Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Wanita Yang Menutup Aurat

Status
Please reply by conversation.
apdet malam minggu, siapa tau ada yang mau ikut kokom ritual

Kokom menarik sih, tp kok Ecih jg bikin ngaceng, wkkk

Ditunggu ya hu, keren ceritanya, jd ikut deg"an
 
Chapter 8

Terpaksa aku keluar sebelom Teh Euis masuk dan memeriksa semua kamar dan menemukan Ecih sedang ngentot dengan orang yang baru dikenalnya. Ich, apaan sich aku jadi ngomong jorok begini. Kenapa pikiranku membayangkan adegan Ecih di kamar sebelah yang sedang diperawani, entah bagaimana rasanya saat kalau aku yang mengalaminya saat memek perawanku tertembus benda asing yang bernama kontol? Sekujur tubuhku merinding dan keringat dingin keluar tanpa mampu kucegah padahal tempat ini termasuk sejuk bila di bandingkan desaku yang panas.

"Kom..!" suara panggilan Teh Euis membuatku melangkah lebih cepat sebelum dia yang mendatangiku dan mengetahui apa yang sedang terjadi.

"Iya Teh, sebentar..!" kataku hampir berlari kalau saja jarak yang harus kutempuh jauh.

"Aduhhhh cabut, memek Ecih sakit...!" itulah kata terahir yang kudengar sebelum sampai ke tempat Teh Euis yang menungguku dengan tidak sabar.

"Ada apa, Teh?" tanyaku gelisah.

"Pak Haji berantem di bawah sana..!" kata Teh Euis, nafasnya agak tersengal sengal. Aku tidak begitu memperhatikan ekspresi wajah Asep yang menyeringai, membuat wajahnya menjadi buruk.

"Berantem? Sama siapa Teh?" tanyaku kaget. Kenapa hal itu bisa terjadi. Aku ingin ke tempat ayahku untuk mengetahui kejadian yang sebenarnya, tapi sekarang aku sedang mengintai mereka dan tidak mungjin secara terang terangan mendatanginya. Itu bodoh namanya.

"Gak tahu sama siapa. Tapi sekarang sudah berhenti dan dibawa me ketua RT, sini.." kata Teh Euis sedukit membuatku lega.

Pikiranku kembali tertuju kepada Ecih yang sedang melakukan ritual melepas perawan, apakah ritual itu masih berlangsung atau sudah selesai? Apa Ecih merasa sakit seperti yang kudengar, atau mungkin juga sekarang justru dia sedang merasakan kenikmatan seperti candaan para ibu ibu yang sering kudengar. Entah kenapa aku merasa iri karena Ecih merasakannya lebih dulu dari pada aku yang belum mempunyai keberanian untuk memulainya.

"Ecih lagi di kamar sama cowok, ya?" tanya Asep membuatku shock. Dari mana dia mengetahui hal itu.

"Ech, jaga mulutmu...!" kataku berusaha menutupi aib, Ecih. Bukankah menutup aib seorang sahabat sama dengan menutup aib diri sendiri. Sama artinya menutup aurat kita.

"Suaranya kedengeran sampe sini, tau..!" kata Asep cuek dan semakin berani. Wajahnya menyeringai licik.

"Sekali lagi kamu ngomong ngawur, akan aku adukan ke ayahku..!" kataku mengancam. Siapa yang berani dengan ayahku di desa kami? Ayahku sangat disegani karena kedermawanannya dan juga terkenal sebagai jawara tangguh.

"Laporin aja, nanti juga semua orang tahu kamu datang ke Gunung Kemukus da Ecih sudah diperawanin di Gunung Kemukus." kata Asep tenang.

Ancamanku justru menjadi bumerang. Wajahku menjadi pucat membayangkan kalau sampai ke dua orang tuaku tahu aku sudah membuntutinya hingga Gunung Kemukus. Apa lagi kalau orang tua Ecih tahu bahwa aku yang sudah membawanya ke sini hingga keperawannya hilang. Akan terjadi banjir darah antara ayahku dan ayahnya Ecih yang bekas premana pasar. Aku tidak bisa membayangkannya.

"Kalau sampai kamu berani macam macam, aku potong kontol kamu.!" kata Teh Euis berdiri di pihakku dan mengancam Asep. Aku tidak tahu apa Teh Euis tulus berada di pihakku atau sekedar basa basi mencari muka. Yang jelas posisiku benar benar terpojok.

"Terus kita harus bagaimana? Apa kita pulang aja sekarang?" tanyaku berusaha mengalihkan pikiranku dari Asep.

"Sekarang sudah hampir Maghrib, Teteh gak tau apa ada mobil yang ke Solo jam segini atau tudak." kata Teh Euis membuatku bingung. Aku ingin secepatnya pergi dari tempat ini sebelum situasinya bertambah buruk.

"Kenapa pulang sekarang? Besok malam Jum'at Pon, tempat ini akan menjadi sangat ramai sekali. Puluhan ribu orang akan datang ke sini." kata pemilik warung yang tiba tiba muncul dan ikut bicara. Matanya menatap ke arahku tanpa berkedik. Melihat dari ujung kepala hingga ujung kaki. Aku tidak tahu itu tatapan kagum atau apa. Yang jelas aku merasa tidak nyaman dengan tatapannya yang menurutku tidak wajar.

"Iya, Kom. Orang tuamu pasti curiga kalau Teteh tiba tiba pulang." kata Teh Euis.

Benar juga apa yang dikatakan Teh Euis. Aku gelisah dengan situasi yang tidak pernah aku bayangkan. Terlebih situasi yang dialami Ecih. Aku mulai menyesali apa yang telah kulakukan, seharusnya aku tidak mengikuti kata hatiku. Seharusnya aku tidak berusaha mencari tahu apa yang dilakukan ke dua orang tuaku. Selama ini mereja selalu memanjakanku dan memberi perhatian yang aku butuhkan. Tanpa sadar aku mulai menangisi kebodohanku. Kebodohan yang tidak seharusnya aku lakukan.

"Jangan nangis, malam ini kamu nginep di sini, Teh Euis mau pamitan pulang pagi pagi.!" kata Teh Euis memeluk dan membujukku. Aku mengangguk lesu.

"Aku mau tidur dulu ya, Teh!" pamitku, tanpa menunggu jawaban aku masuk ke dalam menuju kamarku. Sebuah tindakan yang bodoh karena aku akan kembali mendengar adegan yang berada di sebelah kamarku. Adegan yang seharusnya dilakukan seorang wanita dewasa bukan remaja bau kencur yang baru berusia 18 tahun seperti Ecih, tapi aku tidak punya pilihan lain. Aku muak berlama lama dekat dengan Asep. Tatapan mesumnya membuatku mual.

Perlahan dan sangat berhati hati masuk ke dalam kamar agar tidak mengganggu keasikan Ecih dan pemuda yang baru dikenalnya. Siapa namanya? Huf, aku lupa nama pemuda yang beruntung mendapatkan keperawanan, Ecih. Berarti di antara tiga serangkai julukan yang dusematkan kepada kami bertiga, Ecih yang sudah tidak perawan.

"Masukin lagi ya, Cih?" tanya pemuda itu membuatku menahan nafas. Apa mereka belum selesai atau mungkin ini babak ke dua.

"Menek Ecih masih sakit. A..!" kata Ecih dengan suara berbisik nyari tidak terdengar olehku.

"Sakitnya cuma tadi waktu perawan kamu sobek. Sekarang memek kamu sudah bolong, gak akan sakit lagi..!" rayu pemuda itu membuatku gelisah tidak menentu. Kenapa juga aku masuk kamar lagi jadi suara mereka kembali menggoda imanku. Apa benar diperawani sangat sakit.

"Gak mau, sakit A..!" kata Ecih seperti mau menangis. Aku terkejjt mendengarnga. Tidak akan kubiarkan pemuda asing itu menyakiti Ecih. Aku mengambil tas, dari dalamnya aku mengeluarkan sebuah doble stick yang sengaja aku bawa sebagai alat untuk melindungi diri saat situasi darurat dan sebuah hair spray yang akan aku gunakan menyemprot matanya setelah itu varu aku akan menghantam dengan double stick.

"Aku jilatin memek kamu ya, bjar sakitnya ilang...!" kata si pemuda yang aku lupa namanya merayu Ecih. Membuatku mengurungkan niatku untuk menyelamatkan Ecih. Aku ingin menunggu respon Ecih sebelum bertindak.

"Iya, tapi kontol kamu jangan dimasukin lagi." kata Ecih kembali membuatku sport jantung. Gila, kenapa aku terbawa suasana mesum seperti ini. Aku adalah wanita yang selalu menutup aurat, kenapa sekarang aku terjebak dalam situasi mesum yang menguras mentalku.

Tidak ada jawaban dari pemuda yang aku lupa namanya. Pemuda tampan yang menarik dan akan membuat setiap wanita jatuh hati. Sampai sampai Ecih dengan sukarela memberikan harta paling berharganya, mahkota suci yang seharusnya terjaga hingga malam pengantin. Ecih, kamu beruntung atau kamu sedang menghadapi musibah. Aku sendiri tidak tahu apa ini namanya.

"Aa, ennnnak memek Ecih dijilatin, jadi gak sakit....!" suara Ecih serak. Seperti apakah rasa nikmat yang sedang dirasakan sahabatku ini sehingga rasa sakit yang dideritanya hilang tidak berbekas. Seperti apakah rasa nikmat yang sedang dihadapinya sehingga lupa bahwa dia sedang dilecehkan pria yang baru dikenalnya. Seperti apakah rasa nikmat itu sehingga bahaya besar yang mengancam di depan matanya sirna.

"Ampunnnn, Ecih mauuuu pipissss..!" Gila, saking enaknya Ecih sampai ngompol begitu. Aku membayangkan wajah pemuda asing itu pasti basah kuyup kena kencing Ecih. Tanpa dapat kucegah, aku tertawa terpingkal pingkal membayangkan kencing Ecih yang sangat banyak masuk ke dalam mulut pemuda asing itu.

"Emmmak, ennnakkk...! Ecih pipis...!"rintih Ecih tidak terganggu dengan suara tawaku yang pasti terdengar olehnya. Seolah suaraku berasal dari tempat yang sangat jauh.

" Enak ya, Cih?" tanya pemuda asing itu. Tawaku langsung berhebti mendengarnya. Kenapa pemuda itu seperti merasa senang. Bukankah dia habis dikencingi Ecih. Kenala dia tidak marah marah malah seperti senang Ecih kencing di mukanya. Dasar pemuda aneh.

"Iya....!" jawaban singkat dari bahkan terlalu singkat sehingga aku tidak tahu apa yang sedang dirasakan oleh Ecih karena mempunyai banyak penafsiran dan aku tidak tahu penafsirab yang mana paling akurat.

"Aduh, ampunnnn. Kok kontol kamu masuk memek Ecih lagi.?" kata Ecih terkejut. Bahkan aku yang mendengarnya ikut kaget. Kok bisa kontol pemuda itu masuk tanpa aba aba. Aku berusaha membayangkan posisi Ecih dan pemuda itu dengan refrensi dari film BF yang aku tonton di rumah A Agus. Anggaplah itu benar dan aku berusaha mengingat adegan paling masuk akal di fil dengan keadaan Ecih dan pemuda asing itu.

"Sakit gak?" tanya pemuda itu membuat jantungku berdegup kencang. Aku menahan nafas agar bisa mendengar jawaban Esih, aku ingin tahu apa dia merasa kesakitan atau tidak saat memeknya tertembus kontol pemuda asing itu.

"Sakit gak?" tanya pemuda itu lagi setelah pertanyaan pertamanya tidak mendapatkan jawaban. Aku menjadi jengkel karena Ecih tidak mennawabnya padahal akj sangat berharap mendengar jawaban Ecih, jawaban yang memastikan apa yang dirasakannya.

Setelah sekian lama tidak ada jawaban yang ingin kudengar. Pemuda itu tidak bertanya lagi. Entah apa yang sedang mereka lakukan membuatku jengkel.

"Sakit gak, Cih?" tanyaku tidak mampu menahan diri lebih lama lagi, sementara dari kamar sebelah tidak terdengar suara sama sekali yang menggambarkan situasi di sana. Satu satunya bunyi yang terdengar adalah suara ranjang yang bergerak mengenai dinding triplek. Dug, dug dan dug. Bunyi yang menyebalkan.

"Cih, ditanya Kokom, tuh..!" kata pemuda asing itu membuat wajahku menjadi merah padam menyadari kebodohanku. Kenapa juga aku tidak bisa menahan diri untuk bertanya pada Ecih, itu artinya aku berharap merasakan hal yang sama dengan Ecih. Hatiku berdeair dan ada sesuatu yang merembes keluar dari memekku.

"Terus Aa, pelan pelan aja. Ennak banget..!" Ecih mengacuhkan pertanyaanku. Perkataannya lebih ditujukan kepada pemuda asing itu. Gila, aku dianggap patung atau mungkin juga kambing conget yang tidaj ada artinya sama sekali.

"Enak katanya, Kom. Kamu ke sini aja, liat kontolku lagi keluar masuk memek Ecih. Tenang, nanti giliran kamu aku kasih bgerasain kontolku." kata pemuda asing itu membuatku marah, dia pikir aku Ecih. Tapi memarahanku hanya tersimpan dalam hati.

"Iyyya Kommm, ennak banget memek Ecih diewe kontol...!" kata Ecih. Suaranya terengah engah seperti sedang berlari. Tanpa sadar aku menggigit bibirku, menahan jiwaku yang sedang bergejolak.

"Aa,,,,,, Ecih mauuuu pipisss lagiiii...!" kembali suara Ecih terdengar menggoncang jiwaku. Berusaha membangunkan syahwatku yang sejak tadi meronta menarik jiwaku agar ikut berpesta.

"Iyyya, Cih... Akkku kelllluar... Memek kamu ennnak banget..." itulah percakapan terahir Ecih dan pemuda asing itu. Setelah itu yang terdengar adalah erangan yang berganti dengan nafas mereka yang tersengal sengal. Sebelum ahirnya hening, yang tersisa adalah suara detak jantungku yang berbunyi nyaring.

Gila telingaku menjadi saksi ritual Ecih melepas perawan di usia 18 tahu. Kenikmatan terlarang yang hanya boleh dilakukan oleh wanita dewasa atau wanuta yang sudah bersuami, bukan untuk kami gadis bau kencur yang masih suka merengek ke kedua orang tuanya. Gadi remaja yang seharusnya menimba ilmu setinggi tingginya untuk bekal masa depan yang masih terbentang panjang.

"Gimana rasanya, Cih?" tanya pemuda asing yang entah kenapa aku lupa namanya walau sekeras apapun aku berusaha mengingatnya, tetap aku tidak ingat.

"Ennnak banget rasanya. Padahal kontol A Satria gede banget, tapi kok bisa masuk memek, Ecih ya..!" kata Ecih membuatku bersorak kegirangan. Ya, nama pemuda tampan itu Satria

Perlahan aku tertidur setelah aku ingat nama pemuda tampan itu.

********

Apakah ini mimpi? Satria menciumi wajahku dengan mesra lalu mengulum bibirku. Entah kenapa aku justru membalasnya dengan bergairah. Kami berciuman lama sekali. Inilah pertama kali seorang pria menciumiku dan mengulum bibirku. Jiwaku melayang menikmatinya. Aku terbuai oleh pesona yang membuat jiwaku terombang ambing di dunia yang indah dan mempesona swhingga jiwaku terbuai lupa dengan auratku yang selalu tertutup rapat. Bahkan saat tangan Satria meremas payudaraku dengan lembut, aku tidak berusaha menepiskan tangannya dari payudaraku.

Baru aku tahu kenapa Ecih begitu terbuai oleh cumbuan Satria yang lembut hingga rela melepaskan kesucian yang harus dijaganya hingga malam pengantin. Mungkin sekarang aku akan mengikuti jejak Ecih, menyerahkan milikku yang paling berharga untuk pria yang baru saja kami kenal. Tidak perduli resiko yang harus aku tanggung, termasuk resiko paling menakutkan. Hamil. Tapi, apa aku siap menanggung aib mengandung janin tanpa ayah dari pria asing yang tidak aku tahu asal usulnya? Sesaat aku ragu dengan keputusanku.

Baru saja aku mau mendorong tubuh Satria yang menindihku, kembali ciumannya yang hangat di bibirku mempuyarkan keteguhan hatiku. Kembali aku terbuai di dunia asing yang begitu indah sehingga membutakan akal sehatku yang sempat muncul. Kembali aku larut dalam gaitah yang muncul dari syahwat terdalamku. Bahkan aku mulai memeluk tubuh Satria yang berada di atas tubuhku.

"Anjing sia...!" swbuah bentakan nyaring mengagetkanku. Itu suara Ecih, kenapa dengan Ecih.

"Aduhhhh...!" jeritan kesakitan terdengar sangat dekat, bahkan di dekat telingaku. Menyadarkanku dari mimpiku. Betapa kagetnya aku yang berada di atas tubuhku bukan Satria tapi Asep. Dia jatuh menindihku.

"Tolong.....!" aku berteriak histeris. Ini bukan mimpi

Bersambung....
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd