Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Masukan suhu untuk cerita ini dengan akhir yang seperti apa?


  • Total voters
    46
Status
Please reply by conversation.
Sesuai dengan judul.... Dimanakah hati ini akan bersandar... Hm... Poligami....... Wkwkwkwkwwkw......
 
Mantap suhu.... alur nya lambat tapi seru untuk di ikuti, cuma agak tergesa-gesa saja menurut ane, tokoh aisha dan andra yang baru kenal tapi sudah sampe melibatkan nafsu, kalo di buat lebih real aja apalagi aisah seorang akhwat berhijab minimal tau aturan agama mungkin bisa kelihatan natural jika mereka menjadi sahabat terlebih dahulu, nanti lama kelamaan tumbub benih asmara di antara mereka berdua karena kedekatan mereka baru terasa menurut ane feel nya jika pun mereka melakukan ml karena atas nama cinta.

Mohon maaf suhu bruno234 jika komen ane sedikit menyentil alur cerita yang suhu buat, ini hanya pendapat ane sebagai pembaca yang mengikuti cerita suhu, tapi semua tergantung suhu untuk membuat cerita ini seperti apa...

Thanks atas update nya kali ini, semoga update selanjutnya lebih terasa natural dan real walaupun mungkin ini cerita fantasy tetapi ane berharap kejadian nya di buat se natural mungkin heheheh...
#ngarep

Salam semprot suhu....
 
Mantap suhu.... alur nya lambat tapi seru untuk di ikuti, cuma agak tergesa-gesa saja menurut ane, tokoh aisha dan andra yang baru kenal tapi sudah sampe melibatkan nafsu, kalo di buat lebih real aja apalagi aisah seorang akhwat berhijab minimal tau aturan agama mungkin bisa kelihatan natural jika mereka menjadi sahabat terlebih dahulu, nanti lama kelamaan tumbub benih asmara di antara mereka berdua karena kedekatan mereka baru terasa menurut ane feel nya jika pun mereka melakukan ml karena atas nama cinta.

Mohon maaf suhu bruno234 jika komen ane sedikit menyentil alur cerita yang suhu buat, ini hanya pendapat ane sebagai pembaca yang mengikuti cerita suhu, tapi semua tergantung suhu untuk membuat cerita ini seperti apa...

Thanks atas update nya kali ini, semoga update selanjutnya lebih terasa natural dan real walaupun mungkin ini cerita fantasy tetapi ane berharap kejadian nya di buat se natural mungkin heheheh...
#ngarep

Salam semprot suhu....
Terimakasih suhu masukannya...
Maunya seperti itu,... Nggak mau terburu-buru. Overall thanks untuk bahan pertimbangan.

Santai saja suhu, ane terbuka terima masukan suhu....
Saya masih Nubi suhu dan amatiran. Blom bisa kasih cerita yang menarik dan bagus.
:ampun::ampun:
 
@suhu BRUNO234....
Ane nitip saran alangkah baik nya jika ada beberapa dialog bahasa korsel dan terjemahan nya, karena menurut ane cerita setting suhu semua masih berlatar korsel, sekalian kami yang membaca bisa belajar bahasa korea...

Bahasa yang ringan saja misal selamat pagi, bla..bla...bla... dalam bahasa korea.... biar nuansa korea nya terasa feel nya walaupun sedikit-sedikit bhs korea yg di pake.
:ampun:
 
Part Twelve




25242388ffca216e629ab384dc860c7aa7f52471.jpg

Aisha

"mmmmph... Sshh... Kakk... Gelliii kakk.... Ouh... Uh..."

Suara erangan Aisha menggema di seluruh penjuru ruang kamar ini. Bibir keduanya terus bertautan, berdecap, menyalurkan liur keduanya bergantian, bahkan tidak mau tinggal diam kedua tangan Andra terus menerus memainkan puncak payudara Aisha. Tetapi saat tangan kanan Andra mulai turun mengusapi bagian bawah perut gadis itu. Aisha sontak tersadar dan mulai bisa menguasai dirinya sendiri. Ia mendorong tubuh pemuda itu hingga tautan bibir mereka yang sedari tadi menyatu dan membelit seiring dengan nafsu. Kini posisi keduanya terpisah kan dan bahkan tubuh Aisha terusut mundur ke belakang. Andra yang menyadari itu bergegas bangun dari sofa itu, dan bersegera meminta maaf.

"Sha, aa... akku.. minta maaf!" Ujar Andra seraya membalikkan badan dan memungut kaus beserta jaket abu-abu nya untuk segera meninggalkan kamar gadis itu.

Aisha terdiam, tak bergeming , ia sepertinya masih sedikit shock dengan cumbuan bibir Andra yang secara tiba-tiba itu, bahkan pemuda itu juga hendak melakukan hal yang sama dengan sebelumnya. Tapi Aisha sendiri tidak memungkiri kalau cumbuan pemuda itu membuatnya nyaman bahkan sampai menghanyutkan semua pikiran dan perasaan nya, walau dengan kenikmatan yang sesaat itu. Aisha menoleh ke arah pemuda itu, saat ia sudah membuka knok pintu kamar nya.

"Kak...!" Panggil nya.

Pemuda itu tak bergeming dengan panggilan yang di lontarkan Aisha padanya. Namun sebelum pintu itu tertutup kembali, dimana si pemuda itu sudah berada di luar kamar Aisha.

"Sha, aku pamit pulang ke apartemen ku, aku rasa itu akan jauh lebih baik. Aku tidak ingin kejadian ini terulang lagi tanpa kita inginkan. Aku sangat mengerti perasaanmu, dan aku juga tidak mau nantinya nafsuku menghancurkan semua yang ada di dalam diri kamu. Sesuatu yang amat kamu jaga kesucian dan harga dirinya." Tutur kata Andra begitu dalam. Membuat gadis itu sedikit tertegun dengan masih tetap terdiam tanpa ada balasan.

"Makasih untuk semua pertolongan dan bantuan mu yang sudah mau menampung ku di sini, aku harap kita masih bisa berteman dengan baik. Aku berharap hubungan di antara kita tidak ada perasaan saling membenci di dalam hatimu, Sha? Sekali lagi maafin aku, Sha..." Sambung Andra yang kemudian menutup pintu itu rapat- rapat.

"Kak... Kakak...?"

Teriakan Aisha tak berarti apapun untuk menghentikan langkah kaki pemuda itu. Ia tersenyum getir mendengar penuturan pemuda itu. Aisha merasakan ada perasaan bangga pada pemuda itu, bahkan pemuda itu pun mau mengakui kesalahannya. Yang padahal sebenarnya, Aisha sendiri yang menggoda dan menggelitik pemuda itu hingga terbangun kala dia masih tertidur pulas tadi. Sehingga terjadi apa yang tidak di inginkan terjadi. Aisha tidak sedikit pun membenci apa yang telah di lakukan pemuda itu pada dirinya. Aisha yang justru sebenarnya menginginkan pemuda itu, tetapi terlalu cepat. Bahkan Aisha tidak yakin dengan perasaan pemuda itu pada dirinya, yang menyukai juga secara diam-diam. Toh Andra dan Aisha bukan paranormal yang bisa membaca isi hatinya masing-masing. Tanpa berfikir panjang lagi, Aisha segera mengenakan gamis terusan yang berserakan di lantai kamarnya, dan memakai kembali jilbab yang sebelumnya di buka paksa oleh Andra tadi.

"Aku harus susul, kak Andra. Aku yakin dia belum sepenuhnya sadar betul dari efek mabuk beratnya, pasti dia berjalan terseok-seok atau nanti hal buruk menimpa nya di jalan" gumam Aisha seakan di tujukan pada dirinya sendiri yang mengkhawatirkan kondisi Andra.

Malam ini sangat dingin, angin dan badai salju ringan turun cukup kencang. Semua orang di CHEONAN bahkan nampak sudah sangat sepi. Andra terus berjalan menjauh meninggalkan apartemen Aisha dengan menembus dinginnya udara malam ini dan terpaan salju yang mengenai wajah nya. Bahkan beberapa kali ia terjerembab karena tidak melihat ada benda atau terotoar jalan di hadapannya. Jarak apartemen Aisha dan apartemen nya jaraknya cukup lumayan jauh. Karena mobil yang saat ini ia gunakan tadi masih terparkir manis di halaman taman institut seni CHEONAN sana. Sedikit tertatih ia tetap menelusuri jalan ini, menahan rasa sakit di kepala nya dan rasa dingin yang menusuk ke seluruh sendi-sendi tubuhnya.

Bbbrrrrr... Brrrr...
Bbbrrrrr.... Brrr....

Andra terus menggigil kedinginan sembari tetap mengayuh kaki nya terus berjalan pulang menuju sebuah apartemen tempat dimana ia tinggal.

"Dingin banget malem ini. Benar apa yang di bilang Aisha, badai salju bakal turun malam ini. Tahan ndra, sedikit lagi udah mau sampai." Gumamnya lirih sambil terus melawn rasa dingin itu. Tapi sebelum langkah salah satu kakinya menapak aspal, Andra tersungkur dan tubuhnya menggigil luar biasa. Firasat nya mengatakan jika ia akan segera menyusul mediang ayahnya.

"Bu, maafin Andra belum bisa bahagiain ib... u..." Ucapnya lirih dan Andra tidak sadarkan diri.


Badai salju ringan perlahan mulai menyelimuti kota ini, bahkan menjadi sangat lebat dan udara nya pun kian dingin menusuk tubuh. Aisha gadis berjilbab itu , terus berjalan menembus dinginnya malam dan remangnya kabut salju yang menutupi jalan. Jaket kulit berbulu lebat itu, melekat pada tubuhnya, dia terus mencari sosok pemuda yang amat ia khawatir kan ke adaannya. Aisha terus berjalan dan mencari sosok pemuda yang di carinya. Ia pun tak menyadari telah jauh melangkah meninggalkan apartemen milik nya. Aisha membekam mulut nya manakala saat melihat tubuh manusia tersungkur di pinggir sebuah trotoar jalan. Kedua tangannya bersidekap, salju putih hampir menutupi seluruh bagian tubuh pemuda itu, tubuhnya bahkan sudah tidak sadarkan diri tak berdaya.

"Kak Andra,,.." mulut nya tercekat ketika melihat kondisi tubuh pemuda yang di khawatirkannya tergolek mengenaskan di tepian aspal jalan.

"Kak Andra, kak bangun...!" Gadis itu menggoyangkan tubuhnya namun tak sedikit pun ia terusik untuk bergerak. Aisha hampir putus asa, dan dia mengedarkan pandangannya ke arah sekitar ia berada.

"Toolongg...!" Teriak Aisha berusaha memanggil siapa pun yang melintas malam ini. Tpi tampak nya tak ada sahutan dari orang lain yang mendengar nya.

"Tunggu... Kak Andra bilang kalau dia tinggal bersama sahabat dan Paman Han. Ya, Paman Han... lebih baik aku memapah nya ke sana, jika balik ke apartemen akan lebih jauh dari sini."

"Uhh... Badan kak Andra berat banget, huhhs." Batin Aisha saat mengalungkan lengan tangan Andra pada bahunya.

"Bertahan kak, Aisha akan bawa kakak ke Paman Han. Disana kakak bakal di rawat dan melewati masa kritis ini secepatnya. Aisha nggak mau kakak kenapa-napa, ini salah Aisha!" Gumam lirih nya sedikit parau.

Malam semakin larut, udara dingin semakin menusuk tubuh walau setebal apapun jaket yang di kenakan masih terasa menggigil di tubuh. Kedua insan itu terus berlanjut menyusuri kota yang benar-benar sepi, tak ada seorang pun yang nampak di kegelapan malam ini. Semua orang sedang tertidur pulas dalam kesyahduan malam bersama mimpi dan angan-angan yang indah menurut sebagian orang, untuk sebagian tidak.

""Uhh... Kak, kita sudah hampir sampai. Bertahanlah!"

"Tinggal beberapa blok lagi, kita sampai...,!"

Aisha baik Andra sudah berada tidak jauh dari apartemen yang di maksud. Sebuah pager besi tinggi , bangunan arsitektural khas gedung terpampang di hadapan kedua nya.

"Kak, kita sudah sampai. Kakak bakal baik-baik saja nanti." Seru Aisha bicara seolah-olah Andra sudah tersadar.

"Ktinggnoong... Ktinggnoong....!"

Seruan bel berdenting keras, langkah kaki dari dalam pun bersua.

"Kleekkk...!

"Nak Aisha, ada apa selarut ini kamu ke sini." Tanya pria paruh baya yang tidak lain adalah Paman Han.

"Ini Paman, " tunjuknya dengan kedua sipitan matanya.

"Andra. Darimana kau tahu dia tinggal di sini, nak!"

"Ada dech, Paman.!" Ucap Aisha mulai ceria.

"Ya udah Paman antar Andra dulu ke kamar nya! Nak Aisha lebih baik mandi atau mengganti pakaianmu dengan kemeja yang ada di lemari pakaian tamu." Perintah lelaki tua itu.

"Iya, Paman. Aisha juga mikir kayak gitu?"

Sementara Paman Han mengantarkan Andra pada peraduan nya, dan tak lupa mengganti jaket dan kaus yang di pakai nya itu. Paman Han yang sudah sangat mengerti kelakuan Andra hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya.

"Tidak adakah cara lain untuk menenangkan pikiran dan perasaan hati mu dengan cara yang bermanfaat!" Batinnya saat memandang keadaan Andra itu.

Paman Han segera menyelimuti tubuh Andra dan bergegas keluar dari kamar itu. Menuju kitchen set untuk membuatkan sesuatu untuk Aisha.

"Paman, Aisha mau pamit pulang.!" Sahut gadis itu yang baru keluar dari kamar tamu.

"Duduklah barang sejenak, Paman sudah buatkan secangkir "gukhwacha" untuk mu. Tidak baik jika tuan rumah tidak menyediakan wejangan atau minuman untuk tamunya."

"Ah... Paman tidak perlu repot- repot , Aisha kebetulan aja main kesini, kalau bukan karena kak Andra tadi." Timpal Aisha santai.

"Jadi kamu sudah saling mengenal dengan pemuda itu Sha? apa kamu juga sudah menceritakan apa yang kamu ketahui tentang masa lalu itu kepada Andra." Tanya Paman Han dengan tenang nya sambil menengguk secangkir gukhwacha.

"Belum Paman, aku masih merahasiakan semua itu dari kak Andra, baik sahabatnya maupun gadis itu." Jawab Aisha dengan tenangnya.

"Baguslah, akan ada waktunya untuk memberitahukan itu semuanya nanti. Semoga sang penguasa langit selalu menghendaki."

"Gimana dengan keadaan gadis itu??"

"Baik Paman, tidak pernah ada masalah. Bahkan kmi juga punya rencana untuk magang bareng-bareng Paman. Biar aku bisa dengan mudah menemani dia."

"Paman hanya mendukung mu, Sha. Paman percaya kan semuanya pada kalian bertiga untuk menjaga mereka."

"Heemmm paman, tentunya? Ngomong-ngomong minuman ku sudah habis, jadi bolehkan aku pamit sekarang, tapi..., sebelum pulang bolehkah aku menengok kak Andra barang sejenak, Paman!" Ujar Aisha hati-hati. Dibalas dengan senyuman manis yang memiliki arti dalam pikiran pria paruh baya itu. Aisha pun pamit untuk menengok pemuda yang tengah tertidur di lantai dua kamarnya. Sementara Paman Han merapikan beberapa cangkir kotor yang sudah siap dipakai keduanya.

"Kak, maafin Aisha yah. Kakak harus istirahat yang cukup. Semoga lekas sembuh. Aisha pamit pulang dulu ya kakakku sayang. Ups." Gumam Aisha yang sempat keceplosan seraya mengelus-elus rambut Andra. Tanpa Aisha sadari sepasang mata melihat dan mendengar apa yang di ucapkan gadis itu. Pria paruh baya itu kemudian kembali melangkah pergi meninggalkan keduanya.



~•••o 234 o•••~


2524237911f14bebec3e2a0e8599c588c6edccd0.jpg

Andra

Pagi yang indah, tirai yang telah tersingkap membuat cahaya matahari dapat masuk dengan leluasa melalui jendela apartemen. Tubuh Andra yang terbaring di peraduan nya perlahan mulai menggeliat, kelopak matanya perlahan terbuka , tersentuh oleh kehangatan sang mentari pagi.

Sedikit demi sedikit, kesadaran pemuda itu mulai pulih, ia melihat langit-langit apartemen dan mulai menyadari dimana keberadaannya.

"Semalam bukankah aku sempat tak sadarkan diri di jalanan, kala hujan salju semakin besar mengguyur kota ini semalam. Dan kenapa sekarang aku berada di kamarku sendiri? Pasti ada yang membawaku ke sini. Dan dia itu siapa? Pasti Paman tau siapa yang membawaku ke sini tadi malam? " Gumam Andra yang terus menerka-nerka apa yang terjadi dan siapa yang menolongnya.

Andra perlahan bangkit dari peraduannya dan bergegas melangkah kan kakinya menuruni tiap anak tangga menuju sebuah ruangan dimana lelaki paruh baya itu menyibukkan dirinya pada pagi ini di sebuah kitchen set.

"Paman, bolehkah aku bertanya?"

"Silahkan, apa yang hendak kau pertanyakan.?" Balas Paman Han pada Andra.

"Siapa yang membawaku tadi malam ke sini Paman.?" Tanya Andra dengan penuh selidik kepada Paman Han.

"Dia seorang gadis...!" Jawab Paman Han sedikit singkat.

"Siapa namanya Paman.?"

"Sudahlah... Lupakan saja... Dan dia hanya menyebut nama nya Aisha" Suara Paman Han terdengar tulus, sedikitpun ia tidak menunjukkan kekesalan atas kejadian yang dialami Andra meskipun hal itu sangat menyusahkan dirinya sendiri maupun orang lain.

"Aisha... Serius Paman. Dia yang menolongku." Jawaban Andra sedikit keras setelah mendengar nama Aisha yang di sebut Paman Han.

"Entahlah, kami tidak banyak berbincang-bincang. Mungkin dia hanya kebetulan saja berada di tempat itu dan melihat kejadian yang menimpa mu."

"Begitu ya... Sepertinya aku berhutang budi pda gadis itu, Paman."

"Apa kau sebelumnya sudah saling mengenal atau berjumpa dengannya?" Tanya Paman Han tiba-tiba.

"Ehh.... Sudah Paman."

"Bagus kalau begitu. Setiap perjumpaan tentu akan ada perpisahan, namun jika Langit menghendaki , kelak kau akan berjumpa lagi dengan nya."

Kalimat Paman Han terdengar bijak dan memberikan ketenangan. Andra tersenyum kecil mendengar penuturan itu. Namun beberapa saat kemudian pemuda itu kembali hanyut dengan pikirannya. Ia menerawang menembus dimensi waktu sembari memandang secangkir gukhwacha hangat yang ada di hadapannya dengan tatapan kosong.

"Apakah ada sesuatu yang mengganggu pikiran mu?" Tanya Paman Han dengan suara lembut. Ia menyadari tatapan kosong Andra.

Andra menghela nafas panjang. Banyak yg kini tengah ia rasakan, banyak yang kini tengah ia pikirkan. Namun, semua itu kembali berpusat pada bayang-bayang wajah seseorang.

"Paman, keberatankah, jika aku menanyakan sesuatu yang pribadi?" Ucapan Andra membuat Paman Han tersenyum kecil.

"Tidak, tanyakan. Apa yang ingin kau ketahui?" Jawabnya dengan mengubah posisi duduk agar lebih santai sembari memandang Andra dalam-dalam seakan berusaha menyelami isi hati pemuda itu.

"Mmm... Apa agamamu, Paman? Maksudku keyakinan apa yang kau anut selama ini?" Tanya Andra dengan sedikit ragu, khawatir pertanyaan itu kurang berkenan di hati Paman Han. Raut wajah Paman Han berubah, tampaknya ia tidak menyangka Andra akan menanyakan hal tersebut. Namun demikian, tidak tersirat keberatan di wajahnya untuk menjawab. Dengan tenang dan senyum di bibir, Paman Han justru balik bertanya.

"Kenapa kau ingin tahu?"

"Tidak ada maksud khusus, hanya ingin tau saja. Itupun jika Paman tidak keberatan!"

" Aku meyakini apa yang ada di dalam hati dan pikiran." Jawabnya singkat penuh arti.

"Maksud Paman?" Andra nampak tidak memahami maksud perkataan lelaki tua tersebut.

Paman Han menghela nafas panjang sejenak sebelum akhirnya kembali membuka suara. " Terus terang, negeri ini tidak sama dengan negeri asalmu. Sebagian penduduk di negeri ini menganut agama buddha, sebagian Nasrani, dan sangat sedikit sekali yang beragama sama denganmu. Sebagian juga mereka menganut keyakinan yang di wariskan dari leluhur pendiri negeri ini. Namun masih cukup banyak pula di antara kami yang tidak menganut agama atau ajaran kepercayaan apapun."


Penjelasan Paman Han membuat kening Andra berkerut seakan memikirkan sesuatu. "Tidak menganut agama atau kepercayaan apa pun.... "

"Kami percaya pada apa yang kami lihat dan yang kami rasakan. Menjalani hidup dengan baik, bekerja keras dan mencapai kemakmuran. Meraih masa depan dan menggapai mimpi. Hidup bahagia dengan cinta dan kasih sayang, menebar kebaikan dengan kepedulian terhadap sesama , membangun negeri dengan di landasi rasa setia dan cinta terhadap tanah air. Bukankah itu semua lebih baik dari sekedar agama ataupun ajarn yg di penuhi dengan kata- kata bijak tanpa wujud dan perbuatan nyata"

Andra tertegunn mendengar setiap kata demi kata yang diucapkan Paman Han. Pemuda itu hanya mampu mendengarkan tanpa berani memberikan.

"Terlepas dari semua, pada dasarnya kita semua menjalani hidup sebagai mana yang kita yakini. Aku yakin kau sendiri memilikki keyakinan yang kuat atas apa yang ada dalam hati dan pikiran mu, "

Paman Han mengakhiri penjelasanya dengan mengajukan pertanyaan serupa pada diri Andra dan membuat pemuda itu terkesiap.

"Eh.. iya...., Tentu saja, Paman....!" Jawab andra sedikit gugup.

"Kehidupan beragama di negeri ini mungkin tak sebaik yang ada di negeri lain. Namun, lihatlah kenyataannya, banyak negeri yang sedemikian mengagungkan kebesaran agama yang mereka anut tanpa menyadari bahwa kemaksiatan, kerusakan moral dan korupsi yang melanda negeri mereka jauh lebih besar dibandingkan dengan negeri ini. Lalu, dimanakah ajaran agama yang mereka tempatkan? Apakah hanya dalam sebatas kata-kata indah yang di perdengarkan dalam rutinitas ibadah? Atau kah kebaikan dan kebenaran yang selama ini mereka gaungkan hanyalah sebuah wacana dalam kehidupan sehari-hari tanpa satu pun yang benar-benar meresap ke dalam jiwa mereka?" Kembali Paman Han berbicara dan kali ini ucapannya menusuk telak ke dalam jantung Andra.

Wajah pemuda itu sedikit memerah seakan ucapan Paman Han telah menyinggung nya. Namun demikian, Andra menyadari bahwa apa yang dikatakan oleh Paman Han tidak sepenuhnya salah.

"Maaf aku hanya menyampaikan sebagaimana kenyataan yang kulihat. Bukan berarti aku menyalahkan ataupun membenarkan sebuah keyakinan. Hanya saja, semua itu kembali pada diri kita masing-masing. Pada dasarnya kita semua tidak lebih baik dari apa yang ada dalam pikiran kita."

Suara Paman Han terdengar lembut dan menyejukkan hati, membuat hati Andra merasa sedikit lebih tenang sehingga ia dapat meresapi apa maksud dan arti ucapan Paman Han sesungguhnya.

"Nak Andra, jika kau tidak keberatan, Paman ingin bertanya?"

"Apa yang ingin Paman ketahui?"

"Paman merasakan ada ganjalan dalam benak mu. Apakah semua ini ada hubungannya dengan gadis semalem dan Kyo In ataukah sebatas beban dan permasalahan pribadi mu semata?" Kali ini Paman Han yang bertanya.


Rupanya pembicaraan itu telah membuat nya mulai membaca sebagian dari isi hati dan pikiran Andra. Seketika, teringat kembali bayang-bayang wajah Aisha dan Kyo In dalam benak Andra tanpa sadar. Pertemuan pertama kali antara Andra dan Aisha dalam sebuah kamar apartemen dan kejadian percumbuan itu terlintas dipikiran nya. Perbincangan nya dengan gadis itu di kamar asrama serta mushaf yang di temukan di kamar Kyo In, semua menyatu dengan berbagai di lema yang ia rasakan. Hingga akhirnya, semua itu melebur menjadi satu dan membawa jiwanya menembus dimensi ruang dan waktu, dalam sebuah perjalanan alam bawah sadar yang sedemikian terasa nyata. Membuatnya bercermin kembali pada apa yang sesungguhnya tersembunyi dalam dalam hati dan pikiran nya selama ini, membuatnya menelaah kembali setiap jejak kesalahan di masa lalu.

"Hmmm.... Entahlah paman. Keduanya Sepertinya berkaitan."

Jawaban Andra yang polos membuat Paman Han tersenyum dan menggelengkan kepala. "Melihat dirimu, seakan aku melihat diriku di masa muda...!" Tiba-tiba Paman Han kembali membuka suara.

"Apa maksud Paman?"

"Sesungguhnya aku tidak yakin dengan apa yang tengah kau pikirkan, namun seakan aku merasakan bahwa kau masih terikat oleh masa lalu dan terbebani masa depan..."

Andra menarik nafas dalam-dalam dan mengangguk pelan, membenarkan ucapan Paman Han . Lelaki tua itu bangkit berdiri dan perlahan melangkah mendekati jendela apartemen. Ia memandang keluar dan menyaksikan hamparan keindahan kota CHEONAN yang nampak dari dalam kamar itu.

"Suatu waktu, Devata mengucapkan syair di hadapan sang Bhagava. Keberatan kah kau mendengarkannya?" Tanya Paman Han yang berdiri membelakangi Andra.

"Tidak, Paman, ceritakanlah..!" Jawab Andra.

"Mereka yang berdiam jauh dalam hutan, damai menjalani hidup suci, makan hanya satu kali sehari, mengapakah kulit manggis begitu cerah?" Suara Paman Han terdengar begitu saja begitu bersahaja.

"Apa yang kemudian di katakan sang Bhagava?" Tanya Andra yang tengah menyimak.

"Sang Bhagava menjawab, mereka tidak meratapi masa lampau, dan juga tidak merindukan masa depan. Mereka mempertahankan diri mereka dengan apa yang ada sekarang. Karena Itu kulit mereka begitu cerah...!"

"Jika kau merasa terbebani dengan keduanya, berbuat adil lah dan pilih salah satu dari mereka. Sesungguhnya keberanian dan tanggung jawab dapat menentukan sikap mu. Jika seandainya sang penguasa langit menyerah kan keduanya padamu, jaga keduanya seperti kau menjaga kesehatan tubuh mu, agar tidak ada yang merasa sakit dan tersakiti hatinya." Nasehat Paman Han begitu bijak dan penuh arti.

Andra terdiam seribu bahasa seakan tengah berusaha menyelami kata-kata Paman Han. Beberapa saat, keheningan terasa di antara kedua nya hingga akhirnya Paman Han melangkah kan kakinya ke arah lain.

"Hari semakin siang. Kau harus berangkat kerja seperti biasa. Jangan sampai terlambat." Ucapnya sembari melangkah meninggalkan Andra.

~•••o 234 o•••~

________________________________________________________
Gukhwacha = sejenis minuman teh hijau yang di campur dengan biji bunga seruni.

-------------------------------------------------------------

 
Terakhir diubah:
@suhu BRUNO234....
Ane nitip saran alangkah baik nya jika ada beberapa dialog bahasa korsel dan terjemahan nya, karena menurut ane cerita setting suhu semua masih berlatar korsel, sekalian kami yang membaca bisa belajar bahasa korea...

Bahasa yang ringan saja misal selamat pagi, bla..bla...bla... dalam bahasa korea.... biar nuansa korea nya terasa feel nya walaupun sedikit-sedikit bhs korea yg di pake.
:ampun:
Siap suhu...
Akan ane coba...

Tpi nggak janji. Hihihi
 
Part Thirteen

Kim-Tae-Hee.jpg

Kyo Sun
Pagi datang menjelang, sang surya tersenyum penuh arti seakan mengetahui rahasia malam yang telah menaungi setiap insan dengan hikmah nya. Membawa kembali hati dan pikiran dari alam bawah sadar, kembali pada kenyataan dalam kehidupan. Namun adakah setiap insan mengambil pelajaran dari semua itu?

Kyo Sun terbangun dari tidurnya, tubuh ny yang masih terasa letih bergeliat di atas peraduan nya. Kedua matanya telah terbuka memandang langit- langit kamar yang menjadi saksi bisu atas apa yang terjadi pada dirinya semalam. Kyo Sun terus menerawang, sementara pikirannya berkelana, mencoba mengingat kembali apa yang terjadi pada dirinya. Mendadak, bayang-bayang wajah pemuda itu muncul dalam benak Kyo Sun dan saat itulah ia tersentak. Dengan perasaan terkejut, ia terbangun dan duduk di atas kasur, memandang seluruh ruangan seakan mencari sesosok seseorang. Sunyi, tak seorang pun di sana selain dirinya.

Kamar sederhana berukuran 3X5 meter itu adalah tempat tinggal Kyo Sun . Dapur dan tempat istirahat menyatu dalam satu ruangan tanpa sekat pemisah. Tiada banyak perabotan di sana, hanya sebuah kasur kasur di atas lantai, lemari pakaian, dan peralatan dapur untuk memasak.

Pandangan Kyo Sun beralih pada kamar mandi kecil yang ada di salah satu sudut kamar, perlahan Kyo Sun bangkit dan mendekati. Telinganya mencoba menyimak dengan baik setiap suara yang dapat ia dengar hingga akhirnya memantapkan hatinya untuk membuka kamar mandi dengan sangat perlahan , sekedar untuk memastikan kosong, tiadapun orang di sana.

Kembali Kyo Sun memutar tubuhnya dan memandang seisi ruangan. "Apakah aku bermimpi....?" Kyo Sun berkata seorang diri, seakan tak yakin dengan apa yang ada dalam pikirannya sendiri.

Kyo Sun mengamati pakaian yang ia kenakan, semuanya masih sama seperti yang dikenakan semalam. Ia ingat perbincangan dengan bibi pemilik kamar, sementara bayang-bayang wajah pemuda itu terus muncul dan membuat hatinya gelisah.

"Pemuda... itu, kenapa aku terus mengingat nya?"

Kyo Sun mendekap tubuh nya sendiri sembari merapatkan punggungnya ke dinding kamar. Pemuda yang terlintas dalam pikirannya adalah pemuda yang selama ini ia rasakan dan dia selalu membayang-bayangi setiap waktunya. Ada rasa gelisah bercampur dengan kecemasan karena ia tidak mengetahui sedikit pun tentang jati diri pemuda itu. Namun, Kyo Sun dapat merasakan kehadirannya beberapa hari terakhir ini, ia slalu membayangi setiap langkah dalam hidupnya.

"Apakah selama ini dia di sini?.... Apakah dia yang membawaku masuk ke dalam kamar?..."

Terbersit pemikiran itu dalam benak Kyo Sun, pemikiran yang seketika membuatnya merasa merinding. Jika benar hal itu terjadi? Apa sebenarnya maksud pemuda itu? Siapa dia dan apa saja yang telah dilakukannya semalam? Berbagai prasangka dan pemikiran buruk memenuhi benak Kyo Sun.

Tokk... Tokkk...

Mendadak terdengar ketukan pintu yang seketika membuyarkan lamunannya. Dengan masih terbebani berbagai prasangka dan pertanyaan di pikirannya. Kyo Sun melangkah dan membukakan pintu itu.

"Ah.... Syukur lah kau sudah bangun. Maaf kan, bibi ya semalam. Bibi sudah bersikap kasar padamu." Ucap bibi pemilik kamar yang telah berdiri di hadapan Kyo Sun.

"Bibi....?" Kyo Sun sedikit terkejut melihat kedatangan sang pemilik kamar, apalagi sikapnya jauh berbeda dibandingkan dengan semalam. Yang arogan dan sedikit pemarah.

"Ini bibi bawakan sup, makan lah selagi hangat" ucapnya sambil menyodorkan nampan berisi semangkuk sup hangat di hadapan Kyo Sun dan membuat gadis tersebut tak habis pikir dengan sikap ramah pemilik kamar itu.

"Ttt... tapiii... Bi...!"

"Sudahlah jangan sungkan, mulai sekarang kau bisa tinggal di sini sesuka hatimu." Bibi itu kembali berucap dengan senyum aneh terlukis di wajahnya.

"Saya nggak paham bi, kenapa!?.."

"Ah... Sudahlah. Cepet ambil dan habiskan sup ini selagi masih hangat." Bibi pemilik kamar sepertinya tidak ingin menghabiskan terlalu banyak waktu untuk berbincang-bincang. Setelah menyerahkan nampan berisi semangkuk sup itu, ia segera membalikkan tubuh dan melangkah pergi.

Kyo Sun masih terus meningkat dengan alam pikiran nya, ia tidak mengerti apa yang sebenarnya telah terjadi. Ia merasa sudah terlalu banyak ke anehan yang ia rasakan beberapa hari terakhir ini dan baik yang ia rasakan sekarang ini juga. Dengan bergegas Kyo Sun meletakkan nampan di atas meja, dan ia berlari mengejar sang pemilik kamar yang tiba-tiba sangat aneh , berubah 360 derajat dengan apa yang terjadi semalam.

"Bibi.... , Tunggu sebentar, bi?" Bibi pemilik kamar itu menyambut kedatangan Kyo Sun yang menghampirinya dengan wajah kurang senang.

"Jelaskan padaku, bi? apakah ada sesuatu yang terjadi semalam?" Tanya Kyo Sun dengan nafas yang terengah-engah.

"Apa maksud mu?" Sang pemilik kamar justru balik bertanya dengan sikap seperti berusaha mengelak.

"Kenapa bibi tiba-tiba saja baik padaku? Kenapa bibi tadi mengatakan bahwa aku dapat tinggal di sini sesuka hati ku.! Apakah ada sesuatu yang tidak aku ketahui? Tolong jelaskan padaku, bi?" Kyo Sun terus mendesaknya dengan berbagai macam pertanyaan agar ia mau memberikan penjelasan. Kyo Sun menyadari bahwa ada sesuatu yang telah terjadi dan ia harus mengetahui nya.

"Sudahlah...., bukan hal penting, lupakan saja?"

"Tidak, bi... Ini penting untuk ku, tolong jelaskan padaku, bi?" Desak Kyo Sun.

"Ah... Kau ini, sebenarnya dia meminta ku untuk tidak menceritakan ini pada mu." Gumam bibi pemilik kamar itu sembari menghindari tatapan Kyo Sun.

"Dia...?" Kyo Sun sedikit terperangah.

"Dia, siapa bi? Jelaskan padaku...?"

"Ah..., Mana bibi tahu. Yang jelas , pagi ini dia datang dan melunasi utang mu. Bahkan dia sudah membayar sewa kamar mu untuk enam bulan ke depan." Jawab bibi pemilik kamar. Nada suaranya menunjukkan bahwa sebenarnya dia enggan bercerita.

Kyo Sun semakin terperangah, batinnya bertanya. Siapa yang telah melakukan hal itu dan apa maksud serta tujuan nya melakukan hal itu? Mendadak, wajah seseorang kembali terlintas dalam benak Kyo Sun.

"Bi, apa orang yang menemuimu itu seorang pemuda berwajah asing, seperti orang dari daerah timur." Tanya Kyo Sun dengan jantung mulai berdetak kencang.

"Iya benar, seperti nya dari kawasan Asia Tenggara. Apa kau mengenal nya?"

Jawaban bibi pemilik kamar itu membuat jantung Kyo Sun semakin berdegup kencang. Bayang-bayang wajah pemuda itu jelas. Bayang-bayang yang semalam ia lihat itu bukan mimpi tpi kenyataan. Kyo Sun mulai menyadari bahwa pemuda asing itu ternyata memang ada di kamar nya semalam.

"Heii... Aku bertanya. Apa kau mengenalnya?" Kembali bibi pemilik kamar bertanya karena melihat Kyo Sun hanya terdiam mematung.

"Ti... Tidak, aku tidak mengenalnya...?"

"Aneh..., Jika kau tidak mengenalnya, lalu kenapa dia bersedia menanggung biaya sewa kamar mu? Tadinya ku pikir dia itu kekasihmu..."

Apa kekasih, aku sendiri tidak pernah dekat dengan pria manapun di kota ini. Keseharian ku hanya fokus bekerja sebaik mungkin dan memikirkan bagaimana caranya agar Kyo In bisa tetap terus berkuliah.

" Entahlah, bi. Aku tidak tahu....!"

"Ah, sudahlah itu urusan mu dengan dia. Yang terpenting bagi ku urusan sewa kamar mu sudah selesai. Oh ya, jangan lupa mengembalikan mangkuk sup itu, ya!" Ucap bibi pemilik kamar itu sembari melangkah pergi seakan tidak terlalu ambil pusing.

Kyo Sun hanya terdiam dan tiada memberikan reaksi apapun. Hatinya semakin gelisah karena apa yang selama ini ia rasakan ternyata bukan hanya sebatas ilusi semata. Ada seorang pemuda yang ternyata telah membayang-bayangi kehidupan nya selama beberapa hari terakhir ini. Dengan jantung berdebar, Kyo Sun memandang ke sekeliling. Rasa resah dan gelisah membuat hatinya terasa tidak tenang seakan Kyo Sun merasakan bahwa pemuda itu tengah mengawasi dirinya saat ini.

Beberapa saat lamanya, Kyo Sun terdiam di tepi jalan sebelum akhirnya membalikkan badannya, kembali ke kamar dengan perasaan tidak menentu. Sementara itu, seorang pemuda di kejauhan sana terus memandang gadis itu penuh arti. Bernaung di balik sebuah pohon besar dan rindang membuat nya terhalang dari pandangan Kyo Sun. Dengan sedikit tersenyum, pemuda itu melangkah meninggalkan tempat seiring menghilang nya bayang-bayang tubuh Kyo Sun yang sejak tadi ia amati dri jauh. Dengan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana, ia melangkah santai menuju mobil hyundai sport miliknya yang terparkir semalaman di seberang jalan sana, menjadi saksi bisu apa yang telah ia perbuat semalaman.

"Gadis bodoh,...! Seharusnya dia lebih menjaga kesehatan nya." Gumam Satria seorang diri sembari melajukan mobilnya yang perlahan meninggalkan tempat itu.


~•••o 234 o•••~

Images_1.jpg

Shin Eun

Shin Eun duduk di depan sebuah kompleks pertokoan. Pandangan nya mengarah tepat di seberang jalan sana di mana sebuah gedung menjulang tinggi dengan gagah, CHEONAN Pasifik Hotel. Disanalah manajer pemasaran Donghae Group menginap dan keberadaan nya Shin Eun berada di sana itu tidak lain adalah untuk menyelidiki kegiatan sang manajer.

Seseorang dengan bertubuh kekar dengan pakaian jas hitam perlahan melangkah keluar dari dalam hotel dan membuat perhatian Shin Eun terpusat pada nya. Hanya dalam hitungan detik, sebuah Hyundai Avega berwarna hitam metalik bergerak dari arah lain dan langsung berhenti di depan hotel. Seakan memang sengaja menanti kedatangan lelaki kekar berjas hitam itu . Shin Eun menyadari bahwa targetnya bermaksud untuk pergi ke suatu tempat. Bergegas gadis cantik yang penuh semangat itu berlari menyebrang jalan.

Brmmmhh...!

Mobil yg di naiki lelaki bertubuh kekar itu melaju perlahan meninggalkan hotel tepat ketika Shin Eun telah menapakkan kakinya di seberang jalan tak jauh dari area hotel tersebut.
Sedikit terkejut bercampur panik karena khawatir kehilangan target nya, Shin Eun melangkah cepat untuk menghentikan laju sebuah taksi yang melintas. Namun tanpa sadar, ia melangkah terlalu jauh melewati tepi jalan raya dan membuat sebuah mobil Hyundai sport nyaris menabrak nya.

Chiiiittt....?

Suara rem di injak seketika dan menyita perhatian banyak orang. Shin Eun berdiri dengan kening berkeringat dingin membasahi keningnya. Sementara orang- orang yang menyaksikan kejadian itu mulai berkomentar dengan ucapan yang kurang enak didengar. Jelas kejadian ini merupakan kesalahan Shin Eun.

"Hampir saja aku celaka...?" Suara Shin Eun terdengar lirih. Lututnya lemas dan ia hanya mampu memandang sedan sport berwarna silver yang nyaris menabrak nya tadi. Sementara sang driver tidak keluar sama sekali dari dalam mobil nya.

"Manajer Yong! Aku harus mengejarnya?" Mendadak Shin Eun terngiang kembali dengan tugas yang sedang di jalankan. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri, namun tak ada satupun taksi yang melintas. Dengan sedikit ragu , pandangan nya tertuju pada sedan sport berwarna silver yang membisu dalam kebekuan di hadapan nya.

"Apa boleh buat?" Seru gadis itu.

Degan lincah , ia bergerak ke sisi sedan , membuka pintu nya. Langsung masuk tanpa menghiraukan apa yang baru saja terjadi.

"Maafkan saya Tuan, tapi saat ini saya butuh bantuan anda." Dengan sedikit menjura hormat, Shin Eun menyampaikan permohonan maaf. Namun mendadak, lidahnya terasa kelu dan tercekat, tak sanggup meneruskan kalimatnya.

"A... Aan... Anda...!" Terbata-bata Shin Eun bicara, ia memandang tak berkedip pada sosok pemuda di hadapannya.

"Kau gadis pernah bertemu dengan ku di rumah makan kimchi itu, bukan?" Satria sendiri tidak kalah terkejutnya. Sejak tadi, Satria memang merasa mengenali sosok Shin Eun. Itulah sebabnya mengapa ia tidak keluar dari dalam mobil nya dan diam-diam terus mengamati gadis itu. Seketika suasana dalam mobil itu kembali hening. Mereka saling berpandangan satu sama lain dengan perasaan serta pemikiran masing-masing.

Thinn... Thinnn....

Kendaraan lain di belakang mobil mereka merasa terganggu karena sedan sport berwarna silver itu terlalu lama berhenti di tengah jalan. Satria yang menyadari hal itu segera melaju kan mobilnya secara perlahan. Sementara Shin Eun entah mengapa dia menundukkan kepalanya dengan pipi yang memerah.

"Kenapa aku harus bertemu dengan nya lagi..." Pikir Shin Eun dalam hati nya. Sedikit pun gadis itu tidak menyangka akan berjumpa kembali dengan pemuda itu, apa lagi kali ini di CHEONAN.

Sembari mengemudikan mobilnya, Satria menoleh ke samping tepat di saat Shin Eun juga melirik ke arahnya. Sehingga kedua mata mereka saling bertemu pandang dan membuat jantung Shin Eun maupun Satria berdegup kencang, ada sesuatu yang mendesir di dalam sana.

"Namaku Satria.!" Ucapnya lirih seakan hendak memulai kembali perkenalan mereka dengan cara yang lebih baik di bandingkan dengan dahulu pertama kali bertemu.

"Aku, Shin Eun. Maaf atas kejadian tadi." Jawab Shin Eun tanpa memandang langsung wjah Satria.

"Eh... Tuan, maafkan aku, tapi saat ini aku butuh bantuan anda!" Mendadak Shin Eun kembali teringat dengan Manajer Yong. Satria merasa sedikit heran dengan sikap Shin Eun, tapi ia melihat jelas kesungguhan di wajah gadis itu.

" Hyundai Avega metalik yang melintas sebelum Anda, tolong kejar mobil itu." Ucap Shin Eun dengan nada memohon.

Sebenarnya Satria sudah merasa sangat lelah dan bermaksud ingin pulang ke apartemen nya untuk istirahat. Semalam suntuk hingga pagi ini ia tidak tertidur untuk menjaga Kyo Sun. Namun pertemuan yang tidak terduga ini cukup mengejutkan bagi nya, di tambah lagi sikap Shin Eun yang aneh. Semua itu mengundang rasa ingin tahu Satria.

"Baiklah, pasang sabuk pengaman mu." Jawab Satria singkat sembari menginjak pedal gasnya, meningkatkan laju kecepatan kendaraan nya. Sedan sport berwarna silver yang di kendarai Satria melaju cukup kencang melewati kendaraan lain nya. Lalu lintas yang tak seberapa padat pagi ini, cukup membantu sehingga dalam waktu singkat, Hyundai Avega metalik yang di tumpangi manajer Yong sudah terlihat tidak seberapa jauh berada di depannya.

"Jaga jarak aja, tuan. Kita ikuti aja mereka pergi."Shin Eun meminta Satria untuk terus mengikuti Hyundai Avega metalik yg berada di depannya.

"Baiklah, aku sudah mengikuti keinginanmu..., Lalu...?" Tanpa melepas pandangannya terhadap mobil metalik itu . Tiba-tiba saja Satria mengajukan pertanyaan menyelidik pada Shin Eun yang duduk di samping dengan raut wajah serius mengamati targetnya.

"Apa maksud anda tuan?"

"Pertama , panggil aku Satria. Dan yang kedua sebaiknya kau menjelaskan padaku , kenapa kau begitu ngebetnya mengikuti Hyundai Avega metalik itu.?"

Pertanyaan Satria membuat Shin Eun merasa kurang nyaman. Sebenarnya Shin Eun cukup enggan untuk menceritakan apa yang sedang ia lakukan. Tetapi gadis itu menyadari bahwa Satria sudah membantu nya dan jika ia tidak berterus terang mungkin pemuda itu akan menolak untuk membantunya.

"Apa kau keberatan untuk menceritakannya.!"

"Ah... Tidak . Begini, orang yang ada di dalam mobil itu adalah seorang tokoh penting yang bekerja untuk kompetitor perusahaan kami. Aku hanya ingin menyelidiki kegiatan perusahaan mereka di CHEONAN ini. Tidak ada hal khusus, hanya tugas biasa." Shin Eun memberikan penjelasan yang singkat dan jelas. Tampak Shin Eun menjaga rapat- rapat kerahasiaan dari apa yang sedang ia kerjakan.


"Oh... Begitu rupanya... Jadi semua ini hanya masalah persaingan bisnis." Satria membuat kesimpulan sendiri atas apa yang di sampaikan oleh Shin Eun, sementara gadis cantik itu hanya mengatakan pelan pertanda mengiyakan.

"Kau sendiri? Apa yang kau lakukan di CHEONAN?" Mendadak, Shin Eun mengalihkan pembicaraan.

Satria yang mendapat pertanyaan itu hanya tersenyum kecil. Perlahan ia membelokkan mobilnya di sebuah persimpangan sesuai arah yang di tujukan mobil Hyundai Avega metalik di depan nya.

"Kau belum menjawabku. Apa kau disini dalam rangka bisnis atau sekedar liburan? " Kembali Shin Eun bertanya , membuat Satria menoleh sepintas ke arah nya.

Hanya sepintas namun, Satria dapat melihat wajah gadis cantik itu yang sangat lembut dan mempesona. Matanya yang indah berpadu dengan kulit putih nya yang halus , senyum manisnya yang terukir di bibirnya menghantarkan pesona dan aura keindahan tersendiri. Satria kembali tersenyum kecil. Ia arahkan pandangannya kembali ke depan seakan tak ingin terlalu lama memandang gadis itu. Dada Satria merasakan sesak dan sakit menatapi gasdis itu.


Shin Eun sendiri entah mengapa merasakan ada sebuah perasaan aneh yang merasuk saat pemuda itu memandang dirinya. Perasaan yang membuat dadanya berdebar, perasaaan yang sulit di pahami, perasaan yang ia rasakan semenjak pertemuannya dengan Satria di Seoul beberapa waktu lalu. Dan kini perasaannya semakin bergejolak. Tetapi Shin Eun adalah gadis cerdas yang menyadari bahwa dirinya tidak boleh membiarkan perasaan mengendalikan dirinya.

"Kalau tak mau menjawab ya sudah...? Lupakan saja..." Ucap Shin Eun dengan memasang wajah dingin, seakan tidak peduli dan berusaha menutupi perasaan nya.

Tanpa memperdulikan ucapan Shin Eun mendadak saja Satria mengarahkan mobilnya ke tepi dan berhenti tepat di pinggir jalan.

"Hei. Kenapa berhenti?"Shin Eun terkejut dengan apa yang dilakukan Satria. Sementara, pemuda itu mengubah sedikit posisi duduknya sehingga mereka saling berhadapan dan berpandangan secara langsung. Tidak ada kata yang terucap dari bibir keduanya.

Satria hanya memandangi Shin Eun seakan sedang membaca isi hati gadis itu. Shin Eun yang di pandang sedemikian rupa menjadi salah tingkah dan merasakan tidak enak hati, sebisa mungkin ia berusaha mengendalikan perasaan nya. Sebuah keberanian seorang Satria yang pernah menaklukkan wanita kedalam pelukannya hal ini sudah biasa dan mengerti situasinya saat ini. Bibirnya bergerak pelan dan pasti menautkan dengan bibir gadis itu. 'Cups'.

"Apa yang kau lakukan!" Tanya Shin Eun lirih wajahnya nampak sangat memerah. Ciuman singkat pemuda itu seakan mampu mematahkan sayap sang peri yang pura-pura sok jual mahal itu.

Beberapa pemikiran dan prasangka mulai terbersit dalam benak Shin Eun. Berdua dalam mobil yang tertutup, apalagi pemuda itu juga secara tidak langsung telah mencuri-curi kesempatan mencium bibirnya. Shin merasakan sakit dan aliran darah nya terhenti, lidahnya kelu menanti apa yang akan dilakukan pemuda di hadapannya.

"Hilangkan prasangka buruk dalam otakmu itu. Maafkan aku sudah berbuat kurang ajar padamu . Kamu tenang aja aku bukan seekor macan yang dengan mudah nya menerkam mangsanya. Aku masih memiliki batasan-batasan norma, ingat itu." Kata Satria dengan ucapan selembut mungkin.

"Asal kamu tau...!" Bisik Satria dengan tatapan mata mereka yang saling bertautan. Seraya menangkup kan telapak tangannya tepat di kedua pipinya.

Dada Shin Eun serasa ingin copot, detakkan jantung nya memacu lebih keras dari seperti normalnya. Apalagi disaat pemuda itu menangkup lembut wajah nya.

"Kita sudah sampai." Shin Eun barulah menyadari bahwa Hyundai Avega metalik yang mereka ikuti juga telah berhenti sebelumnya tak jauh didepan mereka, tepat di sebuah rumah makan. Shin Eun merasa dirinya sedemikian bodoh, luluh, terlena dan terkagum dengan perlakuan pemuda di hadapannya itu. Pipinya bersemu merah karena jelas sekali sejak tadi ia terlalu memikirkan perasaan nya terhadap pemuda itu dan nyaris melupakan tugas nya. Satria hanya tersenyum kecil dan membuat Shin Eun semakin merasa malu.

"Eh... Eh... Iii... iya, terima kasih...," Ucapnya sembari menjura hormat dan menghindari tatapan mata Satria.

Bergegas Shin Eun keluar dari sedan sport itu. Kembali ia menjura hormat dengan pipi yang masih memerah sebelum akhirnya melangkah dengan cepat menuju rumah makan di depan sana.

"Gadis yang aneh, tpi bibir nya sungguh lembut dan manis.." Satria berbicara seorang diri. Satria hanya tersenyum seorang diri memandang kepergian Shin Eun.

Sebuah rumah makan khas Korea Selatan, menyambut kedatangan Shin Eun dengan penuh kehangatan dan nuansa tradisional Korea. Shin Eun sendiri baru menginjakkan kakinya di tempat itu. Melihat dari namanya, dapat di pastikan bahwa rumah makan tersebut terkenal dengan berbagai jenis makanan serta minuman tradisional khas Korea Selatan. 'Hwachae' dan 'sujeonggwa.' adalah salah satu dari sekian banyak minuman khas yang sediakan.
Ruangannya cukup besar di bagian dalam tertata sedemikian asri dengan nuansa tradisional, menampilkan keindahan dalam kesederhanaan.

Perlahan Shin Eun memasuki tempat tersebut, senyum ramah pelayan yang mengenakan hanbok, mengiringi langkah, namun itu semua tidak membuat hatinya tenang karena orang yang ia cari belum terlihat sama sekali. Gerak-gerik Shin Eun yang sedikit aneh mengundang perhatian beberapa pelayan disana. Menyadari hal tersebut, Shin Eun segera mendekati salah satu pelayan untuk menghindari kecurigaan mereka.

"Maaf saya mencari seorang teman . Dia mengenakan pakaian jas hitam dan baru saja masuk ke sini." Shin Eun berbicara dengan melempar senyum ramah.

"Oh, maksud anda tuan Yong? Beliau sedang menemui pemilik rumah makan ini. Nona bisa menunggunya di samping sana . Tuan Yong biasanya duduk di paviliun dekat taman," pelayan tersebut memberi kan penjelasan sembari menunjukkan ke arah sebuah taman yang terletak di samping rumah makan tersebut.

"O, iya terima kasih."

Bergegas Shin Eun menuju tempat yang dimaksud pelayan tadi. Dri informasi yang di terima nya, Shin Eun mengetahui bahwa ternyata Manajer Yong mengenal baik pemilik rumah makan tersebut dan sepertinya ia sudah cukup sering berkumpul di tempat ini.
Taman sederhana di samping rumah makan itu nampak asri dan indah. Sebuah kolam teratai berada tak jauh dari paviliun yang di maksud sang pelayan.

Shin Eun memutar pandangan dan tak melihat seorang pun di sana. Di dalam paviliun itu sendiri tampak tergeletak tas milik manajer Yong. Sebuah buah dokumen tipis di atas meja, membuat perhatian Shin Eun tertuju padanya.
Rasa ingin tahu Shin Eun membuat gadis itu memberanikan dirinya untuk mendekat. Tempat itu mungkin hanya biasa di pergunakan oleh tamu khusus ataupun mereka yang memiliki kedekatan dengan pemilik rumah makan, sehingga tampaknya Manajer Yong tidak merasa khawatir meninggalkan barang serta dokumen pribadi miliknya disana tanpa penjagaan. Situasi tersebut cukup memudahkan Shin Eun.

Dengan berhati-hati ,Shin Eun melangkah mendekat, sesampainya di paviliun itu , Shin Eun memutar pandangan, memastikan tak seorang pun mencurigainya. Perlahan, Shin Eun, meraih dokumen di atas meja . Dengan sedikit perasaan was-was , ia membukanya. Halaman demi halaman sempat ia baca dan hatinya terkejut manakala melihat beberapa nama yang ia kenali tertera di dokumen itu.

Jantung nya berdetak lebih kencang. Ia ingin membaca dan mempelajari lebih jauh isi dokumen tersebut. Namun samar-samar ia mendengar suara percakapan dan langkah kaki dari arah belakang. Shin Eun menyadari bahwa manajer Yong sedang menuju tempat itu. Shin Eun segera meletakkan kembali dokumen tersebut di atas meja. Sedikit gugup Shin Eun menyelinap ke bagian belakang paviliun melalui sisi lain.

Manajer Yong nampak melangkah dengan tenang sembari berbincang-bincang dengan seseorang sehingga tidak menyadari apa yang terjadi di paviliun taman. Shin Eun sendiri berusaha menghindar dengan menyelinap lebih jauh melalui rimbunnya pepohonan di area taman. Ia berhasil menjauh dan bersembunyi dibalik sebuah pilar dekat bangunan utama rumah makan tersebut.

"Saya yakin semuanya dapat berjalan lancar. Donghae Group akan semakin kuat apabila mereka mau bersedia bergabung . Mari silahkan, tuan...!"

Suara perbincangan mereka samar-samar dari kejauhan dan Shin Eun yakin lelaki yang muncul bersama manajer Yong adalah pemilik rumah makan.

Shin Eun terus mengawasi keduanya dari balik pilar, nyaris saja keberadaannya di ketahui . Meskipun demikian, Shin Eun menyadari bahwa ia tidak dapat terlalu lama berada di tempat itu. Dengan memantapkan hati , Shin Eun bermaksud melangkah pergi meninggalkan mereka.

"Mmmmph...!

Mendadak saja , seseorang membekap Shin Eun dari arah belakang.

Terkejut bukan main , Shin Eun berusaha memberontak, namun orang itu merangkulnya sedemikian kuat, sehingga kedua tangan Shin Eun terkunci dan tak mampu di gerakkan. Mulutnya terbungkam dan suaranya nyaris tak terdengar. Terengah-engah, Shin Eun merasa tubuhnya di tarik ke balik sebuah dinding . Dalam ketidak berdayaan itu, Shin Eun hanya mampu pasrah mengikuti apa yang di lakukan oleh orang itu.

~•••o 234 o•••~
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd