CHAPTER 15: (Fafa) Where it all begins.
Jujur di dalam hatiku masih ada perdebatan kuat apakah aku akan benar - benar membiarkan pria lain selain kak Reza menyentuh tubuh ku. Memang kalau dibandingkan dosaku yang berselingkuh dengan Bobby, ini bukan apa - apa. Walau membayangkan orang yang belum ku kenal sama sekali dengan leluasa bisa menyentuh seluruh tubuh ku.
Namun entah bagaimana caranya kak Reza bisa membuatku menyetujui permintaan gila nya, mungkin karena rasa bersalah ku yang cukup besar terhadap kak Reza juga mengambil andi dalam bagaimana aku mengambil keputusan ini. Belum lagi birahi ku yang sedari tadi meletup - letup dibuat oleh kak Reza. Sebenernya aku agak kecewa karena nafsu ku tidak sepenuh nya terlampiaskan gara - gara kak Reza sudah keluar dua kali dengan sangat cepat, tidak seperti biasanya.
“Tok Tok Tok” suara ketukan pintu memecahkan lamunan ku, Kang Enday sudah sampai di depan pintu. Aduh aku baru sadar kalau saat ini aku hanya memakai bra dan celana dalam.
“Aduh Fa, nanti si tukang pijat itu bakal mengira kalau kamu tuh Wanita murahan kalau dia ngeliat kamu kayak gini!” . Maki ku kepada diriku sendiri dalam hati.
Aku lalu mengambil nafas panjang dan setelah mengumpulkan cukup keberanian aku membuka pintu itu sambil menyembunyikan tubuh ku di balik pintu.
“Kang Enday?” sapa ku pelan dan malu - malu.
“Iya teh saya Enday, salam kenal” sapa pria ganteng di depan ku itu sambil menjulurkan tanganya. Pria tersebut memkai kaus putih tak berlengan, celana boxer pendek, dan sendal jepit.
Aku menyambut salam nya dan dapat merasakan tangan nya yang lembut tidak seperti tangan kak Reza ataupun Bobby. Mata ku tak bisa lepas dari wajahnya yang ganteng, kulitnya putih banget dan rambutnya lurus tersisir kebelakang. Tubuh nya tegap dan tanganya terlihat kekar dengan otot yang padat.
Aku tak sadar sudah berapa lama aku menatap wajahnya karena baru kali ini aku melihat cowok seganteng ini di depan mataku.
“Ehm.. punten teh, tangan saya boleh dibalikin ga?” celetuk Kang Enday sopan.
“Eh..eng.i..iya” jawab ku gelagapan melepas tanganya secara cepat. Muka ku langsung merah padam saking malunya.
“Emm.. sebentar ya kang” aku lalu menutup kembali pintu itu sebelum kang Enday dapat merespon. Aku segera menyandarkan punggung ku ke pintu dan menutup wajah ku dengan ke dua telapak tangan ku.
“Aduh Fa malu - maluin banget sih” aku kembali memaki diri ku sendiri dalam hati. Entah kenapa jantung ku berdetak kencang. Wajah ku mendadak terasa panas, aku merasa malu bertingkah bodoh seperti tidak pernah melihat cowok ganteng dalam hidupku.
Aku lalu berlari ke arah kamar dan Kak Reza terlihat sedang meminum segelas air putih.
“Udah dateng orang nya Fa?” tanya kak Reza sambil menyeka air dari mulut nya yang basah.
“Udah kak dia nunggu di depan” jawab ku sambil berjalan ke arah kasur.
“Loh kok gak kamu suruh masuk?” tanya kak Reza keheranan sambil berjalan ke arah pintu kamar tidurnya.
“Malu kak.. Kaka aja gih yang nyuruh masuk” pinta ku.
“Dasar ya udah tunggu bentar” Kak Reza lalu pergi menghilang dari pandangan ku untuk menghampiri kang Enday.
Seketika itu juga jantung ku kembali berdebar kencang, aku kembali meragukan diri ku sendiri apakah mental ku siap untuk melakukan ini. Memang aku dan Bobby sempat having sex, tapi itu karena aku khilaf bebeda dengan sesi pijat ini di mana aku memiliki penuh kesadaran dan akal sehat ku berfungsi dengan baik. Aku kembali berdebat dengan diri ku sendiri, aku berfikir mungkin aku masih sempat untuk membatalkan kegiatan ini kalau ak ngomong ke kak Reza. Baiklah sepertinya aku batalkan saja kegiatan gila ini sebelum terlalu jauh.
Namun terlambat, belum sempat aku beranjak dari kasur Kak Reza dan Kang Enday sudah melangkah masuk ke dalam kamar.
“Kenalin Kang ini namanya Fafa” ujar kak Reza mempersilahkan kang Enday berkenalan dengan ku.
Muka ku merah padam seketika, aku segera mencoba menutup tubuh ku dengan ke dua tangan ku.
“Oh iya a Reza, tadi udah kenalan di depan cuman teh Fafanya tiba - tiba masuk lagi haha” ujar kang Enday tertawa memperlihatkan giginya yang berbaris rapih. Senyum nya ganteng sekali, jantung kembali berdebar - debar seperti orang yang jatuh cinta pada pandangan pertama. Hush.. aku mencoba menghapus pikiran aneh itu dari kepala ku.
“Hmm jadi ini gimana ya kang biasanya?” tanya kak Reza kikuk.
“Oh ya terserah A Reza sama teh Fafa, mau mulai sekarang boleh atau ngobrol - ngobrol dulu juga boleh. Santai aja biar gak tegang” ujar Kang Enday ramah.
“Sok duduk dulu atuh kang saya ambilin minum” ujar kak Reza mempersilahkan kang Enday duduk.
Kang Enday lalu duduk di kursi di depan meja belajar kak Reza yang terletak persis di samping kasur kamarnya.
Kang Enday duduk sedikit menyender dengan menaruh tanganya di atas sandaran tangan kursi tersebut. Kaki di selonjorkan sedikti mengangkang, celana pendek yang di kenakan membuat aku bisa melihat jelas otot paha dan betisnya yang kekar. Mata ku tanpa sadar memperhatikan tubuh kang Enday dari atas sampai bawah dan menelan ludah ku. Bayangan - bayangan yang tak seharusnya terpikirkan oleh ku muncul di otak ku.
“Oh gak usah makasih nanti aja” tolak kang Enday.
Kak Reza lalu berjalan ke arah kasur dan duduk di samping ku.
“Ini A Reza sama Teh Pacaran suami istri atau pacaran?” tanya kang Enday.
“Masih pacaran kang, masih lama nikah mah kan Fafa juga masih SMA” jawab kak Reza.
“Oh kirain, cocok banget kalian. Cakep sama Cantik hahah” Puji Kang Enday Ramah sambil matanya melihat - lihat ke seluruh sisi kamar Kak Reza. Sifat Kang Enday yang cuek walaupun ada aku di situ dengan hanya memakai bra dan celana dalam membuatku rasa ketidak nyamanan ku dan malu ku berangsur - angsur hilang.
“Udah sering a Jadi tukang Pijet buat pasangan begini?”” tanya kak Reza berbasa - basi.
“Oh lumayan a, sebenernya saya dulu jadi terapis pijat normal cuman kadang ada pelanggan yang minta lebih” ujar kang Enday ramah, wajah nya terus dihiasi oleh senyuman yang ganteng.
“Oh.. enak atuh A hahaha” ujar Kak Reza.
“Ya ada enaknya ada gak enaknya A. Seringnya dapet yang ibu - ibu gitu, tapi karena bayarannya oke ya udah saya ambil” jawab kang Enday sambil tertawa kecil.
“Aduh ada biaya ya Kang? Saya pikir teh engga bayar gitu” wajah Kak Reza terlihat khawatir.
“Oh santai a, saya mah kalo yang di forum cuman buat fun aja dan ngebantu sesam anggota forum lain. Apalagi cewek nya secantik teh Fafa gini mah saya ga enak minta bayaran” puji kang Enday sambil membenarkan posisi duduknya.
Aku mendengar pujian kang Enday tadi jadi menunduk tersipu malu, tak sadar tangan ku sudah tak lagi menutupi area dada ku dan posisi duduk ku sekarang jauh lebih rileks dari sebelumnya.
“Hmm.. gimana mau mulai sekarang Fa?” tanya kak Reza tiba - tiba.
Mendengar itu aku langsung gelagapan, celingak - celinguk melihat ke arah kak Reza dan kang Enday dengan muka agak panik.
Kang Enday tertawa melihat tingkah ku, membuat ku kembali menunduk malu.
“Masih malu ya teh Fafanya, maklum sih pertama kali. Kalo mau ngobrol - ngobrol dulu boleh” ujar kang Enday ramah.
Aku mengangguk malu - malu.
“Punteun ya kang, kita masih pertama kali jadi gak tau harus gimana. Pernah dapet yang malu - malu gitu gak kang?” tanya kak Reza.
“OH banyak atuh A, da biasanya yang pertama kali emang susah apalagi buat ceweknya. Keliatan ya teh Fafa emang pemalu ya orang nya?” tanya kang Enday sambil menatap ke arah ku.
Aku mengangguk pelan tak berani menatap mata kang Enday lama - lama dan kembali menunduk ke bawah.
“Kalo gitu biasnya gimana kang? Soalnya saya juga gak mau maksa Fafa kalo dia belum siap” ujar Kak Reza sambil mengelus punggung ku.
“Hmm..biasanya sih saya sama ceweknya berduaan dulu di kamar A, ngobrol aja gitu berdua sambil cari chemistry” ujar kang Enday wajah nya menjadi agak serius.
“Maksudnya saya gak ada di ruangan gitu kang?” tanya kang Reza agak kurang setuju.
“Iya a Reza, tenang aja nanti pas udah mulai A Reza dipanggil kok” ujar Kang Enday menenangkan kak Reza.
“Hmm gimana Fa? Mau coba cara kang Enday? Aku keluar kamar dulu ya? Ga apa - apa kan?” tanya Kak Reza.
Aku langsung agak panik, ku tunjukan ke tidak setujuan ku kalau kak Reza harus keluar kamar dan meninggalkan ku berduaan saja dengan kang Enday. Kak Reza nampaknya sadar akan hal itu kemudian mengelus pipi ku.
“Tenang aja Fa, kamu berhak minta berhenti kapan pun tapi please kita coba dulu ya” ujar kak Reza.
Aku melirik sebentar ke arah kang Enday yang sedari tadi terus memperhatikan ku, lalu aku mengangguk lemas.
“Ya udah kang saya keluar dulu ya sekalian beli roko” ujar kak Reza.
Aku segera memegang tangan kak Reza yang beranjak berdiri dari kasur, Kak Reza menghentikan langkah nya dan menatap ke arah ku dengan tatapan penuh kasih sayang.
“Aku cuman bentar kok sayang, nanti kalau ada apa - apa tinggal panggil aja” ujar kak Reza.
Aku pun melepaskan tangan kak Reza dari genggaman ku secara perlahan dan hanya bisa menatap keluar dari kamar ini dan menutup pintu.
Tak lama Aku mendengar suara motor Kak Reza pergi menjauh. Setelah suara motor kak Reza tak lagi terdengar, kang Enday berdiri dari kursinya dan duduk di samping ku, jaraknya sangat dekat hingga pundak dan paha kami bersentuhan. Aku bisa mencium wangi parfum nya yang maskulin, tubuhnya wangi. Jantung ku kembali berdebar - debar dan aku menunduk ke bawah.
“Tegang ya teh?” tanya kang Enday.
Aku hanya mengangguk tanpa melihat ke arah nya.
“Wajar kok itu mah.. Sok kita ngobrol - ngobrol dulu aja ya” ujar kang Enday ramah.
Aku kembali menjawab dengan anggukan.
“Teh Fafa sekolah di mana sih ngomong - ngomong? Tanya kang Enday membuatku terpaksa menjawab pertanyaannya.
“Pasundan 2 kang” jawab ku pelan.
“EH serius? Sama atuh saya dulu juga SMA di sana. Bu entin yang jualan bakso masih ada gak teh?” tanya Kang Enday antusias.
“Ma..masih kang” jawab ku perlahan melirik ke arahnya dirinya malu - malu.
“Wah dulu saya langganan tuh teh di bu entin” ujar Kang Enday.
“Eh iya? Langganan jajan bakso nya?” wajah ku kini menoleh sepenuh nya memandang ke arah kang Enday.
“Langganan ngutang maksudnya teh hahaha” ujar kang Enday.tertawa keras. Kang Enday ganteng kalo ketawa.
Aku mencoba menahan tawa ku, sambil menutup mulut ku dengan punggung tangan ku.
“Nah gitu atuh teh senyum, cantiknya keluar” ujar kang Enday.
Mendengar pujian kang Enday aku kembali tersipu dan menunduk malu.
“i..iya “ jawab ku malu - malu.
“Saya tau teteh mungkin tegang ya sekarang, tapi tenang aja teh saya bisa profesional kok gak bakal ngelakuin hal - hal yang teteh gak mau” ujar Kang Enday. Ntah kenapa mendengar kang Enday ngomong seperti itu membuat ku menjadi agak tenang.
“Sok kalo saya nanti taunya gak professional, teteh boleh getok saya deh” ujar kang Enday. Dengan suara lucu.
Mendengar itu aku menahan tawa ku.
“Bener ya, kalo aneh aneh aku boleh getok sekeras - kerasnya” kata ku sambil tersenyum licik.
“Eh aduh, salaah ngomong nih saya. Tau nya teteh orang nya suka kekerasan ya” goda kang Enday.
“Jadi gak boleh?” Aku langsung pasang muka cemberut pura - pura kecewa.
“Aduh jangan pundung, boleh kok boleh. Tapi jangan getok muka ya, aset soalnya nih haha” tawa kang Enday.
“Ih sok ganteng” aku mengerutkan kening ku sambil menatap kang Enday dengan wajah kesal.
“Hehe becanda teh, tapi sok teteh jujur ganteng ga saya teh?” tanya kang Enday tersenyum nakal.
Aku mendengus pura - pura kesal sambil menyilangkan tangan di depan dada ku.
“Iya.. dikit” kata ku sambil mencoba menyembunyikan senyum ku.
“Eh apa teh ga denger. Ganteng banget?” kang Enday medekat kan kuping nya ke arah ku berpura - pura tidak mendengar ucapan ku.
Aku lalu mendorong muka kang Enday dan mencubit perut nya gemas.
“Aduh aduh sakit teh” ringis kang Enday sambil memegang tangan ku. Aku jadi tertawa melihat kang Enday meringis kesakitan seperti anak kecil. Kang Enday pun ikut tertawa sambil memegang tangan ku.
Seketika itu juga tawa kami berhenti dan saling berpadangan, mata kami terkunci. Kang Enday ayng tinggi membuat ku harus agak sedikit mengangkat kepala ku untuk bisa melihat wajahnya. Sekilat terasa moment hangat yang familiar terasa di ruangan ini. Tanpa sadar wajah kami makin mendekat dan ujung hidung kami bertemu.
Tiba - tiba suara motor kak Reza terdengar, membuat aku dan kang Enday saling mundur agak menjauh. Aku kembali menunduk malu dan wajah ku memerah, jantung ku kembali berdebar cepat.
|
“Aduh Fa, kenapa sih gampang banget terbawa suasana!” batin ku dalam hati.
“Gimana teh udah siap? Mau coba sekarang?” tanya kang Enday pelan.
Aku terdiam sebentar, lalu mengangguk pelan sambil tersenyum simpul..
“Ya udah saya panggilin a Reza ya” Kang Enday beranjak dari kasur dan membuka pintu kamar memanggil kak Reza.
Jantung ku terus berdetak kencang seperti akan meledak, aku yang tadi mulai merasa tenang kembali menjadi gugup.
“Udah mau mulai nih a” ujar kang Enday sambil membuka pintu kamar.
“Oh udah? Ok Kang” saut kak Reza sambil mematikan rokok nya ke asbak dan melangkah masuk ke dalam kamar.
“Ini jadi nya gimana ya kang?” tanya kak Reza, dari wajahnya sepertinya kak Reza juga tidak terlalu yakin kalau dirinya siap melihat aku disentuh pria lain.
“Sok sekarang A Reza duduk di sini aja” kang Enday menyodorkan kursi ke depan kak Reza. Kak Reza lalu duduk di kursi tersebut dan kang Enday memutarkan kursi tersebut agar menghadap kasur.
“Nah sekarang seblum mulai saya mau nanya dulu, ada pantangan yang gak bole saya langgar gak nih a Reza atau teh Fafa?” tanya kang Enday sambil menepuk tanganya sekali.
“Saya sih gimana Fafa aja kang” ujar kak Reza sambil menunjuk ke arah ku dengan dagunya.
“Gimana teh Fafa? Apa aja nih yang boleh dan gak boleh saya lakukan?” tanya kang Enday menatap ku tajam.
“Eh..engg.. Yang pasti no sex sih” jawab ku agak gelagapan.
“Selain itu?” tanya kang Enday lagi
Aku berfikir keras, namun aku tak terfikirkan hal lain yang harus menjadi aturan main sesi pijat ini.
“Oke udah siap ya? Nanti kalo teh Fafa mau berhenti atau a Reza minta stop saya berhenti ya, tapi sebisa mungkin jangan menganggu proses pijat nya ya terutama a Reza. Biasanya cowok suka mendadak nafsu terus jadi pengen ikut mijet, nah saya gak bisa a kalo kayak gitu. Saya lebih suka mijet sendiri” ujar kang Enday.
“OKe kang deal” ucap kak Reza, terlihat dari wajah nya dirinya juga tegang.
“Teh Fafa udah siap?” tanya kang Enday berjalan mendekat ke arah ku.
Aku mengangguk.
“Sebelum mulai saya izin buka kaos sama celana saya, soalnya mau pake baby oil takut kecipratann.” ujar kang Enday.
Mendengar itu aku kaget, kenapa kang Enday harus telanjang juga. Belum sempat aku memprotes kak Reza sudah keburu mengizinkan kang Enday untuk melepaskan pakaianya.
Kang Enday lalu membuka kaos tak berlengannya dan menurung kan boxernya, duh untung saja ternyata Kang enday masi memakai celana dalam ketat berwarna hitam.
Badan kang Enday yang kekar dan perut six packnya terpampang dengan jelas. Gila, ternyata beneran ada orang dengan tubuh sesempurna ini. Belum lagi benda tumpul keras yang tersembunyi di balik celana dalam nya, yang nampak menonjol. Apa itu ukuran ketika batang kejantanan kang Enday sedang beristirahat? Kalo iya, aku ngeri membayangkan batang itu jika sudah berdiri tegak sepenuhnya.
Mata ku seperti terhipnotis tak bisa lepas dari menatap tubuh kang Enday.
“Sok teh Fafa, tengkurap aja dulu di kasur ya” pinta kang Enday.
Aku hanya bisa patuh dan menuruti permintaan nya.
Kang Enday lalu naik ke atas kasur dan kemudian berlutut dengan ke dua kaki ku di antara paha nya.
“Saya mulai ya teh” ujar kang Enday.
Mata ku langsung tertuju ke kak Reza yang memandang ku dengan tajam. Aku menggigit jari ku dan memejam kan mata ku menunggu kulit ku disentuh oleh tangan kang Enday.
“Saya buka tali BH nya ya Teh” kang Enday meminta izin.
“I..iya kang boleh” jawab ku gugup.
Aku bisa merasakan dengan samar jari kang Enday menyentuh kulit punggung ku dan terdengar bunyi tali BH ku yang terlepas. Seketika itu juga bulu kuduk ku berdiri semua.
“Saya olesin Baby Oilnya ya teh” kang Enday kembali meminta izin.
“Mhm.. iya kang” aku menggigit bibir ku ketika kang Enday menuangkan Baby oil tersebut ke atas punggung ku yang tak lagi terhalang oleh tali bra. Rasanya hangat, aku belum pernah merasakan sensasi seperti ini sebelumnya.
Kang Enday lalu melumuri Baby oil tersebut ke seluruh permukaan punggung ku, dengan ke dua telapak tanganya, setelah itu kang Enday menyeret telapak tangan nya ke atas dengan gerakan agak sedikit menekan untuk melumuri pundak ku.
“ Teteh bisa agak ngangkat dikit badannya? Beha nya mau saya lepas” izin kang Enday
Aku dengan patuh mengangkat tubuh ku sedikit dan membiar kan kang Enday menurun kan tali bra dari pundak ku lalu dengan lembut kang Enday melepas kani Bra ku dari tubuh ku.
“Sok teh tengkurep lagi” ujar kang Enday, sambil melempar bra ku ke lantai.
Aku pun menurut. Kang enday lalu lanjut melumuri baby oil tersebut ke seluruh bagian punggung ku dan juga pundak ku. Lalu tanganya dengan telaten memijat tangan ku.
“Teteh relax aja ga usah tegang” ujar kang Enday membungkukan tubuh nya dan berbisik ke telingaku. Aku bisa merasakan jendolan keras di area pantat ku, dan aku paham betul benda apa itu. Gila batang kemaluan kang Enday terasa sudah keras dan berat.
Kang Enday lalu memijat tengkuk ku dengan jempol nya sambil sesekali memijat lembut leher ku sembari mengolesi baby oil tadi.
Aku memejam kan mata ku karena aku mulai menikmati sedikit demi sedikit pijatan kang Enday. Setelah itu kang Enday menekan nekan sisi - sisi tulang belakang ku dengan jempolya, sambil sesekali tanganya memijat bagian samping tubuh ku. Aku bisa merasakan jari - jari nya yang panjang menyentuh bagian samping payu dara ku. Hal itu membuat ku mula terangsang, sekaligus takut membayangkan apa jadinya kalau tangan orang yang baru ku kenal ini menyentuh seluruh permukaan payu dara ku.
Kang Enday lalu menurunkan tanganya ke bawah dan memijat pinggang ku, sambil sesekali menaikan tanganya ke atas sehingga payu daraku tersentuh, seperti sengaja menggodaku.
Aku membenamkan muka ku ke bantal, aku malu tak berani melihat kak Reza. Aku memejam kann mataku dan mebayangkan kalo yang memijat ku saat ini adalah kak Reza untuk menenangkan diri ku.
Kang Enday tiba - tiba menurunkan tanganya dan memijat pantat ku, dan meremas - remas nya. Sesekali jempol kang Enday di selipkan masuk sehinggga menyentuh tipis bulu - bulu pubis dan bibir vagina ku.
“Mhhm…” aku mulai mendesah menahan geli.
“Sekel ya pantat nya teh Fafa A, sering olah raga ya teh?” tanya kang Enday.
Aku tak menjawab pertanyaan tersebut saking gugup dan malunya, rasanya aneh banget ada orang selain kak Reza yang memuji bagia tubuh ku.
Kang Enday lalu dengan telaten mulai memijat kaki ku, rasanya aliran darah ku mengalir semakin lancar karena saat ini rasa gugup ku berangsur hilang dan diri ku mulai tenang menikmati pijatan kang Enday di kaki ku.
Rasanya persis seperti pijat di tempat pijat normal, Kang Enday memang benar - benar ahli dalam memijat.
Kang Enday lalu mengangkat kaki ku sehingga kaki ku meneku ke belakang dan mulai memijat telapak kaki ku dan jari - jari ku.
“Gimana teh seger kan dipijet?” tanya kang Enday.
“I..iya kang” jawab ku pelan, duh rasanya tubuh ku semakin rileks. Tak lama kemudian kang Enday berpindah posisinya berlutut di samping ke dua kaki ku.
“Bagian belakang nya udah teh, bagian depan ya sekarang” ujar kang Enday.
Aku yang sedari tadi memejam kan mata langsung membuka mata ku dan menoleh ke arah kak Reza. Aku berharap kak Reza menghentikan sesi pijat ini, namun seperti dugaan ku kak Reza hanya mengangguk dan meminta ku membalikan badan ku.
Aku hanya bisa pasrah dan membalikan badan ku secara perlahan sambil satu tangan ku menutupi payu dara ku, lalu aku tidur terlentang dan kepala ku, ku taruh di atas bantal. Aku menoleh ke samping dan terliaht kang Enday tersenyum dengan ramah. Entah mengapa senyum ramah kang Enday membuat ku tak lagi gugup walau rasa malu ku belum sepenuhnya hilang.
Kang Enday lalu berpindah posisi dan berlutut di antara ke dua kaki ku.
“Jangan ditutup gini ya teh susah saya mijet nya” senyum kang Enday tiba - tiba memegang tangan ku yang kugunakan untuk menutupi payu dara ku dan menyingkirkan nya ke samping.
“Duh ranum bener teh Fafa ih susunya, ngegemesin” ujar Kang enday nakal.
Kang Enday lalu menumpahkan sisa Baby oil dalam botol kecil yang di pegang nya ke dada ku sampai - sampai baby oil tersebut tumpah sedikit ke kasur. Nafas ku mendadak menjadi tak teratur, pipi ku merah padam kembali. Puting ku mulai mengeras, dan badan ku menjadi tegang. Aku geli membayangkan apa yang akan dilakukan oleh kang Enday selanjutnya.
“Punten ya A Reza, teh Fafa nya saya pegang” kang Enday meminta izin ke kak Reza yang masih memandang ku dengan wajah bernafsu. Tangan kak Reza mulai mengelus ngelus batang penisnya dari balik celana yang dia kenakanan.
Kang Enday dengan perlahan menggunakan telapak tanganya mengoleskan baby oil tersebut keseluruh bagian Dada ku, bagian sisi telapak tangannya sesekali menyentuh puting ku yang sudah keras berdiri. Setelah itu kang Enday mulai mengoleskan sisa baby oil tersebut ke perut ku. Jari - jari kaki ku secara reflex menekuk karena menahan geli, aku menggigit jari jempol ku sedangkan tangan ku yang satu lagi meremas sprei kasur tempat ku bebaring ini.
Kang Enday lalu mulai melingkari payu dara ku dengan sisi - sisi telapak tanganya. Seluruh saraf - saraf ku sepertinya menjadi llebih sensitif, siaga penuh antisipasi karena Mataku yang terpejam membuatku tidak bisa menebak apa yang akan dilakukan oleh kang Enday selanjutnya.
Sedikit - demi sedikit area payu dara yang di sentuh oleh kang Enday semakin luas, aku pun menahan nafas karena jar- jari kang Enday mulai mendekati puting ku.
“Ahhhhh….MMhhhh”” Desahan keras terlepas dari mulut ku ketika jari telunjuk kang Enday menyentuh puting ku.
Aku segera meremas kain sprei kasur disamping ku, menahan geli yang ku rasakan. Jari - jari kang enday kemudian memilin - milin puting ku cepat, sambil sesekali menyetilnya.
“AAaaaaah…..” aku memekik keras ketika kang Enday mencubit kedua puting ku dan menariknya ke atas. Rasa geli, sedikit sakit, namun nikmat itu membuat tubuh ku terangkat dari kasur semakin tinggi, terlihat seperti kang Enday mengangkat tubuh ku hanya dengan menarik puting ku.
Setelah itu kang enday kembali memilin - milin puting ku degan jari - jarinya, sambil tanganya tak berhenti memijat payu dara ku.
Kepala ku menoleh ke arah kak Reza dan ku buka mata ku. Aku melihat kak Reza sudah menurunkan celananya dan mengocok batang kejatanannya. Aku tersenyum melihat pemandangan itu, ugh saat ini aku merasa sange parah. Aku ingin sekali melahap penis kak Reza dengan mulut ku, namun aku ingat kalau kang Enday meminta kak Reza untuk tidak ikut campur saat kang Enday sedang memijat ku.
Aku kemudian menoleh ke arah kang Enday, mata kami pun bertemu. Aku pun tersadar kalau sedari tadi kang Enday dapat melihat seluruh tubuh ku, tubuh telanjang ku. Kang Enday mendapatkan tiket paling depan untuk menikmati pemandangan yang seharusnya hanya kak Reza yang dapat menikmatinya.
Posisi duduk kang Enday membuat penisnya yang masih terbalut celana dalam hitam itu beristirahat persis di atas vagina ku yang masih tertutup celana dalam. Mata ku lalu melirik ke arah selangkangannya dan betapa terkejut nya aku kalau ujung penis nya sudah mencuat dari balik celana dalamnya.
Gila apakah itu ukuran asli penis kang Enday jika sedang berdiri? Aku pun tersadar kalau itu berarti kang Enday terangsang melihat tubuh ku, dan mendadak ada perasaan bangga yang aneh ketika mengetahui kalau diriku menyebabkan reaski pada kang Enday.
Apakah karena wajah ku?
Apakah karena Payu dara ku yang ter expose?
Apakah Karena bentuk tubuh ku?
Atau karena ketiga hal tersebut?
Sebenarnya aku agak minder waktu melihat kang Enday, aku merasa tidak pede ketika melihat tubuh nya yang atletit dan wajahnya yang ganteng. Apalagi ketika kang Enday bersikap biasa saja saat kita mengobrol bertiga tadi.
Aku pikir mungkin karena kang Enday sudah biasa melihat wanita yang lebih cantik dan seksi dari pada diriku, atau mungkin kang Enday menganggap aku masih anak kecil karena aku masih SMA.
Namun saat melihat ternyata kang Enday bereaksi terhadap diri ku membuat rasa percaya diriku mendadak naik secara signifikan. Aku tak lagi merasa gugup, aku tak lagi merasa malu. Tubuhku mulai bisa menikmati sepenuhnya permainan tangan Kang Enday.
Tiba tiba aku bisa merasakan kalau kang Enday agak menekan vagina ku dengan penisnya. Aku bisa merasakan betapa kerasnya penis kang Enday yang masih dibalut oleh celana dalam hitamnya itu.
Tanpa sadar aku menggerakan selangkangan ku naik turun, mengikuti benjolan tebal di selangkangan kang Enday. Aku bisa melihat wajah kang Enday sedikit terkejut, namun kemudian kang Enday tersenyum dan menatap ku dengan tatapan penuh arti.
Aku segera menoleh kan wajah ku ke samping, tanpa menghentikan gerakan pinggang ku.
“MhhhhMMhhh” tiba - tiba aku bisa merasakan kalau kang Enday menekan penisnya ke vagina ku lebih keras dari sebelumnya.Kang Enday pun mulai menggoyangkan pinggulnya secara perlahan.
Aku segera menatap kang Enday dan sebuah senyum nakal menghiasi wajahnya. Aku membalas tatapan mata kang Enday dengan tatapan sayu. Gerakan pinggul ku semakin cepat,mengikuti gerakan maju mundur pinggul kang Enday..aku bisa merasakan betapa basahnya celana dalam ku saat ini.
“Mhhh..mMhh ahh kang Enday..” Kepala ku medongak ke atas ketika kang Enday memencet- mencet puting ku secara cepat.
“Gak usah ditahan teh suaranya, kalau mau mendesah lepasin aja” ujar kang Enday nakal.
“ahhhhhm…mmhhhhhHHH!!!” kang Enday tiba - tiba mencubit dan menarik puting ku secara keras. Aku mencoba menahan rasa sakit dan nikmat yang ku rasakan sampai - sampai punggung ku kembali terangkat dari kasur.
Kang Enday mencubit puting ku agak lama membuat tubuh ku tetap melengkung ke atas. Pergelangan tangan ku menahan tubuh ku agar punggung ku tetap terangkat, otot - otot ku menegang, dan nafas ku tertahan. Cubitan kang Enday seakan mengunci posisi tubuh ku, aku menggigit bibir ku menahan rasa sakit dari cubitan kang Enday.
Tak lama kemudian punggung ku kembali terjatuh ke atas kasur setelah kang Enday melepas kan cubitanya, dan dengan jempolnya mengusap - usap puting ku seakan mencoba mengurangi rasa sakit yang ku rasakan.
“Fuhh..hahh..hahh..hah” aku mencoba mengatur kembali nafas ku yang sudah mulai tidak karuan.
“Saya izin mijet yang bawah ya teh” ujar kang Enday..
Aku menggigit gigit kuku jari jempol ku sambil melihat ke arah kang Enday. Aku mengangguk pelan sambiil menatap nya dengan sayu..
Jujur saat ini birahiku hampir tidak terbendung, namun akal sehat ku masih bisa menahan diri ku untuk tidak lompat menerkam Kang Enday dan menungganginya.
“Teh fafa saya izin megang ya teh” ujar kang Enday seraya membuka kedua kaki agar mengangkang.
“Mhhhm…mmhh” kedua tanganku langsung meremas ke dua sisi bantal ketika kang Enday mulai meraba paha dalam ku.
Kang Enday menyeret tanganya ke atas sampai akhirnya meraba - raba selangkangan ku yang tidak terutup oleh celana dalam ku. Sesekali kang Enday menyelipkan jari - jarinya ke dalam celana dalam ku
“Nghhhh..” aku mengerang menahan agar tidak mendesah. Badan ku sesekali mengejang pelan dan punggung ku terangkat dari kasur.
Aku membuka mataku yang sedari terpejam, melirik ke arah kang Enday, matanya menatap ke arah selangkangan ku yang kini sedang diusap - usap oleh nya..
Celana dalam ku yang sudah amat termat basah membuat celana dalam ku menjadi semakin tembus pandang memperlihatkan bulu pubis ku yang sudah beberapa hari ini belum ku cukur.
Kang enday lalu mengusap - ngusap vagina ku dari luar celana dalam ku, seketika itu juga kaki ku menekuk dan mengapit tanganya. Tubuh ku menggeliat semakin liar, kepala ku bergerak ke kiri dan ke kanan tak kuasa menahan rasa geli dan nikmat ini.
AKu mulai merasakan memek ku mulai berkedut - kedut, aku lalu menoleh ke arah kak Reza yang sedari tadi sibuk mengocok penis nya sendiri.
“Kak..mhhhh.. Fa..mau keluar mhhfff” ucap ku lirih.
Kak Reza hanya mengangguk dan mempercepat kocokan pada penisnya.
“Keluarin aja teh gak usah ditahan” ujar kang Enday lembut.
Mata ku langsung melirik ke arah kang Enday, nafas ku makin tak beraturan.
Kang Enday kemudian menggunakan tanganya yang satu lagi untuk memaikan puting ku, sambil mempercepat gerakan tanganya yang sedang mengusap - usap vaginia ku.
“Ahh..mmhh….ahhh..ahh..ahhh” suara desahan ku semakin cepat dan tak beraturan. Aku bisa merasakan kalau sebentar lagi aku akan orgasme.
Melihat reaksi tubuhku kang Enday dengan cepat menarik celana dalam ku hingga memek ku terlihat jelas.
“Mhhhh ahhh.. Kang Enday” desah ku lirih ketika kang Enday kembali imengusap memek ku yang tak lagi tertutup oleh celana dalam ku.
Tanpa melepas kann tanganya dari memek ku, kang Enda kemudian turun dari kasur agar lebih leluasa mengggerakan tanganya.
“Saya izin masukin jari saya ya teh” ucap kang Enday.
“Mhhhh nghhh.. Iya kang..mamsukin..mmhhhH” aku tak lagi mengutarakan apa yang ada di kepala ku, karena sedari tadi aku menunggu memek ku dimasuki oleh jari -jari nya.
“Ahhh…kang Enday;..” desah ku memanggil nama kang Enday ketika dia memasukan jari tengah nya ke dalam memek ku secara perlahan, namun sebelum semua ruas jarinya masuk sepenuhnya ke dalam memek ku kang enday sudah mengeluarkan jari nya kembali dan kembali menggesek - gesek bibir vagina ku. Seperti sengaja agar aku tak segera keluar.
“Mmhh kang ..enday masukin semuanya kang..” aku memohon karena tak sabar ingin cepat keluar.
Kang Enday hanya mengangguk, kemudian secara tiba - tiba menghujam kan jari tengah nya masuk ke dalam memek ku sampai mentok.
“Uhghhhhhhhhhhhh” aku mengerang panjang, sampai punggung ku sepenuh nya terangkat dari atas kasur.
Kang Enday kemudian dengan cepat mengocok memek ku dengan jari tengahnya sambil tangan yang satu lagi mengusap - ngusap klitoris ku dengan jempolnya.
“Ahh.. ahh.. .mmhhh .. ahhh” desahan ku tak terbendung lagi, tak ada lagi rasa gugup dan malu yang ku rasakann.
“Terus kang…mmhh… terus.. mmHHh .. iya ..ahh ..ah .. di situ ahhh.. Ahh kang yang cepet. mmhhh” aku mulai berani mengucapkan apa yang ada di kepala ku karena rasa malu ku sudah sepenuhnya hilang.
Kang Enday tersenyum dan menuruti permintaan ku dan mempercepat gerakan tanganya. Rasa geli dan nikmat yang begitu hebat membuat ku seperti melayang..
“Mhh ahh.. Fa. mau keluar kang.. mmHH.. Ahhh” mata ku terpejam, pikiran ku semakin kacau.. Aku membayangkan saat ini kang Enday sedang menyetubuhi ku.
“Sok teh keluarin sekarang aja kalau mau” ujar kang Enday pelan.
“Ahh.. ahhh,,, mmhh” aku bisa merasakan memek ku berdenyut pelan, menandakan aku sudah di ujung tanduk.
“AAhhhh.. Keluar kang..keluaaaaaaaaaarrrrr!!!” aku memekik, kaki - kaki ku dan tangan yang ku tekan ke kasur membuat punggung ku terangkat semakin tinggi. Cairan bening seperti pipis mengucur keluar dari vagina ku..
“Ahhhhhhh!!! ahhh ! ahhhh!” aku menghentak - hentakan pinggul ku ke udara, sebelum akhiirnya tubuh ku ambruk di atas kasur. Semprotan cairan squirt ku berangsur - angsur mengecil hingga akhirnya cairan tersebut berhenti keluar.
“Hahh..ahh.. Hahh.. hahh” nafas ku tersenggal - senggal, Kang Enday secara perlahan menarik jari nya keluar dari memek ku.
Tubuh ku menggigil, sesekali kaki bergetar pelan seperti orang yang baru selesai kencing.
Aku menoleh ke arah kak Reza yang ternyata juga sudah keluar lebih dulu, aku tersenyum kecil melihat pacar ku bisa menikmati pertunjukan yang baru saja ku berikan.
Aku lalu memejam kan mata ku sambil mencoba mengatur kembali nafas ku, tubuh ku basah penuh dengan keringat, begitu juga sprei kasur kak Reza yang sudah basah kuyup karena baby oil dan keringat ku.
Aku menoleh ke arah kang Enday yang nampak sangat puas melihat hasil kerjanya. Kang Enday lalu mengambil kaos dan celana boxernya dan mengenakanya kembali. Begitu pula kak Reza yang kembali mengenakan celananya setelah membersihkan cairan sperma nya dengan tissue.
Kak Reza lalu berjalan menghampiri ku dan dan mencium bibir ku dengan lembut.
Kang Enday lalu mengambil gelas air minum yang sudah disiapkan oleh kak Reza sebelumnya dan meminum habis air minum itu. Kang Enday kemudian menuangkan air minum ke gelas dan memberikanya kepada ku.
Kak Reza lalu membantu ku unduk duduk di samping kasur sambil mengambil gelas dari tangan kang Enday. Kak Reza lalu membantu ku meminum air dari gelas tersebut.
“Hahh…hah..hah” Air minum itu membuat ku menjadi agak merasa segar walau badan ku tersasa lemah sekali.
Kang Enday lalu mengambiil gelas dari tangan ku dan menaruh nya ke atas meja.
“Gimana pijatan saya teh Fafa? Enak kan?” tanya kang Enday sambil terenyum.
Aku mengangguk pelan sambil tersenyum malu - malu.
“Ya sudah kalau begitu, kebetulan saya masih ada client lagi nih. Saya pamit dulu ya” ujar kang Enday.
“Eh bentar kang, ini saya harus bayar berapa?” tanya Kak Reza berdiri dari kasur.
“Gak usah a Reza, saya gak ambil biaya kok. Soalnya kan saya yang nawarin jasanya. Lagian kalau di suruh mijetin teh Fafa mah kayaknya malah saya yang harusnya bayar hahaha” tawa kang Enday.
“Eh serius ini kang ga usah bayar?” tanya kak Reza.
“Iya kang beneran, kalau mau jujur kang misalkan lain kali mau pijet jangan mau kasih gratis a Reza. Teh fafa udah cantik, badannya bagus, duh itu toket aja bentuk nya sempurna gitu, rugi rasanya kalau ngasih gratis. Jangankan mijet kang, ngasih liat aja saya kalo jadi pacarnya pasti udah minta bayaran haha” ujar kang Enday.
Kak Reza hanya mengangguk mendengar perkataan kang Enday.
“Malah kalau mau jujur sih a Reza, maaf nih kalau saya lancang. Sebenernya dari tadi saya udah nafsu banget hahaha. Melihat reaksi teh Fafa itu gimana ya? Imut - imut gitu reaksinya tapi masih ada kesan seksi sama binal nya. Untung aja masih bisa jaga diri haha” Kang Enday tertawa kecil.
Mendengar perkataan kang Enday tersebut entah mengapa aku merasa bangga sekali, ternyata aku bisa membuat cowok seganteng kang Enday menjadi birahi melihat tubuh ku.
Kak Reza melirik ke arah ku dan kemudian kembali menatap kang Enday sambil tersenyum.
“Saya cuman mau pesan aja nih a Reza, kalau nanti mau cari jasa tukang pijat hati - hati aja ya. Ini kebetulan dapetnya saya, biasanya banyak yang cuman modal nafsu doang dan mijet nya tuh gak bisa” ujar kang Enday.
“Oh gitu kang, ya udah ntar mah kalo mau pijet saya ke kang Enday lagi aja atuh ya?” ujar Kak Reza.
“Hmm.*** apa - apa sih cuman kan ini a Reza sama teh fafa baru pertama kali ya kayak begini. Saya saranin sih mending coba pake tukang pijet lain dulu aja, soalnya takut euy a Reza” ujar kang Enday sambil menuangkan air dari botol minum di meja ke dalam gelas.
“Loh takut kenapa kang?” tanya kak Reza sambil mengerutkan dahinya.
“Hmm kan ini a Reza sama teh Fafa masih coba - coba ya dan kalian itu masih muda banget. Maaf ini kalau saya lancang ya, soalnya dari pengalaman saya… biasanya yang muda - muda seperti kalian ini masih labil” kang enday menghentikan ucapanya untuk meminum air dari gelas di tanganya.
“Saya pernah dapate pasangan muda a Reza, terus setelah sesi pijet pertama taunya si cowok nya belum siap mental dan si ceweknya juga ternyata nyesel ngelakuin ini. Jadi nya malah berantem terus hubungan mereka berakhir. Makanya biasanya saya ngambil pasangan yang udah nikah atau yang sudah sering make jasa pijet, biar gak ada drama” ujar kang Enday sambil meletakan gelasnya di atas meja.
Kak Reza terdiam mencerna perkataan kang Enday.
Kang Enday lalu mengambil bra ku dari lantai dan memberikannya kepada ku. Aku mengangguk sambil berbisik “terima kasih” dan mulai mengenakan beha ku kembali.
“Jadi a Reza, kalau misalnya setelah sesi ini ternyata masih mau nyoba pake jasa pijet lagi, saya saranin pake tukang pijet lain dulu aja. Soalnya saya pernah punya pelanggan yang lama - lama si perempuanya jadi punya rasa ke saya. Bukanya saya kepedean ya a Reza, cuman belajar dari pengalaman aja. Takut nya kan masih muda gini masih labil masih suka pake perasaan, terutama cewek. Apalagi saya lihat teh Fafa ini tipe cewek yang make perasaan banget orang nya, dan karena saya ngeliat kalian berdua ini tuh serasi banget jadi saya gak mau hubungan kalian rusak gara - gara ngejer nafsu aja” ujar kang Enday sambil menyenderkan punggung nya di pintu.
Mendengar perkataan kang Enday tadi aku jadi ingat bagaimana diriku tadi sempet membayangkan kang Enday dan bagaimana jantung ku berdebar - debar saat kita ngobrol tadi. Perkataan kang Enday memang masuk akal, karena jujur aku sempat merasakan sesuatu terhadap dirinya. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika saat sesi pijat tadi kak Reza tidak ada di kamar ini.
“Ya udah saya pamit dulu ya a Reza, udah agak telat nih” ujar kang Enday.
“Oh iya a, saya anter ke depan” ujar kak Reza.
Ke dua pria itu kemudian pergi meninggalkan kamar ini. Aku laluu mengambil seragam ku dan mengenakannya. Berhubung celana dalam ku sudah sangat basah aku memilih untuk tidak mengenakan nya lagi karena jijik. Aku kemudian mengambil rok ku dan memakainya kemudiain duduk kembali di samping kasur.
Tak lama kemudian kak Reza kembali ke dalam kamar dan menutup pintunya dan duduk di samping ku.
“Jadi… gimana Fa?” tanya kak Reza pelan.
Aku mengerutkan keningku menatap kak Reza.
“Hmmm..perkataan kang Enday tadi bikin aku jadi mikir soal apa yang baru saja kita lakukan. Aku jadi agak takut sih kalau ngelakuin ini lagi, karena jujur saat aku ngelihat kang Enday aku merasa kalah banget. Kang Enday udah tinggi, ganteng, putih, rambut nya lurus, six pack lagi. Aku jujur selama kamu di pijet tadi aku ngerasa cemburuu banget, tapi ya saat itu nafsu ku juga lagi besar - besarnya. Cuma saat aku udah keluar, akal sehat aku kembali bisa jalan dan rasa cemburu aku bikin aku parno kalo kamu jadi suka sama kang Enday. Apalagi tadi pas kamu keluar kamu manggil nama dia” ujar kak Reza dengan wajah sedih.
Mendengar perkataan kak Reza tadi, aku langsung memeluknya. Kemudian aku memegang pipinya dan mencium bibir nya dengan lembut.
“Kak Reza… di Hati Fafa cuman ada kaka kok. Selama pijet tadi aku bayangin kak Reza yang mijet kok, karena jujur aku awalnya takut sama tegang banget” ada perasaan aneh yang ku rasakan begitu selesaii mengatakan hal tersebut kepada kak Reza. Aku sadar kalau saat ini aku sedang berbohong kepada kak Reza, namun entah kenapa aku tidak merasakan gugup sama sekali ketika mengucapkan kebohongan itu.
Kak Reza tersenyum kecil, raut wajahnya yang sedari tadi terlihat was - was berangsur tenang.
“Maaf ya Fa udah maksa kamu ngelakuin ini” ujar kak Reza lagi.
Aku tersenyum lembut kemudian kembali mengecup bibir kak Reza.
“Kak Reza tenang aja ya, gak usah mikir aneh - aneh. Fafa cuman sayang kak Reza aja ko”
“Aku takut kamu nyesel sih Fa, aku takut kamu tuh maksa diri kamu buat ngelakuin ini cuma biar nyenengin aku doang. Aku sebenernya ingin kalo kamu tuh juga nikmatin ini.” ujar kak Reza lagi.
“Fa gak nyesel kok, lagian apa salahnya sih nyenengin orang yang kita sayang?” kata ku pelan lalu memeluk kak Reza.
“Fa nikmatin kok tadi, makasih ya sayang” bisik ku lalu mengecup pipi kak Reza. Tangan kak Reza kemudian ikut memeluk ku dengan erat.
“I love you Fa” ujar kak Reza.
“I love you too” jawab ku pelan.
Tiba - tiba terdengar suara pesan whatsapp yang masuk ke HP kak Reza. Kkak Reza lalu mengambil HP nya dari celananya yang menggantung di atas pintu lalu kembali duduk di samping ku.
Kak Reza kemudian membuka kunci layar HP nya dan membuka pesan whatsapp tersebut, aku kemudian menaruh dagu ku udi pundaknya sambil ikut melihat ke layar HP kak Reza.
“Ja ayo ke warnet kita gadang” sebuah pesan dari Aconk teman warnet kak Reza.
Kak Reza lalu melirik ke arah ku yang ikut membaca pesan tersebut, wajahnya seperti minta izin agar diizinkan untuk main ke warnet.
Aku tersenyum dan mengangguk pelan.
“Kak Reza mau ke warnet?” tanya ku lembut.
“Eh.. engg, engga deh kan lagi sama kamu Fa” jawab kak Reza.
“Ga apa - apa kok kak, ya udah main aja” jawab ku sambil tersenyum.
“Serius ni Fa? Ga apa - apa?” tanya kak Reza.
“Iyaaaaa.. Sok aja kalo mau main, tapi anter aku pulang dulu ya” saut ku dengan nada seperti anak kecil.
“Oke” jawab kak Reza beranjak berdiri dari kasur sambil mengulurkan tanganya kepada ku untuk membantu ku berdiri.
Setelah memastikan tak ada barang yang tertinggal aku dan kak Reza berjalan menuju pintu depan
Saat ini di kepala ku banyak hal yang kupikirkan, aku tidak pernah menyangka kalau aku bisa membiarkan pria selain kak Reza menyentuh tubuh ku dan bukan cuman mengizinkan pria itu menyentuh seluruh tubuh ku aku pun tidak bisa berbohong kalau aku sangat menikmatinya. Ada perasaan kesal terhadap diriku sendiri karena aku tidak merasa jijik atau marah ketika kang Enday menyentuh ku.
Aku menghela nafas panjang, toh sesi pijat barusan akan menjadi yang pertama dan yang terakhir. Anggap saja hal ini sebagai cara aku menebus dosa ku terhadap kak Reza karena telah berselingkuh dengan Bobby. Semoga besok aku sudah lupa kalau semua hal ini pernah terjadi dan semua nya akan kembali menjadi normal.
Suara motor kak Reza menyadarkan ku dari lamunan ku, aku segera menghampiri kak Reza yang sudah menungguku di atas motornya dan duduk ke atas motor.
Tak lama kemudian kak Reza mengantarkan ku pulang dan sepanjang jalan aku memeluk tubuh nya dengan erat..