Aisyah.

"Kenapa Teh Aisyah ngasih tahu hal itu ke Kokom?" tanyaku heran. Ini adalah aib yang seharusnya tersimpan rapat tanpa ada yang boleh mengetahuinya, termasuk aku. Aib ini akan mudah tersebar.

"Karena kita senasib, sama sama sudah tidak perawan." jawab Ustadzah membuatku terkejut, bagaimana Ustadzah tahu tentang keadaanku?

"Maksud Teh Aisyah?" tanyaku dengan suara bergetar.

"Assalam mu'alaikum Teh, ada Ecih dan Tina nyari Kokom..!" suara Imron menghentikan pembicaraan kami.

Bersambung

Maaf, gan. Cuma bisa apdet pendek. Semoga berkenan.
 
mks dah update hu... selanjutnya, pengen liat kokom cs bersama teh aisyah vs imron... ;)
 
Aisyh pula..hihi...mantap aaaah...mau tau cerita aisyah...mana tau kokom bisa 'membantu'
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd