Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT ANTARA CINTA DAN NAFSU

Bagian 2

Eveline mendorong tubuh Alex ke atas tempat tidur dan segera menindihnya, menghujaninya dengan ciuman penuh birahi dan gigitan kecil di seluruh leher dan dada Alex. Ia mengangkat rok mininya tinggi tinggi agar penis Alex yang masih tersembunyi didalam celananya bisa bersentuhan dengan vaginanya di balik CD nya. Seperti biasa, makan siang mereka di sebuah resto hotel berakhir dengan menyewa short time satu kamar untuk bermesraan. Dua jam saja sebelum kembali ke kantor, cukup bagi Eveline untuk melampiaskan hasratnya kepada Alex.
"Uuhh .. baby ..." desah Alex saat Eveline dengan bersemangat membuka paksa kemeja Alex, "Slow down .. I ain't going anywhere ..."
Eveline tak perduli, Ia sibuk menciumi seluruh dada bidang Alex, dan sejenak mempermainkan lidahnya pada puting Alex. Ia pun segera membuka kemejanya, menampakkan dada sintalnya yang membusung sempurna. Payudara kenyal dan bulat nya tampak indah terbingkai bra hitam berenda.
"Wanna lick and suck it, honey?" tanya Eveline manja dengan nafas memburu, menyambar kedua tangan Alex dan meletakkannya diatas Payudara. Alex tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Ia meremas remas Payudara Eveline membuatnya mendesah penuh kenikmatan.

"Owh Alex .. hmmhh .." Desis Eveline. Alex bangkit, mengulum dua Puting Payudara Eveline bergantian dengan penuh nafsu, "Yeah ...uuuhhh ...feel so goood Aleexx ... ahh."
Eveline terlihat semakin mengganas. Tubuhnya menggelinjang hebat menahan kenikmatan yang diberikan Alex pada payudaranya. Saat nafsu nya tak terbendung lagi, Eveline bangkit, membuka seluruh pakaiannya dan dengan tubuh telanjang ia mendorong Alex, menyodorkan vaginanya tepat di mulut Alex, mencengkram kepala Alex dan mulai memainkan pinggulnya saat lidah Alex terjulur menjilat vaginanya.
"Play with me !!" jerit Eveline, dan Alex mulai memainkan lidahnya, menyapu seluruh permukaan vagina Eveline, berlama lama bermain dan menghisap klitorisnya, menyelipkan lidahnya semakin dalam ke lubang vagina Eveline, membuatnya menggelinjang liar.
"Aaahhh Aaleexx ... uuuhhh this is soo gooodd" erang Eveline yang sangat menikmati jamuan Alex siang itu.

Alex merasakan vagina Eveline mulai basah. Dan tiba tiba eveline memutar badannya, berbalik dan menarik Alex keatasnya. Ia mencium Alex penuh nafsu saat tubuh kekar Alex menindih dirinya
"Fuck me!!" jerit Eveline. Ia menggenggam penis Alex yang sudah menegang sempurna , mengangkat pinggulnya dan memasukkan dalam-dalam Penis Alex ke dalam vaginanya. Jerit kenikmatan memenuhi ruang kamar. Alex mulai menggoyangkan tubuhnya, menghujamkan penisnya dalam-dalam ke vagina Eveline.
"Oooh Aleexx .." jerit Eveline "Lebih kuat .. lebih kuat!! Ayoo sayaaangng .. mmmhhh .. Aleexx ..!!"
Alex memompa semakin cepat dan kuat. Kedua tangannya menggenggam Payudara Eveline yang kenyal dan bergoyang goyang karena hujaman tubuh Alex pada tubuhnya. Ekspresi wajah Eveline terlihat sangat menikmati, matanya memejam dengan mulut terbukanya sibuk meracau mengekspresikan kenikmatan yang dirasakannya.
"Uuuhh Aleexx ... oohh ...aahh" erang Eveline liar.
"Want more, babe?" bisik Alex mempercepat gerakannya dengan tangan kirinya berpindah menggelitik klitoris Eveline.
"Ooowwhh ....aaaahhhh" teriak eveline, tidak kuat lagi menahan puncaknya, Perlahan tubuhnya menegang, mencengkram tangan Alex kuat dan melenguh panjang melepas orgasmenya.

Eveline terbaring lemas, peluh membasahi sekujur tubuhnya. Nafasnya terengah. Alex melangkah, meraih tangan Eveline dan menyentuhkannya pada penisnya yang masih tegak berdiri.
Eveline melirik Alex dan tersenyum. "Giliranku ..." ujarnya, menarik penis Alex dan mengulumnya manja. Alex mendesis. Eveline sangat menyukai momen saat ia menatap wajah Alex yang menikmati setiap sentuhannya dari bawah. Ia mengocok lembut penis Alex, menariknya keluar masuk berulang ulang.
"Mmhh .. " gumamnya, membuat getaran kecil yang dirasa Alex di ujung penisnya. Alex bergidik menahan ejakulasi yang hampir dicapainya. Lidah dan hisapan Eveline yang kuat memberikan kenikmatan pada seluruh tubuhnya. Namun saat Alex hampir mencapai puncak, tiba tiba ia merasakan rasa sakit yang luar biasa pada bagian pinggang kirinya.
"Aaargggghhhh ...." Alex berteriak menahan sakit. Eveline yang tengah menikmati penis Alex terkejut dan seketika melepas kulumannya. Alex terbaring mengerang berguling-guling dengan wajah pucat pasi di hadapannya.
"Alex ... Oh Tuhan .. ada apa denganmu?" jerit Eveline panik. Alex mengerang sambil terus memegangi pinggang dan perutnya.
"Alex .... " jerit Eveline, berusaha menenangkan kekasihnya "Sakit? Kenapa?"
"Telepon ... Ana ..." ujar Alex tertahan di sela erangannya. Eveline mengerti dan bergegas mengambil HP Alex, mencari nomor Ana pada kontak dan segera meneleponnya.


Alex terbaring di kamar perawatan dengan infus terpasang di tangan kirinya. Eveline duduk di pinggir tempat tidur, menggenggam tangan kanan Alex dengan wajah sangat kuatir. Rasa sakitnya mulai menghilang. Ana dengan sigap mengirimkan Ambulance untuk menjemput Alex dan membawanya ke Rumah Sakit ini. Serangkaian pemeriksaan kembali dilakukan untuk memeriksa kondisi Alex.
"Bagaimana rasanya sayang?" bisik Eveline, "Sudah hilang rasa sakitnya?"

"Semoga sudah .." Ana menjawab dari balik pintu yang baru saja terbuka. Ia melangkah masuk dengan membawa berkas Rekam Medis Alex.
Alex mencoba tersenyum, namun Ana menatapnya tajam.
"Berapa kali sehari sebenarnya kamu harus melampiaskan nafsu sexmu?" tanya Ana pada Alex sambil melirik Eveline yang menunjukkan raut tidak suka, "Tidak cukup sekali?"
"Hei!" hardik Eveline pada Ana. "Kamu tidak berhak berbicara seperti itu kepada Alex. Itu urusan pribadi kami dan bukan urusanmu!"
"Oh .. tentu saja ini urusan saya Nona!" jawab Ana dengan nada tenang. "Saya dokter pribadinya, dan saya tidak ingin pasien saya bertambah parah hanya karena keteledorannya merawat dirinya sendiri. Dan seharusnya .. anda sebagai calon isterinya bisa lebih cerdik mengawasi calon suami anda. Bukan malah memperburuk keadaannya!!"
Wajah Eveline memerah. Ia menatap Alex yang terdiam takjub, menyaksikan dua wanita yang berpengaruh dalam hidupnya saling melontarkan kata kata pedas satu sama lain.
"Kecuali anda ingin memiliki suami yang harus melakukan cuci darah sepanjang sisa hidupnya!" ujar Ana masih menatap Evelin tajam.
Ana menghela nafas berusaha menenangkan emosinya. Ia berkata pada Alex, "Malam ini kamu harus menginap di Rumah Sakit sampai keadaan stabil." Suaranya mulai melunak, "Aku akan telepon Ayahmu untuk memberitahu keadaanmu."
"Apa yang terjadi sebenarnya?" tanya Alex, "Aku sehat sehat saja siang tadi saat menemuimu .."
Ana menggeleng "Aku belum tahu .." jawabnya. "Karena semua pemeriksaan menunjukkan hasil baik. Mungkin karena bekas luka operasi saja .. atau karena terlalu banyak sex."
Alex menyeringai. Ana tak bergeming. Ia memeriksa selang infus Alex, memastikan keadaannya baik sebelum berbalik meninggalkan ruangan.

"Aku tidak suka dia!" desis Eveline setelah Ana meningalkan ruangan. "Kenapa tidak kamu ganti saja dokter pribadimu itu Alex! Aku bisa mencari dokter yang 1000 kali lipat lebih baik dari dia!"
"Hei .. sayang .." bujuk Alex mencoba untuk duduk walau ia masih sedikit merasa nyeri pada pinggang kirinya. Mungkin Ana benar, baru dua tahun yang lalu ia mendonorkan ginjal untuk Ayahnya, dan luka operasi itu seharusnya masih harus ia jaga baik baik. "Ana adalah dokter pilihan Ayahku dan dia adalah dokter terbaik di Rumah Sakit ini. Sudahlah .. mungkin dia benar, aku teledor menjaga kesehatan tubuhku sendiri"
"Tapi apa hubungannya dengan sex? Teori absurd .." Eveline masih tampak emosi. Alex memeluknya dan mencium keningnya lembut.
"Lupakan saja .. ini bukan salahmu sayang" bujuk Alex lembut. Eveline tidak tahu apa yang pernah terjadi antara dirinya dan Ana, dan Alex memang tidak ingin membuka cerita lama itu kepada Eveline.
Eveline adalah wanita yang emosional dan sangat agresif. Sebelum mereka menjalin hubungan, Eveline pernah mencampakkan 4 orang laki laki hanya karena mereka tidak bisa memenuhi nafsu sex nya yang selalu menggebu gebu. Dua orang diantara mereka adalah teman Alex, dan mereka menceritakan sendiri betapa kewalahannya mereka melayani nafsu Eveline. Tidak hanya tentang frekuensi, namun Eveline juga menuntut kualitas sex luar biasa dari semua pasangannya. Selama dengan Alex, Eveline selalu merasa terpuaskan. Stamina Alex sangat kuat dan keterampilan sex nya sangat luar biasa.
Eveline tidak pernah tahu bahwa ia adalah salah satu penyebab karamnya hubungan cinta Ana dengan Alex. Ana seorang wanita konvensional yang sangat menjaga kesuciannya. Sebelum adanya ikatan resmi, pantang bagi Ana untuk melakukan hubungan sex bersama laki laki manapun juga. Alex sangat menghargai itu. Walaupun ia terkenal sebagai penakluk wanita, namun tidak pernah sekalipun Alex meminta paksa Ana untuk memenuhi keinginannya.
Masih segar dalam ingatan Alex, setelah memenuhi permintaan Ayahnya untuk bertunangan dengan Eveline. Siang itu Alex melakukan sex cepat di toilet sebuah Club kebugaran, dan Ana tanpa sengaja melihat langsung apa yang Alex lakukan pada Eveline. Itu bukanlah kejadian pertama. Ana sudah berkali kali mengetahui hubungan Alex dengan wanita lain selama menjalin kasih dengannya. Alex sadar bahwa ia terlalu sering menyakiti hati Ana, sehingga saat Ana memintanya untuk berpisah, Alex menyanggupi walau dengan hati terluka.

"Alex .. aku harus kembali ke kantor. Masih ada klien menungguku dan aku sudah terlambat lebih dari 2 jam" ujar Eveline meraih tas nya. "Kamu akan baik baik saja bukan?"
"Yap .." ujar Alex santai "Pergilah .. jangan biarkan pekerjaanmu terbengkalai."
Eveline tersenyum, mengecup bibir Alex lembut.
"Cepat sembuh sayang .." bisiknya lembut, seraya menyentuh Penis Alex dan meremasnya lembut, "Aku perlu ini ...."
Alex tersenyum, membalas ciuman Eveline dan melambai saat kekasihnya itu keluar dari pintu kamar.


Ana menyodorkan secangkir teh kepada ibunya dan dokter Dewo, sejawatnya yang sore itu berkunjung kerumah untuk memeriksa keadaan Ratih, adik Ana. Ratih kehilangan ingatannya saat mengalami kecelakaan beberapa tahun yang lalu, dan sampai sekarang harus duduk di kursi roda karena cedera tulang belakang membuatnya kehilangan kemampuan motorik pada kakinya.
"Bagaimana perkembangan Ratih, mas?" tanya Ana kepada Dewo, dokter syaraf yang beberapa bulan terkahir ini merawat Ratih "Apakah ada kemajuan dari ingatannya?"
Dewo meneguk teh dari cangkirnya dan berkata "Belum .. amnesia memerlukan pemicu untuk membangkitkan ingatan penderita .. dan tampaknya kita belum menemukan itu. Aku masih merangsang ingatannya dengan menunjukkan beberapa foto ataupun lagu yang kamu berikan, An .. tapi rupanya benda benda itu belum merupakan rangsangan ingatan bagi Ratih."
Ana mengangguk mengerti. Atas kebaikan hati Dewo, Ana mempercayakan kesembuhan Ratih kepadanya tanpa biaya sedikitpun. Dan semenjak itu pula, hubungan mereka semakin dekat. Dewo tampaknya menaruh hatinya untuk Ana, namun Ana masih belum dapat menetralkan hatinya dari cintanya pada Alex.
"Cobalah cari lagi benda atau kenangan apapun yang bisa digunakan untuk mengembalikan ingatan Ratih, An .." ujar Dewo. Ana mengangguk. Tepat disaat bersamaan HP Ana berdering. Ana membaca nama Alex di layar HPnya. Ia berjalan sedikit menjauh dan menerima panggilan Alex.
"Halo .. ada apa? Kamu baik baik saja?" bisik Ana
"Aku kesepian .. tidak bisakah kamu kesini menemaniku An?" tanya Alex diujung sana.
"Jangan main main .." desis Ana. "Aku tidak ada jadwal piket malam hari ini. Dan kalau keadaanmu baik baik saja, tolong jangan ganggu aku."
"Kalau begitu aku sakit .. aahh .. ini pinggangku terasa lagi .. sakit An .." keluh Alex diujung sana.
"Alex! Berhenti berpura pura! Penyakit itu bukan main main," hardik Ana dengan suara pelan. "Betul sakit? Dimana wanita itu? Seharusnya dia ada di sana sekarang menjagamu!"
"Aahh .. betul sakit An ..." erang Alex diujung sana.
"Baiklah!" desis Ana, tidak urung merasa kuatir mendengar suara Alex yang terdengar sangat sakit. "Aku ke RS sekarang. Tapi awas kalau kamu hanya pura pura!"
Ana menutup teleponnya dan bergegas menghampiri Dewo dan ibunya.
"Maaf mas .. tapi aku harus ke rumah sakit sekarang .. ada pasien gawat ..." ujar Ana.
"Kalau begitu biar aku antar kamu ke sana An .. kebetulan aku juga harus mengambil berkas yang tertinggal disana" ujar Dewo. Ana mengangguk, berpamitan untuk mengganti bajunya terlebih dahulu dan menuju ke dalam kamar.
"Hai sayang .." sapa Ana kepada Ratih yang tergolek diatas kasur. "Bagaimana terapi dengan dokter Dewo hari ini?"
Gadis berusia 17 tahun itu tersenyum senang. "Baik Kak .. tapi aku belum ingat apa apa .. besok dokter Dewo akan datang lagi kan?"
"Tentu .." jawab Ana sambil mengganti bajunya. "Sesi terapimu dilakukan setiap hari Kamis dan Jumat kan .. Cobalah mengingat sesuatu sayang .. tapi jangan dipaksa ya Dek .. semampumu saja"
Ratih mengangguk "Kak Ana mau pergi?" tanya Ratih.
"Ya .. ada pasien gawat di Rumah Sakit" jawab Ana.
"Siapa?" suara tajam ibu mereka terdengar dari pintu. Ana dan Ratih menoleh. Ibu sudah berdiri di ambang pintu menatap tajam Ana.
"Alex lagi?" tanya ibu ketus.
"Bu ... dia juga pasienku .. aku harus memperlakukan dia sama seperti pasien pasien lainnya" ujar Ana lembut.
"Kamu tahu ibu tidak suka kepada keluarga mereka An .. kenapa masih saja kamu mendekati laki laki itu?" ujar ibu penuh emosi. "Ibu ingin kamu segera menerima lamaran dokter Dewo. Supaya tidak lagi direpotkan oleh laki laki itu!"
"Ibu ... " bujuk Ana sabar "Sudahlah .. aku pergi dulu ya .."
Ana mengecup pipi ibunya sekilas dan bersama Dewo menuju Rumah Sakit.

Ana memasuki ruang VVIP tempat Alex dirawat bersama Dewo. Alex tampak tertidur nyenyak di tempat tidurnya, seperti tidak menyadari kedatangan Ana. Ana menghela nafas. Tampaknya ini terjadi seperti dugaannya.
"Dia sudah tenang An .." bisik Dewo pelan kuatir membangunkan Alex yang tengah lelap. "Apakah perawat sudah menyuntikkan analgetik kepadanya? Tampaknya dia sudah tidak merasa sakit lagi."
Ana tersenyum kikuk. "Ya .. mmh .. biar aku periksa dulu keadaan pasien ya mas" ujar Ana, "Mas Dewo selesaikan saja dulu urusan mas."
"Baiklah .. aku di ruanganku kalau kamu sudah selesai ya An .. biar nanti aku antar kamu pulang lagi" ujar Dewo sambil tersenyum. Ana mengangguk.
Ia mendekati Alex setelah Dewo pergi, dan mencubit lengan Alex kuat kuat.
"Aaww!!" jerit Alex langsung melonjak dan duduk seraya menyeringai. "Hai An .. teganya menyakiti pasien yang sedang tak berdaya begini"
Ana mendengus gusar, "Kamu tau apa hukuman bagi pasien yang memberikan informasi palsu kepada dokter?" tanyanya tajam. "Aku sedang makan malam bersama keluargaku dan kamu menyuruh aku datang kesini hanya untuk ini? Kamu yang tega Lex!"
"Aku tidak bohong An .. tadi sakit .. disini .. " keluh Alex sambil menunjuk pinggang kirinya.
Ana menatap Alex sejenak, kemudian mengangkat kaos Alex dan menyentuh pinggang kirinya pelan "Disini?" tanya Ana sambil menekan lembut pinggang Alex.
"Ya .. tadi .." jawab Alex kemudian menyentuh tangan Ana dan menggenggamnya erat. "Tapi mendadak hilang setelah kamu datang" sambungnya sambil tersenyum.
Ana membelalakkan matanya, mencoba menarik tangannya dari genggaman Alex namun tidak berhasil. Alex menggenggam kuat tangannya.
"Aann .. aku hanya ingin bicara denganmu .." ujar Alex. Ana mendelik.
"Lepaskan tanganku" pintanya tajam. "Atau aku panggil perawat untuk menambah suntikan obat tidur padamu!"
"Oke .. oke .." ujar Alex menyeringai dan melepas tangan Ana. Ia sangat takut terhadap jarum suntik, satu kelemahan yang hanya diketahui Ana.
"Aku pulang .." ujar Ana, berbalik hendak meninggalkan Alex.
"Tunggu An ...!" Alex bangkit, mencoba meraih tangan Ana namun selang infus membelit tangan kirinya dan tersangkut pada pinggir tempat tidur sehingga Alex tidak dapat bergerak terlalu jauh. Posisi tubuhnya menekuk untuk menahan agar ia tidak terjatuh dan secara bersamaan ia berteriak
"Aaaarrgghhh ..!!!"
Ana menatap sekilas Alex yang berguling di tempat tidurnya seolah menahan sakit.
"Aku tidak akan tertipu lagi olehmu!" ujar Ana gusar. Namun ia melihat darah segar mengalir membasahi tempat tidur Alex. Ana terkesiap, menghampiri Alex yang kini tanpa suara meringkuk di kasurnya.
"Alex!! Oh Tuhan .. Alex!!" seru Ana melempar tasnya dan berlari mendekati Alex.
Ana memeriksa dari mana darah itu berasal. Jarum Infus di tangan Alex bergeser dan darah sedikit terlihat pada perbannya. Namun darah segar yang membasahi kasur Alex berasal dari bekas operasinya, pinggang sebelah kiri. Jantung Ana berdegup kencang. Darah segar masih terus mengalir dari sana. Alex tidak bohong. Mungkin ia tadi memang merasa sakit. Ana segera menekan tombol perawat, dan hanya hitungan menit 2 orang perawat datang memasuki ruangan.
"Siapkan kamar operasi! CITO!!" Ana berteriak.
Seorang perawat berlari keluar sementara satu orang lagi membantu Ana mendorong tempat tidur Alex menuju ruang persiapan operasi.
"Alex!! lihat aku!! Alex!! Kamu dengar suaraku?" Ana terus memancing respon Alex sambil mendorong tempat tidur dengan cepat. Walaupun Ana adalah dokter Bedah yang sangat berpengalaman, namun melihat Alex terkapar di hadapannya membuat ia sangat kuatir.

Alex membuka matanya pelan. Ia melirikkan matanya ke kiri dan kekanan, dan melihat Ana berdiri di sampingnya, melihat layar monitor yang berada di sisi kanan Alex.
"An .." bisik Alex. Ana menoleh dan memandang Alex lega.
"Hai .. bagaimana keadaanmu?" tanya Ana lembut, belum pernah Alex mendengar Ana bicara selembut ini padanya. Alex mencoba tersenyum. Rasa sakit terasa kembali di pinggang kirinya.
"Sakit .." keluh Alex pelan. Ana mengangguk.
"Aku terpaksa harus melakukan operasi ulang pada bekas lukamu ..." ujar Ana "Maafkan aku tidak mempercayaimu saat kamu mengeluh tentang sakitmu, Lex" sesal Ana lagi.
Alex tersenyum dan menggelengkan kepalanya lemah.
"Kamu harus dirawat disini malam ini .. ruang ICU .. kami perlu memantau perkembangan operasimu dengan detail beberapa hari kedepan" ujar Ana lagi.
"Apa yang terjadi?" tanya Alex singkat.
"Tampaknya ada sesuatu pada sistem imun dan darahmu Lex ..." ujar Ana mencoba menerangkan dengan bahasa yang dimengerti Alex. "Aku .. maksudku .. kami belum tahu pasti, tapi sesuatu dalam tubuhmu membuat luka operasi tidak menutup sempurna tapi masih harus dicari tahu apa sebabnya."
Alex mengangguk. Ana memeriksa monitor sekali lagi dan kembali berkata, "Tekanan Darahmu masih belum kembali normal. Istirahatlah .. aku sudah memberi kabar Ayahmu tadi. Beliau akan datang sebentar lagi"
Alex meraih tangan Ana "Tinggallah disini .. temani aku ..." bisik Alex lirih. Ana menunduk sesaat dan kemudian mengangguk sambil tersenyum.
"Baiklah .. aku akan menemanimu. Sekarang cobalah untuk tidur .."
Alex bernafas lega. Sudah sangat lama sejak terakhir kali ia melihat Ana tersenyum padanya. Ia hampir lupa betapa manisnya senyum Ana. Alex merasa sangat bahagia saat melihat gurat kecemasan pada wajah Ana tadi. Ana masih mencintainya, ia tahu itu. Tapi Ana tidak pernah tahu betapa Alex pun masih mencintainya. Alex hanya merasa ia tidak cukup pantas untuk menjadi pendamping Ana. Seorang dokter ternama yang cantik dan dengan keteguhan hatinya memiliki kelas tersendiri yang sangat jauh dari gaya hidup yang dimiliki Alex. Alex mencoba memejamkan matanya, merasa tenang dengan Ana ada disampingnya.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd