Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FANTASY - TAMAT Nyi Kinarah

Dananjaya

Fajar merekah dengan semburat biru ungu di balik bukit. Udara dingin menusuk tulang, mengiringi daun-daun berselimut embun. Pot-pot bunga anggrek nampak segar basah, arangnya hitam mengkilap, setiap pot tergantung di batang-batang kayu sebesar paha lelaki dewasa. Batang-batang yang ditempeli pot anggrek itu berdiri berjejer-jejer, ada 8 baris di mana di setiap baris ada 9 batang yang digantungi beberapa pot. Bunga anggrek nampak muncul di sana-sini, warnanya putih ungu dan berteteskan embun bagaikan permata.

Kalau orang hanya memandang deretan batang kayu dengan pohon anggreknya, yang terlihat adalah arena bermain seorang nyonya tua penggemar anggrek. Namun, jika ada yang mengamati di bagian atas dari batang-batang kayu itu, nampak pemandangan yang mengherankan. Seorang anak muda, remaja, bertelanjang dada dan bercelana pendek, sedang bersila di atas salah satu balok. Tubuh menghadap ke timur, tangan terangkup di depan dada, mata terpejam.

Lebih mengherankan lagi, dengan dada yang bidang, perut kencang bergelombang, dan lengan berotot berisi, wajahnya begitu bersih dan halus seperti wajah wanita. Seandainya pemuda ini perempuan, pastilah ia jadi pemudi yang cantik sekali! Tetapi, sebagai anak lelaki suku bangsa Jawa, mungkin dia adalah yang terganteng di antara semua lelaki Jawa yang ada. Wajah tampan berwarna tembaga kuning yang tanpa kerut, dengan seulas senyum tersungging, mata terpejam, seperti menikmati dinginnya pagi dan cerahnya matahari.

Ketika sinar matahari pagi pertama menyeruak dari balik bukit, warnanya kuning putih megah menyala, pemuda itu terus mencelat dari tempatnya bersila. Tidak tanggung-tanggung, ia meloncat hingga sepuluh meter dari tempatnya berada! Pemuda itu bersalto tiga kali di udara, sebelum kedua kakinya menjejak di ujung dua batang kayu. Kaki dalam posisi kuda-kuda, tubuh tegak lurus, wajah sedikit mendongak. Kedua tangan terentang ke depan dan belakang, pemuda itu seperti siap untuk mulai menari.

Dan menarilah ia, dalam gerakan yang mengalir dan kaki terus berpindah dari satu batang ke batang lainnya. Semakin lama gerakannya menjadi semakin cepat, hingga sulit untuk diikuti oleh mata. Dari tarian, gerakannya menjadi gerakan silat, tetapi anehnya walau tangan mengebas dan kaki menyabet, tidak ada getaran apapun pada batang kayu atau ada angin berhembus dari gerakan tangan. Semuanya tenang dan diam, seperti tidak ada apa-apa yang sedang bergerak cepat penuh tenaga. Hening.

Itulah jurus-jurus Guntur tanpa suara, Kilat tanpa Cahaya. Semakin kuat dan hebat pukulannya, semakin hening dan diamlah udara. Angin mengalir ke mana ia mau, tapi tak seorangpun bisa melihatnya. Seluruhnya terdiri dari delapan rekaan, masing-masing ada tujuh kembangan. Ilmu tua yang rahasia, dengan puncaknya sinar mentari hitam, membakar bagai matahari, gelap bagai malam.

Di bawah batang-batang itu, seorang lelaki tua sibuk membersihkan benalu dan rumput liar yang tumbuh di tepi pagar yang membatasi kebun dengan hutan di belakangnya. Ia sibuk bekerja, walau matanya sekali-sekali mengamati gerakan si anak muda di atas sana. Ia nampak puas melihat kemajuan pemuda 18 tahun itu bersilat. Langit semakin cerah, dan awan pun tersingkir dari langit yang menjadi berwarna biru tua. Tatkala awan menghilang, nampaklah bulan di langit. Bulan yang berwarna merah tua.

Melihat bulan berwarna merah tua di pagi hari, si orang tua segera menghentikan pekerjaannya. Ia mengernyit menatap bulan merah di langit. "Aduh…. " bisiknya lirih. Tapi sepotong kata itu rupanya terdengar oleh si pemuda yang masih bersilat dengan cepat. Bagaikan seekor burung, pemuda itu melayang di udara, lalu mendarat tepat di depan orang tua.

"Mbah Kakung, selamat pagi! Ada apakah pagi-pagi ini sudah prihatin begitu? Biasanya Mbah Kakung bergurau saja di pagi hari." katanya dengan nada yang santun dan penuh hormat. Orang itu tersenyum senang, tapi segera menjadi serius lagi. "Tole, lihat itu, bulan berwarna merah."

"Ya Mbah… kenapa dengan bulan berwarna merah?"
"Tole…. Ingat beberapa petunjuk langit?"
"Maaf Mbah…."
"Haeh, ya memang sudah lama, dan mungkin menjemukan sampai diilupakan. Tetapi itu penting, dan salah satu yang paling utama adalah tanda bulan darah."

Pemuda itu bersila dengan duduk tegak. Wajahnya memandang penuh konsentrasi, memperhatikan setiap wejangan Mbah Kakungnya.

"Ini hari ketiga bulan darah, jadi sudah pasti bukan hanya kebetulan saja. Semoga Saipul Jamil melindungi kita! Sudah terlepas satu kuasa lama dan bisa mempengaruhi jalannya hidup umat manusia. Kita harus ingat dan berusaha melakukan apa yang harus dilakukan untuk menjaga keseimbangan, kalau tidak, bahaya bagi semua orang!

Tapi, ini juga pertanda untukmu, Dananjaya. Sudah setahun ini engkau melengkapkan ilmu Asmaragama, yang dipelajari sejak akil balik. Dengan bulan darah ini, kekuatan dari ilmu Asmaragama menjadi berlipat kali ganda. Kekuatan yang besar ini bagus jika bisa disalurkan untuk memperkuat ajian yang lain, seperti ajian Mayabumi dan aji Sepiangin."

"Iya Mbah, tadi saya melatih aji sepiangin, rasanya tubuh menjadi lebih ringan dan bisa mencelat lebih tinggi daripada biasanya. Juga rasanya bisa bergerak lebih cepat menjalankan jurus Guntur Kilat."

"Kekuatan yang membesar itu membawa akibat yang harus diwaspadai, Tole. Banyak orang keliru ingin memperoleh kesaktian Sang Arjuna, tapi sebenarnya kekuasaan alam tidak bisa diatur oleh manusia. Banyak yang berusaha mempelajari ajian mustika dengan keserakahan dan hasrat memiliki yang berlebihan dalam dirinya, yang akhirnya semua membawa celaka.

Tetapi padamu, Dananjaya, kekuatan itu mengalir secara wajar, memiliki tanpa menghendaki. Harus lebih banyak mawas diri dan eling, jangan biarkan kekuatan itu menguasaimu. Sebaliknya, kuasailah diri dan kuasailah kekuatan itu."

Saat itu, matahari pagi sudah menyinarkan seluruh keperkasaannya. Dari gedung berwarna putih di sebelah utara kebun anggrek itu itu, keluarlah seorang wanita tua keturunan Tionghoa. Ia bergegas menghampiri dengan wajah berseri-seri.

"Ini, lihat! Dananjaya lolos diterima masuk SNMPTN, masuk Fakultas Psikologi! Selamat ya!"

Wajah pemuda itu tercengang. "Wah? Benarkah, Bu?"
Mbah Kakung turut tersenyum lebar. Ia menepuk pundak pemuda itu dengan penuh kebanggaan. "Bagus, Tole!"

Mata wanita itu tidak bisa lepas dari memandang Dananjaya yang berkeringat, tinggi bertelanjang dada, hanya bercelana pendek, di bawah sinar mentari pagi. Keindahan yang jarang terlihat, setampan ini, segagah ini, dan ternyata juga sepandai ini. Tapi memikirkan bahwa anak remaja tampan harus pergi ke Kota, tak urung ia merasa sedih juga.

Suasana di desa tidak akan pernah sama tanpa kehadiran Dananjaya. Bagaimanapun, perempuan ini sangat sayang pada remaja yang sudah hadir di rumahnya sejak balita -- kedua orang tuanya meninggal dalam tragedi tanah longsor, jadi Dananjaya sejak kecil dipelihara oleh Mbah Kakungnya yang sudah puluhan tahun bekerja jadi pengurus kebun dan rumah gedung mereka. Ia melihat bagaimana Dananjaya muda belajar dan bekerja dengan rajin, selalu sopan, agak pendiam, tapi ada kalanya juga menjadi sumber kegembiraan, menggantikan anak-anaknya yang sudah berumahtangga dan tinggal di lain kota.

Sayang sekali, Dananjaya harus pergi, tapi untuk kebaikan dan masa depannya. Betapa penting masa depan anak ini! "Jangan kuatir, Danan. Nanti kamu kuliah yang baik, saya dan Tajin yang akan membayar semua kebutuhan tempat tinggal, makan, dan keperluan belajarmu."

"Nyonya…" Mbah Kakung nampak bingung.

"Jangan kuatir, ini kami berikan dengan sukarela karena sayang kepada Danan. Semoga dia menjadi orang nanti."

"Terima kasih, Nyonya, terima kasih…." Mbah Kakung sampai terbungkuk-bungkuk berterima kasih, begitu pula dengan Danan.

"Sudah, sekarang kamu harus ke sekolah dan mengurus surat kelulusan, ini ada di surat. Ayo, siap-siap sekarang."
"Baik, Nyonya…" jawab Danan. Hatinya sangat riang, ada banyak sekali hal yang terjadi pagi ini. Ia terus melangkah ke gedung di samping, sebuah paviliun tempatnya dan Mbah Kakung tinggal. Mandi, bebersih, dan berpakaian seragam. Siap ke sekolah lagi.

Dananjaya adalah sosok remaja yang amat disukai di sekolah, baik oleh teman-temannya maupun oleh guru-gurunya. Ia disukai karena ketampanannya, sangat sopan, sangat mudah menolong siapapun -- walau hanya tukang kebun sekolah -- sangat pintar membawa diri, dan juga sangat rendah hati, selain juga selalu jadi bagian dari lima besar murid terbaik di kelas. Hanya beberapa gelintir saja orang yang tidak suka: mereka yang tidak diberi contekan saat ulangan, mereka yang merasa disaingi dalam kepopuleran, dan mereka yang ditolak untuk berbuat kenakalan remaja.

Bagi para gadis, Dananjaya adalah pemuda idaman yang tidak tertaklukkan. Mereka sudah melakukan apa saja untuk menarik perhatian pemuda itu, dan kadang ada respon yang menyenangkan, bersenang-senang bersenda gurau sambil main halma, atau dalam kesempatan acara sekolah cross country. Mereka bercanda, menggoda, bahkan sesekali menyibakkan rok memperlihatkan paha, atau melepas kancing baju memperlihatkan payudara tanpa BH. Dananjaya tidak menjadi tergila-gila, walau ia juga suka. Anak lelaki mana sih yang tidak suka dipertontonkan paha dan beha?

Kedatangan Dananjaya ke sekolah sebenarnya hanya untuk mengurus administrasi sesuai surat yang diterimanya. Sekolahan ramai dengan anak-anak kelas tiga berkerumun di mana-mana termasuk banyak gadis yang kini nampak dewasa, namun para gadis itu sepertinya sibuk karena terpecah antara menemui TU sekolah dan bercakap-cakap dengan Danan. Hari ini mereka menjadi lebih histeris, mungkin karena menyadari bahwa inilah saat-saat terakhir bersekolah bersama Danan. Atau mungkin, hari ini aura asmaragama dari Danan terpancar lebih kuat dari biasanya.

Di antara para cewek kelas tiga, yang tercantik dan terpopuler di sekolah itu adalah Leila. Dia sangat populer, kombinasi canik dan kaya, dan arogan. Selama ini, Leila hanya memandang dari jauh saja pada Danan, merasa bahwa pemuda itu, betapapun tampan ganteng dan menariknya, bukanlah 'kelasnya' untuk berteman, apalagi berpacaran. Tetapi sebagai perempuan, Leila harus mengakui dirinya amat sangat tertarik kepada Danan, seperti semua gadis lainnya. Hanya ia tidak mau tergila-gila, jadi sengaja menjaga jarak dan memandang dari jauh.

Tapi kali ini, Leila berdiri berhadapan dengan Danan, bersama teman-temannya. Mereka beramai-ramai mengulurkan tangan, mau menyalami Danan yang lolos SNMPTN. "Selamat ya Danan, kamu lolos SNMPTN ya, itu diumumkan di mading sekolah," kata Leila. Ketika Danan menyambut jabat tangannya, Leila tidak kuasa menahan tangisnya yang pecah. Ia berdiri saja di situ, tangan kanan masih berjabatan, tangan kiri sibuk berusaha menghapus air mata sambil sesunggukan. Karuan saja anak-anak perempuan lainnya terheran-heran.

"Dan…nan…. Saya… menyesal … tidak…. Huuuhuuu…. Tidak lebih sering…. Main sama kamu…. Sekarang, kamu pindah ke kota… huuhuuuu…. Kita nggak bisa ketemu lagi…. Waaaa….."

Biasanya Danan tenang saja menghadapi semua situasi, namun kali ini ia bingung setengah mati. Gadis yang paling cantik -- dan selama ini Danan juga suka -- sangat populer, dan selalu menjaga jarak. Padahal Danan menyukai banget mahluk cantik jelita ini, mata bulat, hidung mancung, halus, rambutnya tidak kelihatan tertutup jilbab. Biasanya yang pakai jilbab tidak terlalu menarik, tapi yang satu ini sangat enak dipandang walau dari jauh. Di akhir sekolah, akhirnya mereka bersalaman dan gadis ini menangis sesenggukan. Harus diapain?

"Ehh…. Udah…. Kan saya masih di sini. Kita masih bisa bertemu…"

"Benar? Benar ya? Janji, kamu main ke rumahku ya?" dengan mata basah Leila menatap Danan penuh harap. Senyuman lebar menghiasi wajahnya. Danan tidak bisa berkata-kata lagi, ia hanya mengangguk saja. Anak-anak perempuan langsung berseru, "Woooooo!" koor kompak sambil diselipi sedikit rasa iri. Hanya, bisa bagaimana lagi? Siapa yg lebih cantik dan tajir dari Leila, yang anak pemilik pabrik teh itu? Rumahnya pun terkenal di desa itu, terletak di atas bukit berwarna hijau dengan Masjid di sebelah kirinya, didirikan oleh Ayah Leila sendiri untuk orang sedesa. Kalau Leila sudah maju, yang lain pun menyingkir.

Tapi, mereka masih berebutan bersalaman dengan Danan. Ah, pemuda ini memang istimewa di antara semua pemuda lainnya.

Urusan di sekolah tidak berlangsung lama, anak-anak pun bubar jam sebelas pagi. Leila menunggu Danan, lalu mereka berdua berjalan kaki ke rumah Leila. Sepanjang jalan mereka bercakap-cakap, Leila semakin jatuh hati pada Danan yang ternyata enak diajak ngobrol, leluconnya sangat lucu, dan sangat sopan senantiasa. Mereka berjalan dengan santai, Leila berharap selama mungkin bisa berjalan berdua begini. Hatinya berbunga-bunga bahagia, tidak pernah merasa sesenang ini.

Ketika sampai di rumah Leila, suasana sangat sepi. Leila ini anak tunggal, kedua orang tuanya masih berada di kota mengurus bisnis mereka. Di rumah itu pun tidak ada pembantu yang tinggal, hanya yang bekerja harian membersihkan dan mencuci pakaian serta menyetrika, itu pun mereka jam sepuluh sudah selesai dan pulang ke rumah masing-masing. Leila berdiri di depan pintu rumahnya, memandang penuh harap pada Danan.

"Danan, masuk ya? Temani ya? Sekarang sepi sekali. Papa dan Mama baru pulang nanti sore… temani ya? Kita makan siang bareng deh yuk, temani saya makan ya?"

"Ya deh, ya deh… " Danan nyengir lucu. Sebenarnya, ia juga senang berada bersama Leila, dan siapa yang menolak makan siang gratis bersama gadis cantik pastinya agak bodoh. Danan bukan lelaki bodoh, bukan?

Ketika mereka sudah masuk, Leila terus mengunci pintu, terus menarik Danan ke dalam, melewati ruang tamu, masuk ke ruang keluarga. Di sana ada sofa besar di depan televisi besar, agak gelap dan dingin, kontras dengan kondisi di luar yang panas. Leila begitu saja terus melepaskan jilbabnya, lalu melepas ikatan rambutnya yang menggelung ke atas. Rambutnya yang hitam dan agak ikal pun tergerai hingga menutupi setengah punggungnya. Danan meneguk ludah, Leila sehari-hari sudah cantik, tapi penampilannya ini benar-benar cantik sekali. Tidak ada perempuan lain secantik itu di desanya

Karena sudah lama belajar ajian asmaragama, Danan biasanya kebal terhadap kecantikan perempuan yang biasa. Tapi, kali ini tidak biasa, hingga untuk pertama kalinya ia melongo saja memandang Leila. Gadis itu sampai cekikikan melihat Danan melongo begitu rupa.

"Wkwkwkwk…. Danan, kenapa sih? Baru lihat perempuan gak pakai jilbab ya?"
"Eh… err… ahh…. Umm… Leila, kamu cantik sekali ya…"

"Ahh…. Ya biasa sajalah. Haha…. Ayo, kita makan," Leila terus menarik Danan ke ruang sebelah, di sana ada meja makan serta segala hidangan sudah disiapkan sebelumnya. Ada ikan, sayur, juga semur daging. Danan makan ikan dan sayur, tapi ia tidak makan dagingnya. Sambil makan, keduanya terus mengobrol ke sana ke mari, membahas apa saja dan tertawa bersama-sama. Tapi dengan berjalannya waktu, Leila menyadari bahwa saat pertemuannya dengan Danan semakin dekat ke akhirnya.

Akhirnya, mereka harus berpisah. Akhirnya, Danan akan kuliah di PTN di kota, sedang Leila… kedua orang tuanya akan mengirimnya untuk kuliah di Australia. Mereka sudah bicara tentang kuliah di Perth, sudah mendapatkan apartemen untuknya. Akhirnya, Leila tidak menjadi milik Danan.

Tetapi, Leila semakin ingin menjadi milik Danan. Amat sangat ingin menyerahkan dirinya. Di antara semua keinginan, mungkin kali inilah keinginan terbesar dan terkuat, yang tidak pernah bisa terucap. Bayangkan, baru hari ini saja, setelah bertahun-tahun bersekolah bersama, Leila ngobrol dan duduk berdua dengan Danan. Praktis, mereka selama ini hanya dua orang yang saling kenal nama saja, tidak pernah bergaul. Untuk itu, Leila sangat sangat sangat menyesal. Kesalahan yang tidak bisa ditebus, waktu yang tidak bisa diulang kembali.

Danan berdiri dan permisi untuk ke toilet dan cuci tangan. Leila memandang punggung pemuda itu berjalan keluar ruangan. Seperti itu sajakah pertemuan ini?

Saat Danan kembali ke ruang makan, Leila tidak dapat menahan dirinya lagi. Ia terus menghampiri Danan dan memeluknya erat. Leila lebih pendek dari Danan, jadi ia membenamkan wajahnya di dada pemuda tampan itu. Kekar, kokoh, hangat, nyaman. Segala yang diharapkan seorang perempuan. Sesuatu yang akan segera hilang dari kehidupannya. Leila kembali menangis sesenggukan di sana.

Danan mengelus kepala di dalam pelukannya dengan rasa sayang. Ia sudah lama menyukai Leila, tapi baru hari ini mereka bisa sedekat ini. Danan juga tahu, pertemuan ini segera berakhir, yang membuat hatinya turut merasa sedih. Ia memandang kepala di dadanya. Merasakan kelembutan tubuh perempuan yang mendekap erat. Danan tahu bagaimana harus memperlakukan perempuan, membahagiakan. Ia tahu bahwa sebenarnya ia harus menahan diri, karena sekali dilepas, asmaragama tidak mau berakhir di tengah jalan.

Hanya, kali ini Danan sendiri tidak bisa menguasai diri. Ia melepas ajian asmaragama itu melalui seluruh tubuhnya. Getarannya menenangkan, memabukkan. Leila merasa bahagia, sekaligus timbul hasrat birahinya. Gadis itu memandang Danan, yang mendekatkan wajahnya. Untuk pertama kalinya, Danan mencium perempuan. Untuk pertama kalinya, Leila dicium laki-laki. Keduanya menempelkan bibir, saling menghisap, kemudian saling membelitkan lidah, mengeksplorasi, menyatukan diri. Berciuman itu adalah bagian pertama, menyatukan kepala, ketika berciuman seluruh pikiran menyatu.

Lima menit berciuman sampai Leila sesak nafas, hasratnya semakin memburu. Ia menarik lengan Danan, "yuk kita ke atas, ke kamar. Di sana ada AC, lebih adem…" terus menggandeng Danan naik ke loteng, masuk ke kamarnya. Mengunci pintu kamar, menyalakan AC. Ia tidak menyalakan lampu, karena sinar matahari masuk melalui kisi-kisi jendela. Leila melepaskan sepatu dan kaos kakinya, terus berjinjit kembali memeluk Danan dan berciuman.

Tidak ada lagi rasa malu. Atau arogan. Keinginan terdalam adalah menjadi satu, menyatu. Tergesa-gesa, Leila membuka resleting roknya yang terus melorot ke lantai. Berikutnya ia melepaskan kancing bajunya. Danan yang masih asyik berciuman dan meraba punggung, pinggang, dan pantat bulat sekel gadis itu, tidak tahu soal ketelanjangannya, hingga ia merasa kulit paha yang halus mulus dan dingin di bawah.

Danan berhenti. Jantungnya berdebar. "Leila... kita..."
Leila terus memeluk erat.
"Oh, kumohon Danan, kumohon... aku mungkin hina. Biar aku menghinakan diri, biar aku rendah, tapi kumohon terimalah aku, Danan.

Aku... aku serahkan diri padamu. Tidak mau yang lain. Tidak akan serahkan pada yang lain!" Leila menjadi makin histeris. Kata-katanya makin berintonasi tinggi. Leila tiba-tiba melepaskan pelukannya lalu bergegas ke meja rias di samping jendela. Tubuhnya nampak bersinar putih ditempa cahaya matahari. Ia melepaskan behanya, celana dalamnya. Telanjang bulat, Leila mengambil tusuk konde baja dari kotak yang tergantung. Mengarahkan tusuk itu bagai pisau ke arah kemaluannya yang berambut tipis.

"Kalau aku yang hina ini tidak diterima, biarlah kurobek saja sendiri, biarlah rusak saja sekalian! Tidak ada lagi yang boleh mendapat tubuhku ini!"

"Sstt.... jangan, Leila, hari ini kamu jadi istriku... tidak menyesal?"
"Tidak, Dananjaya, suamiku!"
"Walau kita baru bertemu?"
"Walau baru bertemu!"
"Walau sehabis ini harus berpisah lagi?"
"Ohh... aku... ya, walau harus berpisah lagi. Aku tetap jadi istrimu, sayangku."
"Dengan relakah?" Danan setengah mati berusaha menarik semua kekuatan asmaragama yang mengikat mereka berdua. Tapi, Leila memang memilih berdasarkan kehendak bebasnya secara penuh.
"Ya, Danan, kekasihku, aku rela. Sungguh!"

Mendengar itu, Danan tidak lagi menahan kuasa asmaragama, ia terus merangkul tubuh telanjang yang indah dalam pelukannya, mencumbu dengan segenap cinta. Asmara itu berasal dari dalam, dari niat untuk memberi kenikmatan lewat segala sentuhan, remasan, dan ciuman. Pemuda itu tahu betul di mana harus mengelus, meremas, dan mencium. Menghisap leher, pundak, bagian atas payudara, menjilati puting berwarna coklat muda.

Bagai kesetanan, Leila melepaskan ikatan pinggang, resleting, kancing celana abu-abu Danan. Kancing baju. Celana dalam. Sebentar kemudian, pemuda itu turut bertelanjang bulat bersama si gadis, satu gagah, satu lagi indah. Mereka berdiri, berciuman, saling meraba, memijit, meremas. Leila merintih, tubuhnya menggelinjang- gelinjang dalam orgasme yang tak pernah dirasakannya. Cairan bening menetes dari liang memeknya. Lemas.

"Sayang... gendong dong... ke ranjang. Lemas...."

Danan menggendong istrinya ke ranjang. Leila tersenyum manis dan lemas dalam dekapan lelakinya. Di ranjang, Leila mengangkang lebar-lebar. Mengundang. Danan menaiki tubuh yang indah itu. Merasakan kulit bertemu kulit, penyatuan tubuh kedua. Merasakan ujung lingga bertemu bibir yoni. Kontol bertemu memek.

Tidak ada lagi risih. Tidak tergesa. Perlahan, kepala penis yang keras sekaligus lembut itu menguak bibir kemaluan Leila. Mendorong masuk, memenuhi hasrat dan impian gadis yang mau jadi wanita ini. Tidak ada rasa sakit ketika selaput daranya robek, mengeluarkan darah. Batang lelaki itu terus menerobos hingga dalam, sampai bulu bertemu bulu. Kenikmatan yang dirasakan Leila membuatnya merintih dan mengerang tak henti, sampai orgasme dialaminya lagi.

Leila menjepit kuat-kuat tubuh yang masuk dan menyatu dengannya, karena Danan bergerak keluar masuk dengan tenaga tak terlawan. Kenikmatan kembali melanda, tiga kali Leila menjerit dalam orgasmenya. Pengalaman terhebat dalam hidupnya, hingga ia sungguh tak bertenaga lagi menahan Danan yang mengentoti dengan berirama.

Danan mencoba berbagai posisi, mengangkat kedua kaki indah itu ke atas bahunya, terus memompa liang yang basah oleh cairan cinta Leila. Melipat kedua kaki itu ke dada istrinya, Danan terus menggenjot dengan kecepatan tinggi. Batangnya menghujam dalam-dalam, sampai Leila kembali orgasme lagi, setengah pingsan.

Setibanya di puncaknya sendiri, Danan mencabut kontolnya dan menumpahkan semua maninya di perut dan dada Leila. Istrinya tersenyum dengan lemah melihat pelepasan suaminya. Sementara Danan terus berbaring di sisi, sang istri mengambil handuk bulu kecil di kepala ranjang dan menyeka seluruh mani yang tercecer. Terus kedua orang muda ini berpeluang, dan tertidur berangkulan.

Menjelang jam empat sore, Danan telah bebersih dan berpakaian seragamnya lagi. Dengan penuh kata cinta dan sayang, keduanya berpisah. Danan meninggalkan rumah gedung itu dengan hati gundah, melepas istrinya yang hanya pakai tank top dan celana dalam saja.

Apakah mereka jadi suami istri itu sah? Tentu tidak. Bahkan, Danan dan Leila berbeda agama! Tapi ketika hati rela dan jujur saling berjanji dengan sadar dan pasti, siapakah dapat mencegah? Suami istri bukan hanya soal administrasi, melainkan kerelaan. Komitmen untuk menyerahkan, melepaskan.

Leila terus melayani suaminya dalam minggu-minggu tersisa sampai tiba waktu bagi perpisahan. Leila harus terbang ke Perth. Danan harus pergi ke kota. Di hari percumbuan terakhir, Leila memperlihatkan sebuah dildo kepada suaminya. Ia mengoles dildo itu dengan mani Danan yang menetes keluar dari memeknya.

"Lihat sayang, ini adalah dirimu. Nanti di sana, ini saja yang akan masuk ke memekku. Tidak ada yang lain." Sambil bicara begitu, Leila terus memasukkan dildo berwarna pink itu ke memeknya. Danan memperhatikan benda itu bergetar saat terbenam, sampai istrinya kembali orgasme, terengah-engah.

"Sayang, aku melepaskanmu. Jika nanti bertemu pria lain, dan engkau jatuh cinta padanya, nikahilah dia. Jalan hidup kita masih panjang, asmara bisa timbul tenggelam," bisiknya Danan halus. Itu adalah mantra pelepasan asmaragama, supaya tidak ada kuasa ikatan. Kini, tergantung pada Leila bila ingin menanti kelak mereka berjumpa lagi, meneruskan pernikahan ini.

Beberapa hari kemudian, Danan ditemani Mbah Kakungnya menanti bis antar kota di tepi jalan propinsi. Ia sudah membawa bekal baju dan sejumlah uang dari Nyonya, mau pergi ke kota untuk mulai menjadi mahasiswa.

Sementara itu di PTN yang dituju Danan, di samping kampus ada sebuah koperasi yang juga melayani fotocopy. Renggani sudah tiga bulan bekerja di sana sebagai pelayan toko, membuat banyak mahasiswa mau datang untuk fotocopy apa saja, asal bisa bertemu gadis cantik itu. Tidak ada yang berhasil memikat Ani, itulah namanya, untuk pergi pacaran. Hanya Dedi yang jadi teman dekat, sedia menemani Ani ke mana saja ia mau.

Selain dari itu, minggu demi minggu diisi berita tentang preman residivis yang mati bunuh diri dengan berbagai cara. Tidak ada yang tahu apa yang terjadi, namun banyak orang bersyukur. Kota ini sedikit lebih aman dari para preman.

Ki Plerong menggebrak meja karena kesal. Penghasilannya dari para jagoan preman terus menurun, karena banyak yang mati. Selain itu, upaya yang mencari Nyi Kinarah tidak kunjung berhasil. Ia menyebar orang lebih banyak lagi.
 
Terakhir diubah:
Ini kalo difilmkan jaman 90an yg jadi bintangnya,, barry prima, advent bangun, eva arnaz :D


:mantap: Ceritanya om
 
Layla Majnoun:pandaketawa: tak terkendali,,,

saatnya racun dan penawar dipertemukan dan tlah digariskan sebagai keseimbangan..​
 
Sepertinya adegan kuda lumping danan Dan ani bakalan seru hahaha
 
Bimabet
Kayanya dananjaya yg bakal taklukin nyi kinarah... secara dananjaya berhasil mendapatkan ilmu arjuna...

Yuk segera apdet....
:D :D :D
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd