Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Amplas

Status
Please reply by conversation.
"owh.. yaudah dateng aja. Tapi bawain pisang molen ya sayaang.. hihii" kata Yana sedang telponan dengan pacarnya.
"Iii tambah sayang deh.. mmuuaahh.. aku juga kangen kamu Gyy"
Akuu menarik nafas dalam, rasa ngilu menjalar di sepanjang batangku. Karena Yana mengocok semakin cepat.
"jangan nakal Adaan" kata Yana berbisik, sambil menggeser ke bawah tanganku yang coba-coba parkir di dadanya.
Aneh memang, dinasehatin Yana dalam kondisi begini. Padahal dia sendiri jauh lebih nakal. Dia mengocok batangku seenaknya saat sedang telponan dengan pacarnya. Bener-benar cewek bangsat. Dan akupun juga sama bangsatnya, karena menikmati sensasi seperti ini.
"Adaaan, jangan nakal dong.. nanti aku mendesah" bisik Yana sambil menutup speaker hp nya agar tidak terdengar oleh Egy.
"Biar aja Na, kasih tau aja ke Egy kalau dada kamu lagi aku remas. Memek kamu ini aku gosok" kataku memindahkan tangan ke memek Yana yang terbalut rok ketatnya.
"Aaahh nggak apa-apa kok Yank, aku cuma lagi pengen aja" jawab Yana di telponnya.
"Iyaa sayang aku lagi pengen itu, nggak tau juga kenapa. Suara kamu tuh seksi."
"Apa Yank.."
"Oowh nggak usah, aku bentar lagi kok"
Aku nggak tau apa yang mereka bicarakan. Tapi aku menyukai situasi seperti ini. Yana juga sepertinya sama. Beberapa kali Yana mengecup pipiku, kadang juga mengocok batangku dengan cepat ketika ia mengatakan sayang, cinta, kangen dan kata-kata romantis lainnya ke Egy.
Asem banget jadi pacarnya. Aku nggak akan mau. Beda sekali dengan Fany. Fany bahkan nggak mau bercerita tentang Edy sedikitpun. Karena itu akan membuatnya semakin merasa bersalah. Sudahlah selingkuh, di tambah lagi ngomongin pacarnya di belakang. Bentar, kenapa aku mikirin Fany? Mendingan aku nikmati saja sensasi aneh dengan Yana ini dulu.
"Aaaaaaah" aku tidak tahan untuk tidak mendesah. Yana semakin mahir mengocok batangku. Ia membasahi tangannya dengan ludahnya, lalu mengocok dengan cepat sesekali meremasnya dengan mesra. Sampai akhirnya aku muncrat menembak kemana-mana.
"Egyy aku sayang banget sama kamuuu" suara Yana serak setelah membuatku muncrat. Lalu Yana menutup telponnya.
"Kamu jahat banget Na, ngelecehin pacar sendiri" kataku sambil memasukkan kembali batangku ke dalam sangkarnya.
"Jorok iih, nggak dibersihin dulu" Yana merengut sambil merapikan bajunya yang tadi aku acak-acak.
"Na, kenapa kita jadi kayak gini sih?"
"Nggak tau juga Daan, aku juga bingung"
"Tapi Na, aku tuh mulai sayang sama kamu. Sementara kamu sayang-sayangan juga sama Egy. Sakit hatiku Na" Pura-pura kesal aja dulu. Pengen tau gimana tanggapannYana..
Aku memang mulai ada rasa pada Yana. Sejak kejadian mengerikan 4 hari yang lalu itu, hubunganku dengan Yana semakin dekat. Perhatian Yana membuat hatiku luluh. Setiap pagi aku bertemu dengan Yana diparkiran. Ia memberiku kotak nasi untuk bekal. Isi kotak nasi itu sama dengan kotak nasi miliknya. Kata Yana, ia ingin perut kami mengkonsumsi makanan yang sama. Bahkan setelah pulang sekolah, kami masih makan makanan yang sama. Entah itu mie ayam, batagor atau cuma cemilan dan minuman saja. Yang pasti Yana ingin membuat isi perut kami sama.
"Udahlah nggak usah bahas itu Daan. Kamu juga tahu, aku tuh juga sayang sama kamu. Tapi aku belum bisa percaya sama kamu. Makan hati ntar. Lagian kmu juga masih jalan sama Fany, dan aku yakin bukan cuma Fany."
"Humm" aku nggak bisa berkata apa-apa lagi. Semua yang Yana katakan itu benar. Entah kenapa, sejak mulai dekat dengan Fany dulu, tiba-tiba saja sekarang sudah banyak perempuan yang dekat denganku. Bahkan sebagian sudah kurasakan kehangatan tubuh mereka.
"Tuh kaaan.. bener aku bilang.. kamu it..."
"Bagusnya sekarang kita kemana ya Na, perut aku udah laper nih" kataku cepat-cepat memotong omongan Yana supaya tidak semakin aneh.
"Mie ayam aja yuuk"
"Ayuuk" aku langsung menyalakan Mio, lalu tancap gas pergi.
Hanya seperti itu saja kemesumanku dengan Yana. Dia tidak mau lagi aku ajak ke dalam-dalam kebun atau ke semak-semak gitu. Katanya sudah kapok. Sekarang kami hanya jalan-jalan, makan-makan, dan mencari tempat sepi di sepanjang jalan pengairan untuk curi-curi mesum. Tidak ada lagi kesempatan untuk melihat memek Yana. Seengaknya sampai sekarang.

******
Haloo.. adek-adek.. kalian pasti sudah tau kan alasan kakak di sini. Iya.. kakak dari GUMUS, menawarkan bimbingan belajar untuk kalian. Supaya nanti, kalian bisa masuk ke PTN yang kalian inginkan. GUMUS sudah berhasil mengirimkan siswa-siswinya ke UI, UGM dan banyak universitas Favorit lainnya. Untuk itu kakak menawarkan bimbingan belajar efektif satu tahun. Tenang saja, biayanya nggak akan mahal-mahal kok. Sama dengan sebungkus rokok saja setiap harinya. Dan bla bla blaaa...
Aku sebenarnya antusias mendengar penyampaian kakak-kakak ini. Mendengar kata PTN membuat hatiku berdebar. Aku ingin sekali kuliah, menjadi mahasiswa. Bukan siswa lagi tapi maha-siswa. Tapi di saat bersamaan juga hatiku sedih. Kenyataanya, kuliah itu hanya mimpi bagiku.
Bahkan, meskipun aku bisa mendapatkan beasiswa penuh. Aku tetap tidak akan bisa kuliah. Bagaimana aku bisa kuliah, sementara keluargaku akan luntang-lantung. Siapa yang akan mencari uang untuk makan, untuk sekolah adik-adikku nanti? Emakku tidak berani pergi ke kebun sendiri. Dan kalaupun berani, aku merasa tidak tega meninggalkan emak dan adik-adikku di rumah.
Di kampungku, kehadiran laki-laki di dalam rumah itu sangat penting. Karena kalau ada masalah, orang-orang hanya akan mencari laki-lakinya untuk di ajak bicara. Tidak ada yang mau berbicara dengan perempuan untuk suatu urusan. Jadi, meskipun laki-laki itu lumpuh, buta, sudah sangat tua, tetap berguna jika tidak ada laki-laki lain di keluarga itu. Aku juga nggak tau alasan kenapa hanya laki-laki yang boleh bicara. Kenapa perempuan tidak boleh. Padahal, bisa saja perempuan itu lebih rasional daripada laki-laki tua, remaja, atau bahkan laki-laki yang merasa paling rasional sekalipun di kampung ini. Buktinya perempuan pernah menjadi presiden di Republik ini.
Yang jelas, banyak sekali hal yang membuatku tidak bisa melanjutkan pendidikan sampai kuliah. Ini jugalah alasan kenapa aku tidak ingin terlalu dalam menyukai seorang perempuan. Aku yakin, satu tahun lagi, mereka tidak akan sederajat lagi denganku. Mereka akan terbang ke kota-kota untuk kuliah dan menjadi mahasiswa. Sementara aku, mungkin hanya akan menjadi pekerja pabrik lulusan SMA. Jelas sangat berbeda. Jadi, daripada nanti patah hati, aku lebih memilih untuk menikmati masa-masa SMA yang tinggal satu tahun lagi.
*****
Sejak hari terakhir dengan Yana itu, aku pernah bertamu ke rumah Fany satu kali. Setelah itu tidak ada lagi waktu bersama dengan para perempuan, karena kami sibuk dengan ujian kenaikan kelas.
Jam 10 saat aku sudah mau tidur, ada sms dari Rida.
"Adaaaan, boleh nelpon nggak? Aku punya banyak paket nih"
"Telpon aja Rid, aku juga lagi boring"
Setelah itu langsung masuk panggilan dari Rida. Hubunganku dengan Rida memang semakin dekat dan terbuka. Tapi hanya lewat telpon saja. Karena aku dan Rida bersepakat hanya untuk saling berbagi cerita saja. Bukan untuk selingkuh. Jadi, selama di sekolah kami hanya bersikap seperti biasa saja. Terutama di depan Gepeng. Yaa nggak apa-apa kan, toh aku nggak menghianatinya.
"Hmmm" aku tidak perlu menjawab telpon Rida basa basi pakai "haloo, assalamualikum" karena kami sudah biasa.
"Sok gaul, emang kamu tau boring artinya apa Daan" tanya Yana. Hehe sepertinya ia ingin meledekku.
"Tau doong, emangnya kamu?? Anak kampung" balasku meledeknya.
"Enak aja, aku juga tau yaa. Kamu tuh yang kampung. Anak Yatim, miskin lagi tuh" Katanya kesal.
"Biarin anak Yatim, yang penting udah pernah ngerasain ngentot. Daripada kamu? Cewek gatel tapi nggak bisa ngentot, kasiiaan. Enak loh Rid, ngentot tuh ah aaah aaah" kataku seenaknya.
Begitulah aku dengan Rida. Tidak ada lagi basa-basi dan tidak ada rahasia. Meskipun aku masih belum terbuka semuanya. Rida sangat penasaran dengan petualangan seks ku. Dia berpikir bahwa aku sudah sangat berpengalaman. Sudah ngentotin banyak cewek, padahal kenyataannya baru dua. Hihii..
"Adaaan iih, aku patahin ntar kontol nggak beradabmu tuh" katanya garang.
"Jangan Naaa," kataku pura-pura takut.
"Adaan, ayolah kasih tau aku. Siapa lagi selain Rani yang udah kamu hajar" kata Yana memohon.
"Kenapa sih Na, nggak mungkinlah aku kasih tau siapa. Nanti kamu melihatnya jadi aneh"
Rida terus merayuku untuk ngasih tau siapa saja yang sudah aku setubuhi.
"Ayolaah Daan, nanti aku beliin pulsa 5 ribu.. hehe" rengek Rida. Entahlah, Rida ini adalah tipe cewek aneh lainya. Kalau Yana lebih bernafsu saat dia melecehkan pacarnya, sementara Rida ini, ia lebih bernafsu mendengar cerita dariku.
"Heishh, nggak sepadanlah Rid"
"Yaudah kalau gitu aku tebak yaa.."
"Yaudah tebak aja Rid, siapa emang?" Tanyaku penasaran juga. Nggak mungkinlah dia tau. Kecuali dia dukun.
"Jawab ia atau tidak yaa"
"Ok" jawabku.
"Humm, dia anak sekolah kita juga?"
"Eh maksudnya gimana sih Rid, jangan nebak kayak gitu doong" kataku agak khwatir Rida nantinya bakal mikir macam-macam sama cewek-cewek yang dekat denganku di sekolah.
"Yaudah deh, Gini aja, umurnya lebih dari 20?" Tanya Rida.
"Ada juga" kataku iseng.
"Hahaaa, dasar kebanyakan ngentot kamu Daan. Yaudah lanjut yaa.. kalau 20 lebih, berarti dia sudah nikah?"
"Iya udah nikah, udah punya anak kecil, puaaass" kataku sekaligus.
"Eh anak kecil? Kok anak kecil sih. Bukannya anaknya udah gede-gede yaa?" Tanyanya heran.
"Emang kamu nebaknya siapa sih Rid?"
"Emak kamu, bararti ada korban yang lain yaa? Waahh mamah muda juga kena.. Adaaan ah aah.."
Mulai lagi nih Rida.
"Kenapa, memek kamu jadi gatel ngebayangin Rid?"
"Iyaaaa,, liat nih memek aku basah Daan.. dengerin yaa zikziiik"
"Nggak kedengaran apa-apa Rid. Itu kamu lagi ngegosok memek?" Tanyaku penasaran enak.
"Iyaaa, gatel nih Daan. Terus Ibu muda itu cantik Daan, seksi?"
"Aaah, bentar Rid" kataku membuka celana. Terangsang juga aku mendengar Rida ngocok memeknya.
Aku dengan Rida sudah 3x melakukan phone sex begini.
"Iyaa Rid, cantik banget malah. Aah aku kebayang lagi nih"
"Secantik siapa Daan? Secantik Ika nggak?"
Aku nggak tahu kenapa Rida sering sekali menyebut Ika. Pernah aku berpikir kalau Rida ini sebenarnya lesbi. Tapi ternyata nggak juga. Dia malah suka banget sama kontol. Dia punya banyak film porno di hpnya.
"Iya Rid, kayaknya lebih cantik kak T.. eh iya gitu Rid cantik banget" hampir saja aku kelepasan menyebut nama.
"Aahh Adaan, kamu manggil dia kakak? Siapa sih Dan? Aku penasaran"
"Yaa nggak boleh dong Rid? Kamu tuh kenapa sih? Aku masih penasaran sama kamu. Kamu nggak lesbi tapi suka sama cewek. Gimana tuh."
"Aku juga nggak tau sih Daan. Kayak yang kamu bilang, cewek itu kan punya fantasi beda-beda. Ada yang aneh ada yang biasa. Aku mungkin yang anehnya"
Rida dulu pernah bercerita sambil khwatir soal fantasinya yang aneh. Tapi dia nggak mau ngasih tau fantasinya itu kayak gimana. Hanya saja, Rida sering menyebut cewek-cewek cantik dan seksi. Karena itu aku pernah pernah berpikir bahwa Rida mungkin lesbi. Ternyata enggak.
Aku katakan ke Rida, bahwa itu normal. Fantasi itu beda-beda, ada yang aneh dan ada juga yang biasa. Ada yang suka hubungan sedarah (Ibu Fany), ada yang suka diperkosa (kak Tya), ada yang suka melecehkan pacarnya (Yana), ada juga yang biasa (Fany) yang melakukan hubungan harus dengan cinta. Sementara Rani? Aku nggak tahu. Yang aku tahu cuma, dia suka ngentot.
"Iyaa makanya kasih tau aku. Kan normal aja Rid" rayuku.
"Gini Daan. Aku tuh suka liat cewek cantik, seksi gituu. Gemes gitu liatnya. Aku ngebayangin gimana yaa cowok ngeliat cewek kayak gitu? Aku aja yang cewek suka, apalagi cowok. Pasti bakal lebih mesum lagi. Tapi aku tuh, pokoknya nggak tau Daan. Aku tuh pengen aja liat cewek-cewek cantik itu dihajar sampai teler kayak Rani gitu. Aku ngebayangin memek cantik mereka tuh banjir, keenakan di hajar sama kontol gede kayak kamu. Tapi bukan cuma cewek cantik Daan. Aku juga suka ngebayangin guru-guru cewek tuh kamu hajar. Misal di kelas yaa. Kayak buk Ira gitu. Dia lagi nulis, kan pantatnya agak keliatan tuh. Aku bayangin gimana keenakannya kamu ngehajar pantatnya itu. Terus dia juga sampai bucrat-bucrat keenakan dihajar kontol gede sampai kecanduan. Aaaaah.. enak tuh Daan, cobalah tuh."
"Iyaa Na, aku juga sering perhatiin pantat buk Ira. Enak tuh Na, digigit terus dipompa memeknya" aku ikut dalam Fantasi Rida.
"Iyaa Daan aah hajar aja, pasti dia suka di pompa sama kamu tuh. Terus memeknya longgar nggak berasa lagi kontol lakinya. Hahaaa" aku juga tertawa mendengar fantasy aneh Rida.
"Tau nggak Daan, aku tuh paling suka kalau kamu ngehajar emakmu sendiri, terus juga adikmu Rahma. Memek kecilnya itu dihajar habis-habisan sama kontol gede kakaknya. Tapi dia keenakan aaah"
Waduh, benar-benar aneh fantasy Rida. Tapi aku ikut terhanyut ke dalam hayalannya. Aku membayangkan memek emakku, bahkan Rahma adikku yang baru menstruasi. Stoop, aku nggak mau ngebayangin itu.
"Terus Rid, siapa lagi?"
"Kamu tau nggak Daan, Ika tuh bagus banget bodynya. Memeknya banyak bulu tapi bagus. Kamu nggak mau ngehajar Ika Daan. Ika tuh pasti nafsunya gede tuh, tangannya aja berbulu banyak gitu" .
"Aku juga nafsu sama Ika Rid, tapi gimana caranya.?"
Aku memang sering nafsu melihat Ika. Apalagi saat dia pakai training olahraga. Bukan hanya pantat dan dadanya saja yang menarik. Tapi juga tangannya. Saat dia memakai training olahraga, Ika bakal menarik bajunya sampai ke siku. Disitulah aku bisa melihat tangannya yang putih di tumbuhi bulu-bulu. Manis sekali.
"Kamu mau Daan, nanti aku bantu. Tapi aku pengen liat, terus aku yang masukin kontolmu ke memeknya. Aaah Daan aku pengen cium memek Ika waktu kamu kontolin. Ayoo Daan kita wujudin aja"
Aku terdiam sejenak, menghentikan aktivitas mengurut batangku. Aku baru pertama kali di ajak berfantasi aneh, dengan dua cewek begini. Ah gimana rasanya yaa.
"Atau Rahma Daan, dia aja suruh pegang kontolmu terus masukin ke memek emak, pasti kamu bakal keenakan tuh Daan"
Belum selesai fantasyku dengan Ika, sekarang balik lagi ngebayangin emakku sama Rahma adikku. Aku suka tapi merasa tidak nyaman.
"Ika aja Riid, rayulah. Nanti kita hajar berdua"
"Iyaa aaaah aaaaah....." Hening beberapa saat. "Daan, aku udah keluar"
Aku tidak lagi mengocok. Aku masih berpikir betapa anehnya hayalan Rida ini.
"Daan,, hihii"
"Riid, kamu bener mau bantu aku ngentotin Ika?"
"Mau, aku tuh pernah liat memek Ika. Aku jadi ngebayangin gimana kalau kamu yang liat. Bener-bener bagus loh Daan. Aku aja nafsu liatnya."
"Tapi aku juga nafsu sama kamu Rid, gimana kalau sama kamu dulu aja"
Iyaa, aku benafsu ke Rida. Rida juga cantik dan seksi badanya mirip Ika dan Yana.
"Aku juga pengeen sih, tapi nggak berani. Pengen juga ngocok-ngocok kontol gede kayak kamu tuh, terus aku kulum-kulum. Tapi aku nggak pengen perawanku hilang. Lagian kamu juga nggak berani kan? Aku pacar Gepeng loh Dan. Tega kamu?"
Itulah yang membuat aku dengan Rida masih menjaga diri masing-masing. Rida adalah pacar dari sohibku sendiri. Bukan hanya sohib tapi sudah seperti saudara sendiri. Sementara Rida juga sepertinya masih ragu-ragu.
"Itulah Rid" kataku sedikit frustrasi.
"Tapi kalau cuma ngocok aja, kayaknya nggak apa-apa Daan. Asal jangan ciuman, nanti kita baper"
Aku berpikir agak keras. Apa iya nggak apa-apa kayak gitu. Masa sesama teman boleh kocok-kocokan kelamin. Kalau Gepeng tau dia bakal tetap marah tuh.

"Yaudah Rid, tapi gimana kalau Gepeng tau?"
Otak sama nafsu itu emang nggak singkron. Otak bilang enggak boleh, tapi nafsu bilang boleh. Dan akhirnya nafsu yang menang.
"Yaa dia nggak usah tahulah."
"Owwh yaudah bener yaa Rid, aku pengen megang pantat kamu Rid, susu kamu juga pengen aku lumat habis" hayalanku mulai liar membayangkan tubuh langsing pacar sohibku ini.
"Tapi nggak boleh pakai bibir, pakai tangan aja. Tapi liat nantilah yaa aku masih takut. Kamu ini, kemaren-kemaren janji nggak bakal nakalin aku. Sekarang udah mulai berani yaa. Apa aku kasih tau ke Gepeng aja yaa" katanya mengancam.
"Eh kok gitu, jangan doong"
"Hahaaa,, iya nggak bakal kok. Tenang aja."
Setelah itu kami masih ngobrol sampai paket nelpon Rida habis jam 12 malam. Kami membicarakan banyak hal, teemasuk juga perempuan-perempuan cantik di sekitar kami.
******



"Kreek kakaaak," adikku Rahma masuk ke dalam kamarku, lalu naik duduk di atas perutku yang masih berbaring.
Ketiga adikku memang manja padaku. Tentu saja aku senang. Artinya mereka sangat sayang padaku. Akupun begitu, dan memang harus begitu. Kalau bukan aku, siapa lagi yang menyayangi mereka. Toh aku ini kakak laki-laki satu-satunya dan pengganti bapak bagi mereka.
Rahma sekarang sudah mau naik ke kelas 6. Sejak 4 bulan yang lalu, ia sudah menstruasi. Tapi, meski sudah menjadi gadis yang bisa beranak, Rahma tetap manja padaku. Tapi jangan berpikir porno dulu. Tidak, aku tidak sama sekali berpikiran mesum pada adikku. Aku hanya merasa bahwa sekarang tanggung jawabku semakin bertambah. Setiap hari aku menyempatkan diri bercerita dengannya. Aku berharap kedepannya, ia akan tetap seperti itu. Aku ingin membuatnya nyaman, dengan begitu aku bisa tahu bagaimana pergaulannya. Sehingga aku lebih bisa menjaga dan melindunginya.
"Jadi kan kak kita ke kota?"
Hmm, aku nggak lupa sebenarnya soal janjiku ke mereka sebulan lalu. Aku bernjanji akan mengajak mereka berlibur ke kota provinsi. Tapi aku bilang aja dulu nggak jadi.
"Yaa nggak jadi doong.. mana ada kakak uang buat liburan gitu" kataku berbohong sambil mengelus rambutnya. Lalu Rahma beranjak turun dari perutku sambil merengut.
"Hihii.. adeek, sini" Kataku menarik bajunya yang masih bisa kugapai.
"Kakak nggak lupa kok deek. Ini kakak lagi mikirin rencana-rencananya."
Aku masih belum menemukan cara yang bagus untuk mengajak adik-adikku ke kota. Terutama untuk tempat menginap. Nggak mungkin kan aku mengajak mereka tidur di rumah sakit seperti dengan emak dulu. Terus juga, aku mikirin bagaimana cara pergi-pergi di sana. Karena nggak ada kendaraan. Paling mentok pikiranku hanya angkot dan bus kota, yang aku sendiri nggak tahu kemana arah dan tujuannya.
"Kalau tempat tidur, nggak usah dipikirin kak. Kata emak, nanti kita tidur di kostnya kak Rita." Kata Rahma kembali ceria.
Rita adalah anak teman emakku. Sebenarnya nggak terlalu dekat sih. Tapi nggak taulah. Kalau memang bisa seperti itu, berarti sudah aman.
"Emang emak udah rencanain?" Aku belum pernah mendengar emak membuat rencana itu sebelumnya. Atau mungkin mereka para cewek-cewek ini sudah membuatnya sendiri.
"Iyaa.. tapi nenek nanti nggak ikut. Katanya nggak kuat jalan jauh gitu."
"Oowh yaudah deh, kita-kita aja ber 5 kalau gitu."
Aku lihat Rahma seperti masih memikirkan sesuatu.
"Kenapa lagii.. ada cerita baruu" tanyaku.
"Enggak, hmmm.. nanti kalau aku juara aku di kasih hadiah lagi kak?"
Hmm, mungkin dia khwatir kalau hadiah juaranya sudah termasuk dengan liburan itu.
"Emang kamu bakal juara? Yakiin?" Tanyaku bercanda.
Aku sangat yakin Rahma bakal kembali juara. Sejak kelas 2 SD dia selalu juara. Kalau nggak juara 1 yaa juara 2. Apa bedanya dengan sekarang. Pasti juara lagilah.
"Yaa pasti juaralah, Rahma loh kak" katanya mendongak dan menyapu rambutnya.
Hahahaaa.. aku ketawa melihat gayanya sombong. Tapi wajar sih dia sombong. Yang nggak wajar itu, nggak juara tapi sombong.
"Emang adek minta hadiah apa?" Tanyaku.
"Hmmm... Beliin aku kolor sama BH yaa kak. Aku udah gede loh kak. Udah sempit semua" katanya malu-malu.
"Cieee.. apanya udah gede niih.." aku menggelitiknya.
"Haha haha ampuun kaak"
"Kalau beli itu mending sama emaklah dek. Malulah kakak beli begituan. Yaudah nanti kakak kasih uang ke emak yaa"
"Nggak mauu.. aku pengen kakak yang beliin." Rahma merayu.
Aku berpikir sejenak.
"Yaudah tapi bareng sama adej yaa. Atau di kota aja kita beli?" Tawarku.
"Ok hihi. Makasih kak" katanya senang.
"Yaudah, adalagi cerita?"
"Nggak ada, yaudah tidur kak. Rahma tidur sama kakak yaa"
"Eh nggak boleh, kan udah gede" kataku mengusirnya.
"Nggak mau, aku tidur sini" katanya memgambil selimut kain sarungku.
"Heishh," kataku mengendongnya, lalu kuantar ke kamarnya dan adik-adiknya.
"Hahaa kak, nggak mau"
*******
Pagi minggu setelah penerimaan rapor, akhirnya kami berlima pergi ke kota dengan bus. Adik-adikku terlihat sangat senang. Bahkan mereka sering berdiri di atas bangku, agar bisa melihat pemandangan. Sayang sekali aku hanya bisa mendapat tempat duduk di barisan ke 3 untuk kami. Kalau dapat tempat duduk di depan, tentu adik-adikku tidak perlu berdiri.
Sampai di kota kami di jemput oleh kak Rita. Ia sepertinya juga senang menjemput kami.
"Udah lama Ta?" Tanya emak.
Kak Rita sudah lebih dulu sampai di pemberhentian bus. Ia menyambut kami saat turun. Lalu salim ke emak.
"Belum kok mak, baru sampai juga kok" jawabnya ramah.
Sebenarnya kak Rita ini manis, putih. Cuma agak gemuk. Waduuh kenapa aku menilainya? Emang mau ngapain?.
Setelah duduk istirahat sebentar, akhirnya kami pergi naik angkot ke kostan kak Rita. Setelah sampai di kostnya, aku melihat ada banyak tumpukan buku-buku kuliahnya. Hmm, kayaknya emang berbeda sekali jadi mahasiswa dengan siswa SMA. Anak SMA sepertiku paling cuma punya 2 atau 3 buah buku paket dari sekolah. Sementara yang aku lihat di kamar kak Rita, banyak sekali buku-buku dan kertas-kertas fotokopian.
"Adaan nanti mau kuliah dimana?"
Aku menoleh ke kak Rita.
"Hmm, belum tau kak. Kayaknya sih aku nggak kuliah" kataku pelan supaya tidak terdengar emak. Aku tahu emak bakal sedih karena nggak mampu mengirim anaknya untuk kuliah. Kak Rita sepertinya paham dengan maksudku. Ia langsung berbicara hal lain.
Adik-adikku seperti nggak ada capeknya. Mereka ingin langsung pergi jalan-jalan setelah mandi. Sementara emak asik-asik tiduran sambil bercerita-cerita dengan kak Rita. Aku sendiri sebetulnya juga nggak capek. Tapi kami sudah sepakat dengan kak Rita, baru akan jalan-jalan setelah jam 5 sore. Akhirnya aku mengajak adikku berjalan-jalan di sekitar sambil beli makanan.
Sebenarnya tidak se enak waktu jalan-jalan dengan emak dulu. Dengan emak, aku bisa pergi kemana-kemana sesuka hati. Kali ini perjalanan sangat terbatas. Tapi tidak mengurangi rasa senang di hatiku. Kali ini sumber kebahagianku adalah adik-adikku. Melihat mereka sangat ceria membuat hatiku puas.
Aku membelikan mereka cappucino cincau selama jalan-jalan. Dan efeknya baru terasa saat malam. Mereka ber tiga tidak bisa tidur. Hahaa.. aku baru sadar ternyata tadi aku memberikan mereka kopi.
Memang sangat membahagiakan bagiku, membawa 4 perempuanku ini berlibur. Tapi tidak menarik untuk di ceritakan. Karena liburan kami hanya seperti liburan orang lainnya. Entah apa yang dipikirkan oleh bapakku dulu. Sehingga ia tidak pernah mengajaku liburan kemana-kemana. Tapi yasudalah, semuanya sudah berlalu.
*****

Setelah berlibur membawa keluarga ke kota. Hari-hari berjalan membosankan bagiku. Setelah pulang dari menderes karet pagi hari, tidak ada lagi hal yang aku lakukakan. Kebanyakan hanya di isi dengan tidur. Kalau tau bakal begini, mending kemarin aku agak lama di kota hiish..
Hari minggu pagi, aku tidak menderes karet karena sudah 3 hari di deres berturut-turut. Batang karetnya juga butuh bernafas. Istirahat untuk tidak mengeluarkan getahnya seenggak 1 hari ini. Tapi itu membuatku tidak memiliki aktivitas apapun. Padahal aku sudah terbiasa bangun pagi.
Jam 9 pagi aku pergi mutar-mutar keliling kampung tanpa tujuan.
"Tiiit, tiiit" aku menepi karena di klakson mobil dari belakang.
"Tiiit tiiit" mobil itu kembali mengklakson.
"Hish ngapain sih, padahal jalan lebar gini.. mentang- mentang punya mobil seenaknya ngusir orang dari jalur. Nggak tau dia, aku lagi bosaaan" pikirku tiba-tiba kesal.
"Tiiiiiit"
Aku menoleh ke belakang mendengar klakson panjangnya. Aku melihat ada perempuan cantik tersenyum ke arahku. Waduuh ternyata dia, hatiku kembali ceria. Kuhentikan motorku, lalu menghampirinya.
"Kirain siapa tadi kak, udah kesel tadi tuh" sapaku bercanda.
"Hahaaa, berarti berhasil. Kakak emang pengen bikin kamu kesal" dia tertawa. Duuh cantik sekali makhluk satu ini..
Dia memakai setelan batik coklat motif putih. Jilbabnya juga warna senada coklat muda.
"Mau kemana kak?"
"Mau ke undangan. Temenin kakak yuuk" ajaknya.
"Duuh aku belum mandi kak. Udah mandi aja belum tentu pede deket kakak cantik" kataku merayu.
"Hihii,, ikut aja yuuk. Di mobil aja, kakak nggak akan lama kok" rayunya.
Aku sebenarnya tidak keberatan sama sekali. Siapa tau dapat rezeki seperti dulu-dulu lagi. Cuma pakaianku ini, cuma kaos biasa sama celana pendek. Tapi yasudahlah, katanya cuma tunggu di mobil.
"Yaudah kak, motornya nanti aku taro di depan sana"
Aku menunjuk ke puskesmas yang cuma berjarak puluhan meter dari kami.
"Ok" katanya.
Setelah meninggalkan motor di parkiran puskesmas, aku kembali ke arah Honda Jazz hitam itu.
"Haloo kaak, makin cantik banget aja nih"
"Biasa ajaa.. hihii.."
"Kalau biasanya kayak giini, terus cant..."
"Udah nggak usah ngegombal. Kamu aja nggak pernah ngehubungi kakak lagi.. sok banget deh" matanya menyipit pura-pura marah
"Hahaa.. bukan gitu kak. Aku kan takut asal nelpon gitu. Nanti kalau kak Angga yang jawab gimana?"
Padahal aku ingat dulu, yang minta untuk tidak dihubungi yaa dia sendiri. Tapi yang namanya perempuan pasti benar dan laki-laki selalu salah. Nggak apa-apalah, toh dia cantik gini. Kalau cantik mah bebas-bebas aja.
"Alesan aja.."
"Bener loh kak, kak Tya tuh tambah cantik banget. Apalagi kalau dandan begini. Aku kan belum pernah liat kakak dandan begini"
Memang ini pertama kali aku melihat kak Tya rapi. Pakai pakaian bagus. Biasanya cuma pakai pakaian rumah. Apalagi sekarang dia pakai make up, uuh cantiknya menggetarkan hati.
"Owwh berarti selama ini kakak nggak cantik yaa.."
Hmm, sepertinya dia ingin kembali di rayu. Hehe, aku berikan maumu kak.
"Yaa cantik dong kaak. Tapi kali ini kan beda cantiknya. Udah cantik anggun lagi, mmuuaah, wangi lagi. Waah perfect deh."
"Hihii baru tau kamu yaa" ia senyum senang.
"Iyaa kak, kalau gini mah artis-artis juga kalah jauh. Tapi boleh nyium gak kak?"
"Tuuh kan pasti ada maunya" ia menatapku sengit, lalu tertawa geli.
"Hihii, boleh yaa kak, masa cantik-cantik gini nganggur aja pipinya. Aku cium yaa kak?" Rayuku mendekat ke pipinya.
"Iiihh nggak boleh, kamu tuh yaa. Justru kalau udah cantik gini jangan di rusakin. Nanti aja setelah ke undangan." Katanya mendorong wajahku.
"Wiihh ok kak, jangan lama-lama ntar yaa di undanganya. Ingat adikmu ini menunggu"
"Adiiik, adik gadungan sialan. Adik pemerkosaaa" katanya teriak di depan mukaku.
Aku bisa mencium bau nafasnya wangii..
"Mmuuach" aku kecup pipinya kilat.
"Tuh kaan, pemerkosaa. Awas jangan di ulang lagi" katanya galak.
"Mmuuaahhc" kucium sekali lagi.
"Udahlah nggak mau kakak kalau kayak gini." Ia merajuk.
Entah kenapa kak Tya sering banget ngomong kayak gitu. Udahlah nggak mau kalau gini, udahlah pulang sana. Tapi ujung-ujungnya dia ngizinin juga. Tapi kali ini aku nggak mau melanjutkan. Biarlah agak sabar dikit sampai dia pulang dari undangan.
Setelah itu kami ngobrol-ngobrol ringan saja sampai ke lokasi undangannya. Aku menunggu kak Tya di mobil sambil makan-makan cemilan yang ada. Kadang aku juga ke luar mencari angin.
Setelah beberapa waktu, kulihat kak Tya berjalan dari lokasi pesta ke arah mobilnya. Uuh dia benar-benar cantik, seperti bidadari. Beruntungnya kak Angga menjadi suaminya. Aku juga sedikit kebagian beruntungnya sih, bisa merasakan kehangatan tubuh wanita rupawan itu. Hahaa. Boleh berbangga doong.
Kak Tya mengarahkan mobilnya ke jalan raya. Berlawanan dengan arah pulang kami. Aku hanya mengikutinya saja.
"Deek, makan nih" katanya memberikan kue yang tadi ia bawa dari lokasi pesta.
Aku langsung mengambilnya. Lalu memakanya.
"Gimana? Enak nggak deek?"
"Enak kak, enak banget malah."
Kuenya seperti coklat, tapi sepertinya buka instant.
"Itu kue dari singapur, teman kakak tadi ngasih. Kakak juga udah makan banyak. Sampe kenyang haha"
Aku mengernyit heran. Kenapa dia ketawa. Padahal yaa biasa aja habis makan kenyang. Tapi bodo amatlah.
"Kak, hmm aku udah boleh nyiuum cuup"
Matanya langsung sengit melihatku.
"Liat-liat orang deek"
Owwh dia nggak marah. Asyk. Aku cium lagi pipinya sesekali. Khwatir juga kalau diliat orang dari depan. Lalu kuberanikan untuk memegang dadanya yang besar.
Aaaaahh
Deek, yang itu jangaan.
Aku agak kecewa nggak di bolehin memegang dadanya. Tapi tetap saja aku berniat untuk memegangnya lagi..
"Yang bawah aja, nanti diliat orang"
Owh berarti kak Tya bukan melarangku. Ia hanya takut dilihat orang. Haha, senangnya hatiku. Langsung saja tanganku meremas pahanya di balik rok batiknya. Aaah, bahan roknya tipis sekali ternyata. Sama seperti bahan bajunya. Aku seperti bisa merasakan kulit pahanya langsung. Kubelai pahanya, sebelah kiri dan sebelah kanan bergantian. Sesekali kuremas.
"Iiissshh"
Kak Tya mendesis. Lalu menoleh kearahku sayu. Cuupp langsung kusambar bibirnya. Kak Tya diam saja lalu menoleh lagi ke arah jalan. Ini artinya kak Tya tidak akan melarangku lagi.
Kuelus bagian depan memeknya.. ah lunak sekali. Aku genggam gundukan memeknya, meskipun agak susah karena roknya ketat. Aku gosok, aku genggam, aku colok-colok memeknya sesuka hatiku. Gemas sekali rasanya. Tapi tetap saja aku tidak bisa mencapai bagian terdalamnya.
Aku tarik roknya ke atas sampai kulihat paha mulusnya yang padat.
"Oowhh, kak mulus baget kak. Aku jilat yaa kak"
Lalu kak Tya mengangguk. Langsung saja ku sapu pahanya.
"Aaaaahh iissh deek"
Kak tya mengelus rambutku.
" Aaahh sayang terusin" kak tya memelas sambil tanganya mencari-cari batangku.
"Deek, keluarin ini" kata kak Tya meremas batangku.
Kutegakkan badanku lagi, kubukan kancing dan dan resleting celanaku.
"Iiisshh,, kakak kangen ini deek." Kak Tya meremas-remas batangku yang baru keluar dari sarangnya.
"Uuuhh kaak, cantik banget tangan kakak." Kak Tya melirik ke arah tangannya yang sedang mengenggam batangku.
"Iya yaa, beda jauh sama kontol urat gini"
Memang aku melihat kontras sekali antara tangan kak Tya yang bening mulus dengab batangku yang coklat kasar. Tapi pemandangan itu membuat kami sama- sama terpesona. Indah sekali perpaduannya. Sehingga secara tidak sadar aku dan kak Tya saling kecup. Lalu kami tertawa bersamaan menyadari keinginan kami yang sama.
Tanganku masuk ke dalam roknya dari bawah. Kuelus pahanya sampai ke dalam. Kurasakan celana dalamnya yang kecil tapi ketat. Luar biasa rasanya.. ingin kuterkam kak Tya lalu kujilat-jilat dan kumakan memeknya. Tapi situasi tidak memungkinkan.
"Deek, kakak pengeeen.. gimana yaa"
Aku juga pengen, jauh lebih pengen dari dia. Tapi aku juga tidak bisa menemukan solusi untuk tempatnya. Ini adalah halanganku selama ini. Tidak punya tempat untuk ngajak cewek berduaan dengan nyaman.
Setelah cukup lama kami saling kocok sambil mikirin tempat. Kak Tya tiba-tiba berhenti. Aku melirik kak Tya. Masa iya di sini sih. Ini kan sama aja dengan tempat lain sepanjang jalan ini. Justru lebih riskan. Karena tidak ada rumah di sekitar. Eh tapi tunggu dulu.. kok rasanya aku akrab sekali dengan pemandangan ini.
"Kakak punya pondok di dalam sana deek, tapi gimana cara masuknya yaa. Pakaian kakak kayak gini" katanya. Tapi aku tidak menghiraukan. Aku masih bingung dengan pemandangan yang aku lihat.
Jalan ini lebih tinggi daripada tanah di bawahnya. Ada jalan setapak turun ke bawah. Masuk ke perkebunan karet. Aku benar-benar heran sekarang. Aku merasa sangat akrab dengan tempat ini. Tapi aku tidak ingat kapan aku ke sini. Memang aku sering lewat sambil motoran, tapi kali ini berbeda. Aku memandang dari tempat yang aku rasa akrab. Aku memandang ke arah kak Tya.
"Kenapa deek" tanyanya heran.
Aku nggak tau bagaimana raut wajahku sekarang. Yang pasti aku bingung.
"Kamu kenapa sih, kok jadi aneh gini?"
Aku menoleh lagi ke arah perkebunan karet di sebelah kiri kami. Aku berpikir keras untuk mengingat, karena aku yakin ini adalah sesuatu yang penting. Bulu romaku sampai berdiri. Tapi aku tidak bisa mengingat apapun.
"Deek, kamu kenapa?"
Aku menoleh ke kak Tya yang juga mulai bingung. Sepertinya ia juga penasaran dengan sesuatu.
"Kak" aku melihat ke arah matanya yang bertanya-tanya.
"Iya kenapa? Kasih tau kakak."
"Nggak tau kak, kayaknya aku sering ke sini, tapi aku nggak ingat kapan. Rasanya dulu aku pernah punya ladang di sana" kataku menunjuk ke arah perkebunan karet yang berjarak 100 meteran dari jalan. Lalu kak Tya menatapku dalam. Sekarang aku yang bingung dengan tatapannya.
"Dek, nama lengkap kamu siapa?" Tanyanya cemas.
Aku bahkan bisa merasakan kecemasannya.
"Ramadhan Kurnia Arlis kak" kataku.
Kak Tya tampak kaget. Bibirnya misah kayak orang terkejut. Lalu kak Tya menepis tanganku yang masih ada di pahanya, kemudian menurunkan roknya ke bawah.
Sumpah sekarang aku yang bingung. Kenapa kak Tya langsung berubah aneh. Dia tidak menjawab pertanyaanku. Ia langsung memutar mobilnya ke arah tempat pulang kami.
"Udahlah dek, nanti kakak jelasin. Kakak lagi bingung" katanya tegas.
Bahkan sampai di depan puskesmas, kak Tya tidak berbicara apa-apa lagi. Aku juga masih berpikir ada apa dengan tempat tadi. Dan jelas kak Tya tau sesuatu.
 
Hari senin pagi setelah menderes karet. Seperti biasa aku ingin istirahat tidur. Sebelum tidur aku mengecek hpku. Ada 21 kali panggilan tak terjawab dari kak Tya. Kenapa lagi ini. Langsung kutelpon balik nomor kak Tya.
"Adeek, kamu datang ke rumah kakak sekarang yaa. Ada hal penting yang perlu kakak omongin sama kamu." Suara kak Tya serius.
"Iya kak"
Aku juga penasaran setengah mati dengan apa yang mau ia bicarakan. Tadi kak Tya bilang penting. Aku yakin soal kamaren. Langsung kunyalakan Mio, dan kutancap gas kencang-kencang.
Setelah sampai di depan rumah kak Tya, aku menelponnya.
"Haloo, udah dimana?"
"Udah di depan rumah kakak nih."
"Yaudah masuk aja dari depan"
Dari depan?? Biasanya dari samping. Kenapa sekarang tiba-tiba dari depan? Apa dia nggak takut ketahuan warga sekitar masukin brondong?. Tapi bodo amatlah. Aku ikutin aja maunya, masuk dari depan.
"Ayo sini masuk" ajak kak Yana santai.
Aku ikutin kak Tya dari belakang sampai ke ruang tamunya. Aku baru sadar ternyata kali ini aku tidak datang sebagai selingkuhan, tapi sebagai tamu. Karena kak Tya hanya membiarkan saja pintu rumahnya terbuka. Biar ajalah, bukan itu yang penting sekarang.
"Duduk dek" aku duduk di sofa yang pernah kami pakai untuk bergumul dulu.
"Bentar yaa, kakak buatin minum dulu" kak Tya langsung jalan ke arah dapur. Tidak lama berselang ia datang lagi dengan minuman warna merah. Yaa pasti nggak mungkin anggur merah lah. Paling juga marjan.
"Minum dulu" kak Tya meletakkan minuman itu di meja.
Aku perhatikan wajah kak Tya sudah kembali lagi cerah. Tidak seperti kemaren yang misterius tapi masam. Untunglah, kalau ngeliat dari aura wajahnya. Aku yakin apa yang bakal dia omongin bukanlah hal buruk.
"Deek"
"Hmmm"
"Adeek, adek amplas" aku menatapnya. Kenapa pakai amplas.
"Hahaaa, lucu muka bingungmu. Udah makan belum?" Kali ini ekpresinya terasa berbeda dari sebelum-sebelumnya. Aku merasa ada yang aneh, tapi aku nggak tau. Yang pasti ekspresinya lembut. Ekspresi lembut itu kayak gimana? Aku juga nggak tau cara ngejelasinnya. Cuma berasa bersahabat aja.
"Kamu nggak ingat sama kakak? Coba liat wajah kakak. Mungkin kamu bakal ingat seseorang."
Maksudnya apa? Yaiyalah ingat, wajah selingkuhanku.
"Cantik" kataku.
"Heiishh, bukan ituu. Coba ingat-ingat lagi, mungkin wajah kakak mengingatkanmu pada seseorang di masa lalu" jelasnya.
Aku menatapnya bingung.
"Heiishh... Yaudah coba liat ini" kak Tya mengulurkan selembar foto padaku.
Aku lihat fotonya. Tampak ada seorang gadis, mungkin sedikit lebih tua daripada Rahma adikku. Ia sedang menggendong bocah mungkin berumur 4 tahunan. Aku masih bingung ada apa dengan fotonya? Yang perempuan itu mungkin kak Tya. Aku menoleh ke wajahnya. Kubandingkan dengan yang ada di foto. Iyaa, benar itu kak Tya. Hidungnya sama, matanya sama, dagunya juga sama. Tapi kenapa kak Tya ngeliatin fotonya ke aku? Trus anak yang ia gendong ini siapa? Aku? Nggak mungkinlah. Eh, sebentar.. rasanya aku pernah negliat wajah yang ada di foto ini.
Aku berpikir sejenak. Kemudian muncul bayangan-bayangan wajah perempuan di foto itu di dalam ingatanku. Tapi masih belum bisa aku kenali. Hanya potongan-potongan wajahnya berseliweran di benakku.
"Kak, maksudnya ini apa?" Tanyaku penasaran.
"Udah ingat sesuatu?" Kak Tya senyum-senyum.
Waduh, sepertinya dia tidak akan memberi tahuku dengan mudah. Dan ini benar-benar seperti teka teki buatku. Aku kembali berpikir.
"Kak, ini anak kecil siapaa? Akuu?" tebakku asal. Entahlah, pikiranku menjadi aneh. Karena aku merasa seperti pernah akrab dengan perempuan yang di foto. Lalu, kalau mempertimbangkan jarak umurku dengan kak Tya. Kira-kira sama dengan bocah dan anak perempuan yang ada di foto itu.
"Heiishh nggak mungkin kan kak?"
"Kenapa nggak mungkin? Emang kamu kok." Kak tya senyum lalu melipat tangannya di bawah dadanya yang besar.
"Jangan berpikir jorok.. pikirin tuh. Ingat-ingat lagi. Kalau sampai nggak ingat kakak bakal kecewa."
Aku kembali melihat foto itu. Memang muncul bayang-bayang aku bersama perempuan di foto itu. Tapi semuanya itu nggak ada yang jelas.
"Kak, jelasinlah. Gimana maksudnya nih. Kalau di foto ini aku, berarti kita adek kakak? Ayolah kak kepalaku pusing nih"
"Hihii... Kamu memang adiknya kakak. Meski bukan adik kandung. Kamu ingat kebun kemarin?"
"Iya" jawabku singkat. Aku nggak sabar ingin mendengar ceritanya. Gimana ceritanya aku bisa jadi adik kakak dengan kak Tya.
Kak Tya berdiri lalu medekatiku. Ia menarik kepalaku, lalu dirangkulnya. Kepala belakangku di elus-elus oleh kak Tya. Tapi bukan itu yang jadi masalah. Yang jadi masalah adalah, sekarang wajahku terbenam tepat di selangkanganya.
"Adeek, kamu benar-benar adik kakak. Bukan adik gadungan lagi. Dulu kita tinggal di kebun kemarin. Bapakmu sama ayah kakak itu adik kakak. Meskipun bukan saudara kandung."
Aku mengernyit di selengkanganya. Lalu menoleh ke atas melihat wajahnya. Aku bingung kenapa kak Tya cerita menggantung nggak jelas begini. Terus kenapa posisinya harus begini? Ini kan bakal bikin aku hilang fokus.
"Hihii,, diam aja. Dengerin aja cerita kakak yaa"
Aku mengangguk.
"Bapakmu itu, Pak Arlis. Dia adik angkatnya ayah kakak. Mereka bikin ladang di bekas kebun kakek buyut kita. Kebun kemarin itu. Terus, kita tinggal di ladang. Cuma 2 keluarga kita aja. Dan anak yang tinggal di sana, cuma kamu dan kakak. Kita sangat akrab dulu benar-benar seperti adik dan kakak kandung. Sampai di sini paham deek" tanyanya. Aku menggeleng.
"Trus kamu mau tanya apa lagi? Tanya aja" katanya masih mengelus belakang kepalaku.
"Bapak sama ayah kakak adik angkat? Maksudnya gimana tuh kak?" Aku mencoba untuk bertanya satu-satu dulu. Biar nanti aku bisa punya gambaran yang lebih jelas.
"Hmm.. bapak kamu itu bukan orang asli sini. Dia orang aceh. Terus merantau ke sini, dan kenal dengan ayah kakak. Mereka berteman akrab. Nah, dulu itu bapak kamu ngebantu ayah kakak buat ngambil lagi tanah bekas ladang kakek buyut kita itu, dari orang adat. Sebagai imbalanya, ayah ingin membagi tanah ladang itu dengan bapak. Tapi keluarga nggak setuju. Akhirnya diputuskan, bapak harus menjadi anak dari kakek dan nenek dulu. Jadilah bapak kamu anak angkat kakek-nenek. Baru setelah itu, bapak di kasih tanah di kebun kemarin itu sama luasnya dengan ladang ayah. Toh mereka sudah jadi adik kakak. Sampai di sini udah pahaam?"
Aku paham, tapi masih bingung.
"Trus kenapa bapak nggak pernah ngasih tau aku dan kenapa juga ladang itu bukan punya kami kak?"
"Hmm, ada masalah besar di keluarga kita dulu. Kakak nggak terlalu tau pastinya gimana. Nanti kamu tanya sama emak aja yaa. Tapi kalau versinya keluarga ayah gini. Dulu itu nenek mau mengolah lagi kebun karetnya yang sudah tua. Kebunya itu di bakar. Nah, api bakarnya itu menjalar ke kebun tetangga. Tapi, sebelum kebakaran itu terjadi. Sebenarnya bapak ada di ladang. Dan harusnya bapak bisa memadamkan api itu sebelum besar. Tapi bapak bukanya madamin api dulu, malah dia datang ke rumah bertanya soal siapa yang membakar di sekitar kebun itu. Nenek bilang, mereka yang bakar. Terus mereka pergi sama-sama ke kebun. Tapi api sudah terlalu besar, melalap 2 kebun di sebelahnya. Karena itu adik-adik ayah marah ke bapak kamu. Karena kalalaian bapak, bikin keluarga harus membayar ganti rugi kebun tetangga yang terbakar itu. Setelah itu masih ada cerita, kakak nggak tau. Yang jelas setelah beberapa waktu berlalu, konfliknya makin runcing" kak Tya melepaskan rangkulannya, lalu duduk di sampingku.
Aku sendiri masih berpikir keras untuk memahami cerita kak Tya.
"Setelah itu, adik-adik ayah memutuskan untuk mengambil kebun kamu. Mereka nggak rela tanah bekas kakeknya itu dikasih ke bapak. Untuk pengelolaan ladang itu, mereka mau ngasih uang ke bapak untuk mengganti usaha dan nilai batang karet yang ditanam sama bapak. Tapi bapak nggak mau terima, karena ia sudah berkorban banyak demi kebun itu."
Aku tiba-tiba menjadi emosi. Sudah pastilah bapak nggak akan mau menerima uang yang pasti tidak seberapa itu. Apalagi seperti kata kak Tya tadi. Tanah itu sudah mau di ambil sama orang adat, tapi bapak membantu ayah kak Tya mengambilnya lagi. Terus tiba-tiba mereka kembali mengklaim tanah itu? Yang benar aja. Toh kalau bukan karena bapak, tanah ayah kak Tya juga nggak bakal ada. Meski aku belum terlalu jelas bagaimana jalan ceritanya. Tapi dari runtutan cerita kak Tya tadi membuatku paham kenapa bapak tidak mau berurusan lagi dengan keluarga angkatnya.
Kak tya memegang tanganku. Sepertinya ia paham kalau aku sedang emosi.
"Adaan, kakak tau kamu sedang emosi. Tapi dengerin cerita kakak dulu yaa."
Aku menoleh ke arahnya, wajah kak Tya juga terlihat berkaca-kaca.
"Kemarin kakak langsung tanya-tanya ke ayah. Intinya, kebun itu sekarang sudah atas nama ayah. Ayah memberi adik-adiknya sedikit uang, kakak nggak tau berapa. Kata ayah, dia ingin sekali mengembalikan kebun itu ke bapak dari dulu. Tapi bapak sudah terlanjur marah dan nggak mau lagi berurusan dengan keluarga ayah. Nah sekarang, ayah ingin bertemu sama kamu. Dia ingin ngembaliin kebun itu ke kamu. Karena menurut ayah, itu memang haknya kamu. Kamu mau nggak ketemu sama ayah?"
"Aku masih bingung kak, aku pengen tanya-tanya sama emak dulu. Aku pulang yaa kak"
Kulihat wajah kak Tya jadi sedih.
"Maafin aku kak, aku lagi bingung sekarang" kataku memegang tangannya.
"Iya, kakak ngerti. Sekarang kamu tenangin diri dulu aja. Tanya-tanya sama emak. Mungkin ceritanya beda"
Lalu aku pulang. Aku ingin mendengar cerita dari emak.


*****
Sampai di rumah kucari emak. Ternyata emak sedang tidur di kamarnya. Aku membangunkannya. Lalu menceritakan semua hal tentang kak Tya, dan semua hal yang ia ceritakan tadi.
"Emak juga nggak mau lagi berurusan sama keluarga itu. Kita 4 tahun tinggal di ladang buat mengelola kebun itu dulu. Nggak terhitung banyaknya yang kita korbankan dulu. Bagi bapak, enggak apa-apa semua hartanya habis. Yang penting setelah itu bakal ada kebun yang bakal menjamin kehidupan kita. Tapi karena kesalahan mereka sendiri, membakar kebun, tapi nggak di awasi. Sampai akhirnya melalap kebun sebelahnya. Tapi yang mereka salahin bapak. Semuanya nyalahin bapak karena nggak ngebantu memadamkan api. Padahal waktu itu bapak masih belum tahu. Soalnya kebun tetangga itu juga sudah tua. Bapak berpikir, kebun sebelah itu juga sengaja di bakar untuk kembali diolah. Yasudalah nggak usah di bahas nak, nggak usah berurusan lagi sama keluarga itu."
Aku melihat kesedihan di wajah emak. Seperti ada dendam membara ke keluarga itu.
"Mak, aku paham semunya sekarang. Tapi justru karena kita membenci mereka, bukannya lebih bagus kita ambil saja tanah itu? Terserah mereka mau bilang apa. Yang penting kita bisa lebih terjamin dengan kebun itu. Yang penting adek-adek ini bisa sekolah mak. Aku nggak mau nanti keluarga kita luntang lantung kalau terjadi apa-apa sama kebun kita sekarang" jelasku.
Aku masih belum paham kenapa bapak menolak kebun itu dari ayah kak Tya. Aku nggak ingin terlalu emosional. Aku yakin kalau kebun itu kembali pada kami, akan membuat hidup kami lebih baik.
"Menurut kamu kita ambil aja?"
"Iya ambil ajalah mak, kan hak kita juga itu" jelasku.
"Yaudah terserah kamu aja. Temuinlah om Gun tuh dulu, kalau benar dia mau balikin. Emak ikut kamu aja."
"Mak, emang om Gun gimana orangnya? Kalau dia mau balikin berarti dia baik dong?"
Nggak mungkilah ada orang jahat mau ngasih kebun cuma-cuma begitu.
"Hmm, emak sama bapak nggak pernah dendam sama keluarga kak Tya dan om Gun. Mereka itu yang paling tau tentang kita. Mereka tau gimana susahnya bapak dulu nyari bibit karet yang bagus. Sampai berminggu-minggu nggak pulang. Sampai akhirnya bapak dapat bibit karet proyek dari aceh sama palembang. Om Gun itu juga selalu ngebela bapak. Cuma, karena benci sama keluarga besar om Gun, bapak jadi menjauh juga dari om Gun itu. Apalagi kamu sama kak Tya. Kalian dulu akrab banget. Kamu lebih akrab sama kak Tya dariapada sama emak. Tidur aja selalu sama-sama"
"Hah masa sih mak? Emang sedekat itu?"
Berarti kak Tya tadi nggak bohong. Dulu kami benar-benar akrab.
"Iyaa.. setiap hari nempeel terus. Jadi kamu nggak usah benci sama kak Tya dan om Gun. Mereka itu baik sama kita."
Setelah itu emak bercerita lagi panjang lebar. Dan dari cerita-cerita itu, aku memutuskan akan mengambil kebun itu, jika benar om Gun mau ngembaliin lagi. Aku tidak mau terlalu emosional dengan dendam bapak. Aku hanya ingin realistis saja. Kami membutuhkan kebun itu. Bahkan kalau mereka meminta berdamai sebagai syarat mengembalikan kebun itu. Aku akan berdamai. Bodo amat sama semuanya. Aku hanya nggak ingin masa depan keluargaku suram seperti sekarang. Dengan keadaan sekarang, sulit untuk bisa membuat adik- adikku bisa kuliah. Apalagi aku.
Setelah berbicara dengan emak. Aku kembali pergi ke rumah kak Tya. Mungkin dia sekarang sedang menangis. Aku ingat saat pertama datang tadi, wajahnya sangat cerah. Karena menemukanku lagi, adik tersayangnya. Aku yakinlah, dia menyayangi aku. Kalau nggak, mana mungkin tadi dia kelihatan sangat bahagia. Cuma kak Tya mungkin tidak membayangkan pertemuan kami bakal jadi melow gara-gara konflik keluarga.
Tok tok took kaaak..
Kak Tya..
Tidak lama setelah itu kak Tya membuka pintunya. Aku melihat wajahnya agak sembab.
"Kaaak,"
"Hmmm"
Aku senyum padanya. Kak Tya mengernyit heran.
"Kakaaaak, maafin akuu"
Wajah kak Tya kembali berubah senang.
"Kenapaa, apa kata emak tadi?"
"Nggak boleh masuk dulu?"
"Eh iya masuk ajalah. Rumah kakak sendiri" lalu ia berjalan, aku mengikutinya.
Sebelum sampai di ruang tengah, aku memeluknya dari belakang.
"Kakaaak"
"Hmmm" katanya mengelus tanganku.
"Maafin aku yaa kak, aku nggak terlalu ingat tentang kakak"
"Iya nggak apa-apa. Kamu masih kecil dulu"
"Hmmm" aku memeluknya makin erat.
Kak Tya berkelit lalu memutar tubuhnya. Lalu memelukku dari depan dengan erat.
"Adiikkuu.. mmuuah mmmuah" kak Tya mencium-cium pundakku.
Aku juga ingin membalasnya dengan mencium pundaknya juga. Tapi itu bakal aneh. Karena pundak kak Tya tidak tertutupi. Kak Tya memakai daster dengan kerah lebar.
"Kakak senang banget ketemu sama kamu. Kamu itu adik kakak satu-satunya.. hmmm" kak Tya mengelus- elus punggungku.
Meskipun aku tidak berpikir jorok, karena aku hanya sedang senang memiliki seorang kakak. Tapi tubuhku, otomatis saja merespon sentuhan-sentuhan lembut dari tubuh kak Tya. Aku yakin ini bukan karena nafsu, ini hanya respon alami dari tubuhku. Iyaa pasti karena itu. Jadi batangku berdiri bukan karena nafsu. Aku harap kak Tya memakluminya.
Kak Tya melepas rangkulannya, lalu memegang ke dua pipiku. Matanya menatap mataku dalam. Sampai aku lihat beberapa urat merah di matanya.
"Adaan"
"Hmmm"
"Adikku.."
"Iyaa kakakku"
Kak Tya menatapku aneh.
"Kamu tetap adikku. Adikku satu-satunya. Tapi kita nggak bisa mengulang waktu. Kita sudah melakukanya. Sekarang lakukanlah lagi yang kamu mau" lalu kak Tya mencium bibirku.
Dalam waktu singkat suasana berubah menjadi sangat panas. Menyadari hubungan kami yang adik kakak. Yang saling merindukan karena sudah berpisah lama. Tidak membuat nafsu hilang. Malah semakin berkobar.
"Kamu tetap pemerkosa kakak." Kak Tya mengarahkan tanganku ke pantatnya.
"Owh kak"
"Iisshh aaah" kak Tya mendesah.
Aku meremas pantat kak Tya seperti langsung menyentuh kulitnya. Aku tidak merasakan adanya celana dalam. Itu membuatku semakin bernafsu. Tapi berbeda dari sebelumnya. Aku ingin kali ini lebih lembut dan lebih romantis.
"Adik lagi ngapain tuh?"
Aku berpikir sejenak, apa maksud dari pertanyaannya.
"Lagi meremas pantat kakakku"
"Aaaah, gimana rasanya pantat kakak sendiri dek"
"Enak kak, kenyal"
"Kalau kenyal terus mau apa? Kan kakak sendiri?"
"Iyaa, pantat kakakku sendiri. Aku ingin memompa kakakku sendiri"
"Aaaah adik nakal.. sayang tutup dulu pintunya yaa"
Aku menoleh ke arah pintu yang masih sedikit terbuka. Waduh parah bangeet. Untung nggak ada orang yang datang. Kalau ada orang yang datang, misal kayak tetangga, atau orang tuanya datang untuk ngeliat si bayi kecil bisa kiamat dunia kami.
"Kaak, kenapa nggak bilang dari tadi? Bahaya banget tuh" aku kesal, lalu berjalan ke arah pintu.
"Hihii kenapa nggak kamu tutup tadi? Kan kamu yang terakhir masuknya."
Eeiit grapp... Kututup pintunya, dan sekarang sepertinya sudah bebas. Kulihat kak kak Tya menyipitkan matanya dan menunjukku. Lalu jari telunjuknya ia goyangkan, memberi kode untuk mengikutinya.
Entah kenapa kak Tya hari ini lebih nakal. Biasanya ia lebih suka di dominasi, tapi sekarang sepertinya ia akan mendominasi. Mungkin karena ia sadar kali yaa, bahwa aku ini hanya adik kecilnya yang dulu dia asuh.. terserahlah, kayak gimanapun aku suka.
Kak Tya berjalan mundur ke arah kamar. Matanya genit dengan telunjuk masih bergoyang memberi kode untuk mengikutinya. Setelah sampai di depan pintu kamar, ia berhenti sebentar menyuruhku masuk. Lalu ia menyusul sambil menutup pintunya. Dan sekarang kami hanya berdua di dalam ruangan ini. Aku yakin apapun yang aku inginkan akan aku dapatkan hari ini. Kenyataan bahwa ia adalah kakakku, yang dulu mengasuhku, justru seperti minyak yang disiram ke api. Semakin membuatku terbakar. Bakal enak-enak nih..
Kak Tya menyuruhku duduk di pinggir ranjangnya. Lalu ia mendekat merangkul kepalaku. Posisinya sama seperti tadi pagi. Tangannya mengelus kepala belakangku. Sementara wajahku terbenam di selangkangannya. Apa tadi pagi dia sudah berencana seperti ini juga yaaa..
"Kamu itu kakak yang ngasuh waktu kecil. Sekarang kamu malah jadi pemerkosa kakak. Durhaka kamu dek."
Durhaka sih durhaka. Tapi yang memancingku untuk durhaka ya dia sendiri. Ia menggoyangkan selangkanganya ke kiri dan ke kanan. Sementara wajahku terbenam di antara selangkanganya yang tertutup daster tipisnya. Hidungku sudah membaui bau surganya, karena berada tepat di depan memeknya.
Aku reflek menaro tanganku di paha belakangnya. Lalu pelan-pelan naik ke atas. Tidak kurasakan garis CDnya. Sekarang aku tahu jenis celana dalam yang ia pakai. Model G string, bagian belakangnya cuma berupa tali. Dulu kak Tya juga selalu memakai CD model begini waktu bertemu denganku. Mungkin dia memang suka model bitchi nya.
"Iiishh... Terusin aja dek. Lakukan semaumu, kakak nggak akan marah"
Kayaknya asli kak Tya kembali lagi. Suka di dominasi. Aku peluk pinggang kak Tya, sementara wajahku pindah-pindah menciumi selangkangannya, perutnya, balik lagi ke selangkannya terus balik lagi ke perutnya.
"Iiishh adeek, kamu emang suka nakalin kakak dari dulu"
Nakalin gimana nih.
"Terus sayang, telanjangi aja kakakmu inii.. oowh.. bentar, bukan gini harusnya. Harusnya kakak yang hukum kamu karena nakal." Kak Tya menggenggam rambutku. Lalu mendorongku ke kasur.
"Buka pakaianmu" mata kak Tya membelalak pura-pura marah. Aku juga ikut saja pura-pura takut.
"Maafin adek kak" kataku melepas baju.
"Kenapa minta maaf" kak Tya berkacak pinggang.
"Karena udah nakal kak" kubuka celana sekaligus kolorku.
Kak Tya diam sebentar memandangi tubuh telanjangku.
"Iyaa.. kamu harus di hukum. Balikin badan" katanya garang.
Aku memandang wajahnya sebentar. Karena aku agak malu kalau di lihat dari belakang. Nggak pede dengan bentuk pantatku.
"Nggak mauuu" ucapku pura-pura manja.
"Eiishh," lalu kak Tya mendekatiku menepuk-nepuk pantatku.
Pedes juga tamparannya, nggak main-main. Aku pikir bakal di tepuk-tepuk sayang aja.
"Baliiik nggak, kalau nggak kakak kocok nih" kak Tya memengang batangku yang sudah berdiri dari tadi.
"Maaf kak"
"Eiishh rasain nih.. clok clok clok cuuuh cuuh" kak Tya mengocok dan meludahi kontolku.
"Aaaaah maaf kaak" entah kenapa aku terhanyut mengikuti maunya kak Tya. Bahkan aku seperti alami saja menjadi manja.
"Nggak ada maaf-maaf, biar tau rasa kamu kontool cuuh cuuh cuuuh" kak Tya meludahi batangku lagi 3x, seolah-olah dia sangat membencinya.
Clook
Cloock cloock
Batangku licin karena air ludahnya.
"Aaaaaah kaaak" kak Tya tiba-tiba mengulum batangku.
"Biar tau rasa nih kontol" kak Tya semakin gemas mengulum batangku dengan cepat. Lalu ia melepaskannya sebentar.
"Plak plaaak" kontolku bergoyang kaku ke kiri- ke kanan karena di tampar sama kak Tya.
"Kaaaak"
"Apaaa, kamu memang pantas di hukum" Lalu ia berdiri melepas dasternya dari atas ke bawah. Lalu membuka CD dan BH nya pelan-pelan seperti slow motion. Dan aku sangat menyukainya. Wajah kak Tya yang innocent menatap genit begitu, membuatnya semakin cantik. Mungkin bukan cantik, tapi lebih ke wajah menantang mengintimidasi lawanya.
Kak Tya naik ke ranjang. Lalu memegangi ke dua pipiku. Aku hanya menatapnya menunggu apa yang akan dia lakukan selanjutnya. Kak Tya berdiri melangkahi kepalaku seperti tidak berharga. Lalu turun berjongkok tepat di atas wajahku.
"Kamu harus di hukum, cuuup" ia menurunkan sebentar pantatnya menghimpit wajahku. Lalu menariknya lagi ke atas.
Aku memandang wajahnya memerah. Ia seperti sangat bersemangat kali ini. Memeknya juga basah.
"Niih biar nggak naka lagi, makaan niih." Kak Tya menggesek memeknya di hidung dan dimulutku. Sementara tangannya masih memegangi wajahku. Kadang menjambak rambutku.
"Tau kan rasanyaa.. rasa memek tuh. Niihh" kak Tya semakin cepat menggesek selangkangannya di wajahku. Sampai wajahku basah belepotan air memek.
"Aaaah adeeek, jilat niih" kak Tya membuka memeknya memerintahku untuk menjilat memeknya. Kujalankan perintahnya, kujilat habis memeknya dari atas ke bawah. Sampai lubang anusnya.
Aku gemas melihat acting dan ekspresi kak Tya yang pura-pura galak. Aku ingin tau berapa lama lagi dia akan bertahan dengan akting galaknya. Makanya aku menyerang memeknya lebih garang.
Aaaaaaah aaaah terus deek enak
Terus deek jilat memek kakakmu sampai puas.
Cukup lama aku menyerangnya. Meskipun nafasku juga terengah-engah karena sesekali ia menekan selangkanganya menutupi wajahku, sehingga sulit bernafas. Tapi tetap aku jilat, kadang seperti aku makan.
"Aaaaaaaaaaaaaaaahhh criiit criit criit" kak Tya muncrat ke wajahku cukup banyak.
Setelah tenang, kak Tya tersenyum melihat wajahku yang basah.
"Hihiii, rasain. Makanya jangan nakal" katanya menarik selimutnya untuk me lap wajahku. Tapi aku tahan.
"Jangan kak, pakai itu aja" kataku menoleh ke baju koko yang tergantung di pintu kamarnya.
Kak Tya melihat baju koko itu, lalu memandangku lagi mengernyit.
"Yaudah bentar" kak Tya mengambil baju koko suaminya.
"Ini baju buat sholat sama bang Angga. Kamu mau lap air memek istrinya di wajah kamu? Kok kurang ajar banget sih deek" kak Tya mulai me lap wajahku.
"Kamu jilat memek istrinya sampai muncat. Sekarang baju sucinya di pake buat ngebersihin air zina di wajamu, gituu. Abis ini mau ngapain lagi. Pasti mau masukin ini kan?" Kata kak Tya memegang batangku setelah selesai me lap wajahku.
"Bentar kak" ku angkat pantat kak Tya, lalu ku lap memeknya dengan baju koko tadi.
"Duuh kamu ngapain sih dek, udah basah baju abang tu.. cuuuh cuuh" kak Tya meludahi kontolku lalu mengocoknya.
"Kak, nih, lap dulu. Aku pengen mompa ini" kataku menampar memeknya.
"Lap kontol kamu pake ini? Baju bang Angga? Jangan jahat gitulah deek" tapi kak Tya sudah mengelap kontolku yang entah udah kayak gimana bentuknya. Karena sudah di ludahi dari tadi.
"Bentar" katanya. Kak Tya turun mengambil Hpnya, lalu menggeser-geser keypad hpnya.
"Nih liat" kak Tya memperlihatkan foto pernikahannya dengan bang Angga.
Entah apa yang dia bayangkan sekarang. Tapi aku merasakan ada sensasi enak melihat foto itu. Kak Tya memakai selayar putih lengkap dengan jilbabnya. Sangat anggun dan berkelas. Berbeda sekali dengan yang aku lihat sekarang. Kak Tya telanjang bulat, rambutnya sudah acak-acakan dan badanya basah.
"Udah sadar kan? Kakak itu sudah menikah deek. Jangan kayak gini lagi" kak Tya naik ke atasku, memegang batangku.
"Kakakmu ini sama bang Angga tuh nikah karena saling mencintai. Dia juga bertanggung jawab. Nggak kayak kamu, tega memperkosa kakak sendiri. Aaaahh"
Kurasakan batangku membelah lubang basah kak Tya.
"Uuuuuh deek.. liat foto berikutnya deek" katanya mengernyit memasukkan semua batangku.
"Yang ini kak?"
"Bukan, sini" Katanya mengambil hp sambil mendiamkan batangku di dalam sebentar.
"Niih" ia memperlihatkan foto ijab kabul antara ayahnya dengan bang Angga.
"Ooowhh" kurasakan memek kak Tya hidup meremas-remas batangku.
"Ayah kakak nikahin kakak sama bang Angga. Bukan sama kamu. Gimana jadinya kalau mereka tau, kakak sudah di perkosa sama kamu gini uuuuhh" kak Tya mulai menaik turunkan pantatnya di batangku.
"Aaaaah enak kak" aku ikut mendorong batangku mengikuti iramanya. Hpnya tidak aku hiraukan lagi. Aku ingin menikmati setiap relung lubangnya.
"Plaaak, diam nggaak... Liat nih, biar tobat. Kasian tau kak angga istrinya kamu giniin" kak Tya menyuruhku melihat fotonya lagi.
Kenapa dia berubah jadi nakal banget siih. Biasanya cuma diam nggak banyak ngomong. Sekarang banyak ngomongnya. Dan tindakannya kontradiktif sama omongannya. Biarlah, aku juga menyukai sensasi nakalnya ini. Aku lihat kembali hpnya.
"Kak, kayaknya bang Angga sayang banget sama kakak yaa?" Kataku mencoba menebak keinginannya.
"Aaaah iya deek bang Angga sayang banget sama kakak. Dia itu pencemburu.. aaaahh.. dulu dia berantem gara-gara kakak di gangguin orang. Sekarang kamu ngentotin kakak begini. Bayangin aja, pasti sakit hati bang Angga dek" kak Tya menggoyang semakin cepat.
"Tapi kita kan adek kakak, boleh dong. Kakak sama adek saling berbagi kasih sayang"
"Aaaaaah adeeek iya boleeh. Kamu boleh ngentotin kakak"
Kulepaskan hpnya, kuremas pantatnya keras. Lalu kugoyang dengan cepat dari bawah.
"Aaaaaaahh adeeek iisshh"
Owwh terus dek kakak mau keluar.
Kukocok semakin cepat. Kak Tya terdiam. Badanya mengeras.
Aaaaaaaaaaaahhhhh.. siiir siirr.. kurasakan aliran air dari dalam memeknya. Lalu ia jatuh ke badanku melemas.
"Adeek kita ini jahat banget yaa" katanya. Kayaknya dia merasa bersalah sekarang. Tadi waktu nafsunya naik dia yang galak.
"Enggak kok kak, kita ini adik kakak. Aku berhak sama tubuh kak Tya." Kataku menenangkannya. Lalu ia menatapku.
"Iyaa dek, yaudah nggak apa-apa" katanya sambil membelai wajahku.
Aku dudukkan badanya. Sehingga posisi kami saling peluk sambil duduk, dengan kelamin yang masih menyatu. Kugoyangkan batangku dengan posisi itu. Sebetulnya ini adalah posisi Favoritku. Karena bisa memeluk dan mencium bibir lawan dengan nyaman sambil menggoyang batangku ke dalam memeknya. Tapi sepertinya kak Tya masih lemas. Dia nggak menggoyangkan badanya sama sekali, hanya mengulek saja. Justru itu menghalangi pompaanku. Aku ingin memompa dengan cepat, karena aku sedang tinggi-tingginya. Sehingga posisi itu tidak bisa kutahan lama-lama, susah. Kubalikkan badanya, kubuat ia menungging. Waaaahh ini pemandangan yang sangat indah.
Kak Tya menaikkan pantatnya, sementara perutnya keliahatan mengecil. Kelihatan seperti tanda love. Ada lubang ditengahnya yang siap di tancap oleh panah arjuna. Mungkin inilah maksud dari lambang love dengan panah yang menembusnya. Bukan gambar hati dengan panah, tapi gambar pantat, memek dan kontol yang menembusnya. Waah bisa begitu yaa. Aku baru sadar.
"Ayooo," kak Tya menggoyangkan pantat indahnya menantangku untuk segera mencoblos.
"Eh iya, bagus banget kak"
"Kayak nggak pernah liat aja" katanya.
Langsung aku coblos memeknya tanpa memegang apapun. Aku hanya ingin melihat lambang love yang sebenarnya. Kalau aku pegang pantatnya, itu akan menggangu pemandangan.
Aaaaah
Iiisssh.
Aku goyang pelan-pelan.
"Kak, maaf aku memompa memek kakak. Memek kakak kandungku sendiri"
"Aaaaah iya adeek.. ini kakak kandungmu. Pompa aja deek. Kakak nggak akan bisa marah sama adik kandung" kak Tya menggoyang pantatnya ke depan dan ke belakang.
"Kak, kalau suami kakak tau gimana" kupegang pantatnya dan kupompa dengan kecepatan penuh.
Oooowwh
Owwwwhh
Adeeekee... Katanya tidak jelas. Sebab tubuhnya bergetar karena pompaan maksimalku.
"Nggak apa-apa sayang, pompa aja. Suami kakak nggak tau aaaaaaah oooolhh."
"Berarti kita ber zina kak?"
"Enggak sayang, kita cuma ngentot"
Apa-apaan, kalau ngentot ya berzina lah. Tapi bodo amat.
Aaaaaaaaaagghhhh... Lalu kembali kak Tya diam membatu. Aku tahu sebentar lagi dia akan klimaks. Kupercepat pompaanku.
"Adeeeeekk, adek kandungkuu. Siiijjrr.." kembali kurasakan siraman di dalam sana.
Aku juga sudah tidak tahan sebetulnya. Tapi karena kak Tya menahan badanku untuk tidak menggoyang lagi. Spermaku kembali lagi ke dalam. Kutelentangkan badanya, lalu kutindih.
"Kakak sayang banget sama kamu. Mmmuuah mmuuah." Kak Tya mencium seluruh wajahku.
Kuarahkan kembali kontolku ke memeknya, tapi di tahan oleh kak Tya.
"Nanti dulu adeek, kakak lemas. Hancur tulang kakak rasanya" Kak Tya memeluk tubuhku erat.
"Kakak senang banget kamu itu adeknya kakak. Mulai sekarang kamu boleh datang sering-sering. Nggak usah takut sama tetangga. Nanti kakak bilang aja kamu adik kakak hmmm. Eh tapi nggak bisa sering-sering juga sih. Nanti kak Angga curiga lagi"
Padahal aku sudah senang tadi, bisa sering-sering nengokin kakak.
"Emang kenapa dulu kak Angga curiga kak?"
"Hmmm dia bilang kakak agak beda aja. Kurang seret gitu. Soalnya kak Angga gituin kakak nggak sampe satu jam setelah kamu pake dulu. Kakak jadi takut."
"Oowhh, yaudah nanti kita atur-atur aja kak. Aku sih pengennya sering-sering." Kataku kembali memasukkan batangku ke lubangnya.
Kak Tya menatapku. Aku balas dengan senyuman.
"Yaudah terserah kamu aja. Yang pasti nggak boleh sering-sering banget. Lower memek kakak nanti. Atau kamu mau tanggung jawab nikahin kakak ooowh"
Kupompa memek kak Tya selagi kami bicara santai. Kutahan ekapresiku sperti tidak terjadi apa-apa.
"Kita kan adik sama kakak kandung, mana boleh menikah kak?"
Ckleeeek
Ckleeek ckleek..
Bunyi peraduan kelamin kami.
"Iyaa sih ooowhssssh... Atau kamu mau minta izin sama bang Angga? Siapa tau di bolehin hihii.. mana mau yaa, dia cemburuan gitu. Oowhh"
"Iya kak, mati aku di hajar nanti."
Oowwwhhhsshh
Deeek cepat deeek..
Kak Tya ikut bergoyang.
Aaaaaauuhhhhhh siirrr siiirr.. tubuh kak Tya kembali menggelepar.
"Eiishh kok cepet banget kak?" Tanyaku. Nggak kayak sebelumnya agak lama. Yang terakhir ini terlalu cepat klimaksnya. Baru beberapa kali goyang.
"Hahaaa.. nggak tau.. kamu belum mau keluar?"
"Udah sih kak, tapi kakak klimaks duluan."
"Yaudah istirahat bentar. Habis itu kamu pompa aja sampai keluar, nggak usah peduliin kakak. Kakak udah nggak kuat deek capek"
Setelah beberapa waktu. Kuulang lagi memompa kak Tya. Seperti katanya tadi. Pompa aja sampai keluar nggak usah peduliian dia. Ok. Aku juga sudah kentang dari tadi.
Ooowhh
Aaaaaaaah
Adeeeeek
Cloook clook clokkk. Kupompa cepat-cepat.
Aaaaaaaaaaaaaahhhh siirrr siirrr.. kak Tya keluar lagi. Tapi aku tidak mengehentikan goyanganku. Malah kupompa semakin cepat.
Kak Tya meremas lenganku. Matanya agak terpejam hanya terlihat mata putihnya. Aku sudah mau keluar..
Aaaaaaahhh kaaaak..
Ooowwwhhh ahhhh
Aaaaaahhh..
Suurr siiir keluar lagi air kak Tya. Aku heran kenapa cepat banget keluarnya. Aku masih memompanya dengan cepat. Kak Tya sudah tidak mendesah lagi...
Aaaaaaahhh kaaaak.. cruuurtt cruut cruuttt.. aku tembakkan spermaku di dalam.
Suuuuurr kurasakan air mengalir lagi di dalam memeknya. Aku agak heran kenapa kak Tya cepat sekali nyampenya. 3 kali klimaks dalam waktu singkat...
Kak Tya membuka matanya. Tapi tidak bicara apa-apa.
"Kak, kenapa?" Aku mengajaknya bicara.
"Nggak apa-apa, kakak capek banget."
Aku tau dia capek. Tapi bukan itu yang aku tanyain.
"Kakak juga baru pertama kayak gitu... Mungkin itu yang namanya multi orgasme. Udah kakak mau istirahat dulu. Lalu tak berapa lama kak Tya tertidur.
Kuselimuti tubuh kak Tya yang seksi. Sebenarnya aku nafsu lagi melihat tubuh telanjangnya. Cuma biarin aja, aku juga capek.
Setelah mengenakan pakaian lengkap. Aku pergi ke luar kamar. Mengambil minuman di dalam kulkas. Kulihat di meja makan ada sungkup nasi. Kuangkat, ternyata ada makanan lengkap. Ada sayur, ada ayam, ikan, pergedel jagung. Hmmm makan ajalah dulu. Rumah kak Tya ini.
Kuambil nasi di magic lalu makan di meja makan. Mmhhh.. rasanya beda dengan masakan emak. Masakan emak agak asin, sementara ini agak hambar. Tapi dua-duanya enak.
Setelah makan aku duduk-duduk di sofa menunggu kak Tya bangun.
Eeeeaaak eaaaak.. kudengar suara bayi nangis. Aku masuk lagi ke kamar kak Tya. Bayinya ada di box satu meter dari ranjang.
Aku ingin membangunkan kak Tya. Tapi kasian juga dia baru aja tidur. Lalu kulihat si bayi. Kakinya menendang-nendang ke atas, tangannya juga. Tapi suara tangisnya tidak terlalu keras.
Cuup cuup cuup... Haaa uuu haaa uuu.. aku menggodanya supaya tidak nangis lagi. Aku gemas dengan makhluk kecil itu. Lalu ku ambil dan ku gendong. Dia menatapku aneh. Mungkin dia bertanya-tanya, siapalah makhluk satu ini? Mungkin dia berpikir begitu. Tapi masa iyaa.. anak kecil gini mana bisa mikir.
Aku terus menggodanya sampai dia ketawa-tawa.
"Udah cocok tuh" ku lirik kak Tya. Dia sedang tersenyum melihat tingkahku.
"Sinii, laper dia tuh" kubawa bocah itu ke induknya.
Si bayi langsung menyambar susu emaknya. Sepertinya dia memang lapar. Aku duduk di sebelah kak Tya.
"Kenapa? Mau juga?" Aku mengangguk.
"Sebelah sini" katanya menunjuk susu kanannya yang nganggur. Aku langsung nyusu berlomba dengan si bayi. Matanya menatapku.
"Hahahaaa... Bingung dia nih, ada orang aneh nyusu juga.." kata kak Tya.
"Oiyaa.. coba buka baju kamu." Aku menatapnya. Kenapa tiba-tiba buka baju? Apa mau nakal-nakalan lagi?. Tapi kuikuti saja membuka baju.
Kak Tya memperhatikan dada dan perutku. Lalu mengeryit.
"Kok nggak ada bekasnya?"
Bekas apaan. Aku memandangnya heran.
"Kamu itu emang udah nakal dari kecil, sampe ke siram air panas. Kulit kamu melepuh sampe kayak ganti kulit. Dulu kamu bahkan nggak bisa tidur di kasur. Soalnya kulit kamu itu menempel di kasurnya. Hahaha.."
"Terus aku tidur dimana kak?"
"Di daun pisang hahaaa. Dulu tiap sebentar kamu nangis. Ciik cik ciik" dia mengejekku.
"Owwh, kesiram air panas yaa kak. Pantesan dulu ada baret-baret di badanku. Sebenarnya masih ada ini kak, cuma emang kurang jelas."
"Hahahaa, makanya jangan nakal. Hihii. Dulu serem ngeliat badan kamu. Serem waktu badan kamu melepuh, lebih serem lagi waktu udah kering. Ada yang menghitam, ada yang menjuntai, ada yang nggak rata. Haha.. makanya badan kamu di amplas dulu supaya mulus lagi"
Aku menatapnya sengit. Aku yakin itu nggak bener. Mana mungkin kulit anak di amplas.
"Hahahaaa. Nggak di amplas sih. Digunting-gunting aja, biar mulus lagi."
"Owwh"
Lalu kami berbicara banyak hal, sampe si anak kenyang. Kak Tya menaro anaknya di sebelah.
"Kakak mau bersih-bersih dulu, jagain ponakan kamu yaa"
"Jangan kak" kupegang tangannya.
Dia menatapku heran.
"Aku mau make lagi" kataku kembali bernafsu melihat perempuan rupawan ini telanjang bulat.
"Make?? Enak aja emang kakak barang?"
"Enggak maksudnya.. ayolah kak" kutarik kak Tya. Kubaringkan, tubuhnya lalu kumakan lagi.
Meskipun kak Tya bilang nggak mau, tapi tetap saja ronde ke dua berjalan sampai tuntas.
"Kamu nggak makan dulu, laper kan?" Kata kak Tya setelah kami berpakaian lengkap lagi.
"Aku udah makan tadi waktu kakak tidur" kataku malu-malu.
"Owwh baguslah, nggak usah sungkan-sungkan. Rumah kakak kandung sendiri hihii" aku balas juga dengan ketawa.
Saat aku mau pulang. Kak Tya memanggilku.
"Nih, kamu pakai hp kakak aja. Atau mau hp baru?" Katanya mengulurkan hp nokia ketupat 7610.
"Eh nggak usah kak" aku pura-pura nggak mau.
"Nggak apa-apa ambil aja. Hp ini nggak kakak pake lagi kok. Atau mau pake hp kakak yang tadi. Biar kakak beli n73 aja ntar" katanya.
Hp kak Tya nokia n70. Sebenarnya masih model baru. Tapi sudah ada model nokia n73 yang lebih baru lagi.
"Eh nggak usah kak, yang ini aja. Ini udah canggih kok" kataku.
"Iyaa. Masa kamu pakai hp butut sih. Kakak ini kakak kamu, jadi kalau ada apa-apa kasih tau kakak langsung" katanya semangat.
Senang rasanya ada yang bilang begitu padaku.
"Kalau lagi pengen gini kak" kataku menujukkan simbol ngentot. Jempol di apit sama jari tengah dan jari telunjuk.
"Heishh merusak suasana aja" katanya menepuk kepalaku.
"Yaudah kalau mau bilang aja hihii" katanya lagi.
"Oya, hari rabu ayah mau ketemu sama kamu. Sekalian mau belikin kebun kamu itu."
Waaah.. baik sekali kak Tya ini. Om Gun juga baik. Senang hatiku punya keluarga seperti mereka.
"Ok kak, makasih yaa kakak cantik, semuanya."
Lalu aku pergi. Tapi sebelum pergi, ada 2 ibu-ibu menatapku aneh. Aku menyapa mereka.
"Kamu siapa?" Tanya salah satu dari mereka.
"Owwh saya Adan buk. Saya anak dari adik om Gun, ayah kak Tya" jelasku. Mudah-mudahan aja mereka paham.
"Oowhh.. kirain siapa? Belum pernah liat soalnya.
"Deek, eh buk" kak Tya tiba-tiba muncul di belakangku dengan anaknya.
Aku menoleh ke kak Tya.
"Ayah nyuruh kamu ke kebun" katanya.
Aku menatapnya heran. Kenapa tiba-tiba jadi ke kebun? Ketemu aja belum.
Lalu kak Tya basa basi dengan 2 ibuk-ibuk tadi. Aku pamit untuk pulang. Saat di jalan, hp ku berdering. Sms dari kak Tya.
"Tadi bohong aja Dek. Mau buat alibi aja hehe. Nggak ada ke kebun, istirahat aja sana. Capek kan?"
Aku balas sms kak Tya.
"Owwh ok kak.. tapi aku nggak capek, ngulang lagi masih bisa kok haha" aku berdanda.
"Heishh" smsnya pendek. Haha bodo amat.
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd