"owh.. yaudah dateng aja. Tapi bawain pisang molen ya sayaang.. hihii" kata Yana sedang telponan dengan pacarnya.
"Iii tambah sayang deh.. mmuuaahh.. aku juga kangen kamu Gyy"
Akuu menarik nafas dalam, rasa ngilu menjalar di sepanjang batangku. Karena Yana mengocok semakin cepat.
"jangan nakal Adaan" kata Yana berbisik, sambil menggeser ke bawah tanganku yang coba-coba parkir di dadanya.
Aneh memang, dinasehatin Yana dalam kondisi begini. Padahal dia sendiri jauh lebih nakal. Dia mengocok batangku seenaknya saat sedang telponan dengan pacarnya. Bener-benar cewek bangsat. Dan akupun juga sama bangsatnya, karena menikmati sensasi seperti ini.
"Adaaan, jangan nakal dong.. nanti aku mendesah" bisik Yana sambil menutup speaker hp nya agar tidak terdengar oleh Egy.
"Biar aja Na, kasih tau aja ke Egy kalau dada kamu lagi aku remas. Memek kamu ini aku gosok" kataku memindahkan tangan ke memek Yana yang terbalut rok ketatnya.
"Aaahh nggak apa-apa kok Yank, aku cuma lagi pengen aja" jawab Yana di telponnya.
"Iyaa sayang aku lagi pengen itu, nggak tau juga kenapa. Suara kamu tuh seksi."
"Apa Yank.."
"Oowh nggak usah, aku bentar lagi kok"
Aku nggak tau apa yang mereka bicarakan. Tapi aku menyukai situasi seperti ini. Yana juga sepertinya sama. Beberapa kali Yana mengecup pipiku, kadang juga mengocok batangku dengan cepat ketika ia mengatakan sayang, cinta, kangen dan kata-kata romantis lainnya ke Egy.
Asem banget jadi pacarnya. Aku nggak akan mau. Beda sekali dengan Fany. Fany bahkan nggak mau bercerita tentang Edy sedikitpun. Karena itu akan membuatnya semakin merasa bersalah. Sudahlah selingkuh, di tambah lagi ngomongin pacarnya di belakang. Bentar, kenapa aku mikirin Fany? Mendingan aku nikmati saja sensasi aneh dengan Yana ini dulu.
"Aaaaaaah" aku tidak tahan untuk tidak mendesah. Yana semakin mahir mengocok batangku. Ia membasahi tangannya dengan ludahnya, lalu mengocok dengan cepat sesekali meremasnya dengan mesra. Sampai akhirnya aku muncrat menembak kemana-mana.
"Egyy aku sayang banget sama kamuuu" suara Yana serak setelah membuatku muncrat. Lalu Yana menutup telponnya.
"Kamu jahat banget Na, ngelecehin pacar sendiri" kataku sambil memasukkan kembali batangku ke dalam sangkarnya.
"Jorok iih, nggak dibersihin dulu" Yana merengut sambil merapikan bajunya yang tadi aku acak-acak.
"Na, kenapa kita jadi kayak gini sih?"
"Nggak tau juga Daan, aku juga bingung"
"Tapi Na, aku tuh mulai sayang sama kamu. Sementara kamu sayang-sayangan juga sama Egy. Sakit hatiku Na" Pura-pura kesal aja dulu. Pengen tau gimana tanggapannYana..
Aku memang mulai ada rasa pada Yana. Sejak kejadian mengerikan 4 hari yang lalu itu, hubunganku dengan Yana semakin dekat. Perhatian Yana membuat hatiku luluh. Setiap pagi aku bertemu dengan Yana diparkiran. Ia memberiku kotak nasi untuk bekal. Isi kotak nasi itu sama dengan kotak nasi miliknya. Kata Yana, ia ingin perut kami mengkonsumsi makanan yang sama. Bahkan setelah pulang sekolah, kami masih makan makanan yang sama. Entah itu mie ayam, batagor atau cuma cemilan dan minuman saja. Yang pasti Yana ingin membuat isi perut kami sama.
"Udahlah nggak usah bahas itu Daan. Kamu juga tahu, aku tuh juga sayang sama kamu. Tapi aku belum bisa percaya sama kamu. Makan hati ntar. Lagian kmu juga masih jalan sama Fany, dan aku yakin bukan cuma Fany."
"Humm" aku nggak bisa berkata apa-apa lagi. Semua yang Yana katakan itu benar. Entah kenapa, sejak mulai dekat dengan Fany dulu, tiba-tiba saja sekarang sudah banyak perempuan yang dekat denganku. Bahkan sebagian sudah kurasakan kehangatan tubuh mereka.
"Tuh kaaan.. bener aku bilang.. kamu it..."
"Bagusnya sekarang kita kemana ya Na, perut aku udah laper nih" kataku cepat-cepat memotong omongan Yana supaya tidak semakin aneh.
"Mie ayam aja yuuk"
"Ayuuk" aku langsung menyalakan Mio, lalu tancap gas pergi.
Hanya seperti itu saja kemesumanku dengan Yana. Dia tidak mau lagi aku ajak ke dalam-dalam kebun atau ke semak-semak gitu. Katanya sudah kapok. Sekarang kami hanya jalan-jalan, makan-makan, dan mencari tempat sepi di sepanjang jalan pengairan untuk curi-curi mesum. Tidak ada lagi kesempatan untuk melihat memek Yana. Seengaknya sampai sekarang.
******
Haloo.. adek-adek.. kalian pasti sudah tau kan alasan kakak di sini. Iya.. kakak dari GUMUS, menawarkan bimbingan belajar untuk kalian. Supaya nanti, kalian bisa masuk ke PTN yang kalian inginkan. GUMUS sudah berhasil mengirimkan siswa-siswinya ke UI, UGM dan banyak universitas Favorit lainnya. Untuk itu kakak menawarkan bimbingan belajar efektif satu tahun. Tenang saja, biayanya nggak akan mahal-mahal kok. Sama dengan sebungkus rokok saja setiap harinya. Dan bla bla blaaa...
Aku sebenarnya antusias mendengar penyampaian kakak-kakak ini. Mendengar kata PTN membuat hatiku berdebar. Aku ingin sekali kuliah, menjadi mahasiswa. Bukan siswa lagi tapi maha-siswa. Tapi di saat bersamaan juga hatiku sedih. Kenyataanya, kuliah itu hanya mimpi bagiku.
Bahkan, meskipun aku bisa mendapatkan beasiswa penuh. Aku tetap tidak akan bisa kuliah. Bagaimana aku bisa kuliah, sementara keluargaku akan luntang-lantung. Siapa yang akan mencari uang untuk makan, untuk sekolah adik-adikku nanti? Emakku tidak berani pergi ke kebun sendiri. Dan kalaupun berani, aku merasa tidak tega meninggalkan emak dan adik-adikku di rumah.
Di kampungku, kehadiran laki-laki di dalam rumah itu sangat penting. Karena kalau ada masalah, orang-orang hanya akan mencari laki-lakinya untuk di ajak bicara. Tidak ada yang mau berbicara dengan perempuan untuk suatu urusan. Jadi, meskipun laki-laki itu lumpuh, buta, sudah sangat tua, tetap berguna jika tidak ada laki-laki lain di keluarga itu. Aku juga nggak tau alasan kenapa hanya laki-laki yang boleh bicara. Kenapa perempuan tidak boleh. Padahal, bisa saja perempuan itu lebih rasional daripada laki-laki tua, remaja, atau bahkan laki-laki yang merasa paling rasional sekalipun di kampung ini. Buktinya perempuan pernah menjadi presiden di Republik ini.
Yang jelas, banyak sekali hal yang membuatku tidak bisa melanjutkan pendidikan sampai kuliah. Ini jugalah alasan kenapa aku tidak ingin terlalu dalam menyukai seorang perempuan. Aku yakin, satu tahun lagi, mereka tidak akan sederajat lagi denganku. Mereka akan terbang ke kota-kota untuk kuliah dan menjadi mahasiswa. Sementara aku, mungkin hanya akan menjadi pekerja pabrik lulusan SMA. Jelas sangat berbeda. Jadi, daripada nanti patah hati, aku lebih memilih untuk menikmati masa-masa SMA yang tinggal satu tahun lagi.
*****
Sejak hari terakhir dengan Yana itu, aku pernah bertamu ke rumah Fany satu kali. Setelah itu tidak ada lagi waktu bersama dengan para perempuan, karena kami sibuk dengan ujian kenaikan kelas.
Jam 10 saat aku sudah mau tidur, ada sms dari Rida.
"Adaaaan, boleh nelpon nggak? Aku punya banyak paket nih"
"Telpon aja Rid, aku juga lagi boring"
Setelah itu langsung masuk panggilan dari Rida. Hubunganku dengan Rida memang semakin dekat dan terbuka. Tapi hanya lewat telpon saja. Karena aku dan Rida bersepakat hanya untuk saling berbagi cerita saja. Bukan untuk selingkuh. Jadi, selama di sekolah kami hanya bersikap seperti biasa saja. Terutama di depan Gepeng. Yaa nggak apa-apa kan, toh aku nggak menghianatinya.
"Hmmm" aku tidak perlu menjawab telpon Rida basa basi pakai "haloo, assalamualikum" karena kami sudah biasa.
"Sok gaul, emang kamu tau boring artinya apa Daan" tanya Yana. Hehe sepertinya ia ingin meledekku.
"Tau doong, emangnya kamu?? Anak kampung" balasku meledeknya.
"Enak aja, aku juga tau yaa. Kamu tuh yang kampung. Anak Yatim, miskin lagi tuh" Katanya kesal.
"Biarin anak Yatim, yang penting udah pernah ngerasain ngentot. Daripada kamu? Cewek gatel tapi nggak bisa ngentot, kasiiaan. Enak loh Rid, ngentot tuh ah aaah aaah" kataku seenaknya.
Begitulah aku dengan Rida. Tidak ada lagi basa-basi dan tidak ada rahasia. Meskipun aku masih belum terbuka semuanya. Rida sangat penasaran dengan petualangan seks ku. Dia berpikir bahwa aku sudah sangat berpengalaman. Sudah ngentotin banyak cewek, padahal kenyataannya baru dua. Hihii..
"Adaaan iih, aku patahin ntar kontol nggak beradabmu tuh" katanya garang.
"Jangan Naaa," kataku pura-pura takut.
"Adaan, ayolah kasih tau aku. Siapa lagi selain Rani yang udah kamu hajar" kata Yana memohon.
"Kenapa sih Na, nggak mungkinlah aku kasih tau siapa. Nanti kamu melihatnya jadi aneh"
Rida terus merayuku untuk ngasih tau siapa saja yang sudah aku setubuhi.
"Ayolaah Daan, nanti aku beliin pulsa 5 ribu.. hehe" rengek Rida. Entahlah, Rida ini adalah tipe cewek aneh lainya. Kalau Yana lebih bernafsu saat dia melecehkan pacarnya, sementara Rida ini, ia lebih bernafsu mendengar cerita dariku.
"Heishh, nggak sepadanlah Rid"
"Yaudah kalau gitu aku tebak yaa.."
"Yaudah tebak aja Rid, siapa emang?" Tanyaku penasaran juga. Nggak mungkinlah dia tau. Kecuali dia dukun.
"Jawab ia atau tidak yaa"
"Ok" jawabku.
"Humm, dia anak sekolah kita juga?"
"Eh maksudnya gimana sih Rid, jangan nebak kayak gitu doong" kataku agak khwatir Rida nantinya bakal mikir macam-macam sama cewek-cewek yang dekat denganku di sekolah.
"Yaudah deh, Gini aja, umurnya lebih dari 20?" Tanya Rida.
"Ada juga" kataku iseng.
"Hahaaa, dasar kebanyakan ngentot kamu Daan. Yaudah lanjut yaa.. kalau 20 lebih, berarti dia sudah nikah?"
"Iya udah nikah, udah punya anak kecil, puaaass" kataku sekaligus.
"Eh anak kecil? Kok anak kecil sih. Bukannya anaknya udah gede-gede yaa?" Tanyanya heran.
"Emang kamu nebaknya siapa sih Rid?"
"Emak kamu, bararti ada korban yang lain yaa? Waahh mamah muda juga kena.. Adaaan ah aah.."
Mulai lagi nih Rida.
"Kenapa, memek kamu jadi gatel ngebayangin Rid?"
"Iyaaaa,, liat nih memek aku basah Daan.. dengerin yaa zikziiik"
"Nggak kedengaran apa-apa Rid. Itu kamu lagi ngegosok memek?" Tanyaku penasaran enak.
"Iyaaa, gatel nih Daan. Terus Ibu muda itu cantik Daan, seksi?"
"Aaah, bentar Rid" kataku membuka celana. Terangsang juga aku mendengar Rida ngocok memeknya.
Aku dengan Rida sudah 3x melakukan phone sex begini.
"Iyaa Rid, cantik banget malah. Aah aku kebayang lagi nih"
"Secantik siapa Daan? Secantik Ika nggak?"
Aku nggak tahu kenapa Rida sering sekali menyebut Ika. Pernah aku berpikir kalau Rida ini sebenarnya lesbi. Tapi ternyata nggak juga. Dia malah suka banget sama kontol. Dia punya banyak film porno di hpnya.
"Iya Rid, kayaknya lebih cantik kak T.. eh iya gitu Rid cantik banget" hampir saja aku kelepasan menyebut nama.
"Aahh Adaan, kamu manggil dia kakak? Siapa sih Dan? Aku penasaran"
"Yaa nggak boleh dong Rid? Kamu tuh kenapa sih? Aku masih penasaran sama kamu. Kamu nggak lesbi tapi suka sama cewek. Gimana tuh."
"Aku juga nggak tau sih Daan. Kayak yang kamu bilang, cewek itu kan punya fantasi beda-beda. Ada yang aneh ada yang biasa. Aku mungkin yang anehnya"
Rida dulu pernah bercerita sambil khwatir soal fantasinya yang aneh. Tapi dia nggak mau ngasih tau fantasinya itu kayak gimana. Hanya saja, Rida sering menyebut cewek-cewek cantik dan seksi. Karena itu aku pernah pernah berpikir bahwa Rida mungkin lesbi. Ternyata enggak.
Aku katakan ke Rida, bahwa itu normal. Fantasi itu beda-beda, ada yang aneh dan ada juga yang biasa. Ada yang suka hubungan sedarah (Ibu Fany), ada yang suka diperkosa (kak Tya), ada yang suka melecehkan pacarnya (Yana), ada juga yang biasa (Fany) yang melakukan hubungan harus dengan cinta. Sementara Rani? Aku nggak tahu. Yang aku tahu cuma, dia suka ngentot.
"Iyaa makanya kasih tau aku. Kan normal aja Rid" rayuku.
"Gini Daan. Aku tuh suka liat cewek cantik, seksi gituu. Gemes gitu liatnya. Aku ngebayangin gimana yaa cowok ngeliat cewek kayak gitu? Aku aja yang cewek suka, apalagi cowok. Pasti bakal lebih mesum lagi. Tapi aku tuh, pokoknya nggak tau Daan. Aku tuh pengen aja liat cewek-cewek cantik itu dihajar sampai teler kayak Rani gitu. Aku ngebayangin memek cantik mereka tuh banjir, keenakan di hajar sama kontol gede kayak kamu. Tapi bukan cuma cewek cantik Daan. Aku juga suka ngebayangin guru-guru cewek tuh kamu hajar. Misal di kelas yaa. Kayak buk Ira gitu. Dia lagi nulis, kan pantatnya agak keliatan tuh. Aku bayangin gimana keenakannya kamu ngehajar pantatnya itu. Terus dia juga sampai bucrat-bucrat keenakan dihajar kontol gede sampai kecanduan. Aaaaah.. enak tuh Daan, cobalah tuh."
"Iyaa Na, aku juga sering perhatiin pantat buk Ira. Enak tuh Na, digigit terus dipompa memeknya" aku ikut dalam Fantasi Rida.
"Iyaa Daan aah hajar aja, pasti dia suka di pompa sama kamu tuh. Terus memeknya longgar nggak berasa lagi kontol lakinya. Hahaaa" aku juga tertawa mendengar fantasy aneh Rida.
"Tau nggak Daan, aku tuh paling suka kalau kamu ngehajar emakmu sendiri, terus juga adikmu Rahma. Memek kecilnya itu dihajar habis-habisan sama kontol gede kakaknya. Tapi dia keenakan aaah"
Waduh, benar-benar aneh fantasy Rida. Tapi aku ikut terhanyut ke dalam hayalannya. Aku membayangkan memek emakku, bahkan Rahma adikku yang baru menstruasi. Stoop, aku nggak mau ngebayangin itu.
"Terus Rid, siapa lagi?"
"Kamu tau nggak Daan, Ika tuh bagus banget bodynya. Memeknya banyak bulu tapi bagus. Kamu nggak mau ngehajar Ika Daan. Ika tuh pasti nafsunya gede tuh, tangannya aja berbulu banyak gitu" .
"Aku juga nafsu sama Ika Rid, tapi gimana caranya.?"
Aku memang sering nafsu melihat Ika. Apalagi saat dia pakai training olahraga. Bukan hanya pantat dan dadanya saja yang menarik. Tapi juga tangannya. Saat dia memakai training olahraga, Ika bakal menarik bajunya sampai ke siku. Disitulah aku bisa melihat tangannya yang putih di tumbuhi bulu-bulu. Manis sekali.
"Kamu mau Daan, nanti aku bantu. Tapi aku pengen liat, terus aku yang masukin kontolmu ke memeknya. Aaah Daan aku pengen cium memek Ika waktu kamu kontolin. Ayoo Daan kita wujudin aja"
Aku terdiam sejenak, menghentikan aktivitas mengurut batangku. Aku baru pertama kali di ajak berfantasi aneh, dengan dua cewek begini. Ah gimana rasanya yaa.
"Atau Rahma Daan, dia aja suruh pegang kontolmu terus masukin ke memek emak, pasti kamu bakal keenakan tuh Daan"
Belum selesai fantasyku dengan Ika, sekarang balik lagi ngebayangin emakku sama Rahma adikku. Aku suka tapi merasa tidak nyaman.
"Ika aja Riid, rayulah. Nanti kita hajar berdua"
"Iyaa aaaah aaaaah....." Hening beberapa saat. "Daan, aku udah keluar"
Aku tidak lagi mengocok. Aku masih berpikir betapa anehnya hayalan Rida ini.
"Daan,, hihii"
"Riid, kamu bener mau bantu aku ngentotin Ika?"
"Mau, aku tuh pernah liat memek Ika. Aku jadi ngebayangin gimana kalau kamu yang liat. Bener-bener bagus loh Daan. Aku aja nafsu liatnya."
"Tapi aku juga nafsu sama kamu Rid, gimana kalau sama kamu dulu aja"
Iyaa, aku benafsu ke Rida. Rida juga cantik dan seksi badanya mirip Ika dan Yana.
"Aku juga pengeen sih, tapi nggak berani. Pengen juga ngocok-ngocok kontol gede kayak kamu tuh, terus aku kulum-kulum. Tapi aku nggak pengen perawanku hilang. Lagian kamu juga nggak berani kan? Aku pacar Gepeng loh Dan. Tega kamu?"
Itulah yang membuat aku dengan Rida masih menjaga diri masing-masing. Rida adalah pacar dari sohibku sendiri. Bukan hanya sohib tapi sudah seperti saudara sendiri. Sementara Rida juga sepertinya masih ragu-ragu.
"Itulah Rid" kataku sedikit frustrasi.
"Tapi kalau cuma ngocok aja, kayaknya nggak apa-apa Daan. Asal jangan ciuman, nanti kita baper"
Aku berpikir agak keras. Apa iya nggak apa-apa kayak gitu. Masa sesama teman boleh kocok-kocokan kelamin. Kalau Gepeng tau dia bakal tetap marah tuh.
"Yaudah Rid, tapi gimana kalau Gepeng tau?"
Otak sama nafsu itu emang nggak singkron. Otak bilang enggak boleh, tapi nafsu bilang boleh. Dan akhirnya nafsu yang menang.
"Yaa dia nggak usah tahulah."
"Owwh yaudah bener yaa Rid, aku pengen megang pantat kamu Rid, susu kamu juga pengen aku lumat habis" hayalanku mulai liar membayangkan tubuh langsing pacar sohibku ini.
"Tapi nggak boleh pakai bibir, pakai tangan aja. Tapi liat nantilah yaa aku masih takut. Kamu ini, kemaren-kemaren janji nggak bakal nakalin aku. Sekarang udah mulai berani yaa. Apa aku kasih tau ke Gepeng aja yaa" katanya mengancam.
"Eh kok gitu, jangan doong"
"Hahaaa,, iya nggak bakal kok. Tenang aja."
Setelah itu kami masih ngobrol sampai paket nelpon Rida habis jam 12 malam. Kami membicarakan banyak hal, teemasuk juga perempuan-perempuan cantik di sekitar kami.
******
"Kreek kakaaak," adikku Rahma masuk ke dalam kamarku, lalu naik duduk di atas perutku yang masih berbaring.
Ketiga adikku memang manja padaku. Tentu saja aku senang. Artinya mereka sangat sayang padaku. Akupun begitu, dan memang harus begitu. Kalau bukan aku, siapa lagi yang menyayangi mereka. Toh aku ini kakak laki-laki satu-satunya dan pengganti bapak bagi mereka.
Rahma sekarang sudah mau naik ke kelas 6. Sejak 4 bulan yang lalu, ia sudah menstruasi. Tapi, meski sudah menjadi gadis yang bisa beranak, Rahma tetap manja padaku. Tapi jangan berpikir porno dulu. Tidak, aku tidak sama sekali berpikiran mesum pada adikku. Aku hanya merasa bahwa sekarang tanggung jawabku semakin bertambah. Setiap hari aku menyempatkan diri bercerita dengannya. Aku berharap kedepannya, ia akan tetap seperti itu. Aku ingin membuatnya nyaman, dengan begitu aku bisa tahu bagaimana pergaulannya. Sehingga aku lebih bisa menjaga dan melindunginya.
"Jadi kan kak kita ke kota?"
Hmm, aku nggak lupa sebenarnya soal janjiku ke mereka sebulan lalu. Aku bernjanji akan mengajak mereka berlibur ke kota provinsi. Tapi aku bilang aja dulu nggak jadi.
"Yaa nggak jadi doong.. mana ada kakak uang buat liburan gitu" kataku berbohong sambil mengelus rambutnya. Lalu Rahma beranjak turun dari perutku sambil merengut.
"Hihii.. adeek, sini" Kataku menarik bajunya yang masih bisa kugapai.
"Kakak nggak lupa kok deek. Ini kakak lagi mikirin rencana-rencananya."
Aku masih belum menemukan cara yang bagus untuk mengajak adik-adikku ke kota. Terutama untuk tempat menginap. Nggak mungkin kan aku mengajak mereka tidur di rumah sakit seperti dengan emak dulu. Terus juga, aku mikirin bagaimana cara pergi-pergi di sana. Karena nggak ada kendaraan. Paling mentok pikiranku hanya angkot dan bus kota, yang aku sendiri nggak tahu kemana arah dan tujuannya.
"Kalau tempat tidur, nggak usah dipikirin kak. Kata emak, nanti kita tidur di kostnya kak Rita." Kata Rahma kembali ceria.
Rita adalah anak teman emakku. Sebenarnya nggak terlalu dekat sih. Tapi nggak taulah. Kalau memang bisa seperti itu, berarti sudah aman.
"Emang emak udah rencanain?" Aku belum pernah mendengar emak membuat rencana itu sebelumnya. Atau mungkin mereka para cewek-cewek ini sudah membuatnya sendiri.
"Iyaa.. tapi nenek nanti nggak ikut. Katanya nggak kuat jalan jauh gitu."
"Oowh yaudah deh, kita-kita aja ber 5 kalau gitu."
Aku lihat Rahma seperti masih memikirkan sesuatu.
"Kenapa lagii.. ada cerita baruu" tanyaku.
"Enggak, hmmm.. nanti kalau aku juara aku di kasih hadiah lagi kak?"
Hmm, mungkin dia khwatir kalau hadiah juaranya sudah termasuk dengan liburan itu.
"Emang kamu bakal juara? Yakiin?" Tanyaku bercanda.
Aku sangat yakin Rahma bakal kembali juara. Sejak kelas 2 SD dia selalu juara. Kalau nggak juara 1 yaa juara 2. Apa bedanya dengan sekarang. Pasti juara lagilah.
"Yaa pasti juaralah, Rahma loh kak" katanya mendongak dan menyapu rambutnya.
Hahahaaa.. aku ketawa melihat gayanya sombong. Tapi wajar sih dia sombong. Yang nggak wajar itu, nggak juara tapi sombong.
"Emang adek minta hadiah apa?" Tanyaku.
"Hmmm... Beliin aku kolor sama BH yaa kak. Aku udah gede loh kak. Udah sempit semua" katanya malu-malu.
"Cieee.. apanya udah gede niih.." aku menggelitiknya.
"Haha haha ampuun kaak"
"Kalau beli itu mending sama emaklah dek. Malulah kakak beli begituan. Yaudah nanti kakak kasih uang ke emak yaa"
"Nggak mauu.. aku pengen kakak yang beliin." Rahma merayu.
Aku berpikir sejenak.
"Yaudah tapi bareng sama adej yaa. Atau di kota aja kita beli?" Tawarku.
"Ok hihi. Makasih kak" katanya senang.
"Yaudah, adalagi cerita?"
"Nggak ada, yaudah tidur kak. Rahma tidur sama kakak yaa"
"Eh nggak boleh, kan udah gede" kataku mengusirnya.
"Nggak mau, aku tidur sini" katanya memgambil selimut kain sarungku.
"Heishh," kataku mengendongnya, lalu kuantar ke kamarnya dan adik-adiknya.
"Hahaa kak, nggak mau"
*******
Pagi minggu setelah penerimaan rapor, akhirnya kami berlima pergi ke kota dengan bus. Adik-adikku terlihat sangat senang. Bahkan mereka sering berdiri di atas bangku, agar bisa melihat pemandangan. Sayang sekali aku hanya bisa mendapat tempat duduk di barisan ke 3 untuk kami. Kalau dapat tempat duduk di depan, tentu adik-adikku tidak perlu berdiri.
Sampai di kota kami di jemput oleh kak Rita. Ia sepertinya juga senang menjemput kami.
"Udah lama Ta?" Tanya emak.
Kak Rita sudah lebih dulu sampai di pemberhentian bus. Ia menyambut kami saat turun. Lalu salim ke emak.
"Belum kok mak, baru sampai juga kok" jawabnya ramah.
Sebenarnya kak Rita ini manis, putih. Cuma agak gemuk. Waduuh kenapa aku menilainya? Emang mau ngapain?.
Setelah duduk istirahat sebentar, akhirnya kami pergi naik angkot ke kostan kak Rita. Setelah sampai di kostnya, aku melihat ada banyak tumpukan buku-buku kuliahnya. Hmm, kayaknya emang berbeda sekali jadi mahasiswa dengan siswa SMA. Anak SMA sepertiku paling cuma punya 2 atau 3 buah buku paket dari sekolah. Sementara yang aku lihat di kamar kak Rita, banyak sekali buku-buku dan kertas-kertas fotokopian.
"Adaan nanti mau kuliah dimana?"
Aku menoleh ke kak Rita.
"Hmm, belum tau kak. Kayaknya sih aku nggak kuliah" kataku pelan supaya tidak terdengar emak. Aku tahu emak bakal sedih karena nggak mampu mengirim anaknya untuk kuliah. Kak Rita sepertinya paham dengan maksudku. Ia langsung berbicara hal lain.
Adik-adikku seperti nggak ada capeknya. Mereka ingin langsung pergi jalan-jalan setelah mandi. Sementara emak asik-asik tiduran sambil bercerita-cerita dengan kak Rita. Aku sendiri sebetulnya juga nggak capek. Tapi kami sudah sepakat dengan kak Rita, baru akan jalan-jalan setelah jam 5 sore. Akhirnya aku mengajak adikku berjalan-jalan di sekitar sambil beli makanan.
Sebenarnya tidak se enak waktu jalan-jalan dengan emak dulu. Dengan emak, aku bisa pergi kemana-kemana sesuka hati. Kali ini perjalanan sangat terbatas. Tapi tidak mengurangi rasa senang di hatiku. Kali ini sumber kebahagianku adalah adik-adikku. Melihat mereka sangat ceria membuat hatiku puas.
Aku membelikan mereka cappucino cincau selama jalan-jalan. Dan efeknya baru terasa saat malam. Mereka ber tiga tidak bisa tidur. Hahaa.. aku baru sadar ternyata tadi aku memberikan mereka kopi.
Memang sangat membahagiakan bagiku, membawa 4 perempuanku ini berlibur. Tapi tidak menarik untuk di ceritakan. Karena liburan kami hanya seperti liburan orang lainnya. Entah apa yang dipikirkan oleh bapakku dulu. Sehingga ia tidak pernah mengajaku liburan kemana-kemana. Tapi yasudalah, semuanya sudah berlalu.
*****
Setelah berlibur membawa keluarga ke kota. Hari-hari berjalan membosankan bagiku. Setelah pulang dari menderes karet pagi hari, tidak ada lagi hal yang aku lakukakan. Kebanyakan hanya di isi dengan tidur. Kalau tau bakal begini, mending kemarin aku agak lama di kota hiish..
Hari minggu pagi, aku tidak menderes karet karena sudah 3 hari di deres berturut-turut. Batang karetnya juga butuh bernafas. Istirahat untuk tidak mengeluarkan getahnya seenggak 1 hari ini. Tapi itu membuatku tidak memiliki aktivitas apapun. Padahal aku sudah terbiasa bangun pagi.
Jam 9 pagi aku pergi mutar-mutar keliling kampung tanpa tujuan.
"Tiiit, tiiit" aku menepi karena di klakson mobil dari belakang.
"Tiiit tiiit" mobil itu kembali mengklakson.
"Hish ngapain sih, padahal jalan lebar gini.. mentang- mentang punya mobil seenaknya ngusir orang dari jalur. Nggak tau dia, aku lagi bosaaan" pikirku tiba-tiba kesal.
"Tiiiiiit"
Aku menoleh ke belakang mendengar klakson panjangnya. Aku melihat ada perempuan cantik tersenyum ke arahku. Waduuh ternyata dia, hatiku kembali ceria. Kuhentikan motorku, lalu menghampirinya.
"Kirain siapa tadi kak, udah kesel tadi tuh" sapaku bercanda.
"Hahaaa, berarti berhasil. Kakak emang pengen bikin kamu kesal" dia tertawa. Duuh cantik sekali makhluk satu ini..
Dia memakai setelan batik coklat motif putih. Jilbabnya juga warna senada coklat muda.
"Mau kemana kak?"
"Mau ke undangan. Temenin kakak yuuk" ajaknya.
"Duuh aku belum mandi kak. Udah mandi aja belum tentu pede deket kakak cantik" kataku merayu.
"Hihii,, ikut aja yuuk. Di mobil aja, kakak nggak akan lama kok" rayunya.
Aku sebenarnya tidak keberatan sama sekali. Siapa tau dapat rezeki seperti dulu-dulu lagi. Cuma pakaianku ini, cuma kaos biasa sama celana pendek. Tapi yasudahlah, katanya cuma tunggu di mobil.
"Yaudah kak, motornya nanti aku taro di depan sana"
Aku menunjuk ke puskesmas yang cuma berjarak puluhan meter dari kami.
"Ok" katanya.
Setelah meninggalkan motor di parkiran puskesmas, aku kembali ke arah Honda Jazz hitam itu.
"Haloo kaak, makin cantik banget aja nih"
"Biasa ajaa.. hihii.."
"Kalau biasanya kayak giini, terus cant..."
"Udah nggak usah ngegombal. Kamu aja nggak pernah ngehubungi kakak lagi.. sok banget deh" matanya menyipit pura-pura marah
"Hahaa.. bukan gitu kak. Aku kan takut asal nelpon gitu. Nanti kalau kak Angga yang jawab gimana?"
Padahal aku ingat dulu, yang minta untuk tidak dihubungi yaa dia sendiri. Tapi yang namanya perempuan pasti benar dan laki-laki selalu salah. Nggak apa-apalah, toh dia cantik gini. Kalau cantik mah bebas-bebas aja.
"Alesan aja.."
"Bener loh kak, kak Tya tuh tambah cantik banget. Apalagi kalau dandan begini. Aku kan belum pernah liat kakak dandan begini"
Memang ini pertama kali aku melihat kak Tya rapi. Pakai pakaian bagus. Biasanya cuma pakai pakaian rumah. Apalagi sekarang dia pakai make up, uuh cantiknya menggetarkan hati.
"Owwh berarti selama ini kakak nggak cantik yaa.."
Hmm, sepertinya dia ingin kembali di rayu. Hehe, aku berikan maumu kak.
"Yaa cantik dong kaak. Tapi kali ini kan beda cantiknya. Udah cantik anggun lagi, mmuuaah, wangi lagi. Waah perfect deh."
"Hihii baru tau kamu yaa" ia senyum senang.
"Iyaa kak, kalau gini mah artis-artis juga kalah jauh. Tapi boleh nyium gak kak?"
"Tuuh kan pasti ada maunya" ia menatapku sengit, lalu tertawa geli.
"Hihii, boleh yaa kak, masa cantik-cantik gini nganggur aja pipinya. Aku cium yaa kak?" Rayuku mendekat ke pipinya.
"Iiihh nggak boleh, kamu tuh yaa. Justru kalau udah cantik gini jangan di rusakin. Nanti aja setelah ke undangan." Katanya mendorong wajahku.
"Wiihh ok kak, jangan lama-lama ntar yaa di undanganya. Ingat adikmu ini menunggu"
"Adiiik, adik gadungan sialan. Adik pemerkosaaa" katanya teriak di depan mukaku.
Aku bisa mencium bau nafasnya wangii..
"Mmuuach" aku kecup pipinya kilat.
"Tuh kaan, pemerkosaa. Awas jangan di ulang lagi" katanya galak.
"Mmuuaahhc" kucium sekali lagi.
"Udahlah nggak mau kakak kalau kayak gini." Ia merajuk.
Entah kenapa kak Tya sering banget ngomong kayak gitu. Udahlah nggak mau kalau gini, udahlah pulang sana. Tapi ujung-ujungnya dia ngizinin juga. Tapi kali ini aku nggak mau melanjutkan. Biarlah agak sabar dikit sampai dia pulang dari undangan.
Setelah itu kami ngobrol-ngobrol ringan saja sampai ke lokasi undangannya. Aku menunggu kak Tya di mobil sambil makan-makan cemilan yang ada. Kadang aku juga ke luar mencari angin.
Setelah beberapa waktu, kulihat kak Tya berjalan dari lokasi pesta ke arah mobilnya. Uuh dia benar-benar cantik, seperti bidadari. Beruntungnya kak Angga menjadi suaminya. Aku juga sedikit kebagian beruntungnya sih, bisa merasakan kehangatan tubuh wanita rupawan itu. Hahaa. Boleh berbangga doong.
Kak Tya mengarahkan mobilnya ke jalan raya. Berlawanan dengan arah pulang kami. Aku hanya mengikutinya saja.
"Deek, makan nih" katanya memberikan kue yang tadi ia bawa dari lokasi pesta.
Aku langsung mengambilnya. Lalu memakanya.
"Gimana? Enak nggak deek?"
"Enak kak, enak banget malah."
Kuenya seperti coklat, tapi sepertinya buka instant.
"Itu kue dari singapur, teman kakak tadi ngasih. Kakak juga udah makan banyak. Sampe kenyang haha"
Aku mengernyit heran. Kenapa dia ketawa. Padahal yaa biasa aja habis makan kenyang. Tapi bodo amatlah.
"Kak, hmm aku udah boleh nyiuum cuup"
Matanya langsung sengit melihatku.
"Liat-liat orang deek"
Owwh dia nggak marah. Asyk. Aku cium lagi pipinya sesekali. Khwatir juga kalau diliat orang dari depan. Lalu kuberanikan untuk memegang dadanya yang besar.
Aaaaahh
Deek, yang itu jangaan.
Aku agak kecewa nggak di bolehin memegang dadanya. Tapi tetap saja aku berniat untuk memegangnya lagi..
"Yang bawah aja, nanti diliat orang"
Owh berarti kak Tya bukan melarangku. Ia hanya takut dilihat orang. Haha, senangnya hatiku. Langsung saja tanganku meremas pahanya di balik rok batiknya. Aaah, bahan roknya tipis sekali ternyata. Sama seperti bahan bajunya. Aku seperti bisa merasakan kulit pahanya langsung. Kubelai pahanya, sebelah kiri dan sebelah kanan bergantian. Sesekali kuremas.
"Iiissshh"
Kak Tya mendesis. Lalu menoleh kearahku sayu. Cuupp langsung kusambar bibirnya. Kak Tya diam saja lalu menoleh lagi ke arah jalan. Ini artinya kak Tya tidak akan melarangku lagi.
Kuelus bagian depan memeknya.. ah lunak sekali. Aku genggam gundukan memeknya, meskipun agak susah karena roknya ketat. Aku gosok, aku genggam, aku colok-colok memeknya sesuka hatiku. Gemas sekali rasanya. Tapi tetap saja aku tidak bisa mencapai bagian terdalamnya.
Aku tarik roknya ke atas sampai kulihat paha mulusnya yang padat.
"Oowhh, kak mulus baget kak. Aku jilat yaa kak"
Lalu kak Tya mengangguk. Langsung saja ku sapu pahanya.
"Aaaaahh iissh deek"
Kak tya mengelus rambutku.
" Aaahh sayang terusin" kak tya memelas sambil tanganya mencari-cari batangku.
"Deek, keluarin ini" kata kak Tya meremas batangku.
Kutegakkan badanku lagi, kubukan kancing dan dan resleting celanaku.
"Iiisshh,, kakak kangen ini deek." Kak Tya meremas-remas batangku yang baru keluar dari sarangnya.
"Uuuhh kaak, cantik banget tangan kakak." Kak Tya melirik ke arah tangannya yang sedang mengenggam batangku.
"Iya yaa, beda jauh sama kontol urat gini"
Memang aku melihat kontras sekali antara tangan kak Tya yang bening mulus dengab batangku yang coklat kasar. Tapi pemandangan itu membuat kami sama- sama terpesona. Indah sekali perpaduannya. Sehingga secara tidak sadar aku dan kak Tya saling kecup. Lalu kami tertawa bersamaan menyadari keinginan kami yang sama.
Tanganku masuk ke dalam roknya dari bawah. Kuelus pahanya sampai ke dalam. Kurasakan celana dalamnya yang kecil tapi ketat. Luar biasa rasanya.. ingin kuterkam kak Tya lalu kujilat-jilat dan kumakan memeknya. Tapi situasi tidak memungkinkan.
"Deek, kakak pengeeen.. gimana yaa"
Aku juga pengen, jauh lebih pengen dari dia. Tapi aku juga tidak bisa menemukan solusi untuk tempatnya. Ini adalah halanganku selama ini. Tidak punya tempat untuk ngajak cewek berduaan dengan nyaman.
Setelah cukup lama kami saling kocok sambil mikirin tempat. Kak Tya tiba-tiba berhenti. Aku melirik kak Tya. Masa iya di sini sih. Ini kan sama aja dengan tempat lain sepanjang jalan ini. Justru lebih riskan. Karena tidak ada rumah di sekitar. Eh tapi tunggu dulu.. kok rasanya aku akrab sekali dengan pemandangan ini.
"Kakak punya pondok di dalam sana deek, tapi gimana cara masuknya yaa. Pakaian kakak kayak gini" katanya. Tapi aku tidak menghiraukan. Aku masih bingung dengan pemandangan yang aku lihat.
Jalan ini lebih tinggi daripada tanah di bawahnya. Ada jalan setapak turun ke bawah. Masuk ke perkebunan karet. Aku benar-benar heran sekarang. Aku merasa sangat akrab dengan tempat ini. Tapi aku tidak ingat kapan aku ke sini. Memang aku sering lewat sambil motoran, tapi kali ini berbeda. Aku memandang dari tempat yang aku rasa akrab. Aku memandang ke arah kak Tya.
"Kenapa deek" tanyanya heran.
Aku nggak tau bagaimana raut wajahku sekarang. Yang pasti aku bingung.
"Kamu kenapa sih, kok jadi aneh gini?"
Aku menoleh lagi ke arah perkebunan karet di sebelah kiri kami. Aku berpikir keras untuk mengingat, karena aku yakin ini adalah sesuatu yang penting. Bulu romaku sampai berdiri. Tapi aku tidak bisa mengingat apapun.
"Deek, kamu kenapa?"
Aku menoleh ke kak Tya yang juga mulai bingung. Sepertinya ia juga penasaran dengan sesuatu.
"Kak" aku melihat ke arah matanya yang bertanya-tanya.
"Iya kenapa? Kasih tau kakak."
"Nggak tau kak, kayaknya aku sering ke sini, tapi aku nggak ingat kapan. Rasanya dulu aku pernah punya ladang di sana" kataku menunjuk ke arah perkebunan karet yang berjarak 100 meteran dari jalan. Lalu kak Tya menatapku dalam. Sekarang aku yang bingung dengan tatapannya.
"Dek, nama lengkap kamu siapa?" Tanyanya cemas.
Aku bahkan bisa merasakan kecemasannya.
"Ramadhan Kurnia Arlis kak" kataku.
Kak Tya tampak kaget. Bibirnya misah kayak orang terkejut. Lalu kak Tya menepis tanganku yang masih ada di pahanya, kemudian menurunkan roknya ke bawah.
Sumpah sekarang aku yang bingung. Kenapa kak Tya langsung berubah aneh. Dia tidak menjawab pertanyaanku. Ia langsung memutar mobilnya ke arah tempat pulang kami.
"Udahlah dek, nanti kakak jelasin. Kakak lagi bingung" katanya tegas.
Bahkan sampai di depan puskesmas, kak Tya tidak berbicara apa-apa lagi. Aku juga masih berpikir ada apa dengan tempat tadi. Dan jelas kak Tya tau sesuatu.