Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Berbagi Kehangatan Bersama Adik Ipar

Piknik

Dan terbangun aku dari lamunanku. Kuedarkan pandangan keluar mobil untuk mengetahui keberadaanku.

"Di mana kita, Dan?"tanyaku pada Dadan yang berkonsentrasi mengendalikan mobilnya.

"Sebentar lagi Pusri, Mih."

Pusri adalah sebutan warga Palembang untuk menyebut pabrik pembuatan pupuk yang bernama Pupuk Sriwijaya atau disingkat Pusri. Dulu, almarhum bapaknya anak-anak bekerja di Pusri ini, di bagian sarana kesehatan.

Melalui kaca samping mobil, kulepaskan pandangan keluar. Di kejauhan sana, di langit yang membiru, ada pesawat terbang membelok untuk menghilang dibalik awan.

Melihat pesawat terbang itu, aku jadi teringat ketika aku diajak jalan-jalan oleh Amir. Saat itu, dengan angkutan umum, kami melaju ke arah Talang Betutu. Jalan Palembang di tahun tujuh puluhan masih lengang, sehingga laju taksi, sebutan wong Plembang untuk angkutan umum, begitu lancar. Sekitar dua puluh menit kemudian kami turun.

Setelah menapak jalan yang belum beraspal dan sepi dari bangunan rumah, aku mengikuti langkah Amir yang memanggul Dadan, anakku yang keempat, yang berusia enam tahun, melewati jalan setapak di antara pohon-pohon karet.

Akhirnya kami tiba di tempat tujuan. Lengang. Hanya jerit unggas yang terdengar. Tumben tempat ini sepi. Oh ya, sebelumnya aku dan Amir sudah pernah kemari dan biasanya tempat ini ramai dengan pasangan yang sedang di mabuk asmara.

Amir menurunkan Dadan dari atas pundaknya. Segera Dadan memeluk kakiku erat. Dadan memang belum pernah kami bawa kemari. Sepertinya dia takut berada di sini. Masak jalan-jalan ke tengah kebun, pasti itu pikir anakku, tapi bagi aku, Mimihnya, semakin jauh dari rumah, semakin tidak ada yang mengenal kami, itu semakin bagus.

Dengan penuh semangat Amir melangkah meninggalkan kami. Ditujunya pepohonan rimbun yang dipenuhi semak. Sambil menunggu isyarat dari Amir, aku edarkan pandangan untuk memastikan tidak adanya kehadiran orang lain disekitar kami. Tak lama kemudian Amir melambaikan tangan, menyuruh aku mendatanginya.

Dengan menuntun Dadan, aku mendekat. Setelah berdiri disampingnya, mataku kembali aku edarkan, menatap berkeliling.“Kok sepi, ya?”

“Kebetulan saja, Ceu,”jawabnya, coba menenangkanku."Sekarang 'kan bukan hari libur, jadi tidak ada yang datang kemari."

Dadan tetap memeluk kakiku. Sama seperti Dadan, aku pun merasakan kekhawatiran. Kenapa Amir membawa aku kemari, ke tengah kebun ini. Padahal Subuh tadi, seingatku, Amir mengajak pergi untuk melampiaskan birahi kami yang tidak tuntas, tapi kenapa tempat ini yang ditujunya. Padahal kami sering melakukannya di hotel, tapi kenapa ke sini.

Mengingat birahi kami yang tidak tuntas, aku teringat peristiwa semalam. Sementara penghuni rumah lain sudah terlelap dalam mimpi-mimpi mereka, aku terjaga menghabiskan malam. Berbaring aku di tempat tidur, menunggu Amir yang sudah berjanji datang, tapi nyatanya tidak juga muncul.

Menjelang subuh, terdengar ketukan di dinding kamar tidurku. Sebenarnya malas aku menanggapinya, tapi ketukan itu terus terdengar. Karena khawatir ketukan itu akan terdengar orang lain dan akan menimbulkan kecurigaan karena ketukan itu berasal dari kamar tidurku, maka aku turun dari tempat tidur. Dengan sengaja aku mengeraskan langkahku agar terdengar sampai ke balik dinding kamar tidur.

Setelah merapikan diri di depan cermin, melangkah aku keluar kamar tidurku. Kamar tidurku mempunyai dua pintu keluar, yaitu pintu utama yang menghadap ke ruang tengah dan satu lagi pintu darurat menuju ruang belakang.

Lampu ruang belakang aku nyalakan. Bersamaan dengan itu, daun pintu membuka. Amir masuk. Tanpa ada rasa bersalah dia tersenyum, tapi tidak aku respon. Wajah pun kupasang cemberut. Mendekat dia. Setelah berada didepanku, dia coba meraih tanganku, tapi aku tampik tangannya.

"Eceu marah?”Sambil memamerkan senyum tidak bersalahnya, dia bertanya.

Aku tetap diam.
Bersidekap aku, menjaga jarak dengannya. Aku sembunyikan senyumku.

“Maaf, Ceu. Aku ketiduran. Capek sekali aku.”

“Capek melayani Juju?”tanyaku dengan nada cemburu.

Juju adalah istri dia. Istri dia adalah adik kedua dari suamiku. Karena status dia adalah adik ipar, maka dia mengikuti istrinya yang memanggilku Eceu. Karena untuk menjaga stabilitas hubungan kami, aku tetap meminta Amir untuk tidak mengubah panggilannya. Takut dia salah panggil saat kami berada di lingkungan keluarga.

“Si Cecep sakit. Dia minta ditemani tidur. Kalau tidak percaya, Eceu tanya langsung sama Juju,"ucapnya.

Cecep adalah anak terkecil dari dia. Dengan Juju, dia mempunyai lima orang anak, tiga perempuan dan dua lelaki, sedangkan aku sendiri juga mempunyai lima anak, empat lelaki dan satu, perempuan, si bungsu.

“Yakinlah. Eceu tetap yang pertama untukku. Bagiku Eceu tuh perempuan terbaik di dunia ini. Lihat saja aku datang, kan?”Semua lelaki memang jago membual. Rayuan para lelaki memang memabukkan dan sayangnya perempuan pun mudah goyah dengan semua cakap para lelaki. Seperti aku sekarang ini. Cemburu yang aku pupuk sejak tengah malam tadi dan sengaja akan aku tumpahkan bila dia datang sekejap reda. Hanya ada rindu. Hanya ada nafsu, nafsu untuk menyatukan birahi.

“Aku sayang Eceu,"telak sekali rayuannya.

Aku goyah. Saat dia ambil tanganku, aku tak bisa menolaknya. Aku hanya bisa diam menatap dia yang menciumi tanganku. Lalu, jatuh aku dalam pelukannya. Tinggiku yang tidak sampai 150 senti terlihat liliput dalam dekapannya yang bertinggi 170 lebih. Dengan pelan dia berucap,"Maaf sudah membuat Eceu menunggu."

Meleleh hatiku. Dan, dalam kehangatan pelukan sang kekasih, kurapatkan kepalaku ke dadanya, menikmati jantungnya yang berdetak cepat menandakan birahi. Dapat pula aku rasakan sesuatu yang keras di selangkangannya.

“Hampir subuh, Amir."Pelukannya aku lepaskan dan menjauh aku.

Kebingungan dia menatap aku. Timbul rasa iba saat aku melihat tampang sang kekasih. Konak berat dia. Apa yang aku harus lakukan? Maka menggelosor aku duduk di lantai. Aku tarik tangan Amir agar dia ikut lesehan.

Rebah aku di lantai di ruang belakang rumahku. Kutarik dasterku hingga mencapai perut, sehingga meliar mata Amir melihat selangkanganku yang masih tertutup celana dalam. Aku tarik kedua kakiku dan aku kangkangkan melebar.

Amir bergerak cepat mendatangi selangkanganku. Kepala itu merunduk hendak mencecapi memekku, seperti yang biasa dia lakukan, tapi kutahan dia.“Sebentar lagi subuh."

Waktu semakin mepet. Adalah kebiasaan suamiku yang akan datang ke rumah menjelang azan Subuh mengumandang. Amir pun tahu kebiasaan suamiku dan semestinya dia tanggap. Aku tidak ingin suamiku menangkap basah aku dan dia sedang bercumbu di rumahnya karena aku masih ingin menikmati hangatnya pelukan Amir, masih ingin merasakan serangan kontol Amir di kemaluanku.

Maka, dengan bergegas aku turunkan celana dalam yang menutupi selangkanganku. Kuloloskan celana dalam itu dari kakiku dan kini memekku lepas merdeka.

"Cepat, Amir,"ujarku kesal.

Akhirnya, Amir menurunkan celana trainingnya dan mengeluarkan senjatanya dari kolornya. Setelah kontol itu terlepas dari kungkungannya, kuangkat dan kutempelkan kakiku ke pinggang Amir. Ketika Amir memegang kakiku, kulipat kakiku sehingga Amir pun tertarik mendekat, masuk di antara dua pahaku.

Untungnya batang bulat panjang itu jatuh menimpa kemaluanku. Segera kuraih kontolnya dan kuarahkan ujung tumpulnya ke ambang lubang di belahan memanjang di selangkangan.

Mnjengit aku begitu kontol itu memasuki lubang memek. Ada rasa sakit ketika batang bulat panjang itu terus memaksa masuk. Karena Amir tidak mencumbuku terlebih dulu, lubang kemaluanku masih kering. Karena belum ada pelumas pada lubang kemaluan, menimbulkan rasa nyeri menyebar di selangkanganku. Tapi kutahan saja kesakitan yang aku rasa itu. Karena aku faham, para lelaki tidak faham rasa sakit yang diderita para perempuan ketika suatu permainan dilakukan tanpa kerelaan.

Kupejamkan mataku dan coba menikmati setiap senti batang bulat panjang yang menusuk lubang kemaluan. Aku gigit pelan bibirku agar rasa sakit sedikit teralihkan, sementara dua telapak tangan mencengkeram kuat lengan-lengan milik Amir yang memegangi pinggangku, manakala kontol itu, tenggelam sempurna, mentok memenuhi lubang kemaluanku.

Cengkeraman dua tanganku pada lengan Amir kian menguat ketika benda bulat panjang itu mulai bergerak memutar pada lubang kemaluan yang masih kering. Sakit itu kian parah.

Kupejamkan kedua mataku, coba berkonsentrasi pada persenggamaan kami dan melupakan rasa sakit itu. Alhamdulillah! Memekku membasah. Rasa sakit itu hilang. Gerakan memutar kontol Amir yang semula kesat perlahan menjadi lancar.

Sambil memegangi kedua pahaku, kontol lelaki itu mulai menghujani lubang kemaluanku. Nafas birahi keluar dari mulut Amir, bersaing dengan deru nafasku.
Kucekal lengannya. Gerakan maju mundur kontol itu di lubang memekku makin cepat, hingga akhirnya Amir melenguh keras dan menghentikan laju kontolnya. Dari kontolnya yang terhujam dalam-dalam, kurasakan cairan hangat menyemprot, berkali-kali.

Begitu sperma tidak lagi menyemprot, Amir jatuh menimpa aku. Napasnya yang memburu terdengar seksi di telingaku. Detak jantungnya terasa mengalir di kulit tubuhku, tapi semua harus berakhir. Maka aku dorong turun dia dari atas tubuhku, sehingga terlentang Amir di lantai kayu.
Aku duduk dan merapikan dasterku. Lalu,"Cepat dimasukkan burungnya. Nanti suamiku datang.”

”Belum puas, Ceu.”Amir mencengkeram tanganku. Berharap aku melayaninya kembali, tapi itu tidak mungkin.

Kutarik lepas tangannya.“Salah sendiri kenapa datang terlambat.”

Aku berdiri. Melangkah aku menuju pintu keluar. Sungguh tidak sabar aku melihat dia yang mengenakan celana trainingnya. Bukannya apa-apa. Itu suara pengajian sudah terdengar dari kejauhan. Berarti sebentar lagi suamiku akan tiba.

"Cepat, Amir,"tukasku kesal.

Begitu Amir berada disampingku, kubuka pintu. Suasana luar rumah masih gelap dan sepi. Amir keluar, tapi ditariknya aku. Dibawanya aku dalam dekapannya.

“Pulanglah. Nanti ada yang lihat,"ucapku, berusaha lepas dari pelukannya.

Dia lepaskan aku. Bertatap kami.
Lalu,”Nanti siang, jam sepuluh, kutunggu di tempat biasa."

Tanpa menunggu persetujuanku lagi, dia berjalan menembus subuh. Setelah Amir menghilang, bersandar aku di pintu. Sebenarnya aku pun tidak puas aku dengan permainan kami malam ini. Biasanya Amir datang menjelang tengah malam untuk kami menyatukan tubuh-tubuh telanjang kami. Bersama kami menyalurkan rindu dan nafsu. Setelah sama-sama puas, berdampingan kami berbaring, saling peluk dan berbincang menghabiskan malam. Begitu mendekati subuh, barulah pertemuan kami berakhir. Berulang sudah kami melakukannya. Terhitung bulan. Tidak seperti malam ini. Hanya rasa sakit yang aku terima, tanpa ada rasa kepuasaan.

"Silakan duduk, Tuan Putri,"ucapan Amir membuyarkan lamunanku.
 
Terakhir diubah:
Bimabet
Memori tentang palembang, apa lagi bioskop mawar tempat langganan ku hehehe
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd