Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Ahmad Jonathan

Update lagi suhuu😁
Btw yg jilbab di pesawat lanjutin hu wkwk penasaran 😁😁
Yang di pesawat untuk beberapa part ke depan belum akan dimunculkan lagi. Stay tuned aja.

Kelihatannya kalau sekedar Mulustrasi buat pemanis cerita gapapa kayanya suhu @sukaniqab banyak kok SF Cerita yang pakai mulustrasi...
Tentunya banyak Tulisan nya daripada Mulustrasinya....

Mulustrasi ibarat kerupuk dalam nasi goreng, nggak harus. Hanya untuk pelengkap... :D:D:D

Tapi...Alangkah Lebih Baiknya di tanyakan Om Momod dulu saja suhu....


:ampun::ampun::ampun::ampun:

Silakan suhu sumbangsih mulustrasinya. Hehe.


Lihat judul nya tergugah untuk membaca

Wow, padahal gw malah nggak kepengen judulnya terlalu menarik. :)
 
Halo semua. Terima kasih atas penantiannya. Di Bab ini gw sedikit mengeksplorasi teknik-teknik menulis konvensional yang gw pelajari. Seperti biasa, silakan komen dan saran ya, sekecil apapun itu gw pasti terima kasih. DM aja di burung biru entar gw usahakan baca dan balas (catatan: akhwat selalu dapat prioritas :D ).

PART 4A
GELORA LARISSA, AKHWAT AKTIVIS KAMPUS

"Assalaamu'alaikum!" Aku sedikit mengeraskan suaraku. Ini sudah kali kedua aku mengucap salam. Kalau sekali lagi tak ada jawaban, terpaksa aku harus pulang dan ke sini lagi lain waktu.

TOK TOK TOK TOK.

Aku agak kuat mengetuk pintu.

Berharap akan ada jawaban dari Larissa. Dugaan kuatku, dia ada di dalam.

"Assalaamu'a..."
"Wa'alaikumussalaam..."

Belum selesai aku melempar salam, sebuah suara merdu menjawab dari dalam. Ah, akhirnya...

Suara kunci diputar. Pintu terbuka sedikit. Separuh wajah Larissa timbul. Ia nampak kebingungan. Ekspresinya masih datar. Pandangannya sedikit menunduk. Dapat kulihat sebagian dahinya yg berembunkan peluh.

"Ng... Maaf, cari siapa ya, Bang?" tanyanya.

Kulepas topi dan kacamataku.

Sepertinya ia tak mengenaliku jika bentuk kepalaku tak terlihat seluruhnya.

Kuingat kembali mengapa aku bisa sampai di depan kontrakannya ini...

Namanya Larissa. Seorang akhwat yang terkenal di kalangan kampus sebagai mahasiswa militan dari sebuah lembaga dakwah.

Banyak yang 'mengincar'-nya lantaran kecantikan, kecerdasan, dan tentu saja, keluasan ilmu agama dan kesholihannya. Termasuk aku, tentu saja.

Pembawaannya tenang, lugu, dan relatif amat tertutup. Parasnya anggun, putih bin mulus. Senantiasa berhijab lebar adalah wajib baginya.

Aku punya filosofi, semakin konservatif seorang akhwat, maka akan semakin binal dan sebetulnya semakin besar hasrat dan gelora s e k s nya.

Aku ingin membuktikan teoriku itu, tentu dengan tambahan menerapkan ilmu dari Mbah Wiryo.

Kami berkenalan karena kebetulan mengambil sebuah mata kuliah yang sama. Aku yang sudah menginjak semester 'akhir', pernah tak sengaja satu kelompok dengannya di tugas tertentu. Ini aku anggap kemujuran pertama.

Dari situ aku mencoba mengenalinya lebih jauh.

Semua hal tentangnya, aku telusuri. Mulai dari aktivitasnya di lembaga dakwah kampus, kepiawaiannya dalam berorganisasi, termasuk kemahirannya berorasi. Dia mungkin bisa berorasi, tapi apakah dia sanggup mengoralku? Ha ha ha.

Sayangnya, dia sudah memiliki suami. Uh...

Dari sebuah 'sumber terpercaya', suaminya adalah seorang p*lisi. 'Hm, masak akhwat high-quality nikah sama plokis? Nggak nyambung,' pikirku.

Statusnya yang sudah diperistri orang, tak menyurutkanku. Semakin terjal gunung, semakin semangat aku mendaki.

Janur kuning sudah terlanjur melengkung, tapi p e n i s ku tetap tegak mengacung. Aku sudah pernah berhubungan dengan janda, jadi seharusnya semua tak akan sesulit yang aku kira.

Aku yakin pernikahannya tak bahagia. Sekali lagi, aku akan mengadu nasib baikku.

"Ukhti, ana Ahmad, kita satu kelas di Etika dan Komunikasi Bisnis," terangku sambil tersenyum. Kuperlihatkan gigi-gigiku yg putih. Senyuman cabul tentu saja.

Dia menggigit ujung kukunya, berpikir sebentar, lalu kembali menatapku dengan muka bercahaya. Seperti mendapat ilham.

"Akh Joe, ya?" tanyanya tak yakin. Aku mengangguk sok sopan.

Sebetulnya aku agak risih menggunakan frasa akhi-ukhti, tapi demi tercapainya rencana busukku, laut pun akan kuseberangi.

"Oohh... Afwan, ana sempat lupa. Ana kira siapa... Soalnya antum jarang masuk kelas," lanjutnya.

Aku berpikir dalam hati, 'afwan' itu apa, ya? Kucoba membuka kamus imajiner singkat yg berisi daftar istilah aktivis dakwah kampus di dalam otakku. Kalau tak salah 'afwan' artinya 'maaf'.

Oke. Baguslah kalau pada akhirnya dia berhasil mengenaliku.

"Tidak apa-apa ukhti. Maaf, mengganggu. Ana ada perlu sebentar..." Aku mulai melancarkan rencana tahap kedua.

"Ya akhi, ada apa?" tanyanya.

Tak mungkin aku langsung bilang dengan frontal, 'Afwan, ana ingin mengajak ukhti berzina', kan?

Aku harus bersabar dan menempuh jalur yg berliku, sebelum tiba di sumber kenikmatan hakiki.

"Ana ingin bertanya bahan ujian mid minggu depan, katanya catatan materi dan tanya jawab kelompok kita, ukhti yg pegang..." Bicaraku lancar. Terang saja, aku sudah berlatih belasan kali.

Dia menggumam, mungkin sedang berusaha mengingat-ingat.

"Oh, iya, betul, ana yg pegang. Semua anggota kita kalau tidak salah sudah punya fotokopinya, kecuali antum yg kemarin tidak masuk. Ana ambilkan dulu ya..." Ia menjelaskan dengan nada datar.

"Oh ya, ana tadi mampir ke toko roti, ini ada sedikit untuk ukhti." Sebelum ia berbalik, aku menyerahkan sebuah kantung berisi 2 kotak japanese cheese cake, berlabel H*lland Bakery.

Aku sengaja meminta kantung warna transparan.

"Hlo, kok jadi repot-repot, akhi?" Ia mengintip sekilas isi kotaknya.

"Waaah... Kok antum bisa tahu kue kegemaran ana? Hi hi hi... Jazakallah. Eh, silakan duduk di kursi teras dulu ya akhi," senyumnya mengembang dan renyah. Matanya yang indah berbinar cerah.

Ternyata informanku sangat bisa diandalkan. 'Jangankan kue kesukaanmu, ukuran bra milikmu saja aku tahu,' kataku dalam hati.

"Ana masuk dulu ya," lanjutnya. Aku mengiyakan. Pintu tertutup kembali.

Tidak ada kekakuan khas akhwat, seperti ia biasanya.

Walau batasan seperti tidak bersentuhan, menutup aurat, tidak menyuruh tamu masuk ke dalam rumah, dan sejenisnya ia terapkan, tetap saja aku merasa Larissa tidak canggung berhadapan dengan lawan jenis.

Hmmm...

Tapi mungkin juga, karena aku ini ganteng, pintar, kaya, dan jago memikat hati wanita. Kok jadi geer begini?

Jangan-jangan, ajian Mbah Wiryo sudah tak perlu kupakai lagi? Ha ha ha ha.

Ada sepasang kursi kayu sederhana di teras, lengkap dengan meja kecil. Kududuki salah satunya.

Kuperhatikan sekeliling.

Luas kontrakan ini tak seberapa besar. Bangunannya menjadi satu, berderet menempel dengan 2 kontrakan lainnya. Pemisahnya hanya selapis bata merah yang direkat semen.

Tak ada pemisah untuk beranda kontrakan satu dengan kontrakan lainnya.

Aku sengaja menaruh alas kakiku di kontrakan yg tengah.

Posisi kontrakan Rissa ini berada paling ujung, dengan sedikit lahan kosong di bagian samping. Sepertinya untuk menjemur pakaian.

Kontrakan lain terlihat sepi. Bagus. Ini mungkin satu dari sederet kemujuranku.

Lingkungan di sekitar sini agak kumuh. Aku jadi penasaran, apa ya pangkat suaminya? Tidak mampukah tinggal di tempat yang lebih baik?

Tak lama, pintu kontrakan terbuka. Rissa muncul membawa nampan berisi segelas teh hangat dan sebagian cheese cake yang aku belikan tadi.

"Ngg... Kok jadi repot-repot gini, ane kan nggak lama, Ukh... " aku membual.

"Hi hi hi. Silakan ya," tawarnya.

"Jazakillah, ukhti... " Ingin rasanya kugaruk lidahku sendiri setelah mengatakan frasa-frasa yang sebetulnya belum fasih kusebut itu.

"Ana cari fotokopian antum dulu, tunggu sebentar ya, akhi..." katanya. Aku mengangguk. Tak lupa untuk tersenyum selalu.

Ia berbalik dan berjalan ke dalam rumah kembali. Gamisnya nampak anggun sekaligus sederhana dengan warna coklat polos.

Walau hijabnya panjang menutupi bokong, ada momen sepersekian detik kain lebar itu tersingkap dan aku dapat melihat dengan jelas bahwa gamisnya terjepit di belahan pantatnya.

CEGLUK.

Aku menelan ludah. Apa mungkin ia tak memakai celana dalam??

-- BERSAMBUNG

Next Part : https://www.semprot.com/threads/ahmad-jonathan.1351145/post-1902034060
 
Terakhir diubah:
SI mbah kok... kasih ilmu kayak gt ya
Wkwkwkwkw lihat burung ... jadi bisa di wiK wik

Seperti yang udah gw ceritain, gw terinspirasi cerita "Sang Penggali Kubur" (pelet juragan Karta). Lebih mudah bikin fiksi kalau ada unsur gitunya.. Hehe...
Kentang uuuuey ..... haduuuuuuh .tak siram aer yg dibuat larizza az ini hahahha

Oh, gw baru tahu arti "kentang". Tenang Om, ini udah dibikin sampe Part 7 kok. Tapi keluarinnya dikit-dikit jangan langsung crot entar lemes.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd