Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT ANTARA CINTA DAN NAFSU

Bagian 12

Keadaan Alex hari ini semakin membaik. Tekanan darahnya meningkat, tenaganya pun semakin pulih. Sambil menyuapi sarapan pagi Alex, Ana memandang wajah Alex yang mulai terlihat memerah, tidak pucat seperti beberapa hari yang lalu. Ana selalu menyempatkan waktu menemani Alex makan, memastikan ia menghabiskan semua makanan untuknya tanpa tersisa. Ini sangat penting untuk asupan gizi Alex dan membantunya bertahan melawan penyakitnya saat ini.
"Jika kondisi Alex membaik terus, dalam beberapa hari ini Alex boleh pulang" ujar Ana kepada Pak Wi yang pagi ini sengaja datang untuk melihat kondisi Alex. "Aku berharap dalam satu atau dua minggu kedepan, kemoterapi sudah bisa dilakukan. Karena saat ini, kondisi Alex tidak memungkinkan untuk dilakukan tindakan kemoterapi. Padahal terapi itu harus segera dilakukan agar penyakit Alex tidak bertambah parah."
Pak Wi mengangguk angguk mendengarkan penjelasan Ana.
"Maka dari itu, jangan pernah mengeluh kalau aku memaksamu makan banyak" ujar Ana tersenyum pada Alex. "Ini penting untuk daya tahan tubuhmu .. kamu harus fit saat kemoterapi nanti."
"Siapa yang tidak makan banyak kalau ditunggu satpam begini" ujar Alex mengerling Ana. Ana tertawa kecil.
"Untuk kebaikanmu, Lex ..." ujar Pak Wi seraya terkekeh.
"Hampir 24 Jam dia mengawasiku Pi .." keluh Alex namun dengan wajah ceria. Ia hanya menggoda Ana. Alex sangat menikmati wajah Ana yang bersemu merah, tersipu dan salah tingkah saat ia menggodanya. "Cobalah Papi carikan calon isteri lain yang tidak galak begini ..."
Ana mencubit kecil lengan Alex. "Itu karena aku punya 2 profesi untukmu .. dokter dan ..."
"Dan apa?" tanya Alex memancing Ana saat ia terhenti untuk mengatakan sesuatu "Kamu Dokterku dan apa ...? Ayo coba katakan."
Ana tertawa tersipu, masih merasa jengah bila akan mengucapkan kalimat itu.
"Dan apa?" Alex bersikeras agar Ana melanjutkan perkataannya. "Aku ingin mendengar sendiri dari mulutmu. Atau aku tidak mau meneruskan makanku lagi"
"Alex, jangan begitu .." Ujar Ana. "Ayo dihabiskan makanan ini .. sedikit lagi .."
"Katakan dulu An ..." paksa Alex. Pak Wi tertawa.
"Mungkin Ana masih belum terbiasa menyebutnya karena kamu belum melamarnya secara resmi, Lex ..." ujar Pak Wi.
Ana dan Alex saling berpandangan, tersadar bahwa apa yang dikatakan Pak Wi adalah benar adanya.
"Jadi kapan kamu akan meminta Papi melamar Ana?" tanya Pak Wi pada Alex.
"Setelah keluar dari Rumah Sakit, aku akan segera melamar Ana Pi ..." ujar Alex tidak melepaskan pandangannya dari Ana.
Ana menunduk. Benaknya melayang pada percakapan dengan ibunya pagi tadi. Bu Seno rupanya telah mengetahui rencana Alex untuk menjadikan Ana sebagai isterinya.
"Ibu kecewa .. peristiwa penting seperti ini ibu ketahui dari orang lain dan bukan dari mulutmu sendiri An!!" hardik ibunya pagi tadi penuh emosi.
"Bu .. aku memang akan menyampaikan ini pada ibu tapi aku menunggu saat yang tepat Bu ..." ujar Ana hampir menangis. "Siapa yang menyampaikannya pada ibu?"
"Bukan urusanmu dari siapa ibu tahu berita ini!" nada suara ibunya semakin meninggi. Belum pernah Ana melihat ibunya begitu emosi seperti kali ini. "Laki laki itu sudah pernah mengecewakanmu An. Dia lebih memilih perempuan lain dibandingkan dirimu yang sudah begitu setia. Apa kamu lupa bagaimana kamu menangis pada ibu karena sakit hati akibat pengkhianatannya?"
Ana menggeleng. "Ibu .. sudahlah .. saat itu kami masih sangat muda .. tapi kali ini berbeda Bu .. dia sakit .. dia membutuhkanku .."
"Ah !! Masa bodoh !!" hardik ibunya. "Bukan urusanmu dia sakit .. dan bukan kewajibanmu menemaninya menunggu ajalnya! Ibu tidak mau anak ibu menjadi janda dalam usia muda!!"
"Ibu ..." tangis Ana. "Jangan katakan itu .. perkataan ibu adalah doa bagiku .. tolong Bu .."
Nafas Bu Seno terengah engah menahan marah.
"Umur manusia ada di tangan Tuhan .." lanjut Ana di sela isaknya. "Kenapa ibu yang menentukan kapan seseorang akan dijemput ajal ...? Aku akan berusaha menyembuhkan Alex Bu .. tapi umur siapa yang tahu? Bisa jadi umurku lebih pendek dari Alex ..."
"Ayahnya sudah menyebabkan kematian Ayahmu!" ujar Bu Seno. Suaranya bergetar menahan emosi. "Apa yang harus aku katakan di sana nanti kepada Ayahmu, kalau aku membiarkan anakku menikahi anak pembunuhnya An ??"
Ana menatap Bu Seno dengan berlinang air mata.
"Kematian Ayah adalah kecelakaan. Ibu sendiri yang menceritakannya padaku kan ..."
"Tapi ibu merasa Pak Wiwaha membunuhnya!" ujar Bu Seno berapi api. "Hanya saja ibu tidak bisa membuktikannya."
"Sudahlah Bu ... mungkin Alex adalah jodoh yang dikirimkan Tuhan untukku" ujar Ana. "Tidak perlu ibu mencari cari alasan untuk memisahkan kami ..."
Bu Seno menatap Ana tajam. "Sampai kapanpun .. tidak akan ibu berikan restu ibu kepadamu dan Alex An ..." desisnya. "Kamu boleh angkat kaki dari rumah ini jika kamu masih tetap ingin menikahinya!"
Ana meneteskan air mata tanpa disadari, dan Alex melihatnya.
"An ... ada apa?" tanya Alex. Ana tersadar dari lamunannya saat Alex menggenggam tangannya "Kamu menangis .. ada apa?"
Ana tersenyum, menggeleng lemah. Alex tahu apa yang disembunyikan Ana darinya. Ia mengusap punggung tangan Ana lembut.
"Apapun akan kuhadapi untuk memintamu menjadi isteriku, An .. aku tidak akan menyerah, seperti kamu juga tidak menyerah merawat ku dengan penyakitku ini ..."
Ana tersenyum. Ia memang telah memantapkan hatinya untuk tetap menjadi isteri Alex. Namun restu ibunya adalah segalanya bagi Ana. Ana berdoa semoga Alex bisa melunakkan hati ibunya.

Pak Wi mendengarkan semua cerita Ana di ruangan praktek Ana. Ana berdalih akan menjelaskan lebih dalam tentang penyakit Alex untuk bisa mengajak Pak Wi berbincang berdua saja tanpa ada Alex. Ada beberapa hal yang ingin Ana tanyakan kepada Pak Wi sebelum mereka datang melamar Ana.
"Alex hanya tahu bahwa ibumu tidak menyetujui pernikahan ini karena masa lalu pada hubungan kalian .. bukan karena kejadian sesungguhnya" ujar Pak Wi lesu. "Dan aku minta kamu merahasiakan ini semua darinya .."
Ana menatap Pak Wi. "Tapi Oom harus jujur kepadaku .." pinta Ana "Jangan ada yang ditutupi .. aku akan menghabiskan sisa hidupku dengan Alex, Oom .. aku mohon jelaskan semua kepadaku."
Pak Wi mengangguk.
"Aku sangat terluka terhadap pengkhianatan isteriku .. seperti apa yang dirasakan oleh ibumu atas pengkhianatan suaminya, Ayahmu An ..." ujar Pak Wi. "Kami berdua bernasib sama .. "
Ana menunduk. Ia bisa melihat luka yang belum sembuh di hati ibunya sampai hari ini.
"Tapi aku memikirkan semua dengan matang saat itu. Aku minta Ayahmu untuk meninggalkan isteriku demi Alex, demi kamu ..." lanjut Pak Wi. "Kalian tidak perlu tahu .. biarlah kalian tumbuh dalam keluarga yang menurut pandangan kalian harmonis. Karena itu akan sangat berpengaruh kepada mental kalian saat dewasa nanti .. saat ini. Dan ucapanku terbukti bukan? Kalian, Kamu dan Alex menjadi orang orang yang sukses .. tumbuh, berkembang tanpa gangguan apapun."
Ana menatap Pak Wi selama ia bercerita. Pak Wi terlihat tenang.
"Walau akhirnya aku tahu .. Cinta mereka tidak bisa dipadamkan An ..." ujar Pak Wi. "Aku mengikhlaskan semua .. termasuk membiarkan janji pertemuan mereka dengan anak hasil hubungan mereka yang dititipkan pada Ayahmu .. Aku tahu semua, tapi aku biarkan dalam diamku ..."
"Ibu selalu bilang bahwa Oom membunuh ayahku dalam kecelakaan itu ..." bisik Ana. Pak Wi terdiam.
"Aku memiliki motif itu An .. seorang suami yang sakit hati karena pengkhianatan isterinya. Aku orang kaya raya yang bisa melakukan apapun termasuk menyewa pembunuh bayaran. Mobilku ditemukan di tempat kejadian. Lalu apa yang membuatku bisa lolos dari tuduhan itu?" ujar Pak Wi, menatap langit langit ruangan praktik Ana seolah menerawang ke masa lalu.
"Tapi aku memikirkan Alex .. aku tidak mau masuk penjara karena tuduhan itu dan membiarkan Alex hidup sendiri. An .. aku menyewa pengacara terkenal dengan tarif mahal untuk terbebas dari tuduhan itu. Ia adalah Ayah dari Eveline" ujar Pak Wi, mengejutkan Ana
"Jadi ....." ujar Ana terpana. Pak Wi mengangguk.
"Aku tidak membunuh mereka An . Tapi semua motif mengarah padaku. Aku perlu seorang yang hebat untuk terbebas dari tuduhan itu. Itu sebabnya aku sangat berhutang budi pada Ayah eveline ... Apalagi setelah Ayahnya menitipkannya padaku ..."
Ana tertunduk. Ia sungguh terkejut dengan semua penjelasan Pak Wi.
"Tapi nyawa Alex lebih penting untukku An .. dia anakku satu satunya.. penerus keturunanku .. aku tidak bisa melihatnya pergi begitu saja karena sakitnya " bisik Pak Wi. "Aku bisa melihat selama bersama Eveline hidup Alex memang tidak teratur. Apalagi setelah sakit .. aku semakin kuatir An .."
"Tapi Oom .. Oom Wi sudah berjanji pada Ayah eveline untuk ..." Ana tidak meneruskan kata katanya.
"Ayah Eveline sudah lama meninggal An .. Oom pertaruhkan semua janji Oom padanya demi Alex" ujar Pak Wi lagi. "Oom yakin, Eveline akan menemukan pengganti Alex .. dan Oom yakin pula, Ayah eveline juga pasti tidak menginginkan Eveline berjodoh dengan Alex bila ia tahu Alex dalam kondisi sakit seperti ini. Semua orang tua menginginkan yang terbaik bagi anaknya bukan?"
Ana terpekur menatap lantai. Kepalanya terasa pening. Antara janji yang terlanjur terucap, dan tanggungjawab sebagai seorang Ayah, mungkin itu yang kini dirasakan oleh Pak Wi kepada Alex dan Eveline.

_____________________________________
6 bulan kemudian.....

Ana memandang bayangan dirinya dalam cermin. Acara pernikahannya dengan Alex telah selesai, dan kini ia resmi menjadi nyonya Alex. Kebaya putih, sanggul dan make up belum ia tanggalkan. Ia menunggu Alex yang masih menemani beberapa tamu di luar.
Acara berlangsung sangat sederhana tanpa dihadiri satupun kerabat Ana. Tidak ada ibunya, maupun Ratih adiknya. Keputusan Ana memilih tetap menikah dengan Alex membuat hati Bu Seno luluh. Dalam tangisnya ia merestui pernikahan Ana dan Alex, namun dengan syarat berat yang harus mereka tanggung.
"Aku tidak akan menghadiri pernikahan mereka, dan seumur hidupku, jangan pernah lagi mereka menginjakkan kaki dirumah ini lagi" perkataan ibu Ana disampaikan kepada Pak Wiwaha yang saat itu mewakili Alex melamar Ana. Kondisi Alex yang belum stabil sepenuhnya, membuat Pak Wi memutuskan menghadapi ibu Ana seorang diri.
Ana menangis sejadi jadinya saat mendengar apa yang disampaikan Pak Wi. Ia sangat mencintai ibunya, namun ia juga tidak ingin meninggalkan Alex terlebih setelah janji yang sempat ia ucapkan pada Alex dan Pak Wi. Perlu waktu lebih dari satu minggu bagi Ana untuk memutuskan tetap menikah dengan Alex dan meninggalkan ibu serta Adik yang sangat ia cintai. Ana hanya berharap suatu saat ibunya mau mengerti dan menerima mereka kembali.
Sentuhan lembut terasa di bahu Ana. Ana mendongak dan melihat Alex tersenyum berdiri di sampingnya. Alex membungkuk mencium rambut Ana dan membelainya lembut.
"Ini hari bahagia kita .. tapi kenapa aku masih melihat mendung di wajah isteriku?" tanya Alex. Ana tersenyum dan menunduk.
"Aku memikirkan ibu .. alangkah lebih bahagianya kalau beliau ada disini ..." bisik Ana.
Alex berlutut menggenggam tangan Ana.
"Aku akan berusaha membuktikan bahwa aku laki laki yang layak menjadi suamimu An .." ujar Alex. Ana tersenyum dan Alex memeluknya erat. Alex sungguh tidak mengerti bahwa kebencian ibu Ana padanya bukan hanya sebatas masa lalu hubungan mereka, tapi karena adanya dendam yang belum sirna. Suatu saat kelak Alex pun akan mengetahuinya. Ana yakin itu.


Ratih mendorong roda kursinya menyusuri rak disebuah toko buku ternama. Ia tengah menemani ibunya berbelanja, sementara menunggu, Ratih menghabiskan waktu untuk mencari koleksi buku yang ia perlukan untuk menambah wawasan kreativitasnya. Setelah selesai nanti, ibunya akan menjemputnya disini.
"Mencari sesuatu?" sebuah suara menyapanya. Ratih menoleh. Seorang wanita cantik dengan pakaian sexy tersenyum padanya.
"Ya ..." jawab Ratih memandang lekat pada wanita tersebut. Ratih merasa pernah melihat wajahnya, namun ia perlu waktu untuk memanggil kembali memorinya
"Buku apa? Mungkin aku bisa membantu" ujar wanita itu lagi seraya memandang kaki dan kursi roda Ratih bergantian. "Biar aku carikan untukmu .."
"Oh .. tidak perlu .. aku bisa melakukannya sendiri ..." ujar Ratih sedikit sinis, merasa tersinggung dengan pandangan wanita tersebut yang dirasanya memandang remeh keadaan disabilitasnya.
Wanita itu tertawa kecil "Maaf, jika aku menyinggungmu .. aku hanya ingin membantu .. tidak lebih" ujarnya. "Tapi rupanya, kesombongan sudah mendarah daging di keluargamu ya .."
Ratih mengernyitkan dahinya memandang tajam wanita dihadapannya.
"Anda .. siapa?" tanyanya. "Apa saya mengenal anda? Dari mana anda tahu keluarga saya?"
Wanita di hadapan Ratih merogoh tasnya dan mengeluarkan sepucuk kartu nama. Ratih menerimanya dan membaca tulisan diatasnya. EVELINE HARTANTO - PENGACARA.
Ratih kembali memandang Eveline. Ia teringat sesuatu.
"Beberapa minggu yang lalu anda pernah berbicara dengan ibu saya di cafe bawah bukan?" tanya Ratih. Saat itu, Ratih pula yang menemani ibunya menemui Eveline. Semenjak Ana sibuk dengan pasien khususnya di Rumah Sakit, ibu lebih banyak meminta Ratih untuk menemaninya kemanapun ia pergi.
"Ada perlu apa anda dengan keluarga saya?" tanya Ratih penuh kecurigaan.
"Bagaimana kalau kita bicara di cafe bawah, tempat aku dan ibumu tempo hari bertemu" ajak Eveline meraih pegangan kursi Ratih dan mendorongnya pelan.
"Tapi .. aku .." Ratih berusaha menolak, namun Eveline tetap mendorongnya keluar dari toko buku.
"Tidak usah kuatir .. aku tidak bermaksud jahat padamu .. ibumu akan menyusul kita kesana" ujar Eveline tenang. "Dan kamu pasti akan menyukai apa yang akan aku tunjukkan padamu."


Ana berjalan mondar mandir, menggigit bibirnya dan meremas tangannya dengan cemas. Ia berada di dalam toilet kamar hotel yang sangat luas. Ia dan Alex akan menghabiskan malam pertama mereka di Kamar Suite hotel ini, yang telah di sewa oleh Pak Wi bagi pernikahan mereka.
"Ana ... sayang?" suara Alex terdengar dari arah luar "Kamu baik baik saja? Sudah hampir 30 menit kamu di dalam sana, ada apa sayang?"
"Ti .. tidak ada apa apa .. aku baik baik saja .." jawab Ana. Sejurus kemudian terdengar pintu kamar mandi diketuk.
"Ana .. bukalah .. apa yang kamu lakukan didalam sana?" tanya Alex lagi. Ana meringis, mengepalkan tangannya kuat kuat.
Apakah ia harus berterus terang pada Alex bahwa ia sangat gugup menghadapi malam pertama mereka? Ana berulang kali membetulkan lingerie hitam yang dikenakannya. Ia merasa sangat malu harus memakai pakaian setengah telanjang seperti ini dihadapan Alex, meskipun ia kini telah menjadi isteri resmi Alex. Ana mengambil jubah mandinya, memutuskan menutupi tubuhnya sebelum menemui Alex. Ana membuka pintu, dan tampak Alex berdiri di hadapannya dengan wajah cemas.
"Ada apa? Kamu sakit?" tanya Alex menatap Ana dengan bingung.
"Alex .. aku ... " Ana menggigit bibirnya kuat kuat menatap Alex. "Mmh .. bisakah kita ... maksudku .."
Alex terdiam sejenak sebelum menyadari apa yang terjadi. Alex menyeringai lebar, menikmati kegugupan Ana yang berdiri di hadapannya.
"Look Honey .. " bisik Alex seraya merangkul bahu Ana. "Kalau kamu belum mau melakukannya, tidak apa .. aku bisa menunggu ..."
Alex sangat memahami ini adalah pengalaman pertama bagi Ana. Ana sangat teguh memegang keyakinannya, bahwa sex hanya boleh dilakukan dengan laki laki yang sudah menjadi suami resminya. Ana sangat menjaga privacy nya, tidak bergaul terlalu dekat dengan laki laki dan menutup tubuhnya dengan pakaian yang sangat sopan.
"Tapi aku .. ini adalah malam pertama kita dan seharusnya ..." Ana mencoba menjelaskan dalam pelukan Alex yang terasa hangat.
"Tenanglah .. kamu akan terus bersamaku .. masih banyak waktu untuk melakukan ini jika kamu tidak ingin sekarang" ujar Alex lagi. "Aku ingin kita melakukannya dengan relax .. karena cinta .. tidak perlu dipaksakan hanya karena ini malam pertama kita .."
Ana menarik nafas lega.Ia tidak menyangka Alex akan bersikap setenang ini, bila melihat apa yang telah ia lakukan bersama Eveline didepan mata Ana.
"Jadi .. apa yang akan kita lakukan sekarang?" tanya Ana melepas pelukannya. Ia mulai merasa sedikit tenang.
"Sudah aku siapkan teh hangat untukmu di teras balkon" ujar Alex. "Ayo ..."
Alex menggandeng tangan Ana, dan melangkah menuju balkon kamar yang menghadap ke kolam renang. Suasana malam saat itu sangat cerah, Ana bisa melihat indahnya bintang bintang yang menghiasi langit malam . Angin berhembus lembut, terasa membelai tubuh Ana di balik gaun mandinya yang hangat. Ana duduk di samping Alex, menyandarkan kepalanya pada bahu alex sambil menggenggam cangkir teh yang disodorkan Alex.
"Terimakasih sudah menerima lamaranku An ..." ujar Alex pelan. "Meski kamu harus terpaksa meninggalkan ibu dan adikmu ..."
Ana tersenyum, merasa nyaman dalam pelukan Alex. Tangan kokoh Alex membelai kepalanya penuh kasih sayang.
"Aku memang tidak secantik wanita mu yang lain Lex .." bisik Ana. "Tapi aku berjanji akan menjadi isteri yang baik .. seperti janji yang aku ucapkan pada pernikahan kita .."
Ana menegakkan duduknya, meneguk teh hangat dari cangkirnya kemudian menatap Alex.
"Bagaimana kabar Eveline?" tanya Ana. "Aku tidak melihatnya di pernikahan kita tadi .. kamu tidak mengundangnya Lex?"
Alex menggedikkan bahu. "Aku beberapa kali menghubunginya .. tapi ia tidak mau mengangkat teleponku .." ujar Alex sambik mempermainkan anak rambut Ana. Alex terus menatap Ana, mengagumi keanggunan yang selama ini luput dari penglihatannya. "Biar saja .. aku rasa .. dia perlu waktu untuk menenangkan hatinya."
Ana mengangguk setuju. Ia mencoba menebak perasaan Alex melalui mata coklat Alex di hadapannya. Alex tidak banyak berubah saat Ana masih merajut kasih bersamanya dulu. Masih terlihat sangat tampan dalam kondisi sakitnya saat ini.
"Ada apa An?" tanya Alex mengejutkan Ana. "Kamu menatapku seperti itu .. kenapa? Terpesona dengan ketampananku?"
Alex menyeringai lebar, memandang Wajah Ana yang menyemburat merah menahan malu. Alex tidak memungkiri Ana adalah wanita dengan kecantikan elegan, khas, tidak dimiliki wanita lain.
"An .. boleh kah aku .. mencium mu ...?" tanya Alex pelan. Ana menunduk.
"A .. aku tidak tahu .. bagaimana ..." bisik Ana malu. Alex tersenyum. Ia mengangkat dagu Ana lembut hingga Ana mendongak menatapnya.
"Kamu isteriku ..." bisik Alex. "Dan aku berjanji hanya ada kamu dihatiku malam ini dan selamanya ..."
Alex mendekatkan wajahnya, menempelkan bibirnya pada bibir Ana perlahan, mengecupnya lembut. Ia merasakan bibir Ana bergetar, degup jantung ana terasa di dadanya. Alex melepaskan sejenak kecupannya, menatap Ana yang juga menatapnya. Alex tersenyum.
Ia mendekap Ana erat, sehingga dada Ana menempel pada dadanya. Mata Ana terpejam, bibir merah mudanya membuka sedikit, mengundang Alex untuk mengecupnya sekali lagi.
Alex menempelkan kembali bibirnya pada bibir Ana. Kali ini Alex merasakan Ana melakukan yang sama. Alex menggigit lembut bibir bawah Ana, membuat nafas Ana sedikit memburu. Alex merasakan hembusan Nafas Ana yang semakin cepat. Alex menekan bibirnya sedikit lebih kuat, menyelipkan lidahnya ke dalam mulut Ana dan mendekap Ana lebih erat, sedikit merebahkan punggung Ana ke sandaran Sofa yang empuk. Ana mendesah, tangannya meremas kuat lengan Alex.
Ana mulai terlihat menikmati apa yang dilakukan Alex.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd