Keyzfile 04 :
KIMZ 37 !!!
Even though Im platinum happy, I get platinum sad, and cry platinum tears. How? Why? Discothèque!
(Platinum Disco Nisemonogatari OP)
"Ah kawatte kawatte kawatte yuku no ga!
Ah kowai kowai dake na no!
Mou yameta koko de kimi o matsu no wa!
Boku ga kowarete shimau dake da!
Ah mawatte mawatte mawaritsukarete!
Ah iki ga iki ga tomaru no!
Sou boku wa kimi ga nozomu piero da!
Kimi ga omou mama ni AYATSUTTE YOOO~!"
"
Yeah!
Good game,
Band! Keren banget, asli! Pertahanin performa kaya gini, ya!"
"Gila! makin mantep aja suara lo, Sha. Ama...
goyangan lo! Hahaha!"
Aku sekilas tersenyum menoleh ke belakang melirik teman-teman ekskul
band-ku. Sembari menyeka keringat basahi kening, kutaruh
mic di tanganku kembali ke
tripod stand-nya.
Well, what can I say? Aku penyanyi berbakat! Huhuhu.
And, untuk masalah goyangan, jujur aja, semenjak aku direggut perawan dan kerap disetubuhi habis-habisan oleh Reggy, aku memang udah nggak pernah merasa canggung lagi untuk bergerak lincah
plus bergoyang liar di atas panggung. Pacaran ama bajingan brengsek itu, sukses membuat aku jadi binal, hihihi!
"...."
Err
haha,
just kidding, anyway. Tentu saja aku hanya menyimpan selorohan cabul tersebut di dalam hati. Bisa heboh seisi studio musik DNS yang letaknya masih di dalam areal sekolah ini jika aku ungkapkan.
"Thanks,
Guys!" Seruku penuh semangat, "lo semua juga luar biasa.
Awesome!"
"
So, kita rehat dulu setengah jam-an kan sekarang? Mo ikut makan bareng ama kita, nggak, di kafetaria, Sha? Aku liat sih tadi masih banyak gerai yang buka," ajak Rinne yang baru saja meninggalkan 'pos'-nya di belakang
keyboard. Sejenak, aku meraih botol air mineral yang disodorkan Budi—sang gitaris—lalu meneguknya, sebelum lekas menjawab,
"Gak, deh, Rin. Kayanya gue di sini aja bareng Gerry. Ngemil-ngemil
snack doang, hehe."
Gadis blasteran Jepang berambut kecokelatan itu pun langsung mengangkat bahu sambil tersenyum penuh arti, dengan disambangi Redit yang masih merapikan kabel
bass-nya berceletuk keras. "Hati-hati, Sha. Jangan terlalu sering deket-deket ama Gerry. Nanti ketularan virus—"
"GAK BISA
MOVE ON! Bwahahahaha!"
Tommy, si
drummer berkepala plontos, seketika secara sigap menyambar ocehan Redit. Gemuruh tawa pun membahana. Bola mataku berputar jenaka. Mengacuhkan teman-teman
KIMZ 37—nama
band ekskul sekolah angkatan—kusembari melangkah mendekati Gerry, yang hanya bisa terdiam kaku bersandar di sofa putih di dalam studio mewah berdinding kedap suara terdominasi warna ungu tersebut. Santai, laki-laki berjaket 'Tokyo Ghoul' hitam itu mengacungkan jari tengahnya, menanggapi ocehan bocah-bocah durjana di depannya yang beranjak keluar sambil terbahak-bahak.
"Hahahaha! Fanny, oh, Fanny
.... Bwakakakakak!"
"Yaelah, Ger, kaya nggak ada cewek lain aja."
"Putus ama Fanny, balik jadi cowok setengah sendok lagi, dah. Pake rok ama
high heels, dandan jadi perempuan, hahaha!"
Huss, udah! Udah! Kasian, tau!
"...."
Pheeww, what a mess, batinku lelah sambil membanting tubuh ke atas sofa di sebelah Gerry. Sepeninggal Tommy, Budi, Redit dan Rinne, suasana studio yang beberapa saat lalu hingar bingar oleh suara musik
plus canda tawa pun kini akhirnya perlahan-lahan merayap sepi. Lantunan lagu Karakuri Pierrot dari Hatsune Miku yang baru kunyanyikan tadi adalah lagu penutup sebelum kami rehat. Seraya mengambil bungkusan kerupuk ikan oleh-oleh Tommy dari Palembang, aku pun beringsut menyandarkan bahu pada Gerry. Tampak, pemuda berwajah murung itu bergeliat agak kurang nyaman.
"Keysha! Geseran napa! Masih luas ini, kan, kursinya!"
"Gak mau, Gerry. Dingin, niiih,
A.C-nyaaa. Biar anget."
"Kecilin aja!"
Huh, dasar perjaka! Kalo Faruk yang aku tempelin gini, seratus persen aku yakin pasti sebelah tangannya bakal langsung merayap nakal meremas-remas buah dadaku, hingga aku telanjang tercabuli di atas sofa!
Mendengus pelan, badanku sontak bergeser ke samping.
"...."
"...."
Tiada sepatah dua patah kata terlontar maknakan suasana kala itu. Yang ada, hanya gurat wajah pemuda di sebelahku yang mendadak merona merah.
"Eh, Key
...
mmm, ngomong-ngomong, gimana kabar—"
"Siapa? Fanny?"
Aku menyela omongan Gerry.
Fanny? Tentu saja! Apa lagi yang ada di dalam otak lelaki ini selain Fanny, Fanny dan Fanny!
Huh!
"Baek. Emang kenapa?" jawabku singkat.
"
Pudding yang aku titipin ke kamu
udah dikasiin ke dia kan?"
"Udah!" sergahku. "Tau nggak, sih, butuh seharian buat aku untuk ngerayu cewek itu supaya dia mau terima
pudding kamu, Gerryyyyy! Keseeeeel! Kalo aja aku tega, udah aku makan sendiri, tuh,
pudding-nya,
huh!" Pipiku menggembung bulat saat menceritakan perjuanganku melobi-lobi Fanny agar si cewek berambut bondol itu sekedar MAU menerima
pudding-nya Gerry. Diantara anak-anak KIMZ 37, aku memang paling dekat dengan Gerry. Terlebih, di awal tahun ini saat aku ditakdirkan sekelas dan duduk berdekatan dengan Fanny. Makin hobi aja pemuda patah hati itu repot-repotin aku!
Shit! kenapa juga, sih, aku harus terjebak di dalam romantika kegagalan asmara mereka!
"
Hhhh...." Gerry menghela napas. "Padahal, aku kan cuma pengen sedikit ngasih perhatian aja ama dia. Aku tau, Fanny udah gak punya hasrat lagi sama aku. Tapi
... seengaknya
...,"
APA?! Sedikit?!
Lembut, aku mengusap-usap kepala
partner in band-ku ini yang tampaknya semakin nggak beres. "Ger,
listen!" Mataku menatap tajam, pertanda ingin mendapat fokus total. "Fanny tuh ngerasa malu dan bersalah banget ama kamu, Gerry.
Bersalaaaah banget. Sebenernya, dia tuh pengen banget ngeliat kamu
move on, dapet pacar baru yang lebih baik, yang bisa ngebahagiain kamu
...,"
"...."
"Semakin sering kamu ngasih perhatian ama Fanny, semakin besar rasa bersalah yang dia terima. Kamu harus tau itu, Gerry.
Stop it.
Stop making her feel more and more guilty, for God sake! Curahin rasa cinta kamu itu ke perempuan yang bener-bener sayang ama kamu, bukan Fanny!" cerocosku.
"Siapa?"
"Mana aku tau? Cari aja sendiri!"
"...."
"...."
"Percuma! Gak ada gunanya aku jad laki-laki kalo gak bisa menyayangi Fanny. Lebih baik aku operasi plastik ama kelamin aja, jadi perempuan!"
"GERRY!"
Refleks, teriakanku meledak. Bukan apa-apa. Aku tau pemuda ini—
hope so—cuma bercanda. Tapi, yang bikin aku merinding khawatir adalah, potensi bahwa dia benar-benar SERIUS punya pikiran untuk menjurus ke sana itu, ADA!
Well, just for information, lelaki bergaya
anime-ish yang di KIMZ 37 berposisi pemegang gitar bersama Budi ini sebenarnya
...
ehm
... gimana ya menjelaskannya...
mempunyai
... 'kepribadian ganda', mungkin?
Dalam kehidupan 'normal' sehari-hari, Gerry dikenal sebagai siswa yang pemurung. Judes, cenderung galak.
Being Gloomy adalah
life signature-nya. Sampai-sampai, di
ekskul Manga Club dia dijuluki
Sir Pale Moon (Tuan Rembulan Pucat) oleh Davin—sang Ketua. Secupu-cupnya Gerry, jangan harap dia akan hanya diam atau pasrah menghadapi hinaan.
Sir Pale Moon akan datang menghampiri, lalu mengayunkan pedang
Eclipse Doom-nya mencabik cabik tubuh si Musuh.
Hiiii~
Ya. Itulah salah satu sisi kejiwaan Gerry.
Namun, dibalik kesan gelap, muram, lagi
explosive-nya, cowok tersebut menyiman satu perwatakan lain.
Would you believe it? Dia memiliki hobi aneh nan unik yaitu
... bersolek serta menyaru jadi lawan jenis dengan mengenakan pakaian
plus make-
up layaknya perempuan!
Crossdresser, kalo
shit modern people bilang, meski Gerry selalu protes dikategorikan begitu.
Dan, sialnya—bagi kaum laki-laki—Gerry adalah
crossdresser yang amat lihai lagi sempurna dalam menjalani perannya. Dianugerahi kulit putih mulus serta paras 'netral' cenderung manis, akan sangat mudah bagi penata rias wajah manapun untuk mengubah muka lelaki ini menjadi perempuan yang sangat cantik. Gerak dan gestur tubuhnya?
Damn for sure! Aku sampai bingung dimana Yang Mulia
Sir Pale Moon ini belajar melangkah anggun serta lincah menggoda layaknya gadis-gadis pesta dengan memakai
pump high heels!
Pokoknya, Gerry versi perempuan benar-benar ‘mengerikan. Bahkan seorang Faruk pun pernah berangan-angan untuk men-
tusbol-i pemuda tersebut kala dirinya hanyut terpesona oleh kecantikan Gerry sewaktu ia ber-
crossplay ria menjadi
sexy maid!
Huh, what a stud! Gak cowok gak cewek, asal cantik—
"Sha."
"Eh, i-iya? Kenapa, Ger?"
Batinku tersentak. Hampir saja aku lupa sedang berada di tengah pembicaraan empat mata dengan satu sahabatku ini. Gila! Kebiasaan, kalo ngelamun! Bahkan potongan kerupuk yang kini lagi kupegang pun sampai lupa aku masukan dalam mulut.
"Aku boleh ngomong sesuatu nggak? Tentang performa
band. Jujur lho ini,
no bullshit and sweet shit talking."
Aku memutar bola mata, kemudian menggigit makananku. "Hah? Ngomong aja, Ger. Gapapa. Kayak baru kenal ama aku aja."
"Jadi gini
,..." Lelaki itu berdehem, "gaya kamu pas nyanyi tadi, menurut aku terlalu
over and lil bit slutty, Sha. Berapa kali aku itung celana dalem kamu ampe keliatan. Warna pink renda-renda, kan?" tukas Gerry berintonasi datar dan tanpa ekspresi. Reaksiku hanya diam meresapi baik-baik. "Terus waktu tampil di acara kampus UNC kemaren juga...
kamu beraksi kaya gitu. Seperti kaya yang sengaja pamer celana dalam, Sha.
Sorry to say, kata Tommy, Redit dan Budi, sih, mantep. Mereka seneng banget. Tapi kalo menurut aku dan Rinne...
yah, begitulah...
haha. Kaya yang eksib."
"...."
"Rinne gak bakal berani ngomongin ini langsung. Makanya sekarang aku bicara."
Sejurus kemudian, aku menarik napas. Di hari Minggu sore nan cerah saat iniseperti kebanyakan hari-hari lainnya—aku memang memakai bawahan rok mini lipit super pendek berpadu kaus kaki
over-
the-
knee socks membaluti kaki mulusku.
Well, yeah, perlu diketahui,
mini skirt dan kaus kaki panjang atas lutut selain
stocking atau
pantyhose adalah 'ciri khas' busana mainku. Begitu pula jika tampil bersama KIMZ 37. Gak heran, sih, kalo
outfit seperti ini amat riskan untuk tanpa sengaja memperlihatkan celana dalam. Apalagi, aku termasuk cewek yang lincah, genit,
plus banyak gerak, hihi.
Anyway, sejujurnya, niatku hanya ingin tampil seksi dan menggoda saja. Tapi, yah, apa boleh buat.,aku pun kadang bingung batas jelas antara bergaya seperti itu dengan seronok murahan.
"...."
"Oh iya
... satu lagi, Sha, yang pengen aku omongin. Tapi
... kamu jangan marah, ya?" celetuk Gerry kembali.
"
Say it. Kalo keluar dari mulut seorang Gerry, mana bisa, sih, aku marah?" tanggapku cuek sembari meneguk botol air mineral. Usai hapuskan dahaga, kuhempaskan bagian belakang tubuhku ke sandaran sofa nan empuk beristirahat santai.
"...."
Gerry tak lekas bicara. Kedua bola mata berkontak lens biru-ku malah menangkap dirinya beranjak bangkit mengambil gitar akustik lalu berpindah duduk ke bangku kotak tepat di depanku.
Jari-jemarinya mulai memetik
... melantunkan rangkaian nada sebuah lagu
....
Huh,
just as I tought, Platinum Disco
slow version, kan? Demen banget, sih, 'tu anak ama lagu ini?
"Kalo aku perhatiin, ya, Sha... semenjak kamu putus ama Reggy, kamu tuh jadi agak-agak sedikit...
emmm
...,"
"Centil?" selorohku memotong ucapan Gerry. Namun, respon yang aku dapatkan, betapa sangatlah mengejutkan.
"No. Bukan. Lebih tepatnya...
ato lebih jujurnya
... binal."
"...."
"Sebetulnya aku pengen sebut jalang, sih, haha! Tapi, yah
... gak gitu juga, kali!" ia melanjutkan sambil terkekeh santai.
Ragaku seketika terdiam beku. Dalam persahabatan kami, aku dan Gerry memang sudah saling bercerita banyak. Sangat sangat banyak! Gerry sebetulnya cowok yang amatlah pemalu. Namun, jika sudah dekat, akan kamu temui kegelapan serta kesinisan yang amat meneduhkan. Entahlah, aku lebih suka sisi Gerry yang 'jujur' seperti ini.
Doh! Sebenernya, punya berapa 'sisi' sih cowok di depanku ini?
Emang bener kata orang! Selain cabul dan nakal-nakal, siswa-siswi SMU DNS juga banyak yang
psycho! Olen...
lalu, Gerry
... entahlah siapa lagi nanti!
"...."
"Jangan menyerah, ya, Sha. Aku tau susah bagi kamu untuk lepas dari bayang-bayang Reggy.
I feel you, sebagai pesakitan yang pernah dicampakkan serta dikhianati mantan terindah, hahaha!"
Gak ada lagi reaksi yang bisa kutunjukkan selain memberi senyuman termanisku di hari itu. Menyelinap cepat, buru-buru kucium pipi lelaki yang tengah asyik memainkan gitarnya tersebut sebelum sempat ia menghindar!
Mmmuach! Aku gak mau berprasangka kalau Gerry jangan-jangan sebenarnya homo. Tapi gak tau kenapa, cowok ini selalu mengelak kalo aku hendak mencium pipinya yang menggemaskan.
Aku?
Kecentilan? Bodo amat! Cowok sebaik Gerry emang pantes kok dapet
kiss dari aku!
"Keysha! Jangan cium-cium, ah! Geli tau!" protes si pemuda berjaket hitam 'Tokyo Ghoul' tersebut merona merah. Aku pun sontak membalas penuh tawa kemenangan.
"Geli? Hihihi! Bukannya dulu kamu biasa dicium ama Fanny?
French kiss, pula?"
"Ya itu kan dulu kita pacaran!" sergah Gerry merengut gugup. "Aku gak biasa maen cabul-cabulan ama perempuan lain selain Fanny!"
"Makannya cepet-cepet lepas perjaka dong,
Cute Boy! Biar kamu gak canggung lagi cabulin aku," tukasku berkedip menggoda, yang tentu saja, cuma bercanda. ;-)
Rinne
------------------------------