Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Warung Mbak Ningsih

Laki-Laki Pertama

Semenjak kejadian di belakang rumah itu dan ditambah suamiku yang belum kunjung pulang, aku semakin merasa kesepian. Rasanya ingin sekali suamiku datang dan memberiku kehangatan. Namun, itu semua hanya berakhir di bayangan. Aku tak bisa berbuat apa-apa.

Sementara di warung, aku juga makin sering menerima godaan dari para sopir. Godaannya pun makin berani. Bukan hanya sekadar godaan lewat kata-kata. Tapi beberapa sopir sudah berani menggunakan tangannya. Beberapa kali mereka menepuk pantatku dan bahkan kadang meremasnya. Mestinya aku menolak semua penghinaan itu tetapi karena rasa kesepian yang sudah menyelimuti diriku, aku pun membiarkan mereka melakukannya.

Tentu saja sikap sopir itu juga kadang disaksikan oleh Angga. Maka, aku pun meminta Angga untuk tidak menyampaikannya pada suamiku. Aku berdalih ini demi warungku agar semakin ramai. Angga pun setuju dengan permintaanku. Jadi ketika ada sopir yang bersikap nakal padaku di depan Angga, aku sudah tidak khawatir lagi.

Biasanya hal itu dilakukan saat aku mengantar makanan ke mereka, langsung pantatku ditepuk atau diremas.

“Gila! Bohay banget nih pantat.”

Aku tidak menjawab apapun tapi juga tidak marah dengan sikap mereka. Bahkan jujur dalam hati aku ingin mereka melakukan lebih dari itu. Aku ingin mereka melakukan lebih dari sekadar memegang pantat. Ya, mungkin aku sudah mulai gila.

Keinginan itu akhirnya terwujud saat ada seorang sopir yang mampir ke warung. Namanya Yason. Ia adalah sopir Jakarta-Bali. Ia keturunan orang Indonesia Timur. Badannya kekar. Ia sudah cukup lama menjadi seorang sopir. Namun rute sebelumnya bukan Jakarta-Bali melainkan Jakarta-Medan.

Ketika itu, malam hari, hanya Yason yang mampir ke warung. Ia ditemani seorang teman laki-laki yang lebih muda darinya. Ia dan temannya memesan makan. Sehabis makan, ia bertanya di mana kamar mandinya dan tempat beristirahat. Aku menunjukkannya. Namun sebelum melangkah ke belakang, tangan Yason malah meremas payudaraku. Aku agak kaget tetapi, tentu saja, tidak marah. Sudah lama payudaraku tak ada yang menyentuh.

Selepas dari kamar mandi, Yason kembali ke warung. Ia hanya sendiri. Mungkin temannya sudah berisitirahat.

“Mbak, kok sendirian jaga warung?” tanya Yason.

“Ngga, Mas. Saya ada yang bantu. Tapi lagi keluar orangnya.”

“Oh, suami?”

“Bukan.”

“Belum punya suami?”

“Udah, Mas.”

“Mana suaminya?”

“Kerja di luar kota.”

“Oh.” katanya. “Oh iya. Mbak, bisa mijet tidak?”

“Waduh. Ga bisa, Mas.”

“Ah, masa cuma pijat tidak bisa?”

“Iya, Mas. Saya ga pernah mijet.”

“Coba saja. Lagi capek nih.”

“Waduh! Gimana ya, Mas? Saya takut malah makin sakit.”

“Tidak. Ayolah coba.”

Aneh rasanya melihat Yason begitu memaksanya ingin aku memijatnya. Kurasa ada sesuatu yang direncanakannya.

“Saya bayar nanti, mbak. Tenang saja.”

“Tapi...”

“Sudah. Sudah. Ayo, mbak.”

Akhirnya aku menerima permintaannya. Aku memintanya untuk masuk ke dalam kamar. Sementara warung aku tetap biarkan masuk. Barangkali ada sopir yang akan mampir. Jadi sambil memijat Yason aku bisa tetap berjualan.

“Saya buka baju ya?” kata Yason seperti meminta izin. Namun, sebelum aku menjawab ia sudah membuka kaosnya. Kulihat dadanya sangat bidang.

Sambil duduk di tepi ranjang, aku mulai memijat punggung Yason. Entah terasa enak atau tidak, aku hanya melakukan sebisaku.

“Aduh. Enak sekali.” katanya.

Aku terus saja memijat. Punggung Yason terasa keras sekali. Mungkin karena pekerjaannya ia punya badan yang kuat. Kupijati seluruh punggungnya. Ia juga meminta pantatnya dipijat. Aku menuruti permintaannya. Pantatnya juga terasa keras. Khas pekerja keras.

“Balik ya.” Katanya. Ia langsung membalikkan diri. Saat membalikkan badan, langsung kulihat gundukan besar di selangkangannya. Kurasa ia mulai tegang.

“Aku buka celana aja ya?” katanya lagi. Aku tak menjawab apapun. Dan tak lama ia pun hanya mengenakan celana dalam saja.

Aku mulai merasa canggung untuk memijatnya. Tapi aku memberanikan diri untuk menyentuh dadanya yang bidang dan sedikit ditumbuhi bulu. Saat aku sedang asyik memijat, tangannya mencoba masuk ke dalam bajuku.

“Mau apa, Mas?” tanyaku mencegah tangannya.

“Hehehe.” katanya tertawa.

Kukira ia akan menghentikan tindakannya. Ternyata malah melanjutkannya. Aku kembali mencegahnya. Tetapi lama-lama aku tidak kuasa dan membiarkan tangannya masuk ke dalam bajuku. Ia pun segera meraih payudaraku yang terbungkus BH.

“Wah. Besar sekali.” Katanya.

Aku diam saja ketika ia mulai meremas-remas payudaraku dan tangannya menyelinap ke dalam BH. Pijatanku mulai melemah karena tak bisa fokus. Remasan tangan Yason membuat pikiranku mulai terpecah. Kurasakan juga tangan Yason memainkan puting susuku.

“Buka ya,” kata Yason mulai berusaha untuk mengangkat bajuku.

“Jangan, Mas, nanti ada yang dateng gimana?”

“Tutup saja warungnya,”

“Kok mau ditutup, Mas? Jualan saya gimana?”

“Gampang. Nanti saya ganti uangnya.”

“Tapi...,” jawabku. “..kalo ada Angga datang gimana?”

“Angga siapa?”

“Yang bantu saya di sini,”

“Kamu telpon saja sekarang. Suruh jangan ke sini.”

Yason bangkit dan berusaha untuk duduk. Ia langsung berusaha untuk mencium bibirku, tapi aku segera mengelak.

“Ayo tutup dulu.” Katanya menyuruhku. Anehnya aku mengikuti perintahnya. Aku segera ke warung depan dan mulai menutupnya. Kumatikan juga lampu depannya seolah-olah warungku memang tutup. Tak lupa juga aku menghubungi Angga agar tak usah kembali. Aku beralasan sedang tidak enak badan dan menutup warung.

“Sudah?” tanya Yason. Aku mengangguk. Aku kembali duduk di tepi ranjang dan mulai memijatnya kembali.

“Kamu bisa pijat yang ini?” tanya Yason sambil tangannya menaruh tanganku di atas selangkangannya.

“Ee...saya belum pernah,” jawabku gugup.

“Dicoba saja ya.”

Yason tanpa babibu langsung menurunkan celana dalamnya. Dalam sekejap pun kontolnya langsung mencuat dan berdiri tegak. Ini kali pertama aku melihat kemaluan laki-laki lain secara langsung dan begitu dekat. Aku benar-benar bingung apa yang harus aku lakukan. Aku tak bisa menutupi rasa gugupku itu.

“Ayo coba.” kata Yason. Ia kembali menuntunku untuk memegang kontolnya.

Dari segi ukuran, kontol Sueb kurasa masih lebih besar. Namun milik Yason juga tak bisa dibilang kecil. Meski tak sepanjang milik Sueb, namun diameternya tidak kalah.

Ada semacam getaran aneh yang muncul dalam tubuhku begitu aku menyentuh kontol Yason secara langsung. Astaga. Aku benar-benar tidak menyangka hal ini akan terjadi: aku menyentuh kemaluan laki-laki selain milik suamiku.

Aku mulai melakukan gerakan mengocok di kontol Yason meskipun hanya perlahan. Yason sendiri mulai berusaha untuk membuka bajuku.

“Ga usah dibuka, Mas.” kataku menolak.

“Ayo. Tidak apa-apa.”

Setelah beberapa kali usaha, akhirnya Yason berhasil melaksanakan keinginannya. Ia berhasil melepaskan bajuku dan kini bagian atas tubuhku hanya tertutupi oleh BH. Itu pun tak bertahan lama karena Yason juga mulai menganggalkan BH-ku. Aku sudah berusaha menolak tapi Yason tak bisa dibendung. Jadilah, kini aku setengah telanjang.

Ini juga kali pertama aku mempertontonkan bagian atas tubuhku pada laki-laki lain selain suamiku.

“Susumu bikin nafsu.” Katanya.

Ia langsung membenamkan wajahnya di dadaku. Dalam hitungan detik, mulutnya sudah melahap susuku. Fokusku kembali terpecah. Aku tidak bisa berkonsentrasi melakukan rangsangan pada kontol Yason karena rangsangan yang diberikan Yason pada susuku membuatku keenakan.

“Ah...” desahku menikmati permainan mulut Yason di susuku apalagi di putingnya.

Yason melakukan secara bergantian pada kedua susuku, kiri dan kanan. Setelah puas, Yason menaikkan ciumannya pada leherku. Nafsuku semakin meningkat ketika ciuman itu bergerilya di leherku.

“Ahh....” aku kembali mendesah.

Yason lalu bangkit dari tempat tidur dan mulai menidurkanku. Aku kembali mengikuti perintahnya. Tiba-tiba Yason meraih ujung atas celanaku. Aku terkejut.

“Mau apa, Mas?” tanyaku.

“Tenang.” Yason coba menenangkan.

Tanpa perlawanan dariku, Yason pun dengan mudah menurunkan celanaku berikut juga celana dalam. Kini aku pun jadi telanjang bulat di depan Yason; laki-laki pertama selain suamiku yang melihat seluruh isi tubuhku.

Ada perasaan aneh yang muncul dalam diriku. Biasanya yang berdiri di depanku, saat aku bertelanjang, adalah suamiku. Namun kini berbeda. Ada laki-laki lain yang kini berada di depanku. Parahnya dia juga tengah bertelanjang. Kami sama-sama bertelanjang.

Yason membuka kedua pahaku dan menempatkan dirinya di antara kedua pahaku itu. Tubuhnya lalu menunduk dan meraih bibirku. Awalnya aku enggan untuk menyambut ciumannya. Namun, perlahan aku bisa menerimanya dan kami pun terlibat dalam ciuman yang bergairah.

“Mpphhh..”

Kami saling memagut bibir masing-masing. Yason tampak bernafsu sekali mencium bibirku. Begitu puas dengan saling berciuman, kini ia turun ke leherku dan mulai menciuminya. Itu membuatku semakin bernafsu. Tanganku tiba-tiba memeluk tubuh Yason. Sementara di bagian selangkangan, mulai kurasakan kontol Yason menyentuh bagian luar memekku. Itu makin menambah nafsu birahiku.

Yason pun mulai mengarahkan kontolnya ke memekku. Ia mulai dengan menggosokkan-gosokkan terlebih dahulu ke bibir memekku. Sontak hal itu membuatku mendesah.

“Ah...ah...ah...” desahku. Apalagi ketika kontolnya menyentuh itilku. Secara reflek tubuhku menggelinjang.

Rupanya Yason juga sudah tidak tahan. Ia mulai berusaha menekan kontolnya ke dalam memekku. Tapi aku segera menolaknya.

“Mas, jangan.” Kataku.

“Kenapa?”

“Saya takut, Mas.”

“Takut kenapa?”

“Saya takut hamil.”

“Kamu lagi subur?”

Aku mengangguk.

“Ya sudah. Saya pakai kondom ya?”

Aku tidak menjawab. Yason langsung mengenakan celana pendeknya dan langsung keluar. Tak berselang lama, ia kembali dan di tangannya sudah ada kondom.

“Untung saya bawa persediaan,” katanya.

Ia kembali melepaskan celananya dan segera memasang kondom pada kontolnya.

“Siap?” tanyanya.

Aku lagi-lagi tak menjawab. Sebab aku tak yakin apakah aku siap atau tidak. Tapi Yason tak bisa dicegah. Atau sebenarnya aku ingin tapi aku malu untuk mengakuinya? Aku mulai berpikir bahwa sebentar lagi tubuhku akan terjamah oleh laki-laki lain.

Yason kembali berusaha untuk memasukkan kontolnya ke memekku. Kini aku sudah tidak menolaknya lagi. Dan justru membiarkannya menyibak bibir memekku. Dengan usaha yang aku kira tak terlalu susah, kontol Yason akhirnya masuk. Ia terus mendorongnya perlahan hingga seluruh batangnya berada dalam memekku.

“Ahh...” Aku mendesah karena memekku mulai dipenuhi kontol.

Yason mulai melakukan gerakan maju mundur. Kontolnya pun perlahan keluar masuk. Itu membuatku terus mendesah. Apalagi sudah cukup lama aku tidak disentuh suamiku.

Ah, suamiku. Maafkan aku, Mas. Aku telah berkhianat. Tapi aku tak bisa menolak kenikmatan yang diberikan laki-laki ini.

Tanganku memeluk tubuh Yason. Yason membenamkan wajahnya di leherku sambil menciuminya. Ia juga kadang mencium bagian belakang telingaku. Aku makin bernafsu.

Genjotan Yason makin cepat. Aku sendiri mulai merespon genjotannya dengan ikut memajumundurkan pantatku.

“Ahhh...ahh....” kami sama-sama mendesah.

Yason makin mempercepat genjotannya. Aku sudah merasa bahwa akan segera sampai. Kakiku melingkar dan memberikan dorongan pada pantat Yason agar kontolnya makin dalam masuk ke memekku.

Dan tak lama setelah itu, aku sampai pada orgasmeku. Tubuhku bergetar beberapa kali. Aku telah mencapai kepuasan. Sementara Yason terus saja menggenjot.

“Ahh....ahh..aaa...kuu....”

Lalu kurasakan kontol Yason berkedut-kedut beberapa kali. Tidak ada sesuatu yang menyembur karena Yason mengenakan kondom. Tapi aku tetap bisa merasakan kenikmatannya.

Ia mencabut kontolnya. Kontolnya tampak berkilat karena cairan cinta kami. Sementara spermanya tertampung di ujung kondom.

Malam itu kami berdua tidur bersama hingga pagi layaknya suami istri. Ditambah masih tetap sama-sama telanjang.

“Memekmu luar biasa, mbak.” Katanya saat kami sudah terbangun. “Masih kaya perawan.”

“Masa? Saya udah punya anak satu lho!”

“Wah, tapi rasanya kok masih sempit ya?”

“Haha. Punyamu yang kegedan kali, Mas?”

“Hahaha,” ia tertawa. “Apa punya suamimu tidak sebesar ini?”

“Sedikit lebih kecil,”

“Wah. Pantes aja.”

Sebelum mandi, kami kembali mengulang percintaan semalam. Tentu tak kalah panasnya. Aku masih tetap memintanya mengenakan kondom karena aku belum berani mengambil risiko.

Selepas bercinta, kami pun membersihkan diri. Saat aku hendak masuk ke kamar mandi, aku mendengar obrolan Yason dan temannya di pondok belakang.

“Wah. Puas banget nih kayanya, Bos.”

“Mantap banget. Memeknya yahuuudd,” sahut Yason. “Baru kali ini ada ibu anak 1 tapi memeknya masih kaya perawan.”

“Berapa ronde, Bos?”

“Cuma dua ronde. Tapi puas banget.”

“Semalem saya ngintip, Bos.”

“Wah. Kurang ajar kamu.”

“Habis bos enak-enakan, saya ditinggal sendiri. Paling ngga kan kebagian, Bos.”

“Mantap kan body-nya?”

“Waduh. Gila, bos. Apalagi memeknya itu, bos, menggiurkan banget.”

Yason akhirnya pamit padaku untuk melanjutkan perjalanannya. Namun sebelum pergi, ia memberiku amplop berisi uang sebanyak tiga ratus ribu. Entah untuk uang apa ini? Aku sudah menolaknya tapi ia memaksa.

“Saya balik dulu ya,” kata Yason. “Nanti saya pasti mampir lagi.”

“Iya, Mas.”

“Aku pasti kangen sama ini,” katanya sambil menyentuh selangkanganku.

Aku hanya tersenyum.

“Kalau nanti saya mampir lagi, boleh tidak pakai kondom ya?”

“Lihat aja ntar, Mas.”

Bersambung
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd