Ga pake besok-besok deh. Hajar terus!
PART 10 ( Yovie POV's )
Setelah malam yang panjang...
Penisku masih nyeri sampe saat ini. Mereka berdua luas biasa...
Aku nggak kebayang kalo ada Gracia disini, mungkin aku bisa mati kehabisan sperma...
Shania sekarang sedang mandi, Yuvia terlihat masih malas tiduran di kasur. Aku memperhatikannya...
Lebih tepatnya dadanya...
Mengembang...
Mengempis...
Membusung...
Merenggang...
"Kenapa? Mau?"
Suaranya membuatku kaget...
"Hmm?" Aku menatapnya,
"Ngeliatin dada aku terus. Pasti pengen..." Balasnya santai menatapku.
"Iya sih, dikit..." Aku nyengir lalu bergerak mendekatinya.
Dia tenang menatapku, dengan satu gerakan...
"Mmmhh... Kaakk..." Dia berbisik,
Aku tidak peduli, dengan sedikit liar aku menarik bajunya kebawah dan menghisap puting kiri adikku sementara tangan kiriku memilin-milin puting kanannya. Sedikit-sedikit keluar susu dari sana...
"Kaakk... Pelan... Pelan... Aahh..."
Aku terus memilin sambil terus menghisap...
"Mmmhh... KaaKK... Ssshh..."
Dia mulai bergerak sedikit gelisah...
Aku mulai menyedot sedikit dalam hingga mendesis...
"Mmmhhh... Jangan gitu..."
Aku nyengir. Lalu kembali menyedot...
"Kaaakk... Nakaal..."
Aku terbawa suasana sampai akhirnya...
"KaaKKkKK AaaaKKK... MMHHH..."
Kaki Yuvia merapat gelisah, tangannya mencengkram bantal dengan kuat, dia mendongak...
Putingnya menyemburkan susu...
Sepertinya squirting...
Aku menghentikan kegiatanku lalu menatapnya...
"Hhhh... Hhhh... Hhhh... Udah nyusunya?" Dia terengah menatapku.
"Enak manis..." Aku mencubit dadanya gemas.
"Ish, sakit!" Dia memukul bahuku.
Kami berciuman...
"Kalo kakak serius sama Shania gimana?" Tanyaku tiba-tiba setelah ciuman terlepas.
Dia sempat terdiam sebentar menatapku...
"Kakak yakin?" Tanyanya balik.
"Salah ga sih kalo aku cinta sama kakak?"
DEG...
Aku kaget mendengar pertanyaan Yuvia.
Dia cinta aku? Kakaknya?
"K-kamu serius?" Aku jadi panik.
"Aku gatau juga, tapi semenjak ada dia... Aku jadi cinta sama kakak..."
Dia menatap sambil mengelus-elus perutnya yang mulai keliatan membuncit...
"Aku salah ya kayak gini?" Dia berganti menatapku sayu.
Sebenernya salah...
"Nggak kok, nggak salah..."
Yov? Salah! Kalian sedarah!
"Kakak juga cinta sama kamu...
...Tapi kita kakak adik, nggak mungkin mengikat janji meskipun kita saling mencintai..."
Aku sadar kalo ini salah, tapi nasi sudah menjadi bubur. Sekarang Yuvia adikku sudah mengandung seorang anak dariku kakaknya, sementara aku sendiri jadi bingung dengan perasaanku terhadap Shania...
Apa yang harus aku lakukan?
Yuvia menatapku dalam, dia menyentuh pipiku lembut...
"Kalo kakak emang beneran mau serius sama kakshan. Aku gapapa... Tapi biarin aku tetep cinta sama kakak..."
DEG...
Lagi, dua kali dia membuat jantungku berdegup.
Kenapa selalu seperti ini?
"Kita pergi yuk, kita masih di Bali loh..."
Aku mengalihkan topik, bermaksud membuatnya senang...
"Tembak dia... Tembak kakshan..."
"Yup?"
"Aku mau kakak berani... Ajak dia pergi..."
"Yuvia?"
"Apa?" Wajahnya sayu hampir menangis.
Reflek aku memeluknya...
Kenapa kita harus jadi kakak adik?
"Maafin kakak ya... Bukan kakak gamau, tapi emang keadaan yang bikin kita kayak gini...
...Kalo boleh kakak putar ulang semua, kakak nggak akan mau ngintip kamu ganti baju, mergokin kamu pipis, terus bersetubuh sama kamu sampe sekarang..."
Aku mencium keningnya...
"Ada apa nih? Kenapa kamu nangis, Yup?"
Suara Shania mengejutkan kami.
"Ha? Ah nggak... Tangan aku kepentok meja..." Yuvia mengelak,
"Kepentok meja?" Shania curiga.
"Oiya kak, kakyov ngajak jalan-jalan keliling Bali. Mau ga?" Yuvia mengalihkan topik.
Aku hanya tersenyum...
"Wah, boleh-boleh!" Shania sumringah.
"Tapi, aku nggak ikut ya..." Celetuk Yuvia.
DEG...
Mati aku...
"Yaah, kok gitu? Masa cuman aku sama kakak kamu?" Shania berubah sedikit kecewa.
"Ya... Gapapa kan? Aku males capek-capek kak..." Yuvia memelas.
Shania menatapku yang sedang menatapnya reflek menaikkan kedua bahuku.
"Yaudah deh. Kamu gapapa kan kita tinggal?" Aku memastikan.
"Kalo ada apa-apa telepon aja, Yup..." Timpal Shania.
Yuvia hanya tersenyum...
***
Kami sudah pulang dari Bali, sekarang aku jadi kasihan dengan adikku yang satu ini. Aku sudah tau kenyataannya bahwa dia mencintaiku tapi harus merelakan aku untuk orang lain. Aku makin menyesal dengan keadaan kami sebagai adik kakak...
Mungkin dulu aku menyesal telah bersetubuh dengannya sampai bingung gimana harus menjelaskan kepada orang tua kami yang justru sudah meninggal. Tapi, sekarang... Aku menyesal kami terlahir sebagai adik kakak bukan sebagai sepasang kekasih...
"AARRGGHHH..."
Semua berawal dari munculnya seorang gadis junior kampus dengan cara pertemuan yang cukup konyol, aku menabraknya terjatuh dan menindihnya hingga tiba saat dia pergi ke Jerman, cuman numpang lewat di hidupku... Saat ini aku udah nggak tau keadaannya gimana di Jerman sana...
"DAMN!"
Di sisi lain, aku baru sadar kalo ternyata ada seorang gadis yang tetap setia menungguku yang terlalu bodoh ini di seberang sana. Gadis yang menyamar sebagai sahabatku selama hampir dua puluh tahun dari kami sama-sama umur 3 tahun...
Mana yang harus aku pilih? Tetap bertahan atau justru berlari mengejar?
"Ada apa sih kak? Aku denger dari dapur teriak-teriak sendiri..." Yuvia duduk di sampingku.
"Kakak gatau, yup... Kakak bingung sama diri kakak sendiri..." Aku bersender memejamkan mata.
Yuvia terdiam di sebelahku...
"Kalo kakak serius sama kakshan. Jangan lama-lama... Kalian udah kenal bertahun-tahun..."
"Kamu gapapa? Kakak tau kamu jadi mulai nggak suka sama Shania, kakak bisa ngerasain..." Aku berganti menatapnya.
"Wajar nggak sih? Aku cinta sama kakak... Aku juga sebenernya mau biasa aja sama kakshan. Bahkan aku yang nyuruh kakak nembak kan?
...Aku berusaha biasa aja, tapi hati aku nggak kak... Sakit rasanya... Aku harus gimana lagi?"
Aku terdiam mendengar penjelasan Yuvia yang badannya mulai bergetar dan sekarang menangis. Aku melihat pengorbanan hatinya disini, adikku sudah bener-bener dewasa. Bahkan lebih dewasa dari aku kakaknya...
Wajar sih dia sesedih ini...
"Yaudah okey, kakak bakal ngelamar Shania sesuai keinginan kamu..."
Aku memeluknya yang sekarang makin menangis...
Semenjak saat itu Yuvia mulai melatih dirinya agar terbiasa dengan keadaan aku dan Shania adalah sepasang kekasih walau masih agak kaku...
***
Beberapa minggu yang lalu aku dan Yuvia pergi ke toko cincin untuk membuat sebuah cincin buat Shania, agak sedikit ironis emang tapi Yuvia yang menawarkan diri ikut denganku ke toko cincin tersebut. Dia juga keliatan biasa aja sih tapi gatau perasaannya...
Dan...
Hari ini cincin itu sudah bisa di ambil...
"Lama amat sih..." Shania menggerutu,
"Tau, tadi dosennya banyak banget ngomongnya padahal revisian gue dikit doang..." Aku nyengir.
"Tapi kayaknya kita gajadi pulang bareng deh... Gue ada urusan dulu..." Lanjutku.
Ekspresinya berubah...
"Kenapa nggak bilang dari tadi? Biar gue nggak nungguin gini. Kan sia-sia gue nungguin lo gini."
"I-iya soalnya baru tadi gue di kabarin kalo...
"Ah yaudah gue pulang ya..." Potong Shania.
"Shan... Tunggu dulu..."
Ya Shania marah padaku setelah itu, pikiranku malah tertuju padanya terus sampai sekarang. Aku sedang menunggu cincinku tiba-tiba Yuvia memberitahuku kalo Shania ada di rumah sekarang.
Mau ngapain dia?
Setelah beres aku bergegas menuju rumahku...
"Aku cuman gamau kamu jadi benci sama aku itu aja kok, maaf kalo aku juga cinta sama kakak kamu..."
DEG...
"Mungkin...
"Shan?" Potongku.
Dia menoleh, ekspresinya kaget...
"Gue gatau gue kenapa sekarang, tapi please... Gue mau serius sama lo..."
Dia bingung, menatap kami berdua bergantian...
"Gue...
"Gue gabisa, maaf..."
Shania reflek berlari keluar, aku sempet diam...
"KAK! KEJAR!" Yuvia berteriak,
"Tapi...
"KEJAR KAK! GAUSAH PAKE TAPI! CEPET!" Suara Yuvia sedikit bergetar, aku tau dia menahan tangis.
"Shan! Tunggu!"
Aku mengejar Shania yang belom terlalu jauh...
Mendekat, kutarik bahunya berbalik menghadapku...
"Kenapa lo lari? Gue nggak main-main Shan..." Aku memegang bahunya.
"Lo nggak ngerti, yov..." Shania merunduk.
"Gimana gue mau ngerti kalo lo terus-terusan ngindar nggak mau jujur?" Tanyaku menggetarkan bahunya...
"Gue... Gue cuman takut jadi penghalang diantara kalian..." Shania mulai terisak.
"Penghalang apa? Satu-satunya penghalang gue sama Yuvia itu karena kami sedarah!
...Gue sama dia udah ngerti itu, mangkanya dia belajar ikhlasin gue sama lo...
...Gue udah ngerencanain ini semua, Shan...
...Kita kenal udah lama, bahkan Yuvia juga tau itu, jadi gaada alasan lagi buat gue nggak serius sama lo..."
Aku menjelaskan semuanya semampuku, Shania menatapku. Wajahnya sayu hampir menangis...
Entah kenapa aku memeluknya...
"Gue tau kita baru pacaran sebulan, tapi kita udah sahabatan lebih lama dari pacaran... So... Mau nggak lo nikah sama gue?"
DEG...
Kata orang, ngomong will you marry me itu susah... Tapi barusan?
Dia diam menatapku, matanya berkaca-kaca... "Iya, gue mau..."
"Makasih... Makasih tetep nungguin gue disana... Makasih banget..."
Aku memeluknya erat...
***
Banyak pilihan dalam hidup. Bisa dari mana aja... Tapi itu semua tergantung dari kita mau memilih yang mana... Aku memilih untuk tetep menunggu dan itu membuahkan hasil, Yovie memilih untuk tetap mempertahankan apa yang udah dia punya selama ini, Yuvia. Dia paling tangguh sih. Dia memilih untuk mengikhlaskan orang yang dicinta untuk orang lain karena keadaan mereka yang nggak mungkin bersatu...
Gracia? Aku nggak tau sih kemana dia sekarang... Tapi aku rasa dia punya pilihan hidup sendiri...
Ya inilah akhir dari namaku... Crescentia, sebuah nama sebuah cerita... Kayak judul lagu sih, tapi aku suka sama judulnya kok! Ehehehe... Makasih udah setia membaca! Sampe ketemu di lain cerita!
TAMAT?
Crescentia Shania Junianatha
Cindy Dea Yuvia
Makasih banget udah mau nungguin ngikutin cerita ini dari awal sampe sekarang ini ehehe tetep support sub forum fiksi ya, kalo perlu bikin karya juga biar rame ehehehe MANGATS~~