Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Warung Mbak Ningsih

Tidak, hu. Ini update baru.
Sensasi Aneh

Sejak kejadian bersama Angga, seolah tercipta jarak antara aku dan Angga. Kami menjadi jarang bicara. Angga hanya menyapaku bila ada perlu saja. Selebihnya ia banyak menghindar dari aku. Aku jadi khawatir dengan sikapnya itu. Aku takut dia tidak menepati janjinya untuk tidak mengatakan apa pun pada suamiku.

“Angga,” sapaku. Aku memberanikan diri memanggilnya

“Iya, mbak?”

“Sini sebentar.” Aku memanggilnya ke dalam kamar.

Angga muncul dari balik pintu dan aku menyuruhnya dudu.

“Ada apa, mbak?”

“Kamu kenapa, Ga?”

“Ngga apa-apa kok, mbak. Emangnya kenapa?”

“Kamu jangan bohong. Mbak bisa lihat dari sikapmu.”

“E...bener kok, mbak.”

“Jujur, Ga.”

Tiba-tiba Angga terdiam dan menunduk.

“Ada apa, Ga?”

“Maaf sebelumnya, mbak.” Sahut Angga pelan.

“Maaf kenapa?”

“E...sejak...sejak saya nonton mbak Ningsih dan Bang Yason si ranjang...” kata Angga ragu. “...saya...saya...jadi pengin, mbak.”

“Pengin? Pengin apa, Ga?”

“Pengin kaya Bang Yason.”

Aku terkejut dengan jawabannya. Aku sama sekali tidak menyangka. Tapi itu hal yang wajar. Angga sudah dewasa dan mengerti hal demikian. Meski demikian, aku tak mungkin menuruti permintaannya.

“Ga, maafin, mbak, ya,” jawabku. “Mbak punya alasan kenapa melakukan hal itu. Mbak tau, itu perbuatan yang salah. Dan mbak tidak ingin mengulanginya lagi. Kepada siapa pun. Termasuk kamu, Ga.”

Angga tetap tak menjawab apa-apa. Ia tetap diam.

“Kamu masih muda, Ga. Berikan perjakamu untuk istrimu nanti. Jangan sama, mbak.”

“Tapi, mbak, begitu melihat tubuh mbak yang seksi, saya jadi pengin, mbak.”

“Wajar, Ga. Kamu cowok dan mbak cewek. Kita juga sudah sama-sama dewasa.”

“Sekali aja, mbak.” Angga memelas padaku

Kalau saja dia sudah menikah, pasti sudah kuberi apa yang dia minta. Sayangnya dia masih muda. Aku tak ingin mengambil perjakanya.

“Kalau untuk itu, mbak belum bisa. Kalau sekadar ngocok, mbak kira ga masalah.”

“Ijinkan saya lihat mbak Ningsih telanjang.”

Aku kembali terkejut dengan jawabannya.

“Cuma lihat?”

“Mbak ngocok punya sama sambil telanjang.”

Aku terdiam. Mencoba memikirkan permintaannya. Kurasa tidak ada salahnya. Daripada dia meminta untuk naik ranjang denganku.

“Baiklah. Mbak setuju.”

Siang itu aku pun menutup warungku lebih awal saat sedang tidak ada pengunjung. Semua pintu aku kunci. Aku dan Angga langsung masuk ke kamar.

Ada perasaan deg-degan bahwa Angga akan melihat tubuh telanjangku secara langsung. Orang yang selama ini membantuku di warung. Bahkan aku sudah menganggapnya seperti adik.

Angga langsung menghampiriku dan memeluk tubuhku. Dia mencium bibirku dan aku tanpa ragu langsung menyambutnya. Kami berciuman dan saling memagut satu sama lain. Tangan Angga kurasakan juga mulai bergerilya ke bagian-bagian tubuhku.

Semula tangan itu meremas-remas pantatku kemudian naik dan menyelinap ke dalam bajuku. Tak butuh waktu lama, tangan Angga langsung bisa meraih susuku yang masih terbungkus BH. Ia lepaskan kaitan BH itu dan membuatnya longgar hingga ia dengan mudah masuk dan menyentuh susuku secara langsung.

Sementara tanganku juga tak mau kalah. Kuraba-raba selangkangan Angga dan kutemukan sesuatu yang sudah mengeras di sana: Angga sudah mulai ereksi. Kubuka saja resleting celana Angga. Dalam sekejap, aku langsung menurunkan celana itu dan kudapatkan kontol Angga yang sudah menegang.

Angga lalu mulai berusaha untuk melepas pakaianku. Ia lucuti mulai dari baju, celana, hingga yang paling terakhir, celana dalamku. Sekejap saja aku sudah bertelanjang di hadapan Angga. Angga tampak terbelalak melihat tubuhku.

“Kenapa, Ga?” tanyaku.

“Mbak seksi banget.”

Angga mendudukkanku di tepi ranjang. Ia juga duduk di sebelahku. Kedua tangannya langsung meraih susuku yang sudah terpampang jelas di depan matanya. Ia berusaha kembali untuk menciumku dan aku pun menyambutnya. Kami kembali terlibat dalam ciuman panas.

Tanganku sendiri juga tidak tinggal diam. Aku meraih kontol Angga di selangkangannya. Perlahan aku mulai melakukan gerakan mengocok pada kontolnya. Sementara itu kami terus berciuman.

Ciuman Angga mulai turun ke leher dan terus sampai ke susuku. Ia melahap kedua payudaraku itu secara bergantian. Seperti seorang bayi yang menetek pada ibunya. Aku mengelus-elus kepalanya karena sensasi permainan lidahnya di puting susuku.

“Ahh....ahh....ahh...” Aku mendesah. Kocokanku di kontol Angga mulai tidak fokus.

Saat asyik menikmati dadaku, terasa salah satu tangan Angga menyelinap masuk ke dalam selangkanganku. Aku langsung mengiyakan saat Angga memberi isyarat agar aku membuka pahaku. Dalam waktu sekejap jarinya langsung menyentuh memekku.

Kurasakan jari Angga mencoba bermain di sana. Ia perlahan mencoba menyelinap masuk ke dalam lubang memekku. Mau tak mau aku mulai mendesah.

“Ahh...***a....ahh....”

Jari Angga sudah bisa lebih masuk dari sebelumnya. Sesekali juga ia memainkan klitorisku dan membuat aku semakin tak kuat untuk tidak mendesah.

“Gaa...aahh...ahh...***a...”

Sementara Angga masih tidak melepaskan susuku dari mulutnya. Ia masih terus bermain di area itu. Lidahnya bergoyang-goyang di puting susuku.

Tanganku sudah tidak fokus mengocok kontol Angga karena konsentrasiku terpecah pada kenikmatan di liang senggamaku. Kurasakan lagi jari Angga terus menyelinap masuk dan mulai melakukan gerakan keluar masuk.

“Ahh....ee....naak....aahhh....”

Tanpa kurasakan Angga sudah menidurkanku. Tangannya masih bermain di memekku. Aku makin dibuat menggelinjang. Jarinya memainkan area paling sensitif milikku itu.

“Oohh....yaaa....aahh....”

Jari-jari Angga keluar masuk di lubang memekku. Aku tak bisa menahan pantatku untuk tidak merespon kenikmatan yang datang. Pinggulku otomatis bergerak-gerak. Angga semakin cepat melakukan kocokan dengan jarinya di memekku dan membuatku kian tak bisa menahan.

“Ahh...ahh...ahh....aa...kuu....” Pantatku berkedut beberapa kali pertanda aku mencapai orgasmeku.

Kulihat Angga melepaskan jarinya dari memekku dan kini tanpa kuduga ia telah berada dalam posisi menindihku. Tanpa kuduga lagi ia sudah melepaskan celananya. Kini bagian bawah tubuhnya sudah tidak mengenakan apa-apa.

“Angga, kamu mau apa?” tanyaku terkejut.

“Aku udah ga tahan, mbak.”

“Kamu kan sudah janji, Ga.”

“Tapi, mbak…” kata Angga. Aku langsung buru-buru bangun dan mendorong Angga.

“Sini biar mbak kocok aja.”

Dengan wajah pasrah, Angga menuruti kemauanku. Aku meraih kontolnya dan mulai mengocoknya. Tidak butuh waktu lama bagiku untuk membuat Angga melepaskan spermanya. Mungkin ia masih sedikit pengalaman dalam bercinta.

***

Suatu malam, suamiku menelpon. Ia mengatakan bahwa ia sudah sangat merindukanku di tempat perantauannya.

“Mas, udah kangen nih, dek.”

“Sama, Mas.” Jawabku.

“Udah lama nih ga dapat jatah dari istri.”

“Salah siapa milih kerja jauh.”

“Kan demi dapet uang.”

“Jadinya kapan pulang?” tanyaku.

“Insyaallah sebulan lagi.”

“Ya sudah adek tunggu di sini, Mas.”

“Iya, dek.”

Aku sendiri sebenarnya tidak tahu apakah aku rindu dengan suamiku. Maksudnya rindu untuk memberikan jatah padanya. Kalau rindu karena ia suamiku, mungkin aku memang rindu. Tapi untuk memberikan jatah dan mendapatkan jatah darinya, aku tidak yakin.

Bukan berarti suamiku tidak bisa memuaskanku. Biar bagaimana pun ia seorang tukang bangunan. Tenaganya kuat meskipun masih kalah dengan Yason dan Sueb. Apakah karena aku sudah merasakan keperkasaan dua laki-laki hingga membuatku merasa biasa saja pada suamiku? Entahlah. Tapi memang harus aku akui, suamiku masih berada di bawah Yason dan Sueb. Entah itu dari segi stamina di ranjang maupun dari ukuran kejantanannya.

Selepas aku menerima telepon dari suamiku, aku tertidur. Saat itu warung sudah kututup karena sepi. Dalam tidurku itu, aku bermipi sesuatu yang sebelumnya tak pernah aku pikirkan. Aku bermimpi bercinta dengan Sueb dan anehnya lagi, ada suamiku yang menyaksikan percintaan itu.

Di dalam mimpi itu, aku tidak ingat persis di mana kejadiannya. Awalnya aku sedang memasak di sebuah dapur. Tidak lama kemudian, datanglah Sueb yang langsung memelukku dari belakang.

“Lho, Mas ngapain di sini? Nanti ada suami saya lho!”

“Tenang aja,” kata Sueb.

Sueb lalu mengangkat bagian bawah dasterku hingga terlihat celana dalamku. Aku mencegahnya namun Sueb tetap memaksa dan aku tidak bisa berbuat apa-apa. Melihat aku tidak bisa menahannya, Sueb justru terus membuka dasterku hingga terlepas semuanya. Dan kini hanya tersisa BH dan CD yang kukenakan.

“Mas, mau apa? Kalo ada suami saya gimana?”

“Santai,”

Sueb seolah tak peduli dengan keamanan. Ia terus saja membuka pakaian yang tersisa di tubuhku sampai akhirnya aku telanjang. Anehnya aku juga menuruti saja apa kata Sueb. Bahkan ketika Sueb mulai mencium bibirku, aku tanpa penolakan sama sekali. Kami pun langsung berciuman dengan panasnya.

“Mpphhh….mpphhh….”

Karena nafsu birahiku makin naik, aku mulai berusaha membuka satu per satu baju Sueb. Pertama aku buka bajunya kemudian dilanjut dengan celana hingga pakaian dalamnya. Sampailah Sueb menjadi telanjang. Kami kembali berciuman. Tanganku kini meraih kontol Sueb yang sudah tegang. Sementara itu tangan Sueb mulai melakukan rabaan di memekku. Aku sudah tidak lagi memikirkan bagaimana seandainya suamiku datang.

“Ahh…ahh…ahh…” aku mulai mendesah saat jari-jari Sueb mulai masuk ke lubang memekku.

Tanganku sendiri terus melakukan kocokan di kontol Sueb. Begitu juga tangan Sueb terus bermain di lubang memekku. Sueb telah menemukan itilku dan langsung memainkannya. Aku pun semakin membuka pahaku.

Ciuman Sueb turun ke leherku. Ia menciumi seluruh leherku. Itu makin membuat nafsuku semakin bangkit. Membuat kocokan tanganku di kontolnya makin kencang. Ciuman itu pun terus turun ke payudaraku. Sueb langsung mencaplok dengan mulutnya. Ia lahap kedua susuku secara bergantian.

“Ahh…ahh…mmaass…” Sueb memainkan lidahnya di payudaraku. Lidah itu kadang berputar-putar di puting susuku. Kontol Sueb sudah terlepas dari tanganku.

Puas di susuku, Sueb terus menurunkan ciumannya hingga akhirnya mendarat di memekku. Sama dengan kenyataan, di dalam mimpi pun aku menolak ketika Sueb akan mencium memekku.

“Jangan, mas. Bau.”

Sueb tidak memaksa ketika aku menutup memekku dengan tanganku. Ia lalu mengambil kursi dan duduk di sana. Terlihat kontolnya mengacung ke atas. Kontol yang jauh lebih besar dari milik suamiku. Sueb lalu memanggilku dan menyuruhku duduk di atasnya.

“Sini, sayang,” kata Sueb sambil mengelus kontolnya.

Aku yang sudah termakan nafsu birahi sudah tidak peduli lagi dengan apa yang terjadi. Aku sudah pasrah seandainya suamiku benar-benar datang. Yang kunginkan saat ini aku menuntaskan birahiku dengan Sueb.

Aku mengangkangi kontol Sueb lalu perlahan memasukkannya pada memekku. Pelan hingga seluruhnya masuk.

“Ah,” desahku.

Perlahan pula aku mulai melakukan gerakan naik turun. Kontol Sueb mulai keluar masuk di memekku. Sungguh nikmat. Aku hanya bisa memejamkan mata merasakan nikmatnya kontol Sueb. Sementara itu Sueb sendiri mulai meremasi kedua payudaraku. Kadang sesekali ia memilin-milin puting susuku dengan jarinya.

“Oh…oh…” desah Sueb begitu aku mulai mempercepat gerakanku. Kontol Sueb pun makin cepat keluar masuk di memekku.

Kini Sueb mulai melahap payudaraku yang tersaji di hadapannya. Ia lahap secara bergantian. Ini makin menambah sensasi nikmat padaku. Apalagi ketika lidah Sueb memainkan putting susuku.

“Ah…ah…mmaasss…” aku terus mendesah keenakan.

Saat aku sedang menikmati percintaan ini, Sueb meminta untuk mengganti posisi. Kini ia ingin melakukan doggie style. Aku menuruti permintaannya. Aku mencari tembok untuk peganganku. Aku pun langsung memosisikan badanku dalam keadaan menungging sambil berdiri. Tak lama, kurasakan sebuah benda tumpul mulai menusuk memekku.

Dengan posisi seperti ini, memekku akan menyempit dan kontol Sueb pasti agak kesusahan untuk masuk. Benar saja. Dengan sedikit usaha lebih, kontol Sueb pun masuk. Rasanya memekku semakin penuh.

“Ah…saa…yaang…,” seru Sueb. “…mee…meeekkmuu…semppitt…”

“Kon…toolll…muu…maan…taappp…”

Sueb mulai menyodok-nyodok memekku dengan kontolnya. Lama kelamaan sodokan itu semakin cepat saja hingga tubuhku bergoyang tak keruan.

Tapi, sesuatu yang kukhawatirkan terjadi sungguh-sungguh. Suamiku tiba-tiba masuk ke dapur.

“ASTAGA!!!” seru suamiku yang terkejut dengan pemandangan yang ada di depannya.

“Dek, apa yang kamu lakukan?” tanya suamiku.

“Mm…mas..ma…maafin aku,” kataku terbata-bata. “Biar saya jelaskan dulu.”

“Jadi begini kelakuanmu di belakangku?”

“Tapi…maass…” Aku hendak menjelaskan tapi tiba-tiba Sueb menjawab.

“Jangan salahkan istrimu. Dia melakukan ini semua karena kamu tidak bisa memuaskannya. Dia butuh belaian dan keperkasaan seorang laki-laki.”

Entah kenapa suamiku tidak menjawab pernyataan Sueb. Ia hanya terdiam. Akhirnya Sueb kembali memaksaku untuk melanjutkan percintaan. Anehnya lagi, aku malah menuruti Sueb dan melakukan hubungan terlarang ini di depan suamiku.

“Lihat ini. Aku akan memuaskan istrimu. Lihat betapa puasnya ia digagahi olehku. Hahaha.” Kata Sueb seperti seolah menghina suamiku.

Suamiku sekali lagi hanya diam melihat adegan kami yang semakin panas. Sueb makin keras menyodok memekku dengan kontolnya. Aku terus mendesah.

“Ah…ah…ah…”

“Bilang…kalaau…nikmaat…sayangg…” kata Sueb.

Aku tidak menurutinya karena menghormati suamiku. Tapi Sueb terus memaksa.

“Aayoo…bilaang…”

“Iii…yaa…”

“Iya apa?” paksa Sueb terus.

“Iyyaa…nikk…maat…”

“Hahaha. Apa..senikmaat…suamimu?” tanya Sueb lagi.

Kini aku sudah tak ragu lagi untuk menjawab. Kupikir sudah kepalang basah.

“Nnggaa…” jawabku. “punyamu…lebih…nikk…maatt…”

Aku sudah tidak memerhatikan suamiku lagi. Aku hanya memejamkan mata menahan nikmat yang diberikan Sueb.

Puas dengan posisi menungging, Sueb kembali duduk di kursi dan memintaku duduk di pangkuannya lagi. Kulakukan seperti yang awal, lalu aku mulai bergerak naik turun. Karena birahiku sudah memuncak, maka gerakanku langsung cepat.

“Ahh…maass…een…nnaakk…ahh…” desahku.

Sesekali aku melakukan goyangan agar menambah sensasi nikmat pada Sueb. Tapi goyangan yang kulakukan justru membuatku juga makin nikmat dan mendekati puncak orgasme.

“Aahh…maaas…aa..ku….aahh…”

Tubuhku bergetar hebat karena orgasme. Aku memeluku tubuh Sueb erat-erat. Sueb kurasa tahu bahwa aku sudah sampai puncak. Dia lalu mengangkatku. Dengan posisi berada dalam gendongannya, aku terus dihantam dengan kontolnya. Tubuhku bergerak naik turun. Sampai akhirnya, Sueb sudah tak mampu membendung semburan spermanya hingga ia tumpahku semuanya dalam memekku.

“Ahhh…..” lenguhnya panjang sambil membenamkan kontolnya dalam-dalam di memekku.

Ia lalu kembali duduk di kursi. Aku tetap berada di pangkuannya dengan kontolnya masih menancap di memekku.

Suamiku sendiri kulihat terduduk seperti merasa bersalah dan menyesal. Sementara itu, kurasakan sperma Sueb perlahan mengalir keluar dari memekku.

***

Bangun dari tidur aku merasa sangat puas. Kuraba memekku dan ternyata memang basah. Aku heran bagaimana bisa kejadian yang ada dalam mimpi seolah seperti kenyataan. Nikmatnya benar-benar aku rasakan.

Anehnya lagi, kejadian percintaan di depan suamiku sendiri seperti memberikan sensasi lain padaku. Harus aku akui, aku sangat menikmatinya.

Bersambung
Ini apa om ...??
Tgl 20.oktober 2021 page 31..
 
Lelaki Berwibawa

Selepas Yason pergi, aku tidak berhubungan dengan orang lain lagi. Tetapi, meskipun demikian aku masih meladeni permintaan Angga sebagai perjanjian aku dengannya. Hampir setiap hari Angga minta dikocok kontolnya. Aku tidak punya pilihan lain karena sudah terikat janji dengannya. Jika aku tidak menepatinya, takutnya dia malah mengadu soal kejadian dengan Yason. Lebih baik aku menuruti saja permintaannya. Lagipula tidak sampai berhubungan badan.

Pernah suatu sore, aku dibuat kaget dengan keberadaan Angga di dalam kamar. Saat itu aku baru selesai mandi.

“Angga, ngapain kamu di sini?” tanyaku karena terkejut.

“Ngga ngapa-ngapain kok, mbak.”

“Keluar dulu mbak mau ganti baju.”

“Kan udah pernah lihat mbak ga pake baju. Ngapain mesti keluar, mbak?” jawabnya. Kini dia merasa punya sedikit kuasa atas diriku. Aku diam saja tidak membalas jawabannya. Kulepaskan saja handuk yang kukenakan dan langsung kukeringkan badanku.

Namun, belum selesai aku menggosok badanku dengan handuk, Angga sudah menghampiriku dan langsung memelukku dari belakang.

“Angga, udah. Mbak udah mandi nih.” Kataku saat tau ia mulai menggerayangi badanku.

Angga tidak menyahut. Ia terus menggerayangi tubuhku. Tangannya mulai meremas-remas kedua payudaraku. Sementara mulutnya bergerilya di leherku. Aku mencoba menurunkan tangannya tetapi aku tidak bisa. Malahan salah satu tangannya kini sudah turun ke memekku.

“Ga…udah dong,” kataku memelas padanya. Tapi Angga tidak menghiraukan ucapanku. Malahan tangannya mulai liar di liang senggamaku.

“Ahh…” aku mulai mendesah. Apalagi salah satu tangannya lagi memainkan putingku juga. Hal itu makin membuatku terus mendesah. Di bagian pinggulku aku merasakan selangkangan Angga mulai mengeras. Mungkin kontolnya sudah menegang.

“Aahh…aahh…***a….” Aku terus saja mendesah.

Perpaduan permainan jari Angga di selangkangan dan puting susu membuat birahiku semakin naik. Kedua pahaku secara otomatis semakin melebar untuk memberi keleluasaan bagi Angga memberiku kenikmatan. Bahkan semakin lama pinggulku mulai melakukan gerakan goyangan. Kurasakan sesekali jari Angga masuk ke lubang vaginaku dan menusuk-nusuknya. Aku makin tak bisa berhenti untuk mendesah.

“Ahh…Gaa…uu…daahhh…” desahku meminta Angga menyudahi permainan jarinya.

Angga menghentikan gerakannya. Kupikir dia akan menghentikan semuanya namun ternyata tidak. Angga kini menidurkanku di tempat tidur. Ia berdiri di hadapanku dan mulai menurunkan celana beserta CD-nya. Kulihat kontolnya sudah menegang.

“Kamu mau ngapain?” tanyaku.

“Tenang aja, mbak.” Jawab Angga. “Saya masih pegang janji kok.”

Ia berjongkok di pinggir tempat tidur tepat di hadapan selangkanganku. Tak lama kemudian, kurasakan jarinya kembali menyentuh memekku. Memekku yang sudah basah sepertinya akan dibuat semakin basah dengan permainan jemarinya.

Benar saja tak lama berselang, jari Angga sudah memainkan klitorisku. Badanku berkedut-kedut seiring jari Angga yang menyentuh klitoris. Hal itu membuatku secara spontan melakukan desahan.

“Ahh….ahh…ahh…” aku kembali mendesah.

Cukup lama Angga mempermainkanku dengan gerakan jarinya di memekku. Bahkan Angga juga menusuk-nusukkan jarinya ke dalam memekku. Aku semakin tak kuasa. Sampai akhirnya aku harus bertekuk lutut pada kehebatan jemarin Angga.

“Aanngg…Ggaaa….ahh….” Tubuhku bergetar hebat. Pantatku naik menjemput jemarin Angga yang masih di dalam memekku. Aku mencapai orgasmeku.

Angga mulai naik ke tempat tidur. Ia mengangkangi tubuhku. Posisinya bertekuk lutut sehingga kontolnya tepat berada di atas payudaraku.

“Kocok, mbak.” Pinta Angga. Aku langsung menuruti. Salah satu tanganku menggenggam kontol Angga yang sudah bereksi penuh. Sementara Angga memainkan kedua payudaraku. Ia meremas-remas dengan pelan dan memberikan sensasi nikmat padaku. Apalagi saat jari-jarinya memainkan kedua putting susuku.

Perlahan gairahku kembali bangkit. Ingin rasanya aku meminta Angga memasukkan kontolnya ke memekku, tapi aku coba bertahan. Tak mau kalah di hadapannya. Maka kulampiaskan pada kocokan tanganku di kontol Angga meskipun tak mampu meredam gairahku.

Semakin lama kocokan itu makin cepat. Kudengar Angga perlahan mendesah. Napasnya mulai berat. Melihat hal itu, aku makin semangat mengocok kontolnya. Apalagi kulihat ekspresi wajahnya merem melek. Sampai akhirnya, seluruh ototnya tanpak menegang dan ia mendesah kuat.

“Aahh……” Kurasakan kontolnya berkedut-kedut dan spermanya pun muncrat. Banyak sekali. Sebagian mengenai wajah dan payudaraku. Angga langsung terbaring di sampingku. Aku bangun dan segera membersihkan sperma Angga yang menempel di tubuhku.

Kejadian-kejadian bersama Angga terus saja terjadi. Aku tak bisa mencegahnya untuk berhenti karena ini juga kemauanku. Akhirnya aku terus meladeni keinginannya. Kupikir tak apa juga. Toh aku juga mendapatkan kepuasan.

Pernah suatu kali Angga meminta hal aneh padaku. Saat itu, persediaan makanan di warung habis. Maka aku memilih untuk menutupnya dan pergi untuk beristirahat. Saat selesai menutup warung, tiba-tiba Angga langsung memelukku dari belakang.

“Angga, mau apa lagi?” tanyaku.

“Aku tidur di sini ya, mbak.”

“Iya. Tapi jangan aneh-aneh ya.” Pintaku.

“Aneh-aneh gimana?”

“Ya pokoknya jangan macem-macem, Ga.”

“Satu macam aja kok, mbak.”

“Maksudnya?” tanyaku penasaran.

“Aku pengin tidur bareng mbak sambil telanjang.” Bisik Angga di telingaku.

“Apa?!” aku kaget. “Jangan gila kamu, Ga.”

“Kenapa, mbak? Kan aku udah pernah lihat mbak ga pake baju.”

“Iya. Tapi kalo kamu macem-macem gimana?”

“Janji ga akan, mbak.”

“Duh, kamu semakin hari kok makin aneh sih mintanya.”

“Selama ga minta ini,” kata Angga sambil memegang memekku. “ga masalah kan, mbak?”

Akhirnya malam itu kami tidur bersama dalam keadaan telanjang. Angga tak henti-hentinya memelukku. Kurasakan juga kontolnya terus bangun. Lagi pula siapa yang tahan tidur berduaan telanjang?

Sejujurnya aku hampir takluk pada Angga. Dia terus memain-mainkan area sensitifku. Namun aku mencari cara agar bisa menghentikan Angga. Maka, aku pun berinisiatif untuk mengocok kontolnya. Aku berhasil dan membuatnya memuntahkan sperma. Ia pun merasa kelelahan dan akhirny terlelap.

***

Suatu malam, suamiku kembali menelpon.

“Insyaallah, satu bulan lagi mas pulang, dek.”

“Alhamdulillah. Apa sudah selesai, mas?”

“Sudah selesai.”

“Wah, bawa uang banyak dong.”

“Ya alhamdulillah, dek.”

“Ya sudah, mas. Adek tunggu di sini. Hati-hati selama bekerja.”

“Iya, dek,” jawab suamiku. “Oh ya, semalem mas mimpi lagi.”

“Mimpi apa, Mas?” tanyaku

“E…jangan marah ya, dek.”

“Lha, kenapa harus marah, Mas?”

“E…mas…ta..tadi malem mimpi kamu, dek.”

“Mimpi aku? Mimpi gimana?”

“Sama kaya mimpi yang dulu pernah mas ceritain.”

Aku terdiam. Dalam hati aku mengatakan bahwa kenapa bisa sampai dua kali. Apakah itu pertanda untuk suamiku kalau aku sudah berselingkuh. Segera aku mencairkan suasana agar tidak menimbulkan kecurigaan.

“Mungkin kaya yang awal, Mas. Belum berdoa mungkin sebelum tidur.”

“Tapi, dek, mas khawatir.”

“Khawatir kenapa, Mas? Mas curiga ya?”

“Bukan begitu, dek. Jangan salah paham. Mas hanya merasa aneh aja kenapa bisa bermimpi begitu.”

“Orang bisa bermimpi apa aja, Mas. Tidak ada yang bisa membatasi.”

“Iya sih.”

“Ya sudahlah. Lagian mas kan kerja. Nanti ga fokus ke pekerjaan di sana.”

“Iya, dek.”

Aku tahu sebenarnya suamiku mulai menaruh curiga padaku. Tapi ia tak punya cukup bukti untuk membenarkan kecurigaannya. Beruntung aku bisa segera mencairkan suasana.

***

Seminggu kemudian, saat siang hari, warungku kedatangan orang dinas. Aku tahu karena seragamnya. Mereka bertiga.

“Selamat siang, bu.” Kata salah satu petugas.

“Siang, pak.”

“Kami petugas dinas pajak, bu. Mau tanya. Ibu sudah lama ya buka warung di sini.”

“Belum lama, pak.”

“Nah, mumpung belum lama, kami mau kasih tau. Di tanah ini, orang dilarang untuk berjualan, bu.”

“Lho, kenapa, pak?”

“Soalnya ini masih termasuk tanah pemerintah daerah.”

“Masa Cuma jualan ga boleh, pak? Lagian juga ga dipake kan?”

“Tapi peraturannya ga boleh, bu.”

“Terus saya harus gimana, pak?” tanyaku mulai ketakutan.

“Kami kasih waktu ke ibu selama 3 hari untuk pindah dari tempat ini.”

“Mau pindah ke mana, pak?” tanyaku kebingungan.

“Terserah ibu. Asal jangan di sini.”

Ada-ada saja masalah, kataku dalam hati. Aku tidak tahu lagi harus bagaimana menyikapi hal ini. Aku juga tidak tahu akan meminta bantuan pada siapa. Aku coba menghubungi suamiku. Namun ia juga tidak punya cara sebab tak mungkin ia pulang. Akhirnya kami pasrah saja. Kalau pun harus dibongkar, biarkan saja. Aku mulai mengemasi beberapi peralatan-peralatan penting dan kubawa ke rumah.

Tiga hari sejak kedatangan petugas dinas itu, tiba-tiba saat aku sedang melamun di warung, datang seorang laki-laki. Ia menyapaku dan bertanya apakah aku pemilik warung ini.

“Iya, pak, saya yang punya warung.”

Lalu laki-laki itu duduk di bangku. Laki-laki itu kukiran berumur 50 tahun lebih. Orangnya sedikit agak gemuk namun tampak berwibawa sekali. Ia turun dari mobil berplat merah. Sepertinya dia orang penting.

“Ibu mungkin sudah tau apa tujuan saya ke sini,” katanya.

“Iya, pak. Saya minta maaf,” jawabku. “Saya mohon ijinkan saya untuk jualan di sini. Ini tempat saya mencari uang, pak.”

“Iya, bu. Tapi itu sudah peraturan.”

“Jadi saya harus gimana, pak?”

“Ya ibu harus segera pindah.”

Aku terdiam. Benar-benar sudah tidak ada harapan, kataku dalam hati.

“Ibu tinggal sama siapa di sini?” tanya laki-laki itu.

“Sama adik saya, pak.”

“Suami ibu di mana?”

“Kerja di luar kota.”

Laki-laki itu hanya mengangguk-angguk. Lalu mengatakan sesuatu padaku, “Tapi masih ada cara lain agar ibu tidak usah pindah.”

“Cara lain? Cara apa, Pak?”

“Ibu punya wajah yang cantik. Banyak orang yang sepertinya tertarik sama ibu,” katanya dengan nada pelan. “Dan…sepertinya saya juga.”

Aku terkejut mendengar ucapan dari laki-laki itu. Sama sekali tidak menyangka dia akan mengucapkan kata-kata demikian. Aku terdiam dan tak langsung menjawab.

“Mak…sud ba…pak?” tanyaku dengan terbata-bata.

“Saya kira ibu sudah paham.”

“Maaf, pak. Saya belum paham maksud bapak.” Sebenarnya aku sudah paham apa yang dia inginkan.

“Kalau ibu mau menemani saya, saya jamin ibu bisa tetep jualan di sini. Ibu cantik. Sayang kalau ditinggal suami gini. Gimana?”

Permasalahan ini jadi semakin rumit. Aku tidak menduga bahwa aku akan dibawa ke perselingkuhan lain. Apakah aku harus menerima tawaran ini? Aku akan terus dibawa ke jurang perselingkuhan yang semakin dalam. Tetapi jika aku menolak, sama saja aku menghentikan pekerjaanku. Ke mana aku harus pindah warung? Apa aku harus mengatakan terlebih dahulu pada suamiku? Tidak mungkin. Itu sama saja aku membuka aibku sendiri.

“Nama bapak siapa?” tanyaku.

“Arik.”

“Biar saya tutup warung dulu.” Kataku. Pak Arik tersenyum senang.

Bersambung
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd