Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Tante Lis - Bite The Bullet

apakah saya lebih baik meneruskan sekuel ?

  • Tante Lis

  • Fanne

  • menulis sekuel lain


Hasil hanya dapat dilihat setelah memilih.
* * *​

“Di sebelah mana di antara kalimatku yang engga kamu pahamin?” tegas Fanne, “sayang, aku mau tidur sampai di depan rumah.” Kekasih Fanne, Greg, hanya tersenyum nakal, “Well kita uda hampir sampai rumahmu kan?” Greg tidak salah, Fanne hanya cukup menyeberang jalan raya untuk sampai ke gang rumahnya. Kepala Fanne yang pening akibat kurang tidur membuatnya tak banyak protes.

“Ya udah, aku pamit dulu ya Greg sayang.”
“Eits, siapa bilang kamu langsung pergi gitu aja?” Fanne terpana, Greg berangsur-angsur pindah ke jok sebelah.
Fanne cepat tanggap, “Greg, no intercourse for today. I’m fertile, you know.”
Kedua tangan Greg mendekap pundak Fanne, “Ohh, come on. Don’t spoil it. How do you know, by the way?”
“Based on research. I do my own research. That’s one, secondly, i don’t wanna have sex in such a place!”

“Ohh honey, don’t ruin the mood. There’s always be the first time for everything, isn’t it?” Greg mulai menurunkan jumper miliknya yang dikenakan Fanne. Posisi jok Fanne yang dimundurkan maksimal memudahkannya berpindah ke atas Fanne. Mahasiswi sastra Inggris ini kemudian mendorong Greg lembut seraya tersenyum. “I apologize then. I’m not ruining the mood, i’m not in the mood.”

Greg menghela nafas panjang, “Oral?” Fanne menjawab singkat, “Here? Nope!” Fanne tak ingin bercinta di dalam mobil, di depan deretan ruko yang tengah dibangun di pinggir jalan! Ia tak habis pikir mengapa kekasihnya yang sempurna di matanya ini begitu ingin memadu kasih. “I’ll make sure no one knows, i grant it..please.,” rengek Greg. Lelah beradu mulut, Fanne mengiyakan, “Kay.”

Greg memelorotkan celana jeans. Satu alasan mengapa ia sungguh bernafsu saat ini adalah karena Fanne, kekasihnya. Seharian ia didampingi bidadari berpakaian seksi di kampus, bagaimana mungkin ia tahan konak seharian? “Glupp,” suara bibir Fanne ketika melahap batang penis Greg.

“Yeahh, Fanne. Bikin gue enaak!” Fanne tersenyum melihat tingkah pacarnya. Ia menaik-turunkan kepalanya dan di saat bersamaan mencengkeram batang Greg dengan jari jempol-telunjuknya.

Greg melirik keadaan Fanne di bawah sana. Ia melihat sang bidadari bertumpu di atas kedua lututnya, memberikan pelayanan tulus. Sedotan demi sedotan bibir Fanne ia rasakan, “Duhh Fanne, kamu bikin kontolku ngiluuu! Fanne suka kontolkuu?” Yang ditanyai hanya tersenyum tipis, memilih untuk berfokus dengan joystick –batang kenikmatan. “Gedhe, Fan?” “Mayan.” Kalau boleh jujur, Fanne ingin meledek ukuran Greg yang pendek tetapi ia urungkan.

Fanne mengocok batang penis Greg dengan jarinya dan merangsang kepala penis dengan bibir dan lidahnya. Fanne menjilati sekujur helm daging yang ada di depannya tanpa menghentikan kocokan, sekali dua kali ia menekan lidahnya di lubang kencing Greg yang merupakan salah satu titik sensitif.

“Ouuhh,, oooh, Fanne..., sayaaaaang,” Greg meremas kepala Fanne dan mengocoknya naik turun dengan paksa. Greg hampir klimaks. “Mmpphhh! Grewhbbb! Grbbb!” Fanne yang sadar kondisi Greg berusaha melawan. Ia dan Greg sudah sering bercinta, masih dengan cara aman –kondom-, namun Fanne sedang tak ingin menelan sperma. “Fannn,, inii akkuu kassiiihh beniihkuuu!” Greg yang dibutakan nafsu langsung menyemprot mulut dan tenggorokan bidadarinya dengan sperma. Fanne tak kuasa membendungnya.

Setengah cairan sperma Greg terminum. Ada pula yang menetes. Tetapi mulut Fanne masih menampung sisa-sisa sperma yang hendak ia muntahkan. “Eits, jangan sayang,” sergah Greg. Lelaki itu kemudian mengatupkan mulut Fanne dengan tangan kanannya dan memencet hidung Fanne dengan tangan satunya, “habisin ya bidadari cantikku.”

Tak sampai setengah menit, Fanne menyerah dengan menelan semua cairan yang ada di mulutnya daripada kehabisan nafas. “Ini salahmu, sayang. Kau begitu menggoda,” Greg menyeringai. Fanne yang merasa dipaksa memuaskan pacarnya pun mengamuk, “Lu emang budak nafsu! Air!”

Greg menyadari bahwa kekasihnya yang beberapa hari ini kurang tidur untuk menyiapkan presentasi tugas kuliah itu marah besar –lu, gue, hanya Fanne gunakan ke Greg kalau memang sedang ada bentrok hebat. “Gak ada sayang, jangan marah,” balas Greg. “Lu minta gue ga marah?! Satu, gue udah bilang ga mood! Dua, lu paksa gue nelen sperma lu! Eat shit, Greg!” bentak Fanne, dari pinggir bibirnya mengalir lelehan cairan bening hasil senggama.

Greg memang memiliki segalanya, seluruh kriteria Fanne terpenuhi oleh diri Greg. Sayangnya ada satu hal yang meresahkan, meskipun tidak termasuk kriteria Fanne pada awalnya, Greg almost always sexualized anything! In other words, he’s hyper! Tapi besarnya nafsu birahi tak berimbang dengan stamina bercinta Greg. Ia mudah sekali ejakulasi.

Fanne mengusap bibirnya kemudian membanting pintu mobil keras-keras, “Go away you sex-obsessed-bastard!” Greg tak punya pilihan lain selain pergi. Berharap Fanne lekas pulih emosinya. Fanne pun melangkahkan kakinya, pulang. Ia merasa handphonenya bergetar, banyak pesan masuk. Permintaan maaf Greg. Gue belum puas ngamuk. Lihat aja nanti Greg. Semoga ada Nissa di rumah biar bisa gue lampiasin emosi ini!

* * *​

Tangan Tante Lis terhenti di udara. Ia bimbang. Sebagai orangtua ia marah melihat anak perempuan yang selama ini ia jaga ternyata telah menyerahkan keperawanan pada orang lain tanpa ia ketahui. Akan tetapi sebagai orang yang telah kepergok bersetubuh dengan mantan pacar putrinya, ia tak bisa banyak berceramah. Di satu sisi Lis malah berbahagia, karena bukan dia penyebab utama hilangnya kehormatan sang putri. Berada di tengah dilemma membuatnya tertekan. I. Apa maksudnya selesaikan satu dulu? Yak, benar. Orgasme.

Tante Lis berusaha menenangkan diri dan bertanya, “Fan, suka sama suka?” Fanne mengangguk. “Kapan?” “Semester lalu.” Dalam kemarahannya, Tante Lis merasa lega karena mendapatkan sebuah rahasia besar dari pemegang rahasia Tante Lis. Sip, semuanya baik-baik aja. “Fanne, kita saling jaga rahasia ya sayang. Mama dapat satu orgasme, kita udahan.” Fanne hanya bisa mengangguk.

Kini Tante Lis menjadi satu-satunya penguasa dalam ruangan itu. Semua ada di bawah kendalinya. “Dito, berhenti ngentotin Fanne, naik ke ranjang. Fanne, ambil kursi itu mendekat ke kasur.” Tante Lis kemudian menungging di depan Dito di atas ranjang. Uuuh, sip Fanne bungkam sekarang tinggal dapetin satu yang uda di ujung ini. “Aaah, Ditoo enaak bangeett!” desah Tante Lis. “Ditoo, entot tante yang kenceng yaah..abis itu terserah Dito kalo mau keluar. Uhhmm, dikit lagi sayang.”

Fanne tercengang melihat kebinalan mamanya. Tante Lis menungging di hadapan mantan pacarnya lalu disetubuhi tanpa ampun. Bukannya kesakitan, mamanya malah melolong puas. Beberapa kali Tante Lis mengibaskan rambutnya ke samping dengan elegan, agar tak mengganggu sengatan birahi yang minta segera dilegakan. Fanne tak banyak berkomentar. Kursi empuk ala-ala manajer ia tempatkan di pinggir ranjang lalu duduk mengangkang di atas kursi sesuai arahan Tante Lis.

“Ouuuhhh, enaaak. Emmppfff..., Fann. Siniiihh,” Tante Lis mendekatkan bibirnya ke selangkangan Fanne. Fanne terkejut, mamanya memberikan oral seks! “Siniihh, mamah basahhin yaaahh!” “Hu-uphhh!” Fanne tersentak, sapuan lidah Tante Lis di vagina mengalirkan gelombang elektromagnetik yang mengejutkan setiap bagian tubuh Fanne.

“Mmpphh, mmppphh,” Tante Lis mengerang namun tertahan aktivitas lain, mengoral vagina buah hatinya.
“Yesss, uhhhh!” Dito pun mendesah-desah. Tangannya yang tadi hanya mencengkeram pinggul Tante Lis, ia pindahkan untuk mengobel klitoris malaikat cintanya yang terbalut lingerie.

“Shhhhhh, mmmmm,” Fanne melenguh pelan. Tante Lis merangkul paha Fanne dengan sebelah tangan untuk menjaga keseimbangan, sedangkan tangan lainnya memilin-milin klitoris Fanne. Ia menjulurkan lidahnya lalu disodok-sodokkan ke liang vagina Fanne. Gadis yang ternyata tak lagi gadis ini pun mendongakkan kepalanya, menghayati hasrat syahwat. Ia tak menyangka servis mamanya ternyata sungguh nikmat, melebihi semua kenikmatan yang pernah Greg berikan. Fanne berusaha keras untuk tak menunjukkan ekspresi, tidak ingin mantannya tahu bahwa ia sedang keenakan. Bidadari muda ini menggigit bibirnya agar lenguhan sensualnya tak membahana.

“Puahh! Yeahhhh, aaahhh, dikiiit lagii Dittooo! Cepetiin! Genjooot tanteemuuu!” Tante Lis mengaum penuh gairah. Ia tak lagi menungging. Bagian perut ke atas terkapar tengkurap di atas ranjang, namun tangannya tak berhenti mengobok-obok vagina Fanne.

Aduuuh, mamah! Memekku keenakan banget ini! Coba ga ada si bangsat, pasti aku udah teriak-teriak. Fanne dengan berbagai pikiran yang berkecamuk itu pun terus berusaha melawan keadaan alamiah yang ia rasakan. Ia perhatikan gerakan tangan Tante Lis. Mamanya menghujamkan jari telunjuknya ke liang vagina Fanne kemudian memelintirnya searah jarum jam, lalu menelusuri dinding-dinding lembut di dalamnya. Nikmaat, aaahhh, enaaak maahh!

“Urghh! Ditoo hampir dikit lagi tantee!”
“Mmppf, uhh enaak.”
“Jangan berhennttiii! Tannte hampir dapettinn,, OHHHHH! Tannteehh orgasssmmeeehh!”
Tiga manusia yang terlibat persetubuhan penuh birahi itu pun mengerang keenakan.

“Yeaahh, dapeet..hahh, akhirnyaah, mfff, dapeetth,” Tante Lis mendapatkan orgasme dengan dashyat. Setiap inci tubuhnya meliuk-liuk dengan seksi, bergetar-getar dihempas gelombang demi gelombang kenikmatan. Ia mencampakkan tubuh sepenuhnya di atas kasur, tubuhnya berkelojotan. Nikmat. Tante Lis memejamkan mata sembari terus menghayati getaran-getaran orgasme yang datang berkali-kali sebagai efek dari obat yang ia tenggak di awal persenggamaan. Ia meringkuk kelelahan di atas kasur sembari berusaha mengatur nafas. Buncahan kenikmatan yang telah lama tak ia dapatkan membuatnya terus mengerang, “Enaak, uhh, enhhaakkh, puasshh.”

“Aduuh,” Dito blingsatan karena ia sudah di ujung tanduk. Sedari tadi pandangannya tak pernah lepas dari vagina Fanne yang mengangkang. Takjub dengan keindahannya, Dito langsung melepas penisnya dari dalam vagina Tante Lis lalu menerjang Fanne.

“Plopp!” suara penis ditarik dari liang yang banjir cairan cinta.
“Ouuhh!” Tante Lis mengerang kehilangan pengisi rongga kewanitaannya.
“Fanneehh! Siniih!” Dito memeluk Fanne kemudian menggaulinya dengan buas.
“Cplak, cplak, cplak!”
“Emmfff, keparath kammu Ditthh! Berhhenntii!” racau Fanne di saat Dito menggarapnya. Memmekkuh ennakk, tappii jangann samppe dia tahuu, batin Fanne munafik.

“Fanne, uhh, akku selalu sayyangh kamuu!”
“Plak, plak, plak!” ritme kocokan penis Dito bertambah kencang, tanda klimaks hampir tercapai.
“Diith, jangan di daleemm bangsaatt!” Fanne berusaha mendorong Dito dengan kedua tangannya yang masing-masing masih tak bebas karena terkungkung jumper.

Tante Lis yang tadi terkapar kelelahan kini telah mendapat secuil tenaga. Sayup-sayup ia mendengar umpatan Fanne yang tak henti-hentinya dilontarkan. Ibarat tersambar petir, ia sadar gerak-gerik Dito yang hampir ejakulasi. Bagaimanapun sebenarnya ia tak ingin menjerumuskan putrinya. Sesegera mungkin ia merangkul pinggang Dito, berusaha menjauhkan si lelaki yang hampir terpuaskan.

“Ditoo, jangaann!” pekik Tante Lis memohon dan berusaha menarik pinggang agar penisnya keluar.
“Urghh! Ahhh!” Terlambat. Dito menekan pantatnya kuat-kuat ke dalam vagina Fanne. Penisnya menyemburkan jutaan sel sperma yang melaju berkompetisi membuahi sel telur.
“Asshhhhhh! Gilaaaakkkkhh!” Fanne melenguh kencang. Baru pertama kali ia merasakan vaginanya digempur semprotan sperma. Mulai dari labia hingga bagian dalam dinding-dinding vaginanya tersembur berbagai sensasi kenikmatan.

Panas. Enak. Memek. Nikmat. Duh. Subur. Eh, masa subur gue! Fakk! Kenikmatan Fanne hanya bertahan sementara. Ia bergidik ngeri mengingat rentang masa suburnya. Ia amati keadaannya baik-baik. Cairan putih panas meleleh dari dalam liang kewanitaannya menuju paha. Noo!

“Mahh, Fanne lagi subur,” rintih Fanne pelan. Tante Lis yang menggelayut di pinggul Dito kemudian terjerembab. Ia terduduk lemas.
Ini adalah mimpi buruk seburuk-buruknya buruk, namun menjadi kenyataan.
“Dito! Keluar sekarang!” jerit Tante Lis seraya menutup muka dengan kedua tangannya. “Pergi! Kamu boleh ke sini kalau tante hubungin kamu!” Ini bukan salah siapa-siapa, semua salah gue...seandainya aja tadi gue bisa lebih nahan birahi, nunggu suami sampai pulang.

Kalut. Yang disuruh pun menurut karena ada rasa bersalah dan sungkan yang bersarang di hatinya. Akan tetapi tetap saja ini hari yang hebat bagi dirinya, mendapatkan dua pelayanan dari sang bidadari elok di tengah usainya serta sang pujaan hati yang selama ini ia dambakan. Dito pergi meninggalkan senyuman kemenangan.

Tiga orang manusia. Bercinta meski penuh intrik dan permasalahan. Ketiganya terseret situasi yang memojokkan. Ketiganya pula tenggelam pada akhirnya. Dito tenggelam oleh kepuasan. Fanne tenggelam oleh ketakutan akan masa depan. Tante Lis tenggelam oleh getir tangis kesedihan.

* * * * *​

Bite the bullet adalah idiom bahasa Inggris yang mengibaratkan seseorang yang menemui kondisi menyakitkan atau tak menyenangkan dan harus menerima konsekuensinya.

* * * * *


[Tante Lis, Bite the Bullet] = [End of Sequel]
 
Gileee... jadi panas dingin baca ceritanya...

:ngiler:

Ane udah vote gan..

Keep Writing Dude :semangat:
 
keren bos critanya, salutt keep writing, ditunggu kisah lainy
 
semoga ada sequel yg lain... :nulis:
 
Tamat ya suhu :(( padahal ceritanya menarik banget :(( suhu kira2 ada sequel lanjutannya ga nih :semangat: banyak yang kehilangan nih ;)
 
Cakep mas bro,
alurnya menarik dan halus meski ada sedikit keras bermain tapi masih ok....
Ditunggu lancrotannya... 😉
 
ane udah vote suhu..
Lanjut :nulis: sekuel fanne... :semangat:
 
Kalau sudah end of sequel berarti bakal ada sequel yg lain y suhu ;) (ngarep.com)
 
ikutan vote , di tunggu perjuangan dapatin cintanya Fane
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd