Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Ahmad Jonathan

PART 4B
GELORA LARISSA, AKHWAT AKTIVIS KAMPUS

Darah di bagian selangkanganku berdesir. Meriam turboku sepertinya mulai aktif. Heck no. Sabar, Joe. Belum saatnya.

Aku masih punya banyak waktu. Suaminya tak mungkin pulang sebelum sore. Kontrakan ini jauh dari tetangga terdekat.

Nalarku segera menguasai diriku kembali. Aku harus bersiteguh pada rencana awal.

Aku mencoba menenangkan diri.

Kuseruput teh yg dihidangkannya. Kuambil handphone dari saku celanaku, sekadarnya untuk mengalihkan pikiranku yang kotor.

Beberapa menit kemudian, ia muncul.

"Ini akhi. Ana juga sertakan beberapa fotokopian catatan pelengkap untuk materi ujian," terangnya. Aku bisa melihat dengan jelas punggung tangannya yg berbulu halus.

Aku kembali berterima kasih. Kuletakkan tumpukan kertas itu, seolah aku akan peduli dengan isinya.

"Hm, antum tadi naik apa?" Ia melihat tak ada kendaraan parkir di depan.

"Naik ojek," jawabku singkat. Ini tentu bagian dari rencanaku. Tak boleh ada yg tahu aku kemari.

"Ooohh... Kirain naik mobil," responnya sambil tersenyum. Hm, dia tahu aku punya mobil.

"Macet, Ukh..." jawabku sambil menyeruput teh. "Kontrakan di samping ini kosong?" tanyaku ingin tahu.

"Orangnya tinggal sendirian, karyawati di perusahaan X. Biasanya pagi-pagi sekali sudah berangkat. Nah, kalau yang di ujung, kosong akh," jelasnya. Info yg lebih dari cukup. Intinya, aksiku bakal relatif aman!

Kami ngobrol agak lama soal materi ujian nanti.

Ia juga bertanya tentang statusku yang mualaf, bisnisku yg terpaksa memakan waktu kuliah, termasuk alasan mengapa aku lebih sering dipanggil 'Joe' dari 'Jonathan', bukan 'Ahmad' saja.

Ia bertanya. Aku menjawab sepanjang yg aku bisa. Aku ingin berlama-lama 'menikmati' momen ini.

Dalam hati aku sebetulnya heran. Larissa dikenal sebagai akhwat tulen. Jarang sekali komunikasi dengan lelaki, atau beradu pandang. Sedikit kolot jika terkait relasi beda jenis kelamin.

Semua itu adalah paradigma kebanyakan orang tentang akhwat aktivis di kampus. Termasuk aku.

Pada kenyataannya, kesan itu tak kudapat ketika kami saling bicara. Ia beberapa kali memandangku cukup lama. Well, maksudku, jauh lebih lama dari yg seharusnya.

Ia sesekali tertawa, sampai sepasang matanya menyipit serupa garis.

Jika tersenyum, sangat totalitas, hingga aku bisa membayangkan menjilati bagian dalam giginya yg terawat. Bibirnya separuh basah dengan rona merah muda.

Bagian putih dari matanya sebening susu. Bagian bola hitamnya mengkilat, cenderung keabuan. Hidungnya mancung tanpa komedo.

Bagian bawah matanya sedikit hitam, entah karena kurang tidur, ataukah keseringan menangis.

Keintiman kami yg aneh ini kuduga karena salah satu dari dua hal. Pertama, boleh jadi beginilah karakter asli si Rissa ini.

Cuma karena hijabnya lebar, warna pakaian monoton, dan tampilannya sangat konservatif, maka orang tak mengira ia se-supel ini.

Kemungkinan kedua: suaminya jarang memperhatikannya. Intinya, pernikahannya tak bahagia, sehingga perlu belaian lelaki lain yg lebih maskulin.

Lelaki yang enak diajak bicara. Sebuah bahu lain untuk bersandar.

Jika saja aku bisa memberi sedikit lebih banyak dari yg dimiliki suaminya, maka Larissa akan dengan mudah terjatuh dalam hangatnya rangkulanku. Ha ha.

Setelah kupikir kami sudah ngobrol cukup lama...

"Afwan, ana boleh pinjam kamar kecil? Udah kebelet banget nih," sambil mengelus-elus perut, aku memulai rencana besarku selanjutnya.

"Eh?! Ng... Anu... Akhi, boleh sih... Tapi..." Ia tampak bingung dan salah tingkah.

Aku segera menangkap kegalauannya.

"Tidak apa, ana sendirian aja ke dalam. Paling ujung, kan?" Tebakanku harusnya benar. Aku bersiap dan beranjak masuk rumah.

"Ng... Iya, afwan ya rumahnya berantakan," wajahnya masih terlihat khawatir. Aku bisa memahaminya. "Ana tunggu di teras saja, ya," lanjutnya.

Kulangkahkan kakiku mantap.

Kontrakan ini sangat sederhana, harusnya tak sulit mencari WC. Setelah masuk, aku berada di 'ruang tamu'.

Sebetulnya, lebih tepat disebut 'ruang segala fungsi'. Ada rak dengan buku-buku yang sangat banyak.

Ada pula lemari kecil dengan kaca yang bersahaja. Isinya hanya pigura foto dan tumpukan berkas yang entah apa.

Berikutnya, ruang tidur utama dan satu-satunya. Pintunya hanya terbuka sedikit, selebar dua jari. Cukup untuk diintip. Aku akan kembali melihatnya lebih detail nanti.

Selanjutnya, ada dapur kecil sekaligus 'ruang makan'. Terlalu sempit untuk diisi 3 orang, tapi lebih dari cukup untuk sepasang suami istri.

Setelah itu, ada ruang cuci pakaian. Ada mesin cuci dan sebuah keran dengan air yang masih menetes. Juga piring kotor bekas sarapan.

Ruangan terakhir, paling ujung, sebuah WC. Pintunya berbahan seng, dengan posisi yang setengah terbuka. Ubinnya warna biru muda dengan dinding bata merah plesterannya sudah retak di beberapa bagian. Atapnya dari genteng tanah liat tanpa langit-langit.

Aku tuntaskan hajatku.

Ah... Lega rasanya. Setelah selesai, aku kembali ke arah depan. Aku pastikan Rissa tak berada di dalam rumah. Dengan perlahan, aku mengendap untuk mengintip ke dalam kamarnya.

Isinya sangat sederhana, kalau tak mau dibilang kurang dari cukup. Tentu bandingannya adalah kamarku.

Ada tempat tidur untuk berdua, tanpa rangka. Seprainya bermotif bunga. Oke, cukup romantis. Bantalnya tebal. Gulingnya bersarung dengan motif senada.

Ada sebuah lemari yang besar, lengkap dengan kaca yang cukup besar untuk melihat seluruh badan. Bagian bawahnya pecah sedikit.

Ada sisa makanan, di depan TV kecil. Kutaksir TV itu ukurannya hanya 15 inchi. Hm, ada seperangkat perlengkapan nonton film, seperti DVD player, speaker ala kadarnya, dan remote besar. Kulihat beberapa CD berserakan.

Dan, hey... Apa itu???

-- BERSAMBUNG

Next : https://www.semprot.com/threads/ahmad-jonathan.1351145/post-1902036561
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd