Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Wanita Yang Menutup Aurat

Status
Please reply by conversation.
Waaah... Penasaran nih, si Kokom lepas perawan sama siapa yaa... :hmm:
 
Waaah... Penasaran nih, si Kokom lepas perawan sama siapa yaa... :hmm:
 
K
Einginan
Mencari
Uang
Karena
Usaha
Sendiri

itu susah... makanya cari pesugihan tapi pake cara yg enak ...

LANCROOOOOOTTTTTTKAN...

Gelar tiker 7x biar terkabul...
 
huh..... belum selesai juga ya .... sial. tunggu updatenya sis
 
Chapter 6

Jantungku berdegup kencang, wajahku sudah pasti sangat pucat. Tidak ada kesempatan memakai masker menutupi wajah kami. Reflek aku menoleh ke arah Ecih yang duduk tepat di samping jendela. Wajah Ecih terlihat sangat pucat. Ecih membuang muka ke arah jendela. Entah hukuman apa yang akan aku terima saat mengetahui anak bungsu kesayangannya telah berbuat lancang membuntutinya hingga ke Solo. Hal yang tidak akan pernah mereka pikirkan. Aku tidak berani menatap wajah mereka yang melewatiku dan duduk tepat di belakangku.

Mereka duduk di belakangku, bukankah itu artinya mereka tidak menyadari kehadiranku. Berarti penyamaranku berhasil. Hampir saja aku berteriak kegirangan karena berhasil mengelabui ke dua orang tuaku. Aku memuji kecerdasan otakku yang berhasil mengelabui mereka. Ini hanyalah psikologi dasar yang sangat sederhana dan biasa digunakan dalam trik trik sulap. Selama ini ke dua orang tuaku dan orang orang di sekelilingku melihatku selalu berpakaian syar'i yang tertutup rapat, bahkan di dalam rumah, itulah yang terekam di otak mereka. Begitu aku melepas syar'i ku dan berpakaian layaknya gadis jaman sekarang, otak di kepala mereka tidak menyadari bahwa itu adalah aku. Kalaupun mereka menyadarinya, perlu waktu beberapa menit untuk bisa mengenaliku.

Aku menoleh ke kanan, melihat ke arah Teh Euis dan Asep. Asep memakai topi yang melindungi wajahnya sehingga tidak dikenali ke dua orang tuaku dan Teh Euis ternyata memakai masker yang sudah kusiapkan dari awal perjalanan kami. Semua rencanaku untuk menyamar menunjukkan hasilnya. Walau belum sepenuhnya berhasil. Kami harus lebih waspada.

Ternyata perjalanan dari Solo terasa lama, mungkin karena ini adalah perjalanan pertamaku. Petualangan yang sangat menegangkan dan mendebarkan. Petualangan apa lagi yang akan kuyemui nanti, aku tidak berani membayangkannya. Apa lagi kalau ingat dengan keinginan Ecih untuk ikut melakukan ritual agar dia tidak berjodoh dengan calon dari orang tuanya. Sekujur tubuhku merinding, apakah aku juga akan melakukan ritual dan melepas perawan di Gunung Kemukus? Tanpa sadar aku meraba selangkanganku yang masih suci belom pernah tersentuh pria.

Aku melihat Teh Euis yang gelisah, mungkin karena kehadiran ke dua orang tuaku. Ping, ada pesan masuk ke hpku ternyata dari Teh Euis.

Teh Euis : "Gunung Kemukus udah lewat.

Aku : "Kok bisa?" tanyaku heran. Berarti kedua orang tuaku tidak ke Gunung Kemukus.


Tiba tiba ke dua orang tuaku berdiri dan jalan ke pintu depan bis, itu artinya mereka akan turun. Aku ragu untuk ikut turun karena akan memancing kecurigaan mereka yang berakibat penyamaran kami akan terbongkar. Jadi aku biarkan kedua prang tuaku turun lebih dulu dan 100 meter kedua orang tuaku turun, kami ikut turun. Setelah itu baru kami turun. Aku tidak tahu apa lagi yang harus aku lakukan.

"Kenapa kita tadi gak turun bareng?" tanya Teh Euis berjalan di sampingku.

"Mau penyamaran kita terbongkar?" tanyaku gelisah. Aku harus secepatnya kembali ke tempat orang tuaku turun sebelum kehilangan jejak. Semoga ada orang di sekitar sana yang mengingat ke dua orang tuaku. Apa lagi penampilan ibuku yang mencolok dengan kencantikannya dan pakaian muslimnya yang modis sangat berbeda dengan penduduk sekitar sini.

Sampai tempat orang tuaku turun dari bis, prediksiku tidak meleset, ada seseorang yang melihat ibuk masuk ke dalam sebuah Bank. Aku mengajak ke 3 orang rekanku makan di sebuah rumah makan sederhana yang tepat berada di depan Bank tersebut sekaligus mengatur rencana pengintaian selanjutnya agar lebih terorganisir. Sudah saatnya kami membagi tugas dan herannya Teh Euis dan Asep seperti kerbau yang dicucuk hidungnya mereka hanya mengiyakan semua intruksiku. Mungkin mereka segan dengan pengaruh ayahku sehingga mereka menuruti instruksiki tanpa banyak bertanya.

"Kalau kita mencar, nanti kita nyasar, Kom..!" protes Ecih, satu satunya yang berani membantah argumennku.

"Gak bakalan nyasar." kataku yakin. Rasa percaya diriku semakin besar setelah berhasil sampai sini dan sukses mengelabui ke dua orang tuaku. Bukankah kecerdasanku mulai teruji, bukan hanya dalam pelajaran sekolah maupun mengaji.

Saat Ecih masih merajuk, ke dua orang tuaku keluar dari Bank. Mereka menyebrang ke arahku membuat jantungku berdeguk kencang. Ecih terlihat tidak bisa menyembunyikan kepanikannya. Tangannya mencengkeram tanganku sehingga kukunya yang panjang melukaiku. Aku hanya bisa menggigit bibir menahan sakit. Aku tidak boleh bersuara karena orang tuaku pasti mengenali suaraku.

Ternyata kedua orang tuaku hanya berdiri di pinggir jalan seperti sedang menunggu angkutan umum. Aku memberi isyarat ke Teh Euis untuk bersiap siap mengikuti kedua orang tuaku. Benar saja, bis 3/4 berhentu tidak jauh dari mereka. Teh Euis dan Asep segera ikutan naik. Teh Euis dan Asep memakai masker agar tudak mudah dikenali. Masker tidak akan terlalu mencolok kalau mereka berniat ke Gunung Kemukus dan menghindari orang yang mereka kenal.

Sepuluh menit menunggu, Teh mengirim pesan menyuruhku nyusul ke Barong. Aku segera mengajak Ecih menunggu kendaraan yang akan membawa kami ke Barong. Ternyata kendaraan yang kutunggu tidak langsung datang. Kesabarnku hampir habis ketika sebuah mobil elf berhenti tepat di depan kami.

"Barong, Pak?" tanyaku. Kenek bis itu menatapku dengan tatapan yang aneh membuatku bergidik ngeri.

"Iya, Barong..!" kata si kenek matanya terus memperhatikanku. Begitu juga beberapa lelaki yang menjadi penumpang ikut menatapku dengan pandangan kurang ajar bahkan seperti melecehkan. Apakah ada yang aneh dengan tempat yang bernama Barong? Tempat seperti apa yang akan aku datangi nanti, aku sendiri belum tahu.

"Dek, mau ritual di Gunung Kemukus ya? Sudah ada pasangannya belum?" tanya seorang pria paruh baya yang duduk di sampingku. Pandangan matanya seperti melecehkan. Apa lagi saat melihat gundukan payudaraku yang menonjol, matanya semakin kurang ajar. Ingin rasanya aku menampar wajahnya yang buruk.

"Saya mau ke Barong ke rumah Budhe." kataku dengan suara seketus mungkin.

Aku berusaha fokus dan mengabaikan tatapan mata para penumpang dan kenek. Bukan saatnya adu mulut dengan para lelaki mesum itu. Ecih memegang tanganku dengan keras, wajahnya terlihat sangat pucat. Kalau saja aku tidak terobsesi menyelidiki orang tuaku, .mungkin aku akan sama ketakutannya dengan Ecih. Tapi rasa ingin tahuku mengalahkan rasa takutku. Itu yang membuat aku terlihat lebih kjat dibandingkan Ecih.

"Barong Barong..!" teriak kenek membuatku menarik nafas lega seperti terlelas dari ancaman puluhan buaya yang siap mencabik cabjk kami tampa ampun.

"Kiri..!" yeriakku seperti sebuah teriakan. Aku ingin secepatnya turun dari mobil yang dipenuhi srigala lapar.

Rasanga aku ingin berteriak sekeras keranya saat kakiku menginjak aspal yang keras, aku telah terbebas dari mata mata liar yang menggerayangi sekujur tubuhku. Ecih tidak bisa menguasai diri, begitu melihat Teh Euis yang memanggil kami dari dalam warung nasu yang berada dekat pangkalan ojek pinggir jalan, Ecih berteriak dan berlari ke arah pelukan Teh Euis yang menatapku heran. Aku hanya menggeleng swbagai jawaban. Yang penting untuk sementara waktu kami sudah lolos walau aku ragu, apa kami tidak akan mengalami hal yang lebih buruk dari pada tadi. Dari informasi yang aku baca.... Aku menggelwngkan kepala dengan keras tidak berani membayangkannya.

"Giman, Teh..?" tanyaku.

"Mereka sudah ke Gunung Kemukus..!" kata Teh Euis.

"Kenapa gak diikutin teru" tanyaku heran.

"Mereka sudah mulai curiga." kata Teh Euis lagi. "Yqng penting kecurigaan kamu terbukti."

"Kok Teh Euis bisa yakin orang tuaku ke Gunung Kemukus?" tanyaku penasaran. "Bagaimana Teh Euis bisa yakin ayah dan ibuku ke Gunung Kemukus. Lalu di mana Gunung Kemukus. Apa sudah dekat dari sini sehingga Teh Euis begitu yakin?" aku memberindong Teh Euis dengan pertanyaan yang bertubi tubi.

"Kita jalan maki ke Gunung Kemukus..!" kata Teh Euis sambil bangun dan membayar minuman. "Kalian pakai masker. Penampilan kalian sangat mencolok." kata Teh Euis mengingatkanku dan Ecih.

Kami berjalan beriringan ke dalam, jalan ke arah Gunung Kemukus sangat bagus. Beberapa orang yang berpapasan dengan terlihat cuek. Ternyata benar kata Teh Euis, dengan memakai masker kami tidak akan menjadi pusat perhatian. Tidak ada tatapan lapar pria hidung belang, kami seperti para peziarah biasa.

Setelah melewati jalan yang menurun di hadapan kami terlihat jembatan yang sangat panjang. Apa di sana letak Gunung Kemukus? Dan kami harus menyeberang lewat jembatan. Jauh sekali. Pikirku mulai mengeluh. Kakiku sudah mulai terasa lelah. Tapi dugaankubsalah, kami tidak berjalan menyeberangi jembatan, Teh Euis mengajak kami ke arah dermaga kecil. Ada beberapa buah perahu yang tertambat menunggu penumpang. Kami segera menaiki sebuah perahu. Tidak perlu menunggu penumpang lain, perahu mulai berjalan menyeberangi waduk yang luas dan untuk itu kami harus membayar dua kali lipat dari harga normal karena hari rabu, jadi penumpang maaih sepi.

Turun dari perahu kami langsung menemui sebuah loket karcis. Yernyata untuk masuk kawasan Gunung Kemukus kami harus membayar karcis sebesar Rp. 5.000 perorang. Aku melihat sepanjang area Gunung Kemukus berjejer warung warung sepanjang jalan.

"Teh, kita nyari penginapan dulu yuk, aku pengen rebahan dulu." ajakku ke Teh Euis yang sudah paham seluk beluk daerah ini, dia pasti tahu penginapan yang nyaman untuk melepas lelah. Mencari kedua orang tuaku bisa dilakukan nanti. Malam jum'at pon baru besok. Sekarang tubuhku sudah benar benar lelah dan ingin secepatnya beristirahat.

"Terus bagaimana dengan orang tuamu?" tanya Teh Euis heran.

"Nanti saja, mereka pasti ada di sekitar sini. Kokom pengen tidur sebentar." kataku dan Teh Euis ta k bicara lagi. Dia mengajakku masuk ke sebuah warung yang kondisinya lebih baik dibandingkan warung warung yang ada di sekitarnya.

"Bu, kamar dua..!" kata Teh Euis membuatku heran, kenapa memesan kamar du warung? Seperti memesan makanan saja.

"Kalau kalian mau ritual, sama aku ya..!" bisik Asep membuatku sangat muak. Ingin rasanya aku menampar wajahnya.

Ibu warung mengajak kami masuk, aku baru tahu ternyata warung warung di sini menyediakan kamar untuk msnginap dan yang membuatku shock adalah kondisi kamar yang jauh dari kata layak. Dengan ukuran 2 x 1,5 meter dan sebuah ranjang sempit yang hanya pas pasan untuk tidur berdua. Spring bed di rumahku lebih besar dari pada ranjang kayu dan kasur yang berbau membuatku merasa tidak nyaman. Apa lagi spreinya sudah terlihat kumal seperti tidak pernah dicuci. Dinding kamar hanyalah sebuah papan sehingga suara sekecil apa pun akan terdengar sampai kamar sebelah.

Tapi aku tidak mempunyai pilihan lain, ini adalah resiko yang harus aku ambil. Resiko dari rasa penasaranku. Tadinya aku menyuruh Ecih untuk memakai kamar lain, tapi Ecih menolaknya. Terpaksa aku tidur berdesakan dengan Ecih. Rasa kelah membuat kami dengan cepat tertidur.

*******

Aku bangun karena mendengar suara erangan dan rintihan dari kamar sebelahku. Itu pasti bukan suara Teh Euis maupun Asep karena mereka dapat kamar terpisah dua kamar dari kamar kami. Tapi aku merasa suara ini sudah sangat akrab dengan telingaku.

"Terus Kang, entot memek Ijah, ennnak banget kontolmu.." suara itu adalah......

"Iya, Jah. Memek kamu masih sempit saja padahal sudah melahirkan 5 orang anak...!" kata suara seorang pria yang sangat asing dan belum pernah kudengar.

"Iya, memekku emang kurawat biar tetap enak... Kencengin Say,...!" kata suara yang aku kenal itu dan wajahku langsung menjadi sangat pucat, karena itu adalah suara ibuku.

Bagaimana bisa aku menginap di tempat yang sama dengan ibuku dan bahkan kamar kami bersebelahan. Lalu di mana ayahku karena pria yang bersama dengan ibuku bukanlah ayahku.

Bersambung...
 
"Iya, Jah. Memek kamu masih sempit saja padahal sudah melahirkan 5 orang anak...!" kata suara seorang pria yang sangat asing dan belum pernah kudengar.

5 orang anak.... Si kokom nomer brp ya? Hehee ada lagi tu... Di tunggu yang lainnya... Biar nambah asikk...
 
Trmksh update nya Gan :ampun: benar" :mantap: bikin nyeri" sedap gtu :konak: :klove: di tunggu update selanjutnya Gan :panlok2: :pandajahat: tetep semangat & sehat selalu :semangat: :beer: :cendol: :beer: :pandapeace:
 
Bimabet
Jengjengjeng... Other secret to be reveal..
Genjot trus sista sampai rasa penasaran kita sampai ke tetes terakhir... Aghaaa...
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd