Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT In Too Deep (NO SARA)

Apakah perlu ditambah bumbu-bumbu incest di cerita ini atau tidak?


  • Total voters
    537
  • Poll closed .
Gak lucu hu gak lucu :(( lagi kesel² nya malah dibuat ngatjeng sama si mamah..

Harus buat epic comeback nih si bayu, gak kuat aku sama NTR-NTRan :getok:
 
Terakhir diubah:
-Moving Out-

Hani


Bella



Mamah


=====

Sudah seminggu semenjak kejadian Bella diperkosa, dan banyak yang sudah terjadi. Esok harinya setelah kami memukuli Derrick, Faisal mengabariku kalau Derrick telah diusir dari rumahnya, bahkan Faisal juga bercerita ketika ayah Derrick diberitahu tentang kelakuannya, dia langsung menghajar Derrick sangat parah bahkan Faisal tidak kuat melihatnya.

--

"Gitu kak ceritanya, asli dah itu tegang banget" ucap Faisal.

"Wah gila, terus Derrick nya gimana? Kalian bawa kemana?" tanyaku.

"Kita tinggal aja, kak. Biarin aja dia jadi gembel" balas Faisal yang sepertinya sangat kesal.

"Ih gimana, sih? kalo lu bawa ke polisi kan kalo dia di penjara dia bisa lebih terjamin hidupnya, kita nggak ada bedanya sama dia kalo gitu" ucapku memarahi Faisal.

"Yaudah lah, kak. Udah kejadian, lagian orang kaya Derrick juga gabakal bisa apa-apa tanpa duit, udah tenang aja" jawab Faisal dan kemudian dia mematikan teleponnya.

--

Kondisi Bella kini juga sudah mulai membaik, beberapa temannya juga sering menjenguk Bella kerumah untuk menghibur dan menyemangati Bella. Meski Bella belum sepenuhnya pulih, aku yakin kalau Bella pasti akan kuat menjalani cobaannya, yang merupakan salahku juga.

Kak Nanda dan Satrio juga ternyata dibawa kerumah Derrick untuk menambah evidence tentang semua tindakan Derrick, dan kini mereka berdua sudah kembali ke jalan yang benar. Mereka berdua bahkan juga menjenguk Bella untuk meminta maaf, dan Bella juga menerima permintaan maaf mereka. Tadinya anak-anak gengku ingin menghakimi mereka berdua, namun ketika aku mendengar cerita dari mereka berdua yang terpaksa melakukan ini karena mereka membutuhkan uang karena orangtua mereka sudah tidak mau menafkahi anaknya, aku menjadi iba dan membiarkan mereka meski tetap kuancam untuk tidak melakukan hal-hal seperti itu lagi. Selain itu, aku membantu mereka berdua untuk mencari pekerjaan dan kini untuk sementara waktu mereka berdua bekerja di butik Ummi sebagai kurir.

Pihak sekolah yang mengetahui tentang kejadian inipun memutuskan untuk menahan ijazah dan menunda kelulusan Derrick, dan mempermudah urusan Bella untuk mengurusi berkas-berkas.

--

Kini aku habis pergi ke sekolah Bella untuk meminta tolong kepada wali kelas Bella yang merupakan wali kelasku dulu juga untuk melakukan cap tiga jari di rumahku saja karena Bella masih sangat malu untuk pergi keluar rumah. Aku berniat untuk langsung pulang, namun ketika aku menuju ke parkiran, aku melihat ada anak-anak perempuan yang berkerumun dan kudengar mereka membicarakan tentang kejadian Bella.

"Yaampun, kasian banget Bella, ya" ucap salah seorang yang ada di kerumunan itu.

"Iya, padahal harusnya lagi seneng-seneng dapet PTN, tapi kena musibah kaya gitu" jawab salah seorang yang lain.

"Tapi untung, ya. Kakaknya dateng tepat waktu, gua nggak kebayang gimana perasaan Bella kalo dia malah sampe dihamilin juga" lanjut anak lainnya yang membuatku tersipu, dan sepertinya mereka belum menyadari keberadaanku, oleh karena itu aku langsung memberi kode.

"Ekhem, ekhem, hayoo kalian ngomongin siapaa" ucapku meledek mereka.

"Yaampun ada kakaknya, maaf kak maaf" ucap mereka yang berujung mereka minta maaf kepadaku.

Singkat cerita, ternyata mereka merupakan teman-teman sekelas Bella dan mereka ingin menjenguk adikku. Aku yang membawa mobil pun menawarkan tumpangan. Mereka sempat malu-malu dan menolak tawaranku, namun aku memaksa mereka karena untuk menghemat biaya perjalanan mereka.

Sesampainya dirumahku, ternyata ada Hani dan Ummi yang sedang menjenguk. Kini mereka berdua sedang mengobrol dengan Mamah di teras dan aku langsung menghampiri mereka dan salim. Setelah aku salim, Ummi dan Mamah pergi keluar yang kutebak mereka ingin ke butik Ummi, dan aku dan Hani beserta teman-teman Bella langsung pergi ke kamar Bella meski aku dan Hani kemudian keluar lagi.

"Kamu mau ngapain sekarang?" tanyaku ke Hani.

"Aku mau ke kamar kamu dulu boleh, nggak? Aku abis beli jubah cuma aku pendekin bagian bawah sama lengannya" tanya Hani.

"Jubah apaan? Jubah Batman?"

"Ih, bukann. Yang kaya jaket gituu" jawab Hani kesal.

"Hahahah, iya deh, iya, yaudah kamu ke kamar aku duluan aja, aku mau bikinin minum buat temennya Bella dulu" ucapku ke Hani, dan Hani langsung menaiki tangga menuju kamarku sementara aku memutuskan untuk ke dapur untuk membuat minuman untuk Bella dan teman-temannya.

Setelah memberikan mereka minuman, aku beranjak ke kamarku, dan kulihat Hani sudah mengganti pakaiannya. Hani sekarang mengenakan jubah berwarna coklat muda yang dia beritahu tadi, manset berwarna hitam yang ada handsocknya, jilbab yang cukup panjang dan celana jins berwarna biru muda. Entah kenapa, aku merasa aneh melihat Hani mengenakan outfit seperti itu, tapi disisi lain aku juga merasa meleleh melihat kemanisan Hani menggunakan outfit seperti itu.

"Emang di Indo lagi musim dingin, ya?" tanyaku ke Hani.

"Hah emang kenapa?"

"Liat tuh baju kamu kayak lagi mau main salju aja"

"Ihhh, emang seaneh itu apa??" tanya Hani dengan nada kesal sambil memukul tanganku.

"Nggak, kokk. Baguss. Cuma ini kamu yakin kamu kancingin? Emang nggak pengap?" tanyaku sambil berusaha membuka kancingnya, dan kulihat Hani tersenyum malu, entah karena apa.

Aku mulai membuka kancingnya satu persatu, dan setelah beberapa kancing terlepas dan jubahnya mulai terbuka, aku merasakan ada yang aneh. Alih-alih aku melihat manset yang Hani gunakan, aku malah langsung melihat kulit Hani yang mulus. Setelah aku membuka semua kancing dan membuka lipatan jubahnya, ternyata Hani mengenakan manset tangan, selain itu, dia juga tidak mengenakan apa-apa lagi dibalik jubahnya hingga payudaranya terekspos.

"Karena ini, hehehe" jawab Hani sambil kembali menutup tubuhnya dengan jubahnya.

"Yehh, masa pake outfitnya kaya gitu, sih?" protesku.

"Ngga kokk, aku nanti pake kaos sama daleman lah pasti kalo mau keluar pake outfit begini" balas Hani.

Aku yang sudah tidak tahan pun langsung mengangkat tubuh Hani dan menghempaskan tubuhnya ke kasurku dan aku langsung menindihnya. Aku menatap wajah manisnya sambil mengelus-elus pipinya, kemudian aku mulai mencium bibirnya.

"Ccupphh... Ccupphh..."

Selama kami berciuman, tanganku kugunakan untuk memegang kepala Hani, dan Hani juga melakukan hal yang sama. Kami terus berciuman di posisi ini namun tiba-tiba Hani melepas pagutannya.

"Ccupphh... Ccupphh... Sayangg pintunya udah kamu kunci belum??" tanya Hani ketika dia melepaskan ciumannya.

"Ohiya belom"

"Kunci dulu sanaa" suruh Hani dan sebelum aku beranjak mengunci pintu, Hani membukakan kausku terlebih dahulu.

Setelah aku mengunci pintu, kulihat Hani sedang menurunkan celana jinsnya. Akupun ikut menurunkan celanaku hingga mengekspos kontolku yang sudah berdiri tegak.

"Ihh udah gede ajaa" ucap Hani.

"Heheh, iyaa udah gasabar masuk ke kandang" balasku.

Hani kemudian membuka pahanya lebar-lebar mengundangku untuk memasukkan kontolku ke memeknya, namun aku mengabaikan tindakannya dan duduk di kursi belajarku.

"Ngapain?? Nggak mau masukkin???" tanya Hani kebingungan.

"Isepin dulu dong, udah lama nggak diisepin" pintaku, dan Hani hanya bisa tersenyum menggeleng-gelengkan kepala.

Hani pun kemudian berdiri dan beranjak menuju tempat dimana aku duduk, dan setelah Hani berada di depanku, dia langsung berlutut di depanku hingga kini wajahnya berhadapan dengan kontolku. Tanpa berpikir panjang, Hani mulai menjilati kontolku.

"Slrrpp... Slrrpp..."

Hani menjilati kontolku layaknya sedang menjilati eskrim. Bahkan terkadang bagian bijiku juga dijilat dan dihisap-hisap. Pemandangan Hani yang masih mengenakan jilbab dan jubah serta handsock-nya ini membuat kontolku mengacung makin keras. Setelah memastikan tidak ada bagian yang belum dijilati olehnya, barulah Hani memasukkan kontolku ke mulutnya.

"Urghh..." desahku ketika Hani mulai memasukkan kontolku ke mulutnya.

Kontolku baru masuk setengahnya, dan sepertinya mulut Hani sudah tidak kuat menampung lebih jauh lagi. Hani pun mulai menaik-turunkan kepalanya.

"Chlokhh... Chlokhh..."

"Urghh... Sayangg masukkin lebih dalemm dongg... Hhh.." pintaku dikala aku mendesah nikmat.

"Chlokhh... Chlokhh... Ihhh udah nggak muattt... Chlokhh... Chlokhh..." balasnya yang kemudian lanjut menyepong kontolku.

Sudah 10 menit Hani menyepong kontolku, dan aku yang sudah puas melepas kontolku dari kuluman Hani. Akupun berdiri dan mengangkat badan Hani, kemudian aku mendudukkan Hani di kursi yang kududukkan tadi dan membuka pahanya lebar-lebar.

"Aku jilatin yah" ucapku ke Hani meminta izin untuk menjilati memeknya.

"Emang nggak ji... UMMHH" balas Hani yang terpotong karena dia kaget memeknya tiba-tiba dijilati.

"Slrpp... Slrpp..."

Selama aku menjilati memek Hani, jempolku kugunakan untuk memainkan klitorisnya hingga Hani makin menjadi gelinjangan.

"UHHH.... IYAHH... ENNAKKK..." desah Hani dengan suara kencang.

Tak butuh waktu lama bagiku untuk membuat Hani mencapai orgasme pertamanya, dan ketika Hani mencapai orgasmenya, kedua kakinya yang dinaikkan ke bahuku menjepit kepalaku yang membuat cairan kenikmatannya harus kutampung dengan mulutku.

"UHHH... AKUU KELUARRRR..." jerit Hani ketika dia mencapai orgasmenya.

Setelah Hani melepas jepitannya, aku langsung berdiri dan menggendong tubuh Hani dan menghempaskan tubuhnya ke kasurku. Akupun langsung membuka pahanya lebar-lebar dan mulai berusaha memasukkan kontolku kedalam lubang nikmatnya. Aku mulai memposisikan kontolku di depan memeknya dan setelah pas, aku memasukkan senjataku pelan-pelan hingga akhirnya masuk sepenuhnya.

"Ummhh..." lenguh Hani ketika aku memasukkan kontolku.

Aku mulai menggoyang memeknya pelan, dan kini Hani menaikkan kakinya ke pundakku.

"Uhhh... Sayanggg... Lebih cepettt..." pinta Hani yang diselingi dengan desahan nikmat.

Akupun mulai mempercepat genjotanku, dan kedua tanganku kugunakan untuk meremas-remas payudara Hani yang membuat Hani mengerang makin kencang.

"AHHH... ENAKK SAYANGG... UHHH TERUSSS... AHHHH..." jerit Hani yang terlena dengan kenikmatan yang dia rasakan.

"PLOKK... PLOKK... PLOKK..."

Hani membuka jubahnya, dan kini Hani hanya mengenakan jilbab dan handsock nya. Hani kini juga melipatkan kakinya di leherku dan tanganku kumasukkan ke mulut Hani. Hani yang memahaminya pun langsung menjilati tanganku dan menghisap-hisapnya.

Aku terus menggenjot memeknya dan Hani sepertinya akan kembali mencapai orgasmenya.

"Umfffhh... Sayang... Akuu... Akuu keluarrr.... AHHH..." jerit Hani ketika dia mencapai orgasmenya.

Aku menghentikan genjotanku dan cairan orgasme Hani mengguyur kontolku. Aku membiarkan Hani untuk beristirahat sejenak.

"Hhh... Hhh... Sayangg... Ayokk lanjutinnn..."

Tanpa menjawab perkataannya, aku lanjut mengentoti memek Hani di posisi ini. Aku memulai dari genjotan pelan dan kutingkatkan kecepatan ku perlahan.

"Plokk... Plokk... Plokk..." suara selangkangan kami yang menggema di kamarku.

"Ahhh... Sayangg... Terussss... Uhhh... Enakkkk...." desah Hani kenikmatan.

Akupun kini mulai menciumi bibir Hani sambil tetap menggenjot memeknya, dan tanganku berada di payudaranya.

"Ccupphh... Ccupphh... Ummhh... Ccupphh...."

Sudah 20 menit aku menggenjot memek Hani, dan Hani sudah akan mencapai orgasme ketiganya.

"AHHH... SAYANGGG.... AKKUUU MAUU KELUARR LAGIII..." jerit Hani.

"Hhhh... Iyahhh... Akuu jugaaa dikitt lagiii..." balasku yang juga merasa pejuku berada di ujung tanduk.

Aku mempercepat genjotanku dan Hani menjadi makin gelinjangan hingga akhirnya Hani mencapai orgasme ketiganya.

"AHHH AKUU KELUARRR" jerit Hani ketika mencapai orgasmenya, dan aku langsung mencabut kontolku hingga cairannya membasahi sprei di kasurku.

Aku mulai mengocok kontolku, namun Hani langsung menarik tanganku jauh-jauh dan membuat dia yang mengocok kontolku dengan tangannya. Sensasi yang kudapat ketika Hani mengocok kontolku dengan tangannya yang masih menggunakan handsock membuatku menjadi cepat keluar.

"Uhhh akuu keluarrr" lenguhku ketika aku ejakulasi.

Pejuku tertampung di perut Hani yang mulus dan rata, dan ketika pejuku sudah keluar semua, aku memindahkan tubuhku hingga kontolku berada di depan wajah Hani dan Hani langsung menjilati kontolku membersihkan peju yang tersisa.

"Slrpp... Slrpp..."

Setelah kontolku bersih dari peju, aku langsung beranjak mengambil tisu dan membersihkan peju yang ada di perut Hani dan setelah bersih, aku langsung membaringkan badanku disamping Hani yang sudah membuka jilbabnya.

"Hhh... Akhirnya kamar kamu debut buat kita jadiin tempat seks... Hhh..." ucap Hani dan kita berdua tertawa.

Kami berdiam di posisi ini tidak begitu lama karena kami mulai kedinginan karena AC. Aku langsung menarik selimut untuk menutupi tubuh kami berdua, dan kami cuddling sampai akhirnya kami tertidur.

----

Aku terbangun jam 5 sore, dan kulihat Hani sudah terbangun dan sepertinya dia sudah mandi. Kulihat Hani mengenakan kaus panjang yang dia ambil dari lemariku dan celana legging yang sepertinya dia bawa dari rumah sedang duduk di kursi belajarku sambil menonton TV.

"Hoamm... Kamu udah mandi, Han?" tanyaku yang masih mengumpulkan nyawa.

"Ehh akhirnya bangun, udah kok, udah sholat juga. Kamu mandi sana, udah jam segini loh" balas Hani yang menyuruhku untuk segera mandi dan sholat.

Akupun langsung beranjak ke kamar mandi di kamarku untuk mandi wajib, dan setelah aku mengenakan pakaian aku langsung beranjak sholat.

Saat aku merapikan sajadah dan sarung, aku mendengar ada suara orang yang sedang mengobrol di lantai bawah.

"Lagi ada siapa, Han? Kaya ada yang ngobrol di ruang tamu" tanyaku.

"Loh aku ngga tauu, tadi pas aku bangun turun ke kamar Bella cuma ada Bella sama temen-temennya" jawab Hani.

Akupun langsung beranjak ke ruang tamu di lantai bawah, dan kulihat ternyata ada Bella dan gurunya, serta ada ayah yang tidak mengabari kalau ayah sudah pulang dari Inggris.

"Loh, ayah?" tanyaku kebingungan.

"Kenapa, kak? Kamu kayak kaget banget ayah pulang" balas ayah tersenyum.

"Ya gimana ngga kaget? Ayah nggak ngabarin sama sekali" balasku saat aku menyalimi tangan ayahku.

"Hahahaa, ayah kira kamu bakal meluk papah sambil nangis-nangis kaya adek kamu pas papah pulang" ucap Ayah sambil tertawa, dan setelah itu Hani ikut turun kebawah dan setelah bersaliman, aku dan Hani pergi keluar untuk membeli jajanan.
--
(malamnya)

Hani memutuskan untuk menginap di rumahku, namun kali ini karena ada ayah, Hani tidak berani untuk tidur bersamaku di kamarku dan Hani tidur di kamar tamu. Kamar tamu ini tadinya merupakan gudang, namun Mamah memutuskan untuk merubahnya menjadi kamar yang nantinya akan dijadikan kamar untuk pembantu ketika aku dan Bella sudah berangkat kuliah.

Saat ini Bella sudah kembali masuk kedalam kamarnya dan seperti biasa dia hanya keluar kamar ketika dia perlu. Aku dan Hani sedang menonton TV di ruang TV, dan Ayah dan Mamah sedang berbincang di ruang tamu. Aku tidak mendengar jelas apa yang mereka bincangkan, namun sepertinya ini percakapan yang serius. Tak lama kemudian, Mamah menghampiriku.

"Kak, ayah ingin ngomong sama kamu" ucap Mamah.

Mamah kemudian duduk di samping Hani dan mereka berdua menonton TV, sedangkan aku langsung beranjak duduk disamping Ayah.

"Kenapa, yah?" tanyaku saat aku duduk disamping Ayah.

"Kak, kayaknya kita harus pindah" jawab Ayah.

"Loh, kok tiba-tiba banget, yah? Kenapa?" balik tanyaku yang kebingungan.

"Jadi, Ayah dimutasi dari kantor Ayah ke Indonesia lagi, dan Ayah dapet dua pilihan mau pindah kemana, Kota Benteng sama Kota Seribu Sungai" jawab Ayah menjelaskan.

"Terus Ayah pilih yang mana?"

"Jelas 'kota Benteng', kan nggak jauh-jauh banget dari sini, Ayah udah beli rumah disana, jauh lebih gede dari rumah kita sekarang" balas ayah melanjutkan.

"Ayah kenapa tiba-tiba banget, sih?" tanyaku yang mulai kesal.

"Ya maaf, kak. Ayah tadinya mau surprise-in kamu, Mamah, sama Bella. Mamah tadi juga kaget, cuma denger penjelasan ayah, Mamah juga akhirnya paham. Kak, mungkin ini juga bisa jadi faktor buat mulihin Bella dari kejadian kemaren" jawab Ayah yang berusaha menenangkanku.

"Ngga gitu, Ayahh. Ayah nggak bisa expect kalo kita bertiga bakal seneng di surprise-in begini, ini kan nyangkutnya ke kita semua bakal pindah ke tempat yang bahkan kita nggak tau bakal gimana kondisinya, bahkan kita aja nggak dikasihtau bentukan rumahnya gimana" balasku yang membuat Ayah terdiam sebentar.

"Iya, kakak. Maafin ayah. Ayah nggak mikir sampe sejauh itu" ucap Ayah.

"It's okay, pah. Terus nasib rumah ini gimana?"

"Ya harus kita jual" balas Ayah yang membuat emosiku kembali terpancing.

Aku tidak ingin rumah ini dijual. Ayah dan Bunda membangun rumah ini dari nol, hingga akhirnya bisa menjadi rumah yang meski tidak terlalu besar dan mewah. Banyak juga kenangan di rumah ini dengan Bunda yang membuatku merasa berat jika rumah ini harus dijual. Seolah rumah ini adalah satu-satunya tempat dimana aku bisa merasakan keberadaan Bunda sangat dekat denganku meski kini Bunda sudah beristirahat dengan tenang.

"Ayah kenapa kayak gampang banget ngomong rumah ini bakal dijual? Ayah sama Bunda ngebangun rumah ini dari nol sampe jadi rumah ini, terus ayah dengan senang hati ngejual rumah ini? Kenapa yah?" tanyaku yang sudah kesal hingga aku berdiri dari dudukku.

"Kak, dengerin ayah dulu. Bagaimanapun juga, ayah masih harus punya uang pegangan untuk bayar kuliah Bella dan buat kamu juga" balas Ayah yang ikut beranjak dari duduknya.

"Kalo gitu kenapa nggak Ayah kerja PP aja?"

"Kak, ayah udah nggak semuda dulu, ayah udah nggak kuat kalo harus PP tiap hari, ayah paham kalo kamu nggak mau rumah ini dijual karena rasa sayang kamu sama Bunda, tapi ini jalan yang terbaik bagi kita semua, tolong ngertiin perasaan ayah juga, kak" balas Ayah yang sepertinya juga sudah mulai emosi.

"Kan pasti ada alternatif lain Yah selain Ayah harus ngejual rumah ini, Ayah kan juga bisa ngontrak rumah atau apartemen disana terus pulang tiap weekend, kalo begitu caranya Ayah nggak perlu ngejual rumah ini, kan?" jawabku mengusulkan salah satu solusi, namun ternyata Ayah malah menjadi sangat emosi dan membentakku.

"Terus kamu tega Ayah sama Mamah sendirian pas kamu sama adek kamu berangkat kuliah?!? Kamu tuh bener-bener ya dari dulu, selalu aja egois!!" bentak Ayah yang membuatku makin emosi juga.

"AYAH MAU NGOMONGIN EGOIS?!? SEKARANG JAWAB AKU SIAPA YANG LANGSUNG PINDAH KERJA KELUAR PULAU SETELAH BUNDA MENINGGAL DAN NITIPIN AKU SAMA BELLA KE BABYSITTER, JAWAB YAH!!" balasku yang mulai terbawa suasana, dan kulihat ternyata Hani dan Mamah menontoni aku dan Ayah.

"Udah, Han. Kita ke kamar Bella aja, yuk" ucap Mamah pelan dan kemudian Hani dan Mamah langsung pergi ke kamar Bella.

Ayah tidak menjawab pertanyaanku, namun tiba-tiba Ayah menamparku sangat kencang.

"*PLAKK!!...* Ayah salah dimana sih sampe ngedidik kamu jadi anak yang kurang ajar gini?" ucap Ayah pelan.

"Satu-satunya kesalahan fatal Ayah dalam ngebesarin aku dan Bella adalah ninggalin kita berdua disaat kita perlu banget kasih sayang dari Ayah semenjak Bunda udah nggak ada" balasku dan kemudian aku langsung beranjak ke kamarku.

Aku berdiam diri di kamarku cukup lama hingga aku mulai kembali tenang, dan tak lama kemudian Mamah dan Hani datang ke kamarku.

"Kak, kamu nggak papa, kan?" tanya Mamah kepadaku.

"Nggak papa kok, Mah" balasku tersenyum yang membuat Mamah ikut tersenyum.

"It's okay, sayang. Jangan terlalu dipikirin. Mungkin ayah kamu juga ada benernya, mungkin dengan kamu pindah, Bella juga bisa cepet ngelupain kejadian itu" ucap Hani yang kini sudah duduk disampingku dan mengelus-elus pundakku.

"Hani bener, kak. Mamah paham kalo kamu kesel, dan Bella juga kayaknya punya rasa yang sama kayak kamu. Tapi mungkin ini jalan yang terbaik, kasian Ayah juga yang berusaha buat bikin kalian bahagia sekeras mungkin, jadi coba jangan pikirin keputusan ini dari pandangan kamu doang, yah? Pandangan kamu nggak salah, tapi bukan berarti pandangan Ayah dalam situasi ini salah" ucap Bunda melanjuti perkataan Hani.

"Aku paham perasaan Ayah kok, Mah. Tapi aku masih berat banget buat ngejual rumah ini, cuma ini tempat dimana aku bisa merasa kehadiran Bunda deket banget sama aku" balasku yang membuat Mamah terdiam.

"Lagipula, aku nggak siap kalo aku harus jauh dari kamu, Adi, Rama, dll" lanjutku ke Hani.

"Hihh jarak kita nggak jauh kokk, ketimbang kota Benteng doang kayaknya sejam juga nggak nyampe dari rumah aku" balas Hani.

Memang meski Hani tinggal di ibukota, Hani tinggal di pinggiran ibukota sehingga jaraknya tidak terlalu jauh dengan tempat aku tinggal. Jaraknya tidak dekat, namun tidak sejauh itu. Namun jika aku pindah ke kota Benteng, jarak antara aku dan Hani akan menjadi beberapa kali lipat.

"Udahh kak, intinya sekarang kita dukung keputusan ayah dulu aja, baru kita pikirin lagi nanti gimana kedepannya, okeh?" ucap Mamah berusaha meyakinkanku.

"Bener kata Mamah, sayang. Everything will be just fine, ccupphh" ucap Hani yang kemudian mencium pipiku.

"Hayoo Hani bandel yah nyium-nyium" ledek Mamah ke Hani.

"Eheheeh, maaf tante, biasanya malah Bayu yang nyium aku duluan" balas Hanj yang membuat aku dan Mamah tertawa.

"Aduhh anak Mamah bandel, nih. Yaudahh udah malem, ayo tidur" ajak Mamah dan kemudian Hani mencium pipiku sekali lagi.

"Ccupphh... Good night, sayang" ucap Hani dan kemudian Hani dan Mamah beranjak keluar kamarku.

--

Sudah satu jam semenjak argumenku dengan Ayah tadi, dan sepertinya yang lain sudah tertidur. Aku beranjak keluar dari kamarku dan aku menuju ke kamar tamu yang selantai dengan kamarku, dan aku melihat Hani sedang tertidur pulas. Aku tidak ingin mengganggu Hani yang sedang tertidur, dan aku langsung beranjak kebawah. Saat aku menuruni tangga, kulihat Bella akhirnya keluar dari kamarnya dan kini dia sedang menonton TV.

"Dek? Kamu kok nggak tidur?" tanyaku ke Bella.

"Belom, kak. Kakak juga kenapa nggak tidur?" balik tanya Bella.

"Kakak lagi kepikiran sesuatu, dek" balasku dan aku langsung beranjak duduk disamping Bella.

Selama kami menonton TV disini, Bella selalu menyandarkan tubuhnya ke tubuhku dan kepalanya dia taruh diatas pundakku. Kami tidak banyak bicara sebelumnya, jadi aku memutuskan untuk membuka topik.

"Akhirnya kamu mau keluar kamar juga, dek" ucapku sambil mengelus-elus kepala Bella.

"Hehehe, iya, kak. Entah kenapa aku dari kemaren selalu lemes kalo mau keluar dari kamar aku, jadi aku kayak nggak bisa ngapa-ngapain. Maaf yah udah bikin kakak khawatir" balas Bella.

Kami kembali terdiam sebentar sebelum akhirnya Bella kembali memulai pembicaraan.

"Kak"

"Kenapa, dek?"

"Ayah nggak ngelakuin hal yang salah kok dengan ngajak kita pindah" ucap Bella yang kini menatap wajahku.

"Jadi kamu denger apa yang kakak sama Ayah omongin?" tanyaku.

"Iya, kak. It's okay, Bunda nggak bakal marah sama Ayah kok kalo Bunda masih ada disini sekarang, karena tujuan Ayah juga ingin buat kita bahagia" jawab Bella.

"Mungkin emang cara Ayah salah, tapi Ayah cuma ingin bikin kita bahagia dengan caranya, jadi tolong kakak jangan marah sama Ayah lagi, ya?" lanjut Bella sambil mengelus-elus pahaku.

"Kakak nggak marah kok, kakak cuma kesel aja. Cuma kakak masih nggak kuat dek kalo rumah ini harus dijual. Kakak selalu ngerasa Bunda ada sama kakak selama kakak ada di rumah ini" jawabku ke Bella dengan alasan yang sama saat aku berbincang dengan Ayah dan Hani.

"Bunda pasti bakal selalu ada di deket kakak kok, selama kakak yakin kalo Bunda masih ada di dalam hati kakak" balas Hani singkat yang membuatku tersadar.

Aku tidak menjawab perkataan Bella, namun aku hanya mencium keningnya, dan setelah aku mencium keningnya, Bella langsung memeluk tubuhku dan aku merangkulnya.

"Hhhh andai kamu bukan adek kakak, pasti dari dulu udah kakak pacarin" ucapku yang membuat Bella tersenyum.

"Kak"

"Kenapa, dek?"

"Aku boleh cium kakak, nggak?" tanya Bella.

"Loh, Boleh kokk. Tadi aja kakak nyium kamu, kamu nggak marah" balasku yang membuat Bella tersenyum.

"Ccupphh... Aku sayang kakak" ucap Bella setelah dia mencium pipiku.

"Kakak juga sayang kamu, dek" balasku sambil mengelus-elus kepalanya.

"Aku boleh cium kakak lagi, nggak?" tanya Bella.

"Bolehh kok, santai ajaa"

"Tapi bukan di pipi lagi, mau pindah tempat" ucap Bella.

"Emang mau cium dimana, sih?" tanyaku sambil menundukkan kepalaku, karena aku mengasumsikan kalau Bella ingin menciumku di kening, namun....

"Ccupphh..."

Bella malah mencium bibirku, dan kami mulai berciuman. Ciuman ini tidak bertahan lama karena aku langsung mencabut ciumannya.

"Hhhh... Kakak nggak nge-expect kalo kamu bakal nyium bibir kakak" ucapku saat aku mencabut pagutanku.

"Ehehehe, kakak nggak marah, kan?" tanya Bella.

"Nggak, kok. Kakak nggak expect aja" balasku memastikan kalau aku tidak marah.

Bella tidak mengatakan apa-apa, hanya tsrsenyum melihatku. Kami bertatapan saling senyum, tapi entah kenapa, kepala kami berdua seperti kembali berdekatan. Makin dekat, sangat dekat, dan kami kembali berciuman.

Ini sangat salah, namun entah kenapa, tidak ada yang ingin menyudahi ciuman ini diantara kami berdua, dan kami malah berciuman makin mesra. Tanganku kini berada di kepala Bella, dan Bella memeluk tubuhku.

"Ccupphh... Ccupphh..."

Kami terus berciuman, dan Bella menarik tubuhku hingga kini Bella terbaring di sofa dan aku berada diatasnya. Kami tidak melepaskan ciuman kami berdua, dan tanganku kuturunkan ke payudara Bella dan meremasnya dengan lembut.

"Ccupphh... Ahh kakkk... Ccupphh..." desah Bella ketika aku meremas payudaranya dari luar piyamanya.

Kami berciuman cukup lama, dan meski aku benci untuk mengatakan kalau aku menikmati ciuman ini, ini merupakan hal yang tidak seharusnya terjadi. Akupun melepas ciumanku sebelum kami terjatuh lebih dalam.

"Ccupphh... Hhh... Udahh ya dekk, jangan terlalu jauhh..." ucapku ketika aku melepaskan ciumanku.

"Kenapa kak???" tanya Bella yang kebingungan.

"Kalo kita lanjutin, apa bedanya kakak sama Derrick kalo gitu? Kakak nggak beda jauh sama Derrick kalo kita lanjutin" jawabku menjelaskan ke Bella kalau aku tidak ingin menjadi seperti Derrick.

"Bedanya adalah, kakak ngelakuin ini karena sayang, bukan kayak Derrick yang cuma ingin muasin nafsu dia" jawab Bella.

"Kakak rasa kayaknya bukan kaya gini deh rasa sayang yang harusnya kakak kasih ke kamu" balasku yang membuat Bella tersenyum.

"It's okay, kak. Aku juga nggak keberatan kok" balas Bella yang membuatku makin bingung.

"Kenapa?"

"Aku juga nggak tau kenapa, tapi rasanya kalo kakak yang ngelakuin ini, aku ngerasa rasa sayang kakak yang lebih dalam ke aku" jawab Bella yang membuatku terdiam, dan Bella kini mengelus-elus pipiku.

"Makasih ya kak, udah selalu ada buat aku dan sayang sama aku" ucap Bella kepadaku, kemudian Bella menarik kepalaku dan kami kembali berciuman sejenak.

"Ccupphh... Aku sayang kakak" ucap Bella setelah dia melepaskan pagutannya.

"Kakak juga sayang kamu, dek. Udah sekarang kamu tidur, yah, udah malem" balasku.

"Umm... Kak, boleh minta cium lagi, nggak?" tanya Bella kepadaku.

"Jangan sekarang, yah. Udah malem dek, kamu perlu istirahat" jawabku, namun aku mencium kening Bella.

"Makasih ya, kak"

"Samasama, dek"

"Gendong aku ke kamar dong kak, ehehehe" pinta Bella.

Aku hanya bisa tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepala, namun aku tetap menggendong Bella ke kamarnya dan membaringkan tubuhnya di kasur.

"Good night, kak"

"Good night, dek. Mimpi indah yah" balasku sambil mengelus-elus kepalanya.

Bella memejamkan matanya, dan aku langsung beranjak ke kamarku. Aku langsung membaringkan tubuhku di kasur namun aku tidak langsung tertidur melainkan merenung sejenak.

What the fuck just happened?

-To be Continued-
 
Mohon maaf atas updatenya yang cukup lama huu, karena ane mulai ada banyak kesibukan di RL dan produktivitas ane buat nulis cerita jadi harus dikurangi juga, tapi ane akan berusaha sebisa ane demi tetap konsisten minimal seminggu sekali, stay safe and healthy serta sukses selalu untuk suhu-suhu sekalian di RL!!

-Kocid
 
-Moving Out-

Hani


Bella



Mamah


=====

Sudah seminggu semenjak kejadian Bella diperkosa, dan banyak yang sudah terjadi. Esok harinya setelah kami memukuli Derrick, Faisal mengabariku kalau Derrick telah diusir dari rumahnya, bahkan Faisal juga bercerita ketika ayah Derrick diberitahu tentang kelakuannya, dia langsung menghajar Derrick sangat parah bahkan Faisal tidak kuat melihatnya.

--

"Gitu kak ceritanya, asli dah itu tegang banget" ucap Faisal.

"Wah gila, terus Derrick nya gimana? Kalian bawa kemana?" tanyaku.

"Kita tinggal aja, kak. Biarin aja dia jadi gembel" balas Faisal yang sepertinya sangat kesal.

"Ih gimana, sih? kalo lu bawa ke polisi kan kalo dia di penjara dia bisa lebih terjamin hidupnya, kita nggak ada bedanya sama dia kalo gitu" ucapku memarahi Faisal.

"Yaudah lah, kak. Udah kejadian, lagian orang kaya Derrick juga gabakal bisa apa-apa tanpa duit, udah tenang aja" jawab Faisal dan kemudian dia mematikan teleponnya.

--

Kondisi Bella kini juga sudah mulai membaik, beberapa temannya juga sering menjenguk Bella kerumah untuk menghibur dan menyemangati Bella. Meski Bella belum sepenuhnya pulih, aku yakin kalau Bella pasti akan kuat menjalani cobaannya, yang merupakan salahku juga.

Kak Nanda dan Satrio juga ternyata dibawa kerumah Derrick untuk menambah evidence tentang semua tindakan Derrick, dan kini mereka berdua sudah kembali ke jalan yang benar. Mereka berdua bahkan juga menjenguk Bella untuk meminta maaf, dan Bella juga menerima permintaan maaf mereka. Tadinya anak-anak gengku ingin menghakimi mereka berdua, namun ketika aku mendengar cerita dari mereka berdua yang terpaksa melakukan ini karena mereka membutuhkan uang karena orangtua mereka sudah tidak mau menafkahi anaknya, aku menjadi iba dan membiarkan mereka meski tetap kuancam untuk tidak melakukan hal-hal seperti itu lagi. Selain itu, aku membantu mereka berdua untuk mencari pekerjaan dan kini untuk sementara waktu mereka berdua bekerja di butik Ummi sebagai kurir.

Pihak sekolah yang mengetahui tentang kejadian inipun memutuskan untuk menahan ijazah dan menunda kelulusan Derrick, dan mempermudah urusan Bella untuk mengurusi berkas-berkas.

--

Kini aku habis pergi ke sekolah Bella untuk meminta tolong kepada wali kelas Bella yang merupakan wali kelasku dulu juga untuk melakukan cap tiga jari di rumahku saja karena Bella masih sangat malu untuk pergi keluar rumah. Aku berniat untuk langsung pulang, namun ketika aku menuju ke parkiran, aku melihat ada anak-anak perempuan yang berkerumun dan kudengar mereka membicarakan tentang kejadian Bella.

"Yaampun, kasian banget Bella, ya" ucap salah seorang yang ada di kerumunan itu.

"Iya, padahal harusnya lagi seneng-seneng dapet PTN, tapi kena musibah kaya gitu" jawab salah seorang yang lain.

"Tapi untung, ya. Kakaknya dateng tepat waktu, gua nggak kebayang gimana perasaan Bella kalo dia malah sampe dihamilin juga" lanjut anak lainnya yang membuatku tersipu, dan sepertinya mereka belum menyadari keberadaanku, oleh karena itu aku langsung memberi kode.

"Ekhem, ekhem, hayoo kalian ngomongin siapaa" ucapku meledek mereka.

"Yaampun ada kakaknya, maaf kak maaf" ucap mereka yang berujung mereka minta maaf kepadaku.

Singkat cerita, ternyata mereka merupakan teman-teman sekelas Bella dan mereka ingin menjenguk adikku. Aku yang membawa mobil pun menawarkan tumpangan. Mereka sempat malu-malu dan menolak tawaranku, namun aku memaksa mereka karena untuk menghemat biaya perjalanan mereka.

Sesampainya dirumahku, ternyata ada Hani dan Ummi yang sedang menjenguk. Kini mereka berdua sedang mengobrol dengan Mamah di teras dan aku langsung menghampiri mereka dan salim. Setelah aku salim, Ummi dan Mamah pergi keluar yang kutebak mereka ingin ke butik Ummi, dan aku dan Hani beserta teman-teman Bella langsung pergi ke kamar Bella meski aku dan Hani kemudian keluar lagi.

"Kamu mau ngapain sekarang?" tanyaku ke Hani.

"Aku mau ke kamar kamu dulu boleh, nggak? Aku abis beli jubah cuma aku pendekin bagian bawah sama lengannya" tanya Hani.

"Jubah apaan? Jubah Batman?"

"Ih, bukann. Yang kaya jaket gituu" jawab Hani kesal.

"Hahahah, iya deh, iya, yaudah kamu ke kamar aku duluan aja, aku mau bikinin minum buat temennya Bella dulu" ucapku ke Hani, dan Hani langsung menaiki tangga menuju kamarku sementara aku memutuskan untuk ke dapur untuk membuat minuman untuk Bella dan teman-temannya.

Setelah memberikan mereka minuman, aku beranjak ke kamarku, dan kulihat Hani sudah mengganti pakaiannya. Hani sekarang mengenakan jubah berwarna coklat muda yang dia beritahu tadi, manset berwarna hitam yang ada handsocknya, jilbab yang cukup panjang dan celana jins berwarna biru muda. Entah kenapa, aku merasa aneh melihat Hani mengenakan outfit seperti itu, tapi disisi lain aku juga merasa meleleh melihat kemanisan Hani menggunakan outfit seperti itu.

"Emang di Indo lagi musim dingin, ya?" tanyaku ke Hani.

"Hah emang kenapa?"

"Liat tuh baju kamu kayak lagi mau main salju aja"

"Ihhh, emang seaneh itu apa??" tanya Hani dengan nada kesal sambil memukul tanganku.

"Nggak, kokk. Baguss. Cuma ini kamu yakin kamu kancingin? Emang nggak pengap?" tanyaku sambil berusaha membuka kancingnya, dan kulihat Hani tersenyum malu, entah karena apa.

Aku mulai membuka kancingnya satu persatu, dan setelah beberapa kancing terlepas dan jubahnya mulai terbuka, aku merasakan ada yang aneh. Alih-alih aku melihat manset yang Hani gunakan, aku malah langsung melihat kulit Hani yang mulus. Setelah aku membuka semua kancing dan membuka lipatan jubahnya, ternyata Hani mengenakan manset tangan, selain itu, dia juga tidak mengenakan apa-apa lagi dibalik jubahnya hingga payudaranya terekspos.

"Karena ini, hehehe" jawab Hani sambil kembali menutup tubuhnya dengan jubahnya.

"Yehh, masa pake outfitnya kaya gitu, sih?" protesku.

"Ngga kokk, aku nanti pake kaos sama daleman lah pasti kalo mau keluar pake outfit begini" balas Hani.

Aku yang sudah tidak tahan pun langsung mengangkat tubuh Hani dan menghempaskan tubuhnya ke kasurku dan aku langsung menindihnya. Aku menatap wajah manisnya sambil mengelus-elus pipinya, kemudian aku mulai mencium bibirnya.

"Ccupphh... Ccupphh..."

Selama kami berciuman, tanganku kugunakan untuk memegang kepala Hani, dan Hani juga melakukan hal yang sama. Kami terus berciuman di posisi ini namun tiba-tiba Hani melepas pagutannya.

"Ccupphh... Ccupphh... Sayangg pintunya udah kamu kunci belum??" tanya Hani ketika dia melepaskan ciumannya.

"Ohiya belom"

"Kunci dulu sanaa" suruh Hani dan sebelum aku beranjak mengunci pintu, Hani membukakan kausku terlebih dahulu.

Setelah aku mengunci pintu, kulihat Hani sedang menurunkan celana jinsnya. Akupun ikut menurunkan celanaku hingga mengekspos kontolku yang sudah berdiri tegak.

"Ihh udah gede ajaa" ucap Hani.

"Heheh, iyaa udah gasabar masuk ke kandang" balasku.

Hani kemudian membuka pahanya lebar-lebar mengundangku untuk memasukkan kontolku ke memeknya, namun aku mengabaikan tindakannya dan duduk di kursi belajarku.

"Ngapain?? Nggak mau masukkin???" tanya Hani kebingungan.

"Isepin dulu dong, udah lama nggak diisepin" pintaku, dan Hani hanya bisa tersenyum menggeleng-gelengkan kepala.

Hani pun kemudian berdiri dan beranjak menuju tempat dimana aku duduk, dan setelah Hani berada di depanku, dia langsung berlutut di depanku hingga kini wajahnya berhadapan dengan kontolku. Tanpa berpikir panjang, Hani mulai menjilati kontolku.

"Slrrpp... Slrrpp..."

Hani menjilati kontolku layaknya sedang menjilati eskrim. Bahkan terkadang bagian bijiku juga dijilat dan dihisap-hisap. Pemandangan Hani yang masih mengenakan jilbab dan jubah serta handsock-nya ini membuat kontolku mengacung makin keras. Setelah memastikan tidak ada bagian yang belum dijilati olehnya, barulah Hani memasukkan kontolku ke mulutnya.

"Urghh..." desahku ketika Hani mulai memasukkan kontolku ke mulutnya.

Kontolku baru masuk setengahnya, dan sepertinya mulut Hani sudah tidak kuat menampung lebih jauh lagi. Hani pun mulai menaik-turunkan kepalanya.

"Chlokhh... Chlokhh..."

"Urghh... Sayangg masukkin lebih dalemm dongg... Hhh.." pintaku dikala aku mendesah nikmat.

"Chlokhh... Chlokhh... Ihhh udah nggak muattt... Chlokhh... Chlokhh..." balasnya yang kemudian lanjut menyepong kontolku.

Sudah 10 menit Hani menyepong kontolku, dan aku yang sudah puas melepas kontolku dari kuluman Hani. Akupun berdiri dan mengangkat badan Hani, kemudian aku mendudukkan Hani di kursi yang kududukkan tadi dan membuka pahanya lebar-lebar.

"Aku jilatin yah" ucapku ke Hani meminta izin untuk menjilati memeknya.

"Emang nggak ji... UMMHH" balas Hani yang terpotong karena dia kaget memeknya tiba-tiba dijilati.

"Slrpp... Slrpp..."

Selama aku menjilati memek Hani, jempolku kugunakan untuk memainkan klitorisnya hingga Hani makin menjadi gelinjangan.

"UHHH.... IYAHH... ENNAKKK..." desah Hani dengan suara kencang.

Tak butuh waktu lama bagiku untuk membuat Hani mencapai orgasme pertamanya, dan ketika Hani mencapai orgasmenya, kedua kakinya yang dinaikkan ke bahuku menjepit kepalaku yang membuat cairan kenikmatannya harus kutampung dengan mulutku.

"UHHH... AKUU KELUARRRR..." jerit Hani ketika dia mencapai orgasmenya.

Setelah Hani melepas jepitannya, aku langsung berdiri dan menggendong tubuh Hani dan menghempaskan tubuhnya ke kasurku. Akupun langsung membuka pahanya lebar-lebar dan mulai berusaha memasukkan kontolku kedalam lubang nikmatnya. Aku mulai memposisikan kontolku di depan memeknya dan setelah pas, aku memasukkan senjataku pelan-pelan hingga akhirnya masuk sepenuhnya.

"Ummhh..." lenguh Hani ketika aku memasukkan kontolku.

Aku mulai menggoyang memeknya pelan, dan kini Hani menaikkan kakinya ke pundakku.

"Uhhh... Sayanggg... Lebih cepettt..." pinta Hani yang diselingi dengan desahan nikmat.

Akupun mulai mempercepat genjotanku, dan kedua tanganku kugunakan untuk meremas-remas payudara Hani yang membuat Hani mengerang makin kencang.

"AHHH... ENAKK SAYANGG... UHHH TERUSSS... AHHHH..." jerit Hani yang terlena dengan kenikmatan yang dia rasakan.

"PLOKK... PLOKK... PLOKK..."

Hani membuka jubahnya, dan kini Hani hanya mengenakan jilbab dan handsock nya. Hani kini juga melipatkan kakinya di leherku dan tanganku kumasukkan ke mulut Hani. Hani yang memahaminya pun langsung menjilati tanganku dan menghisap-hisapnya.

Aku terus menggenjot memeknya dan Hani sepertinya akan kembali mencapai orgasmenya.

"Umfffhh... Sayang... Akuu... Akuu keluarrr.... AHHH..." jerit Hani ketika dia mencapai orgasmenya.

Aku menghentikan genjotanku dan cairan orgasme Hani mengguyur kontolku. Aku membiarkan Hani untuk beristirahat sejenak.

"Hhh... Hhh... Sayangg... Ayokk lanjutinnn..."

Tanpa menjawab perkataannya, aku lanjut mengentoti memek Hani di posisi ini. Aku memulai dari genjotan pelan dan kutingkatkan kecepatan ku perlahan.

"Plokk... Plokk... Plokk..." suara selangkangan kami yang menggema di kamarku.

"Ahhh... Sayangg... Terussss... Uhhh... Enakkkk...." desah Hani kenikmatan.

Akupun kini mulai menciumi bibir Hani sambil tetap menggenjot memeknya, dan tanganku berada di payudaranya.

"Ccupphh... Ccupphh... Ummhh... Ccupphh...."

Sudah 20 menit aku menggenjot memek Hani, dan Hani sudah akan mencapai orgasme ketiganya.

"AHHH... SAYANGGG.... AKKUUU MAUU KELUARR LAGIII..." jerit Hani.

"Hhhh... Iyahhh... Akuu jugaaa dikitt lagiii..." balasku yang juga merasa pejuku berada di ujung tanduk.

Aku mempercepat genjotanku dan Hani menjadi makin gelinjangan hingga akhirnya Hani mencapai orgasme ketiganya.

"AHHH AKUU KELUARRR" jerit Hani ketika mencapai orgasmenya, dan aku langsung mencabut kontolku hingga cairannya membasahi sprei di kasurku.

Aku mulai mengocok kontolku, namun Hani langsung menarik tanganku jauh-jauh dan membuat dia yang mengocok kontolku dengan tangannya. Sensasi yang kudapat ketika Hani mengocok kontolku dengan tangannya yang masih menggunakan handsock membuatku menjadi cepat keluar.

"Uhhh akuu keluarrr" lenguhku ketika aku ejakulasi.

Pejuku tertampung di perut Hani yang mulus dan rata, dan ketika pejuku sudah keluar semua, aku memindahkan tubuhku hingga kontolku berada di depan wajah Hani dan Hani langsung menjilati kontolku membersihkan peju yang tersisa.

"Slrpp... Slrpp..."

Setelah kontolku bersih dari peju, aku langsung beranjak mengambil tisu dan membersihkan peju yang ada di perut Hani dan setelah bersih, aku langsung membaringkan badanku disamping Hani yang sudah membuka jilbabnya.

"Hhh... Akhirnya kamar kamu debut buat kita jadiin tempat seks... Hhh..." ucap Hani dan kita berdua tertawa.

Kami berdiam di posisi ini tidak begitu lama karena kami mulai kedinginan karena AC. Aku langsung menarik selimut untuk menutupi tubuh kami berdua, dan kami cuddling sampai akhirnya kami tertidur.

----

Aku terbangun jam 5 sore, dan kulihat Hani sudah terbangun dan sepertinya dia sudah mandi. Kulihat Hani mengenakan kaus panjang yang dia ambil dari lemariku dan celana legging yang sepertinya dia bawa dari rumah sedang duduk di kursi belajarku sambil menonton TV.

"Hoamm... Kamu udah mandi, Han?" tanyaku yang masih mengumpulkan nyawa.

"Ehh akhirnya bangun, udah kok, udah sholat juga. Kamu mandi sana, udah jam segini loh" balas Hani yang menyuruhku untuk segera mandi dan sholat.

Akupun langsung beranjak ke kamar mandi di kamarku untuk mandi wajib, dan setelah aku mengenakan pakaian aku langsung beranjak sholat.

Saat aku merapikan sajadah dan sarung, aku mendengar ada suara orang yang sedang mengobrol di lantai bawah.

"Lagi ada siapa, Han? Kaya ada yang ngobrol di ruang tamu" tanyaku.

"Loh aku ngga tauu, tadi pas aku bangun turun ke kamar Bella cuma ada Bella sama temen-temennya" jawab Hani.

Akupun langsung beranjak ke ruang tamu di lantai bawah, dan kulihat ternyata ada Bella dan gurunya, serta ada ayah yang tidak mengabari kalau ayah sudah pulang dari Inggris.

"Loh, ayah?" tanyaku kebingungan.

"Kenapa, kak? Kamu kayak kaget banget ayah pulang" balas ayah tersenyum.

"Ya gimana ngga kaget? Ayah nggak ngabarin sama sekali" balasku saat aku menyalimi tangan ayahku.

"Hahahaa, ayah kira kamu bakal meluk papah sambil nangis-nangis kaya adek kamu pas papah pulang" ucap Ayah sambil tertawa, dan setelah itu Hani ikut turun kebawah dan setelah bersaliman, aku dan Hani pergi keluar untuk membeli jajanan.
--
(malamnya)

Hani memutuskan untuk menginap di rumahku, namun kali ini karena ada ayah, Hani tidak berani untuk tidur bersamaku di kamarku dan Hani tidur di kamar tamu. Kamar tamu ini tadinya merupakan gudang, namun Mamah memutuskan untuk merubahnya menjadi kamar yang nantinya akan dijadikan kamar untuk pembantu ketika aku dan Bella sudah berangkat kuliah.

Saat ini Bella sudah kembali masuk kedalam kamarnya dan seperti biasa dia hanya keluar kamar ketika dia perlu. Aku dan Hani sedang menonton TV di ruang TV, dan Ayah dan Mamah sedang berbincang di ruang tamu. Aku tidak mendengar jelas apa yang mereka bincangkan, namun sepertinya ini percakapan yang serius. Tak lama kemudian, Mamah menghampiriku.

"Kak, ayah ingin ngomong sama kamu" ucap Mamah.

Mamah kemudian duduk di samping Hani dan mereka berdua menonton TV, sedangkan aku langsung beranjak duduk disamping Ayah.

"Kenapa, yah?" tanyaku saat aku duduk disamping Ayah.

"Kak, kayaknya kita harus pindah" jawab Ayah.

"Loh, kok tiba-tiba banget, yah? Kenapa?" balik tanyaku yang kebingungan.

"Jadi, Ayah dimutasi dari kantor Ayah ke Indonesia lagi, dan Ayah dapet dua pilihan mau pindah kemana, Kota Benteng sama Kota Seribu Sungai" jawab Ayah menjelaskan.

"Terus Ayah pilih yang mana?"

"Jelas 'kota Benteng', kan nggak jauh-jauh banget dari sini, Ayah udah beli rumah disana, jauh lebih gede dari rumah kita sekarang" balas ayah melanjutkan.

"Ayah kenapa tiba-tiba banget, sih?" tanyaku yang mulai kesal.

"Ya maaf, kak. Ayah tadinya mau surprise-in kamu, Mamah, sama Bella. Mamah tadi juga kaget, cuma denger penjelasan ayah, Mamah juga akhirnya paham. Kak, mungkin ini juga bisa jadi faktor buat mulihin Bella dari kejadian kemaren" jawab Ayah yang berusaha menenangkanku.

"Ngga gitu, Ayahh. Ayah nggak bisa expect kalo kita bertiga bakal seneng di surprise-in begini, ini kan nyangkutnya ke kita semua bakal pindah ke tempat yang bahkan kita nggak tau bakal gimana kondisinya, bahkan kita aja nggak dikasihtau bentukan rumahnya gimana" balasku yang membuat Ayah terdiam sebentar.

"Iya, kakak. Maafin ayah. Ayah nggak mikir sampe sejauh itu" ucap Ayah.

"It's okay, pah. Terus nasib rumah ini gimana?"

"Ya harus kita jual" balas Ayah yang membuat emosiku kembali terpancing.

Aku tidak ingin rumah ini dijual. Ayah dan Bunda membangun rumah ini dari nol, hingga akhirnya bisa menjadi rumah yang meski tidak terlalu besar dan mewah. Banyak juga kenangan di rumah ini dengan Bunda yang membuatku merasa berat jika rumah ini harus dijual. Seolah rumah ini adalah satu-satunya tempat dimana aku bisa merasakan keberadaan Bunda sangat dekat denganku meski kini Bunda sudah beristirahat dengan tenang.

"Ayah kenapa kayak gampang banget ngomong rumah ini bakal dijual? Ayah sama Bunda ngebangun rumah ini dari nol sampe jadi rumah ini, terus ayah dengan senang hati ngejual rumah ini? Kenapa yah?" tanyaku yang sudah kesal hingga aku berdiri dari dudukku.

"Kak, dengerin ayah dulu. Bagaimanapun juga, ayah masih harus punya uang pegangan untuk bayar kuliah Bella dan buat kamu juga" balas Ayah yang ikut beranjak dari duduknya.

"Kalo gitu kenapa nggak Ayah kerja PP aja?"

"Kak, ayah udah nggak semuda dulu, ayah udah nggak kuat kalo harus PP tiap hari, ayah paham kalo kamu nggak mau rumah ini dijual karena rasa sayang kamu sama Bunda, tapi ini jalan yang terbaik bagi kita semua, tolong ngertiin perasaan ayah juga, kak" balas Ayah yang sepertinya juga sudah mulai emosi.

"Kan pasti ada alternatif lain Yah selain Ayah harus ngejual rumah ini, Ayah kan juga bisa ngontrak rumah atau apartemen disana terus pulang tiap weekend, kalo begitu caranya Ayah nggak perlu ngejual rumah ini, kan?" jawabku mengusulkan salah satu solusi, namun ternyata Ayah malah menjadi sangat emosi dan membentakku.

"Terus kamu tega Ayah sama Mamah sendirian pas kamu sama adek kamu berangkat kuliah?!? Kamu tuh bener-bener ya dari dulu, selalu aja egois!!" bentak Ayah yang membuatku makin emosi juga.

"AYAH MAU NGOMONGIN EGOIS?!? SEKARANG JAWAB AKU SIAPA YANG LANGSUNG PINDAH KERJA KELUAR PULAU SETELAH BUNDA MENINGGAL DAN NITIPIN AKU SAMA BELLA KE BABYSITTER, JAWAB YAH!!" balasku yang mulai terbawa suasana, dan kulihat ternyata Hani dan Mamah menontoni aku dan Ayah.

"Udah, Han. Kita ke kamar Bella aja, yuk" ucap Mamah pelan dan kemudian Hani dan Mamah langsung pergi ke kamar Bella.

Ayah tidak menjawab pertanyaanku, namun tiba-tiba Ayah menamparku sangat kencang.

"*PLAKK!!...* Ayah salah dimana sih sampe ngedidik kamu jadi anak yang kurang ajar gini?" ucap Ayah pelan.

"Satu-satunya kesalahan fatal Ayah dalam ngebesarin aku dan Bella adalah ninggalin kita berdua disaat kita perlu banget kasih sayang dari Ayah semenjak Bunda udah nggak ada" balasku dan kemudian aku langsung beranjak ke kamarku.

Aku berdiam diri di kamarku cukup lama hingga aku mulai kembali tenang, dan tak lama kemudian Mamah dan Hani datang ke kamarku.

"Kak, kamu nggak papa, kan?" tanya Mamah kepadaku.

"Nggak papa kok, Mah" balasku tersenyum yang membuat Mamah ikut tersenyum.

"It's okay, sayang. Jangan terlalu dipikirin. Mungkin ayah kamu juga ada benernya, mungkin dengan kamu pindah, Bella juga bisa cepet ngelupain kejadian itu" ucap Hani yang kini sudah duduk disampingku dan mengelus-elus pundakku.

"Hani bener, kak. Mamah paham kalo kamu kesel, dan Bella juga kayaknya punya rasa yang sama kayak kamu. Tapi mungkin ini jalan yang terbaik, kasian Ayah juga yang berusaha buat bikin kalian bahagia sekeras mungkin, jadi coba jangan pikirin keputusan ini dari pandangan kamu doang, yah? Pandangan kamu nggak salah, tapi bukan berarti pandangan Ayah dalam situasi ini salah" ucap Bunda melanjuti perkataan Hani.

"Aku paham perasaan Ayah kok, Mah. Tapi aku masih berat banget buat ngejual rumah ini, cuma ini tempat dimana aku bisa merasa kehadiran Bunda deket banget sama aku" balasku yang membuat Mamah terdiam.

"Lagipula, aku nggak siap kalo aku harus jauh dari kamu, Adi, Rama, dll" lanjutku ke Hani.

"Hihh jarak kita nggak jauh kokk, ketimbang kota Benteng doang kayaknya sejam juga nggak nyampe dari rumah aku" balas Hani.

Memang meski Hani tinggal di ibukota, Hani tinggal di pinggiran ibukota sehingga jaraknya tidak terlalu jauh dengan tempat aku tinggal. Jaraknya tidak dekat, namun tidak sejauh itu. Namun jika aku pindah ke kota Benteng, jarak antara aku dan Hani akan menjadi beberapa kali lipat.

"Udahh kak, intinya sekarang kita dukung keputusan ayah dulu aja, baru kita pikirin lagi nanti gimana kedepannya, okeh?" ucap Mamah berusaha meyakinkanku.

"Bener kata Mamah, sayang. Everything will be just fine, ccupphh" ucap Hani yang kemudian mencium pipiku.

"Hayoo Hani bandel yah nyium-nyium" ledek Mamah ke Hani.

"Eheheeh, maaf tante, biasanya malah Bayu yang nyium aku duluan" balas Hanj yang membuat aku dan Mamah tertawa.

"Aduhh anak Mamah bandel, nih. Yaudahh udah malem, ayo tidur" ajak Mamah dan kemudian Hani mencium pipiku sekali lagi.

"Ccupphh... Good night, sayang" ucap Hani dan kemudian Hani dan Mamah beranjak keluar kamarku.

--

Sudah satu jam semenjak argumenku dengan Ayah tadi, dan sepertinya yang lain sudah tertidur. Aku beranjak keluar dari kamarku dan aku menuju ke kamar tamu yang selantai dengan kamarku, dan aku melihat Hani sedang tertidur pulas. Aku tidak ingin mengganggu Hani yang sedang tertidur, dan aku langsung beranjak kebawah. Saat aku menuruni tangga, kulihat Bella akhirnya keluar dari kamarnya dan kini dia sedang menonton TV.

"Dek? Kamu kok nggak tidur?" tanyaku ke Bella.

"Belom, kak. Kakak juga kenapa nggak tidur?" balik tanya Bella.

"Kakak lagi kepikiran sesuatu, dek" balasku dan aku langsung beranjak duduk disamping Bella.

Selama kami menonton TV disini, Bella selalu menyandarkan tubuhnya ke tubuhku dan kepalanya dia taruh diatas pundakku. Kami tidak banyak bicara sebelumnya, jadi aku memutuskan untuk membuka topik.

"Akhirnya kamu mau keluar kamar juga, dek" ucapku sambil mengelus-elus kepala Bella.

"Hehehe, iya, kak. Entah kenapa aku dari kemaren selalu lemes kalo mau keluar dari kamar aku, jadi aku kayak nggak bisa ngapa-ngapain. Maaf yah udah bikin kakak khawatir" balas Bella.

Kami kembali terdiam sebentar sebelum akhirnya Bella kembali memulai pembicaraan.

"Kak"

"Kenapa, dek?"

"Ayah nggak ngelakuin hal yang salah kok dengan ngajak kita pindah" ucap Bella yang kini menatap wajahku.

"Jadi kamu denger apa yang kakak sama Ayah omongin?" tanyaku.

"Iya, kak. It's okay, Bunda nggak bakal marah sama Ayah kok kalo Bunda masih ada disini sekarang, karena tujuan Ayah juga ingin buat kita bahagia" jawab Bella.

"Mungkin emang cara Ayah salah, tapi Ayah cuma ingin bikin kita bahagia dengan caranya, jadi tolong kakak jangan marah sama Ayah lagi, ya?" lanjut Bella sambil mengelus-elus pahaku.

"Kakak nggak marah kok, kakak cuma kesel aja. Cuma kakak masih nggak kuat dek kalo rumah ini harus dijual. Kakak selalu ngerasa Bunda ada sama kakak selama kakak ada di rumah ini" jawabku ke Bella dengan alasan yang sama saat aku berbincang dengan Ayah dan Hani.

"Bunda pasti bakal selalu ada di deket kakak kok, selama kakak yakin kalo Bunda masih ada di dalam hati kakak" balas Hani singkat yang membuatku tersadar.

Aku tidak menjawab perkataan Bella, namun aku hanya mencium keningnya, dan setelah aku mencium keningnya, Bella langsung memeluk tubuhku dan aku merangkulnya.

"Hhhh andai kamu bukan adek kakak, pasti dari dulu udah kakak pacarin" ucapku yang membuat Bella tersenyum.

"Kak"

"Kenapa, dek?"

"Aku boleh cium kakak, nggak?" tanya Bella.

"Loh, Boleh kokk. Tadi aja kakak nyium kamu, kamu nggak marah" balasku yang membuat Bella tersenyum.

"Ccupphh... Aku sayang kakak" ucap Bella setelah dia mencium pipiku.

"Kakak juga sayang kamu, dek" balasku sambil mengelus-elus kepalanya.

"Aku boleh cium kakak lagi, nggak?" tanya Bella.

"Bolehh kok, santai ajaa"

"Tapi bukan di pipi lagi, mau pindah tempat" ucap Bella.

"Emang mau cium dimana, sih?" tanyaku sambil menundukkan kepalaku, karena aku mengasumsikan kalau Bella ingin menciumku di kening, namun....

"Ccupphh..."

Bella malah mencium bibirku, dan kami mulai berciuman. Ciuman ini tidak bertahan lama karena aku langsung mencabut ciumannya.

"Hhhh... Kakak nggak nge-expect kalo kamu bakal nyium bibir kakak" ucapku saat aku mencabut pagutanku.

"Ehehehe, kakak nggak marah, kan?" tanya Bella.

"Nggak, kok. Kakak nggak expect aja" balasku memastikan kalau aku tidak marah.

Bella tidak mengatakan apa-apa, hanya tsrsenyum melihatku. Kami bertatapan saling senyum, tapi entah kenapa, kepala kami berdua seperti kembali berdekatan. Makin dekat, sangat dekat, dan kami kembali berciuman.

Ini sangat salah, namun entah kenapa, tidak ada yang ingin menyudahi ciuman ini diantara kami berdua, dan kami malah berciuman makin mesra. Tanganku kini berada di kepala Bella, dan Bella memeluk tubuhku.

"Ccupphh... Ccupphh..."

Kami terus berciuman, dan Bella menarik tubuhku hingga kini Bella terbaring di sofa dan aku berada diatasnya. Kami tidak melepaskan ciuman kami berdua, dan tanganku kuturunkan ke payudara Bella dan meremasnya dengan lembut.

"Ccupphh... Ahh kakkk... Ccupphh..." desah Bella ketika aku meremas payudaranya dari luar piyamanya.

Kami berciuman cukup lama, dan meski aku benci untuk mengatakan kalau aku menikmati ciuman ini, ini merupakan hal yang tidak seharusnya terjadi. Akupun melepas ciumanku sebelum kami terjatuh lebih dalam.

"Ccupphh... Hhh... Udahh ya dekk, jangan terlalu jauhh..." ucapku ketika aku melepaskan ciumanku.

"Kenapa kak???" tanya Bella yang kebingungan.

"Kalo kita lanjutin, apa bedanya kakak sama Derrick kalo gitu? Kakak nggak beda jauh sama Derrick kalo kita lanjutin" jawabku menjelaskan ke Bella kalau aku tidak ingin menjadi seperti Derrick.

"Bedanya adalah, kakak ngelakuin ini karena sayang, bukan kayak Derrick yang cuma ingin muasin nafsu dia" jawab Bella.

"Kakak rasa kayaknya bukan kaya gini deh rasa sayang yang harusnya kakak kasih ke kamu" balasku yang membuat Bella tersenyum.

"It's okay, kak. Aku juga nggak keberatan kok" balas Bella yang membuatku makin bingung.

"Kenapa?"

"Aku juga nggak tau kenapa, tapi rasanya kalo kakak yang ngelakuin ini, aku ngerasa rasa sayang kakak yang lebih dalam ke aku" jawab Bella yang membuatku terdiam, dan Bella kini mengelus-elus pipiku.

"Makasih ya kak, udah selalu ada buat aku dan sayang sama aku" ucap Bella kepadaku, kemudian Bella menarik kepalaku dan kami kembali berciuman sejenak.

"Ccupphh... Aku sayang kakak" ucap Bella setelah dia melepaskan pagutannya.

"Kakak juga sayang kamu, dek. Udah sekarang kamu tidur, yah, udah malem" balasku.

"Umm... Kak, boleh minta cium lagi, nggak?" tanya Bella kepadaku.

"Jangan sekarang, yah. Udah malem dek, kamu perlu istirahat" jawabku, namun aku mencium kening Bella.

"Makasih ya, kak"

"Samasama, dek"

"Gendong aku ke kamar dong kak, ehehehe" pinta Bella.

Aku hanya bisa tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepala, namun aku tetap menggendong Bella ke kamarnya dan membaringkan tubuhnya di kasur.

"Good night, kak"

"Good night, dek. Mimpi indah yah" balasku sambil mengelus-elus kepalanya.

Bella memejamkan matanya, dan aku langsung beranjak ke kamarku. Aku langsung membaringkan tubuhku di kasur namun aku tidak langsung tertidur melainkan merenung sejenak.

What the fuck just happened?

-To be Continued-
Lanjutkan hu
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd