Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.
Bimabet
Mantap nih Om jalan ceritanya.

Tapi maaf, saya mau tanya, di Episode 4, bukannya targetnya Markus dan Intan adalah Esa dan Laila ya?
Di bagian awalnya saya sempat bingung.

Tapi terus lanjutkan Om. Like this pokoknya. Hehehe
Yg ditargetin Markus itu Hendra dan Wulan.
Sementara Laila dan Esa targetnya adalah Markus.

Skemanya sih gini jdnya

Wulan/Hendra < Markus/Intan < Esa/Laila < Melisa/Arjuna
 
Yg ditargetin Markus itu Hendra dan Wulan.
Sementara Laila dan Esa targetnya adalah Markus.

Skemanya sih gini jdnya

Wulan/Hendra < Markus/Intan < Esa/Laila < Melisa/Arjuna

Owh gitu ya Om, saya kira timbal balik gitu. Hehee
Terima kasih infonya Om..
Saya menunggu kelanjutannya.
Mantap!!!
 
Om TS... nanya yah.. Berarti Wulan/Hendra tasknya udh beres yah? tp bola masih dituker.. sebelum pasangan satunya beresin tasknya jg yah?
Esa sama Laila yg tasknya udah beres.
Tp iya, mereka tukeran bola sama Wulan dan Hendra.

Soalnya perjanjiannya biar kedua belah pihak tasknya beres baru dikembaliin.
 
Berarti Melissa/Arjuna sebetulnya salah target dong...
Atau ane yg salah baca yah... bentar deh baca lg..
 
Berarti Melissa/Arjuna sebetulnya salah target dong...
Atau ane yg salah baca yah... bentar deh baca lg..

Gak salah kok, Melisa sama Arjuna targetnya itu memang Laila sama Esa.

Ini stage 2 sistemnya targeting e bukan toe to toe ato saling adu, tapi circular.

Jadi A > B > C > D > E > F > G > H > I > J > A

Bentuknya lingkaran.
 
Oh ok.. siap… Tq penjelasannya
Berarti yg belum dpt targetnya Wulan/Hendra yah?
Sdgkan Baik Laila/Esa maupun Wulan/Hendra tidak punya keuntungan utk terminate Mellisa/Arjuna... kecuali kl memang mereka kebetulan target dari Wulan/Hendra...
 
Oh ok.. siap… Tq penjelasannya
Berarti yg belum dpt targetnya Wulan/Hendra yah?
Sdgkan Baik Laila/Esa maupun Wulan/Hendra tidak punya keuntungan utk terminate Mellisa/Arjuna... kecuali kl memang mereka kebetulan target dari Wulan/Hendra...

Keuntungannya kalo eliminasi Melisa/Arjuna itu artinya Laila/Esa gak punya pemburu lagi.
Tapi ya, itu bisa dihindari sih.
 
TOHbuyOG_o.png

Badanku gemetaran, mengais-ngais tanah dan rumput untuk bergerak ke arah Esa ya. Berusaha menyusul Arjuna yang membawa untaian kabel ke arah Esa. Sementara Melisa berdiri sempoyongan, sedikit gelondongan coklat mengalir di pahanya.

“Fuck you, Juna… Don’t do that again!”

Aku terbelalak, dia tampak begitu santai setelah hal menjijikan yang dilakukan ADAM-nya. Keduanya mengikat Esa di sebuah rongsokan mobil. Tangannya di ikat di salah satu rangka, sementaranya kedua kakinya dibuka lebar-lebar, masing-masing diikat di as roda.

“What a tiny dick, are you an elementary school, boy?”

Melisa tertawa melihat ukuran penis Esa, perempuan berambut pirang itu berjongkok lalu mengocok milik Esa hingga tegang, namun berhenti begitu saja sehingga anak itu tak sempat klimaks.

“Hentikan! Jangan sakiti Esa!”

“Haaah? Lo gak sadar diri juga sama posisi lo ya?”

Kubenarkan posisi badanku lalu bersujud pada dua orang itu, “aku mohon pada kalian, kami ndak punya Buah Terlarangnya, tolong ampuni kami…”

“Ck! Weak! This is why I hate you two!”

Melisa berjongkok lalu menarik kepanganku hingga aku berlutut, wajah kami pun sejajar. Bisa kulihat ekspresi jijik dan benci dari wanita itu, walau pangkal paha kami sama-sama belepotan kotoran, tapi jelas-jelas dia melihatku sebagai kasta rendah, makhluk yg lebih hina.

“Juna, lo entot aja cewek ini! Ram your shitty cock to her pussy!”

“Ah? Tu-tunggu! Jangan!”

Perempuan bule itu membelakangiku, tangannya menjulur melewati ketiakku lalu ditariknya lenganku agar tak bisa melawan. Kami jatuh terduduk, membuka jalan bagi Arjuna yang membuka pahaku yang kututup rapat. Dengan beberapakali mencoba, Arjuna berhasil membuka kuncian lututku. Dia mengarahkan kontol panjang yang berlumur gumpalan-gumpalan berbau busuk ke arah bibir kemaluanku yang sudah menganga.

“Aaiiihhhh!”

Sensasi licin, hangat, lengket, melejit pelan di liang senggama. Area paling sensitifku dimasuki sesuati yang najis, yang kotor dan menjijikan.

KLANK

Kudengar suara besi tertarik.

KLANK

Lagi, kubuka mata kiriku, mengintip melalui pinggir telinga Arjuna. Terlihat Esa yang telah sadar, menghentak-hentakan ikatannya, berusaha membebaskan diri namun tak terlalu kuat untuk memutus kabel tebal itu.

“Pergi dari Mbak Laila!! Berengsek!”

Ini kali pertama kudengar Esa mengumpat, ekspresinya berubah, tak manis seperti biasanya. Matanya melotot, mulutnya menyeringai, tak peduli darah yang mengalir di sela-sela giginya. Esa benar-benar murka.

“Heh! Marah? Bisa apa lo memangnya?” ejek Melisa, ditariknya badanku ke sudut yang bisa dilihat lebih jelas oleh Esa, “look, your girlfriend being fucked by shitty cock!”

Dadaku berayun seirama dengan hentakan kontol Arjuna yang menyodok rahimku pelan. Diremasnya payudara telanjangku dengan tangan kotor itu, memeras air susuku yang berharga. Arjuna dan Melisa sempat terkejut melihat itu, namun dengan cepat Arjuna mengemut putting ku dan menyedotnya kuat-kuat.

Bisa kurasakan sensasi gatal di ujing pentilku, areolaku yang cukup besar tertarik ke dalam mulut Arjuna. Kulit di sekitarnya mulai berubah warna, menjadi merona merah seperti udang rebus.

“Hnggh! Lepaskan!!”

Aku berusaha memukul-mukul lelaki, meronta hingga berhasil lepas dari cengkeraman Melisa, namun tiba-tiba menggigit puting susuku, membuatku mengejan kesakitan.

“Mbak Laila!” jerit Esa.

Suaranya makin berat, air mata mengalir, namun tak bisa berbuat apa-apa. Melisa berjalan ke arah Esa dan mengangkang di depan wajahnya.

Hey, if you want pussy that bad, wanna try mine?”

Huh? Apa yang terjadi? Melisa berusaha merebut Esa dariku? Kudorong Arjuna lalu hingga terjungkal, aku berusaha berdiri tapi kakiku tak kuat menopang berat badanku. Tak putus harapan, aku terus merangkak, bisa kulihat Melisa mengocok penis Esa, namun berhenti sebelum anak itu mencapai klimaks, begitu terus diulang-ulang. Rasanya pasti sangat menyiksa.

Tiba-tiba bokongku ditarik Arjuna, dia menggendong tubuhku dengan perut menghadap ke arah Esa dan Melisa.

“Mel, biar benih-benih kesuburan cewek ini dan anak itu jadi satu.”

“A-apa maumu!” bentakku.

“I see, this is what you want huh, eyebrow!” sindir Melisa merujuk pada alisku yang tebal.

Sementara Arjuna mendudukanku di hadapan Esa, Melisa mengais-ngais sesuatu di tumpukan rongsokan tak jauh dari tempat kami.

Gotcha!”

Cewek blesteran itu berjalan girang sambil membawa sebuah selang transparan yang cukup besar diameternya, panjangnya mungkin sekitar lima puluh sentimeter.

“Eww! Juna, bersihin dulu itunya dia!”

Arjuna mengambil kain kecil lalu mengelap kotoran-kotoran yang menempel di tubuhku. Melisa berdiri di antaraku dan Esa, kakinya dibuka lebar-lebar. Jemarinya yang lentik menggeser dua bibir vaginanya yang plontos bak gerbang pintu. Cairan kuning mengalir deras dan jatuh ke perutku, membilas semua kotoran yang tersisa.

“Okay, now lets play some game!”

“Hnnngghhh!”

Selang plastik itu ditusuk ke dalam duburku, aku hanya bisa meringis, kulihat Melisa mengarahkan ujung satunya ke dubur Esa dan perlahan memasukannya ke sana. Kini aku dan Esa telah terkoneksi oleh karet transparan yang menjembatani anus kami. Tangan dan kakiku juga kini diikat di tempat yang sama dengan kedua tangan dan kaki Esa. Kami hampir berhimpitan, aku benar-benar malu dengan aroma tinja yang tersisa dari tubuhku.

“Kalian ini menjijikan!” geramku.

“Oh, really?”

Melisa berjalan dan menyentuh tengkukku.

“LAILA PRAMESWARI, 25 TAHUN, PENULIS, FETISH : EXHIBITIONISM, FROTTEURISM, PEDOPHILIA, CHRESMATISTOPHILIA, EPROCTOPHILIA, LACTOPHILIA, OMORASHI, TOUCHERISM, UROLAGNIA”

Wajahku memerah ketika semua kata itu diucapkan, ini lebih parah karena kini Esa bisa mendengarnya sampai habis.

“Laila… Laila… Laila… you’re an hypocrite person, you know!”

Aku tahu itu, sejak awal aku menyadari bahwa aku ini munafik. Tapi mendengarnya dari mulut Melisa membuatku sangat marah. Aku telah berusaha menutupi itu semua, berusaha menjadi seorang kakak bagi Esa, namun perempuan itu malah menghancurkan segalanya.

“Heh, bocah, lo tau gak ini pacar lo secabul apa sebenernya?”

“Itu bukan urusanmu! Mbak Laila tetap orang baik!” bela Esa ketika diprovokasi Melisa.

“Heh! Juna, tell him what omorashi and eproctophilia means!”

“Kenikmatan saat menahan berak atau kencing,” terang Juna.

“See? She’s not very different than Juna! You shithead!” lanjut Melisa sambil menoyor Esa, “your girlfriend is disgusting woman, and top of all, she’s a pedophile!”

“Setidaknya Mbak Laila nggak serendah kalian yang menyiksa orang demi kepuasan sendiri! Setidaknya dia punya hati!”

“Hohooo… You really like this bitch, huh? Tapi apa lo yakin cinta lo bakal dibalas sama cewek ini? Lo yakin dia mau terima hal terburuk dari lo sama seperti hal terbadik dari lo?”

Suara Melisa bergetar, aku bisa merasakan kalau gadis itu menahan sesuatu, seperti duri yang menancap pada perasaannya. Arjuna berusaha menenangkan Melisa namun perempuan itu mendepaknya. Hubungan mereka terlihat begitu toxic, bukan seperti Markus dan Intan yang sudah berpikir tanpa nurani, Melisa seakan menutup hatinya pada Arjuna, atau pada semua orang lain.

“Hanya karena kamu pernah dilukai orang lain, bukan berarti semua orang bakal melukaimu!”

Tanpa kusadari kata-kata itu keluar begitu saja, tentu saja tiga orang lainnya terkejut mendengarku bicara begitu. Bagi Esa dan Arjuna, itu mungkin racauan tak jelas, tapi dari reaksi Melisa, kata-kataku terlihat sangat mengganggu baginya.

“Bitch! Jangan sok ngajarin lo!”

Dengan marah dia berjalan, diinjaknya perut Esa keras hingga tubuhnya mengejan hebat. Sesuatu terasa meniup dinding duburku, gas tubuh Esa tertiup kencang dan masuk ke dalam perutku.

“Auhh!!! Jangan! Nanti… Mbak Laila… Ugh!”

“Why? Lo takut Mbak Laila lo itu gak mau lagi sama lo? Kalo dia cinta sama lo, harusnya dia mau terima apapun dari lo, even your shit!” teriak Melisa sambil menekan perut Esa dengan kakinya.

Aku langsung tahu apa intensi Melisa dan Arjuna, menjijikan memang! Dia ingin membuat ikatan yang sudah kami bangun terpecah dengan hal seperti ini. Hal terburuk dari Esa, bisa jadi bermakna literal, seperti apa yang telah kukeluarkan. Melisa dan Arjuna ingin membuat Esa rasakan apa yang kurasakan sebelumnya, perasaan takut dan hina, juga ingin membuatku jijik pada ADAM-ku sendiri.

Kumantapkan tekadku, kutatap wajah Esa yang mati-matian menahan sesuatu di ususnya. Tanpa peduli dengan tawa Melisa, senyum Arjuna yang melecehkan kami berdua. Aku tak akan kalah!

“Esa! Aku suka kamu apa adanya! Kamu ndak perlu takut, Mbak ndak akan ninggalin kamu! Mbak bisa menerima apapun milikmu!”

“Mbak… Laila…”

“Esa, ndak apa-apa, itu cuma kotoran!” bisikku.

Partnerku itu memejamkan matanya, tak berani melihat apa yang akan dilakukannya. Otot-otot Esa tak mampu menahan gelondongan besar berwarna coklat gelap, berjalan melewati pipa transparan dan masuk ke dalam anusku. Pada dasarnya kini Esa tengah menyodomiku dengan beraknya.

Melisa mundur tak percaya melihat kami benar-benar melakukan itu. Secara fisik, dia menganiaya kami, dari luar kami mungkin terlihat kalah, tapi yang ada di benakku berbeda. Aku bisa melihat ideologi dan segala apa yang telah dipercaya Melisa selama ini runtuh.

“Kenapa? Terkejut?” tanyaku dengan wajah datar pada Melisa, “kamu ndak nyangka ada orang asing yang mau menerima ini semua kan? Bahkan kenal seminggu saja tak ada!”

“Disgusting! You really are disgusting!!”

“Ughh… Mbak, aku nggak bisa berhenti!”

Bentakan Melisa, erangan Esa saling menimpa di telingaku. Duburku seperti robek rasanya ketika kotoran besar itu terus masuk ke usus, perutku mulai membengkak seperti wanita hamil, aku juga mulai kesulitan mempertahankan raut wajah datar.

“Disgusting? Apanya yang menijikan dari Esa? Anak ini punya hati yang besar! Jangankan menanggung berak… Aku rela menumpahkan darahku untuk menjaga hati itu!”

“Mbak Laila… Jangan-jangan…”

Mata Esa berkaca-kaca, dorongan kotorannya telah berhenti, kini semuanya telah ditransfer dalam perutku.

“Iya, aku suka kamu!” bisikku.

“Why… After what he did! After all of this! Kenapa lo masih bisa mikir naif kayak gitu!!”

“Mel! Udah! Ga ada gunanya lagi!”

Arjuna menghentikan Melisa yang meraung-raung dan ingin menamparku. Aku hanya tersenyum, melihat mereka. Aku tahu Arjuna dan Melisa bukanlah orang jahat, di dalam sana mereka orang baik. Arjuna juga telah membuktikan dirinya sejak awal, tentu dia punya fetish dan hobi yang… Umm… Sangat-sangat menyimpang, tapi kurasa itu bukanlah sesuatu yang bisa dikategorikan jahat.

“You know, Melisa… What make us human? Their heart…,” rintihku pelan, keringatku telah bercucuran terlalu banyak dan tak kuat lagi menahan rasa sakit, tapi aku harus mengatakan ini pada kedua pasangan itu, juga pada Esa.

“Just… Who are you?”

Aku hanya tersenyum pada Melisa yang mulai menitikan air matanya, pandanganku mulai blurry dan tak bisa fokus lagi. Hingga akhirnya aku tak mampu merasakan apa-apa lagi. Hanya putih.

****​

Angin sepoi-sepoi menerpa kulitku, terasa lebih dingin dari biasanya. Kubuka mata perlahan, melihat Esa yang tengah mengelap dadaku dengan kain basah. Tak terlihat lagi noda yang tersisa, perutku juga… Walau banyak lemak meleber kemana-mana, tapi itu memang ukuran normalnya. Tak tercium lagi bau busuk di sekitar kami. Sudah terlepas dari ikatan dan kini sudah tak berada di onggokan sampah lagi.

Aku menoleh ke sekeliling, kami berada tepat di tepian kubah. Layar besar memancarkan visual seperti langit. Ada semacam saluran air buatan yang menjadi hulu sungai di area itu. Jadi benar kami masih berada dalam ruangan, kota ini merupakan fasilitas indoor.

“Mbak… Makasih…” bisik Esa.

Aku hanya tersenyum lalu menyentil dahi lebar anak itu. Aku berusaha berdiri namun pinggul ke bawah seperti mati rasa, kesemutan yang tak tertahankan.

“Mbak Laila istirahat aja dulu!”

“Eh? Terus Arjuna sama Melisa? Kalau mereka nyerang kita lagi?”

“Oh, come on! Lo harusnya bilang makasih!”

Arjuna dan Melisa datang dari balik pepohonan sambil membawa beberapa ikan yang telah dibakar.

q61W5Gky_o.jpg

Cowok berambut emo itu menaruh ikan-ikan tersebut di tengah kami lalu tersenyum padaku, sementara Melisa berkacak pinggang melihat kami berdua. Aku masih kebingungan, tak mengerti apa yang terjadi, menoleh pada Esa berharap penjelasan yang logis.

“Umm, aku cerita rencana kita untuk nggak ikut permainan ini, Mbak… Soal Kak Hendra dan Kak Wulan, soal nyari tahu siapa Game Masternya.”

“Terus?”

Aku masih tak terlalu mengerti, masih bingung dengan apa yang terjasi.

“Sebenarnya, bukan cuma kalian yang berpikir gitu, kami juga, tapi kami gak tahu siapa yang bisa dijadikan kawan, siapa yang lawan…” terang Juna.

“So, we’re in!”

“Eh?! Tu-tunggu! Bukannya kalian butuh Buah Terlarang kami untuk nyelesaiin stage ini?”

“Like you said, you don’t wanna participate in this game, right?”

Melisa memastikan, bibirnya melengkuk, membentuk senyum lebar.

“Enough, is enough! We will hack this game!”

“Hack? Tapi gimana?” tanya Esa tak kalah bingungnya

Arjuna menunjuk ke salah satu layar besar kubah tepat di atas saluran air, “coba lihat screen yang itu!”

Perhatian kami tertuju pada apa yang ditunjuk Arjuna. Layar raksasa itu memiliki warna biru yang berbeda dengan lainnya, seolah mengalami malfungsi teknis.

“Layar-layar itu semacam cermin dua arah, selain merefleksikan pemandangan langit palsu, itu juga bertindak sebagai kamera pengawas!”

“Gue udah periksa, kalau terlalu dekat dengan layar, muncul boneka-boneka bayi berbentuk malaikat yang menyerang kita, berusaha membuat kita menjauh dari layar, but that screen is different!”

Aku mengerti sekarang, cherubim yang menyerang kami sebelumnya ternyata mekanisme dari permainan untuk mencegah kami melarikan diri. Sekarang aku mulai sedikit paham bagaimana sistem Eden Game ini bekerja.

“Tapi… Problem utamanya bukan itu aja, kan? Kristal di leher kita juga kayaknya bertindak sebagai radar…” timpal Esa, “kalau kita keluar arena pasti ketahuan!”

“Itu dia masalahnya, satu-satunya problem adalah bagaimana caranya keluar tanpa terdeteksi radar!” balas Arjuna.

Kudorong badanku, tangan kananku menopang punggung sementara tangan kiriku menutupi payudaraku yang masih menggantung bebas. Esa pasti mati-matian meyakinkan Arjuna dan Melisa, terlebih keduanya ini punya skillset yang cukup berguna. Terutama Arjuna yang sangat familiar dengan teknologi, lalu ada Melisa yang walau kecil, tapi tenaganya hampir setara dengan Hendra, geraknya pun lincah seperti kera. Ditambah pengetahuan medis Wulan dan craftmanship Hendra. Jika ini adalah game RPG, ini mungkin susunan party yang sempurna. Yang dibutuhkan sekarang hanyalah pengalih perhatian!

Pengalih perhatian…. Pengalih perhatian… Tunggu!

A-aku rasa untuk saat ini mustahil kita benar-benar ndak terlihat dari Game Master…”

Esa, Arjuna dan Melisa terlihat kecewa mendengar kata-kataku.

“Tapi bukan berarti kita ndak bisa menipunya!”

“Maksud Mbak Laila?”

“Arjuna, saat ini ada berapa jumlah layar yang malfungsi? Bisa kamu petakan titik buta kota ini dimana saja?”

“Hmm, bisa saja…”

“Radar ini… Masih bisa mendeteksi pemain yang tewas, kan?”

“Kurasa masih, tapi sepertinya player hidup dan mati pasti indikatornya beda di layar!”

“Sempurna!”

“Hey, Eyebrow! What exactly your plan?”

Melisa mengangkat alisnya keheranan, begitu juga dengan Esa dan Arjuna. Aku hanya tersenyum, kubenahi posisi kacamataku layaknya penjahat-penjahat di serial TV yang sedang menyusun rencana jahat.

“Kita buat Game Master melihat mayat hidup!”


hJHd41hE_o.png
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd