Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Belum ada judul

darksatan

Adik Semprot
Lomba Cerpan
Daftar
15 Nov 2012
Post
145
Like diterima
235
Lokasi
Neraka gang 13
Bimabet
images_24.jpg

Dewi

Suatu siang yang terik, di kota yang memang terkenal akan hawanya yang panas, seperti biasa aku melakukan pekerjaanku sebagai pengantar barang. Peluh mulai menetes dari dahiku, untungnya kotak yang kubawa ini adalah barang terakhir untuk kuantar hari ini. Motorku berhenti di sebuah rumah yang cukup mewah, kulihat lagi alamat di kotak yang kubawa, kupastikan sesuai dengan rumah yang berada di depanku itu. Setelah yakin aku segera memarkir motor dan memanggil sang pemilik rumah.
"Masuk aja, mas" teriak seorang lelaki dari dalam, tampaknya dialah sang pemilik rumahnya. Aku pun segera membawa kotak itu masuk, meninggalkan motorku di luar pagar rumah. Setelah melewati halaman yang cukup luas, aku sampai di pintu depan yang telah terbuka, dua orang lelaki dewasa sedang berdiri sambil berdebat, sedangkan seorang wanita duduk di kursi yang ada di dekat mereka.
"Lho, Paijo" ujar wanita itu begitu melihatku, aku agak terkejut juga mendengar namaku dipanggil, apalagi oleh seorang wanita cantik yang berumuran tidak jauh dariku. Setelah kuperhatikan lebih seksama ternyata aku juga mengenal wanita berjilbab itu.
"Eh, mbak Dewi, ini mau nganter barang, mbak" balasku agak terbata. Wanita bernama Dewi itu adalah kakak kelasku saat kuliah dulu. Dia terkenal baik dan ramah kepada siapa saja, bahkan kepada adik kelasnya. Saking baiknya banyak adik kelas yang memanggilnya dengan sebutan mama atau bunda, apalagi ditambah wajahnya yang memang keibuan.
Wanita itu beranjak dari duduknya dan mendatangiku yang masih berdiri di depan pintu, sedangkan dua lelaki dewasa yang tadinya menoleh sesaat kini mulai melanjutkan debatnya.
"Taruh situ dulu aja" ujarnya saat berada di sebelahku. Senyum ramah merekah di bibirnya yang merah merekah. Wanita ini dari dulu memang selalu terlihat cantik, apalagi ditambah bodinya yang aduhai, meskipun selalu berpakaian tertutup tetapi lekuk tubuhnya tidak bisa dia sembunyikan.
"Ah, iya, mbak" aku selalu gugup jika dekat dengan wanita cantik, begitu juga kali ini, dengan agak canggung aku meletakkan kotak itu di lantai. Suasana hening sejenak karena aku tidak tahu harus berkata apa, sedangkan dia hanya tersenyum ramah tanpa membuka percakapan juga. Namun suara dua lelaki yang sedang berdebat membuatku menemukan topik.
"Siapa mereka, mbak?" tanyaku sambil melirik ke arah dua lelaki itu. Keduanya terlihat seumuran, satunya berkulit putih dan agak gemuk, satunya lagi berkulit gelap dan agak kurus.
"Oh, itu yang agak gemuk suamiku, satunya itu yang punya rumah ini" wanita itu menjelaskan sedikit tentang mereka.
"Kenapa kok berdebat gitu, mbak?" tanyaku lagi sekedar melanjutkan topik.
"Biasa, mereka kawan lama yang sering cekcok akibat bisnis" wanita itu kembali tersenyum ramah tanpa menjelaskan lebih detail. Aku paham dan tidak meneruskan topik tersebut karena tidak mau ikut campur urusan mereka.
"Yauda aku balik dulu kalo gitu, mbak" ujarku berpamitan padanya, meskipun banyak hal yang ingin kutanyakan kepadanya tetapi aku merasa ini bukan tempatnya.
"Oke, ati-ati di jalan, ya" balasnya sambil tersenyum lagi, wanita ini masih seramah yang dulu rupanya.
"Eh, boy, mau kemana? Aku kan belum bayar" teriak lelaki berkulit gelap saat melihatku hendak pergi, aku baru sadar jika aku ke sana karena pekerjaan dan memang sang pemilik barang belum membayar biaya jasaku.
"Ah, iya. Saya lupa, pak" aku kembali ke pintu depan rumah, sedangkan Dewi yang sudah duduk kembali seketika tertawa pelan akibat kecerobohanku. Wajahku agak memerah karena malu bercampur senang melihat senyuman wanita itu.
"Masuk dulu sini, aku ambil uangnya dulu" lelaki pemilik rumah itu menyuruh aku masuk ke ruang tamu, sedangkan dia bergegas masuk ke dalam kamarnya. Sementara lelaki berkulit putih yang merupakan suami wanita itu masih berdiri di sana, seolah tidak mau duduk di kursi yang telah disediakan. Matanya menatap tajam kearahku, tatapan merendahkan yang sudah biasa kudapatkan, seolah memandang remeh orang lain yang tidak selevel dengannya. Dalam hati aku merasa bingung bagaimana bisa wanita seramah Dewi mendapatkan suami sepertinya.
"Duduk dulu bentar, kebetulan aku tadi bikin minum kebanyakan, nggak usah sungkan" lelaki berkulit gelap itu telah kembali dengan membawa tiga gelas minuman berwarna merah, kuduga itu adalah sirup legendaris yang biasanya muncul saat bulan puasa.
"Iya, pak. Makasih" balasku sambil duduk di kursi yang paling ujung. Sang pemilik rumah ini ternyata cukup ramah juga, meskipun wajahnya lebih buruk dari suami Dewi, memang benar jika jangan menilai sesuatu dari luarnya saja.
"Dewi juga, silahkan diminum loh" lelaki itu menambahkan, sementara suami Dewi masih berdiri dan kembali mendebat lelaki itu, entah apa yang mereka bahas. Bahkan mereka sampai keluar ke halaman untuk melanjutkan debatnya.
Dewi mengambil gelasnya dan meminumnya sedikit, aku pun mengikutinya dan meminum sampai habis cairan yang ada di gelasku. Aku baru sadar jika sedang kehausan.
"Haus apa emang suka?" sindirnya sambil tertawa melihatku menghabiskan minumanku. Wajahku kembali memerah. Namun dia ikut menghabiskan minumannya sehingga membuatku merasa lebih baik karena bukan gelasku saja yang kosong. Wanita ini memang baik dari dulu.
"Ma, aku sama Abdul mau ke toko sebentar, ada yang mau kita pastikan di sana" suami Dewi tiba-tiba datang dan berpamitan padanya, setelah melihatku sekilas dia pun keluar lagi karena telah ditunggu sang pemilik rumah yang ternyata bernama Abdul.
"Boy, habiskan dulu minumnya ya sebelum pulang" teriak lelaki bernama Abdul dari atas motornya. Baru ini aku bertemu pemilik rumah yang sangat baik dan ramah sepertinya, menurutku justru dia yang lebih cocok untuk menjadi suami Dewi jika ditinjau dari kepribadiannya.
Suasana kembali hening karena aku sudah kehabisan topik percakapan, apalagi minuman di gelas kita juga telah tandas, satu-satunya yang tersisa hanya gelas milik suami Dewi. Rasa haus membuatku dengan terpaksa mengambil gelas itu dan meminum isinya sampai habis, lagi-lagi Dewi hanya tertawa melihat tindakanku itu. Suasana kembali mencair dan kita mulai membicarakan tentang masa perkuliahan dulu.
"Mbak, kamar mandinya di mana ya?" ujarku di tengah percakapan, panggilan untuk buang hajat tiba-tiba menghampiriku, mungkin akibat kebanyakan minum tadi.
"Itu ruangan yang paling pojok, sebelah kiri dari arah kita masuk" Dewi menunjuk sambil menahan tawanya, aku bergegas menuju ke sana untuk menuntaskan hajatku.
Rumah milik pak Abdul itu cukup luas juga, dekorasinya juga enak dipandang, bahkan kamar mandinya bersih dan tertata rapi. Jika dilihat dari wajahnya mungkin lelaki itu berumur kepala tiga, sama dengan suami Dewi, sedangkan Dewi sendiri mungkin antara 27 atau 28 tahun, karena dulu dia dua tahun di atasku dan saat ini aku telah berumur 25 tahun.
Setelah buang air kecil, tiba-tiba aku merasakan ada yang tidak beres dengan tubuhku. Gairahku mendadak melonjak drastis dan membuat adik kecilku mengeras sampai menonjol dari celanaku. Aku pun kebingungan untuk menyembunyikannya agar tidak ketahuan oleh Dewi. Saat sedang memutar otak tiba-tiba Dewi berjalan ke arahku, dari arahnya sepertinya dia juga hendak ke kamar mandi.
"Mau ke kamar mandi juga mbak?" ujarku basa-basi, padahal memang jelas terlihat bahwa dia akan ke sana.
"Iya" balasnya singkat dengan senyuman yang agak terpaksa, wajahnya juga terlihat aneh dan tidak seperti biasanya. Dia bergegas masuk ke dalam kamar mandi dan menyalakan airnya.
Aku duduk kembali di ruang tamu sambil bertanya-tanya, apa yang membuat Dewi berubah seperti itu, apakah ada perbuatan atau ucapanku yang salah. Tak lama kemudian Dewi pun kembali ke ruang tamu juga, wajahnya terlihat masih memerah dan kali ini dia hanya menunduk saja.
"Maaf, mbak. Apa ada yang salah dari ucapan saya?" aku bertanya dengan sopan, rasa penasaran membuatku lupa bahwa adik kecilku masih menegang dan menonjol dari celanaku.
"Nggak kok" balasnya singkat, namun dia sudah tidak menunduk lagi dan kembali bertemu muka denganku. Tetapi raut wajahnya berbeda dari saat pertama kali kita bertemu tadi, aku tidak paham arti dari raut wajahnya itu.
Situasi menjadi lebih hening daripada sebelumnya, apalagi sekilas kulihat dia melirik ke arah adik kecilku yang menonjol. Aku sudah tidak bisa berpura-pura menutupinya lagi karena dia terlanjur melihatnya, maka aku berpura-pura bahwa tidak terjadi apa-apa dan hanya berdiam diri.
Semakin lama wanita itu terlihat semakin gelisah, entah apa yang membuatnya gelisah, mungkin dia sudah tidak sabar menunggu suaminya yang tak kunjung datang. Sementara aku juga bingung apa yang harus kulakukan, satu-satunya hal yang kupikirkan hanyalah berpamitan pulang dan segera pergi dari sana sebelum birahiku semakin meninggi.
"Makin lama kok hawanya makin gerah ya" ujarnya tiba-tiba sambil melepas blazernya. Aku terkejut karena dia memakai gaun yang tak berlengan sehingga setelah blazernya dibuka terlihatlah kedua lengannya yang putih dan mulus. Dan memang terlihat beberapa peluh yang membasahi lengannya itu.
"Eh, mbak. Kok dibuka blazernya?" ujarku polos, namun adik kecilku menjadi semakin menegang hanya karena melihat lengannya. Bagaimana tidak, selama ini dia selalu memakai pakaian tertutup dan tidak ketat sehingga tidak ada yang pernah membayangkan bagaimana bentuk tubuhnya.
"Gpp, Jo. Ga tahan gerahnya nih, tapi jangan bilang siapa-siapa ya" balasnya agak gugup, raut wajahnya semakin memerah.
"Iya, mbak" sahutku singkat, saat itulah aku baru menyadari betapa seksinya wanita itu. Tubuhnya yang agak terbuka itu terlihat begitu mulus dan montok, dadanya yang besar membusung dari gaunnya, sekilas aku dapat melihat bagian samping dari dadanya melalui celah di lengan gaunnya.
"Mereka lama banget sih" dia mengangkat sebelah tangannya untuk mengusap peluh di dahinya, saat itulah aku melihat area ketiaknya yang sangat mulus dan tidak ada bulunya sama sekali, bahkan tidak terlihat ada kerutan bekas mencabut atau mencukur bulu di sana. Adik kecilku semakin menegang sampai sekeras batang pohon sepertinya.
"Sabar ya, mbak" entah keberanian dari mana yang membuatku mendekat di sebelahnya dan menepuk bahunya pelan. Aroma tubuhnya yang wangi membuatku semakin bernafsu, padahal aku yakin itu bukan aroma dari parfum.
"Iya, Jo" dia kembali tersenyum, seolah tidak melarang kehadiranku di sebelahnya.
"Mbak cantik banget sih hari ini" mulutku seolah berbicara sendiri, hari itu aku bukanlah aku yang biasanya, entah siapa yang mengerakkan diriku saat itu.
"Masa sih? Biasanya jelek berarti ya?" balasnya malu-malu.
"Biasanya cantik sih, selalu cantik malah, tapi hari ini paling cantik" lagi-lagi mulutku bergerak sendiri.
"Apa gara-gara keliatan tanganku ini?" balasnya lagi sambil menghindari tatapan mataku.
"Iya mungkin, apalagi kalo keliatan yang lain" mulutku semakin lancang dan bergerak di luar kendaliku.
"Wah, mulai nakal ya kamu" matanya bertatapan denganku.
"Mbak duluan yang nakal, pake pamer ketiak segala" ujarku tanpa merasa takut sedikitpun.
"Emang kenapa?" balasnya sambil mengangkat tangan dan kembali memamerkan ketiaknya.
"Mulus banget, mbak" ujarku sembari mengelus ketiaknya dengan tanganku, namun dia tidak menolak aksiku tersebut, bahkan dia terlihat menikmati usapanku.
"Enghh, geli Jo" desisnya saat lidahku yang menggantikan tanganku untuk merayap di ketiaknya. Sedang tanganku mulai beralih ke bagian yang lain.
Dengan lihai tanganku berhasil melepaskan gaun yang dipakai Dewi sehingga hanya tersisa bra berwarna hitam. Sekilas tertera ukuran 36C di bagian belakang bra-nya. Tanpa ragu tangan kiriku segera meremas gunung kembar miliknya itu, sementara tangan kananku merangkul tubuhnya. Lidahku masih menjilati ketiaknya yang sebelah kiri dengan liar, membuatnya agak kelabakan karena diserang dari dua arah.
Tanpa kuduga tangan kanan Dewi yang masih bebas segera mengarah ke tonjolan di celanaku. Dibukanya resleting celanaku sehingga batangku itu melonjak ke luar. Matanya terlihat berbinar saat melihat batangku yang telah menegang sempurna itu. Dengan tangkas dia mengocok batangku secara perlahan sebagai perlawanan atas aksiku kepadanya.
Sekitar lima menit kita berada dalam posisi itu, Dewi sudah tidak malu lagi untuk mengeluarkan desahannya, apalagi saat aku mulai melepas bra-nya dan menjilati putingnya yang telah mengeras. Mataku terbelalak saat melihat payudara Dewi yang telah terbebas, bukan karena ukurannya yang besar dan putingnya yang berwarna merah kecoklatan, tetapi karena itu adalah pertama kalinya aku melihat bagian pribadi wanita secara langsung. Dengan semangat aku segera melanjutkan meremasi kedua dadanya yang montok sambil sesekali memilin dan menjilat putingnya. Alhasil membuat Dewi mendesah semakin keras, bahkan dia sudah tidak bisa lagi memainkan batangku.
"Ayo pindah ke dalam aja" ujar Dewi tiba-tiba, aku baru tersadar jika saat itu kita masih berada di ruang tamu dan bisa saja dilihat orang yang sedang lewat. Maka kita berdua dengan cepat masuk ke bagian dalam rumah dan mencari tempat yang tepat. Sayangnya kamar utama rumah itu terkunci dan satu-satunya ruang terbuka yang kita lihat saat itu hanyalah kamar mandi. Maka tanpa diskusi lagi kita langsung masuk ke dalam kamar mandi.
Setelah mengunci pintu, kita bergegas melepaskan pakaian masing-masing dan menggantungnya di dekat pintu kamar mandi agar tidak basah. Batangku serasa tertarik ke atas saat melihat tubuh Dewi yang telanjang bulat di hadapanku. Lekuk tubuhnya sungguh aduhai seperti biola, tubuhnya yang langsing dilengkapi dengan dada yang besar dan pantat yang sekal, sungguh beruntung suaminya yang setiap hari bisa merasakannya.
Aku segera mendekap tubuhnya, kita berciuman selama beberapa detik, ciuman pertamaku yang sangat berkesan. Aku mengikuti gerak lidahnya yang menantangku untuk beradu, menimbulkan bunyi kecipak dan membuat bibir kita sama-sama basah.
"Ahh, aku udah nggak kuat, Jo. Langsung masukin aja" Dewi melepaskan ciuman kita, kemudian berbalik dan memunggungiku, memamerkan bokongnya yang padat dan mulus.
"Nanti dulu, mbak" aku menolak dan membalikkan tubuhnya lagi, kududukkan dia di atas toilet duduk yang telah kupasang penutupnya. Kubentangkan kedua kakinya sehingga area kewanitaannya terlihat jelas di mataku. Lagi-lagi aku terkagum atas pemandangan indah yang baru pertama kulihat secara langsung. Bibir bawahnya terlihat begitu tembem dan berwarna kemerahan, dengan sedikit bulu halus di sekelilingnya.
Tanganku segera menjamah area kewanitaannya yang ternyata telah basah, berkat film bokep yang sering kulihat membuatku cukup paham apa yang harus kulakukan. Awalnya aku hanya mengusapnya secara perlahan, kemudian kupercepat sembari sesekali menyelupkan jariku di liangnya yang semakin basah.
"Akkhh,," Dewi mendesah keras saat aku mulai menjilati bibir bawahnya itu. Aku tidak mempedulikan rasanya yang agak aneh dan terus menjilatinya sambil memainkan klitorisnya dengan jariku. Dewi menjambak rambutku untuk menahan rangsangan bertubi-tubi yang dia rasakan, sampai akhirnya dia mengeluarkan cairan kenikmatannya yang meleleh perlahan dari liangnya.
"Ahhh, enaknya Jo, baru ini aku bisa keluar" ujarnya pelan, wajahnya dipenuhi rasa puas. Namun tentu saja aku belum merasa cukup, batangku masih menuntut jatahnya. Saat itulah aku segera menghujamkan batangku ke dalam liangnya, membuatnya terkejut atas aksiku yang mendadak.
"Gantian, mbak" ujarku saat batangku masuk dengan mudahnya ke dalam liang yang telah basah dan licin itu. Meski demikian ternyata batangku terasa seperti terjepit saat berada di dalam, sensasi nikmat yang tidak akan kulupakan selama hidupku. Dengan perlahan aku menggerakkan batangku maju mundur ke dalam liangnya, sementara Dewi mulai mendesah kembali.
"Ganti posisi, Jo. Nggak nyaman ini" komentar Dewi di tengah permainan, posisinya yang duduk di atas wastafel memang sedikit menyulitkan batangku untuk masuk dengan leluasa. Maka dia berdiri dan kembali memunggungiku, kedua tangannya bersandar di tembok kamar mandi, sementara pantatnya menungging ke arahku, memamerkan bokong dan vaginanya sekaligus.
"Yeah, doggystyle" gumamku dalam hati, tak kusangka aku akan melakukan posisi yang biasanya hanya kulihat dalam film bokep. Tanpa membuang waktu aku segera menghujamkan batangku kembali ke dalam liangnya, kali ini aku menusuknya lebih cepat daripada sebelumnya, sembari menepuk pantatnya yang sekal itu.
"Ahhh,,ahhh,,ahhh" Dewi mulai meracau tidak karuan, mengikuti irama sodokan batangku yang makin lama makin liar.
Aku baru tahu jika dalam posisi ini ternyata batangku terasa lebih terjepit daripada sebelumnya, karena batangku tak hanya dijepit oleh liangnya saja tetapi juga oleh belahan pantatnya. Namun dalam posisi ini batangku terasa lebih dalam menghujam liangnya itu. Rasa nikmat yang sebelumnya tak terbayangkan mulai merasukiku, membuat batangku mulai berkedut-kedut.
"Ahhh, terus Jo,,ahh, aku mau keluar lagi ini" racauan Dewi semakin keras, bersamaan dengan batangku yang semakin cepat menyodok liangnya, benturan dengan pantatnya menimbulkan bunyi yang khas dan membuatku semakin bersemangat, hingga akhirnya batangku pun mulai tak tahan lagi.
"Aku juga mau keluar ini, mbak" sahutku cepat, sembari mempercepat gerakan batangku.
"Jangan di dalam, Jo" teriak Dewi pelan, namun sayangnya sudah terlambat, sebagai pemain amatir tentunya aku tidak bisa mengatur adik kecilku itu, maka dengan spontan batangku langsung menyemburkan cairan kentalnya di dalam liang milik Dewi. Kira-kira tiga hentakan yang terjadi saat batangku memuntahkan isinya, menyisakan rasa puas yang mendalam.
"Maaf, mbak" ujarku pelan, namun tidak ada balasan dari Dewi. Aku segera merapikan pakaianku kembali dan bergegas pergi dari sana, sebelum ada yang mengetahui aksi kita barusan.
###


Nubi numpang lewat, silahkan kritik dan sarannya. Kalo ada rekomendasi judul juga silahkan, ane belum nemu yang pas soalnya.
 
Terakhir diubah:
Kalau ceritanya begini sih memang agak sulit juga mau diberi judul apa. Kenapa mereka berdua tiba-tiba begitu, agak bingung juga ... jadi mending gitu sajalah, Belum Ada Judul. Lanjutkan kembali karya barunya atau cerita ini dikembangkan lagi ........... SEMANGAT !
 
Kalau ceritanya begini sih memang agak sulit juga mau diberi judul apa. Kenapa mereka berdua tiba-tiba begitu, agak bingung juga ... jadi mending gitu sajalah, Belum Ada Judul. Lanjutkan kembali karya barunya atau cerita ini dikembangkan lagi ........... SEMANGAT !
Makasih sarannya, hu. Memang mau dikembangkan lagi tapi masih nyari mulustrasi yang pas hehe
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Bimabet
Mungkin judulnya dijebak tapi dapat kenikmatan. Entah kenapa saya berpikiran kalo si paijo ini sedang dijebak. Alasan kenapa paijo dijebak ada tiga kemungkinan
1. Mungkin ini fantasi dari seorang suami tapi dia gak bilang sama si dewi soal fantasinya karena takut si dewi marah.
2. si dewi tahu fantasi suaminya dan dia mau menuruti fantasinya dan dia menunjuk paijo sebagai korban pertamanya karena dewi sangat kenal dekat dengan paijo.
3. Atau ini adalah ulah rencana dari sang pemilik rumah entah apa itu motivasinya sampe dia berani berbuat begitu.

Maaf suhu hanyak mengeluarkan unek-unek dalam otak
:ampun::ampun:

Lanjutkan
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd