Badai di Pesisir Selatan
"Hanya kau harapanku, Ngger." berkata seorang lelaki tua yang duduk diatas amben diruang dalam sebuah Padepokan.
Diluar sesekali suara gemuruh guntur sisa hujan masih terdengar.
"Bagaimana dengan murid-murid yang telah lebih dahulu berguru di Padepokan ini, guru? Apakah mereka tidak akan mempersoalkannya jika guru memberikan tanggungjawab itu kepadaku," Berkata seorang anak muda yang duduk dihadapan orang tua itu.
"Aku kira mereka tidak akan keberatan," berkata orang tua itu. "Mereka memiliki kekuasaan atas sebuah wilayah yang luas sebagai Adipati. Jadi, padepokan serta tanah garapannya ini tentu tidak ada artinya bagi mereka."
"Aku masih terlalu muda, guru. Apalagi aku telah mempelajari ilmu dari perguruan lain sebelum memasuki Padepokan Banarawa. Ilmu yang ada padaku saat ini tidak sepenuhnya murni dari Padepokan Banarawa." kata pemuda itu.
"Hanya kau harapanku, Ngger." berkata seorang lelaki tua yang duduk diatas amben diruang dalam sebuah Padepokan.
Diluar sesekali suara gemuruh guntur sisa hujan masih terdengar.
"Bagaimana dengan murid-murid yang telah lebih dahulu berguru di Padepokan ini, guru? Apakah mereka tidak akan mempersoalkannya jika guru memberikan tanggungjawab itu kepadaku," Berkata seorang anak muda yang duduk dihadapan orang tua itu.
"Aku kira mereka tidak akan keberatan," berkata orang tua itu. "Mereka memiliki kekuasaan atas sebuah wilayah yang luas sebagai Adipati. Jadi, padepokan serta tanah garapannya ini tentu tidak ada artinya bagi mereka."
"Aku masih terlalu muda, guru. Apalagi aku telah mempelajari ilmu dari perguruan lain sebelum memasuki Padepokan Banarawa. Ilmu yang ada padaku saat ini tidak sepenuhnya murni dari Padepokan Banarawa." kata pemuda itu.